Anda di halaman 1dari 4

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Bahan pencuci piring merupakan salah satu produk yang dibutuhkan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Hampir semua aktivitas yang berhubungan dengan cuci-mencuci selalu bersinggungan dengan produk ini. Berdasarkan bentuk fisiknya, produk pencuci piring dapat dibagi menjadi tiga, yaitu bentuk bubuk atau serbuk, pasta, dan cairan. Produk yang disebut dengan cairan pencuci piring atau dishwash liquid sangat menarik untuk dikaji karena pemakaian produk ini cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Hal ini disebabkan cara mencuci piring (termasuk alat rumah tangga lain) mulai bergeser dari cara lama/tradisional ke cara baru yang lebih praktis. Selain itu, produk pencuci piring memiliki kelebihan, yaitu bentuknya cair, lebih praktis, dan memiliki aroma yang lebih khas. Bahan baku untuk pembuatan detergen ini terdiri dari beberapa jenis, yaitu bahan aktif, bahan pengental (filler), dan bahan tambahan (additif). Bahan aktif yang digunakan adalah jenis surfaktan yang merupakan bahan utama pembuatan detergen karena bahan ini mempunyai kemampuan mengikat dan mengangkat kotoran. Bahan surfaktan dari larutan pencuci piring akan menghasilkan busa yang umum digunakan adalah sodium lauril sulfat. Sedangkan bahan tambahan (additif) yang digunakan hanya bertujuan sebagai komersialisasi produk, misalnya pewangi atau pewarna. Sebagai bahan pengental (filler), garam yang dibutuhkan dalam pembuatan bahan pencuci piring adalah sodium sulfat (Na2SO4) yang berfungsi sebagai pembentuk inti pada proses pemadatan yang dapat mempengaruhi viskositas larutan sehingga terjadi perubahan jenis koloid. Dapat dibayangkan bila bahan pencuci piring terlalu encer atau bahkan sebaliknya sangat kental sekental pasta gigi. Keduanya sulit untuk dipergunakan. Proses perubahan ini terjadi karena adanya penambahan natrium sulfat sebagai pengental yang berfungsi mengontrol viskositas larutan pencuci piring. Dengan penambahan garam ini, menjadikan larutan pencuci piring mudah dalam penggunaannya.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan bentuk fifik larutan pencuci piring, bahan ini digolongkan kedalam jenis koloid yang dinamakan dispersi koloid atau suspensi koloid . Hal ini didasarkan oleh ukuran partikel koloid yang memiliki diameter partikelnya antara 1nm 100 nm. Sehingga jika suatu pertikel berdiameter lebih besar dari 100 nm digolongkan kedalam suspensi dan pertikel berdiameter kurang dari 1 nm merupakan suatu kristaloid atau larutan sejati. Jenis koloid ini adalah sol yaitu dispersi koloid dimana partikel padat terdispersi dalam cairan. Viskositas dari suatu sistem koloid biasanya bertambah secara cepat dengan adanya zat terdispersi. Pada konsentrasi zat terdispersi yang cukup tinggi, sol akan berubah menjadi gel. Dalam penelitian ini penulis membahas masalah perubahan sol menjadi gel yang diakibatkan adanya zat pengental yang digunakan dalam larutan pencuci piring. Suatu zat cair mempunyai kekentalan yang berbeda-beda. Secara kualitatif kekentalan suatu cairan dinyatakan dengan angka kekentalan yang dinamakan konstanta viskositas. Maka alat uji yang digunakan adalah viskosimeter yaitu pengukuran viskositas larutan sebagai parameter kekentalan larutan, dalam hal ini digunakan viskosimeter Oswalt. Dari uraian di atas dan melalui penelitian ini penulis ingin mengetahui bagaimana dan seberapa besar pengaruh penambahan larutan pengental (Na2SO4 25%) terhadap perubahan viskositas suatu larutan pencuci piring.

1.2. Perumusan Masalah 1. Bagaimanakah pengaruh penambahan volume Na2SO4 25% terhadap nilai viskositas larutan pencuci piring? 2. Seberapa besar pengaruh penambahan volume Na2SO4 25% maksimum larutan pencuci piring? terhadap viskositas

Universitas Sumatera Utara

1.3. Pembatasan Masalah Dalam penelitian ini penulis membatasi masalah penelitian dengan menentukan viskositas larutan pencuci piring setelah penambahan zat pengental. Viskositas larutan pencuci piring ditentukan dengan menggunakan metode viskositas Oswald. Jenis zat pengental yang digunakan adalah Na2SO4 25% dan bahan baku utama yang digunakan untuk pembuatan bahan pencuci adalah sodium lauril eter sulfat. Variasi volume zat pengental yang digunakan adalah 100, 150, 200, 250, 300, 350, 450, dan 500 mL. Penelitian ini dilakukan pada suhu laboratorium yaitu 25o C, hal ini dikarenakan adanya pengaruh kenaikan suhu terhadap nilai viskositas.

1.4. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pengaruh penambahan Na2SO4 25% terhadap nilai viskositas larutan pencuci piring. 2. Untuk mengetahui berapa penambahan volume Na2SO4 25% terhadap viskositas maksimun larutan pencuci piring.

1.5. Manfaat Penelitian Dengan tercapainya tujuan penelitian ini, maka akan diperoleh suatu gambaran yang jelas proses perubahan koloid sistem sol menjadi koloid sistem gel dalam larutan pencuci piring yang diakibatkan penambahan larutan Na2 SO4 25% . Dan mengetahui seberapa besar penambahan volume larutan Na2SO4 25% terhadap viskositas maksimum larutan pencuci piring.

1.6. Metodologi Penelitian Penelitian ini adalah eksperimen laboratorium dengan melakukan variasi penambahan volume Na2SO4 25% sebagai zat pengental pada bahan pencuci piring dengan tujuan tercapainya viskositas maksimum. Variasi jumlah volume pengental Na2SO4 25% yang digunakan adalah 100, 150, 200, 250, 300, 350, 400, 450 dan 500 ml (sebagai variabel

Universitas Sumatera Utara

bebas). Viskositas larutan pencuci piring di uji dengan menggunkan viskosimeter oswald (sebagai variabel terikat). Faktor yang mempengaruhi yaitu faktor pengadukan yang menentukan tingkat kehomogenan bahan pencuci piring dan faktor suhu yang mempengaruhi viskositas, sehingga ditetapkan pada suhu laboratorium 250C (sebagai variabel tetap ). Variasi volume Na2SO4 25% yang digunakan yaitu dengan 9 variasi. Replikasi dilakukan tiga kali setiap perlakuan dari masing masing variasi.

1.7. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan dilaboratorim Kimia Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai