Anda di halaman 1dari 84

BAB I PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Pneumonia merupakan 'predator` balita nomor satu di negara

berkembang. Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2005 memperkirakan kematian balita akibat pneumonia diseluruh dunia sekitar 19 % atau berkisar 1,6 2,2 juta. Dimana sekitar 70 % terjadi di negara-negara berkembang, terutama Afrika dan Asia Tenggara. Persentase ini terbesar bahkan bila dibandingkan dengan Diare (17 %) dan malaria (8 %). (Said M, 2006) Di Indonesia, prevalensi pneumonia pada balita cenderung meningkat. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 kematian balita akibat pneumonia meningkat, berkisar 18,5 - 38,8 %. Faktor risiko yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas pneumonia. Risiko pneumonia meningkat pada bayi laki-laki dan umur kurang dari 2 bulan. (Rachmat H, 2002) Di Jawa Barat, pada akhir tahun 2000, Pneumonia mengakibatkan 150.000 bayi atau balita meninggal tiap tahun, atau 12.500 korban per bulan, atau 416 kasus sehari, atau 17 anak per jam, atau seorang bayi tiap lima menit. (Irma, 2010) Selain permasalahan diatas rendahnya cakupan penemuan penderita merupakan masalah utama setiap daerah di indonesia. Dari hasil cakupan penemuan penderita di 25 provinsi pada tahun 1999/2000 ternyata rata-rata cakupan baru 34,22%. Rendahnya cakupan penemuan penderita di masyarakat bukan saja di sebabkan oleh rendahnya pengetahuan masyarakat tetapi juga disebabkan oleh kuantitas dan kualitas dalam melakukan promosi pneumonia balita kepada masyarakat. (Rachmat H, 2002) 1

Oleh karena itu program Pemberantasan Penyakit

Infeksi Saluran

Pernafasan Akut (P2 ISPA) dalam upaya menurunkan angka kesakitan dan angka kematian pneumonia perlu melakukan promosi penanggulangan pneumonia yang ditujukan pada masyarakat (terutama Ibu Balita), tokoh masyarakat dan para pengambil keputusan serta petugas kesehatan yang berada di tempat-tempat pelayanan kesehatan terdepan seperti; puskesmas, puskesmas pembantu, polindes, posyandu dan praktek swasta.(Rachmat H, 2002) 1.2. Masalah Belum diketahuinya tingkat keberhasilan Program Penanggulangan pneumonia pada balita di Puskesmas Pancoran Mas Depok periode Januari 2010 sampai dengan Desember 2010. 1.3. Tujuan 1.3.1. Tujuan Umum Mengevaluasi Program Penanggulangan pneumonia pada balita di Puskesmas Pancoran Mas Depok. 1.3.2. Tujuan Khusus 1) Diketahuinya pelaksanaan Program Penanggulangan pneumonia pada balita di Puskesmas Pancoran Mas Depok. 2) Diketahuinya keberhasilan Program Penanggulangan pneumonia pada balita di Puskesmas Pancoran Mas Depok periode januari desember 2010 3) Diketahuinya masalah - masalah dalam pelaksanaan Program Penanggulangan pneumonia pada balita di Puskesmas Pancoran Mas Depok. 4) Memberikan saran berupa alternatif pemecahan masalah guna pemecahan masalah dalam Pelaksanaan Program Penanggulangan pneumonia pada balita di Puskesmas Pancoran Mas Depok. 2

1.4.

Manfaat 1.4.1. Manfaat bagi Puskesmas Menjadi sarana evaluasi program Puskesmas terutama Program Penanggulangan pneumonia pada balita yang merupakan sub program Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit Menular guna mencegah dan menekan angka kejadian pneumonia sehingga tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal. 1.4.2. Manfaat bagi Mahasiswa a.Dapat melakukan analisis masalah terhadap Program

Penanggulangan pneumonia pada balita di Puskesmas Pancoran Mas Depok. b. Dapat menentukan Mas Depok. c.Dapat memberikan saran bagi pemecahan masalah pada Program Penanggulangan pneumonia pada balita di Puskesmas Pancoran Mas Depok. prioritas masalah pada Program Penanggulangan pneumonia pada balita di Puskesmas Pancoran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Pneumonia II.1.1. Definisi Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak 4

seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut pada bronkus (biasa disebut bronchopneumonia). Gejala penyakit ini berupa napas cepat dan napas sesak, karena paru meradang secara mendadak. Batas napas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali permenit pada anak usia < 2 bulan, 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali permenit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun. (Wilson, 2006) Pneumonia masih menjadi penyakit terbesar penyebab kematian anak dan juga penyebab kematian pada banyak kaum lanjut usia di dunia. World Health organization (WHO) tahun 2005 memperkirakan kematian balita akibat pneumonia di seluruh dunia sekitar 19 % atau berkisar 1,6 2,2 juta, di mana sekitar 70% nya terjadi di negara-negara berkembang, terutama Afrika dan Asia Tenggara. Program Pengembangan Imunisasi (PPI) yang meliputi imunisasi DPT dan campak yang telah dilaksanakan pemerintah selama ini dapat menurunkan proporsi kematian balita akibat pneumonia. Campak, pertusis dan juga difteri bisa juga menyebabkan pneumonia atau merupakan penyakit penyerta pada pneumonia balita. Di samping itu, sekarang telah tersedia vaksin Hib dan vaksin pneumokokus konjugat untuk pencegahan terhadap infeksi bakteri penyebab pneumonia dan penyakit berat lain seperti meningitis. Namun vaksin ini belum masuk dalam Program Pengembangan Imunisasi (PPI) Pemerintah. (Said M, 2006) Proporsi kematian balita akibat pneumonia lebih dari 20 % (di Indonesia 30 %) angka kematian pneumonia balita di atas 4 per 1000 kelahiran hidup (di Indonesia diperkirakan masih di atas 4 per 1000 kelahiran hidup). Menurut SKRT 2001 urutan penyakit menular penyebab kematian pada bayi adalah pneumonia, Pneumonia, tetanus, ISPA sementara proporsi penyakit menular penyebab kematian pada balita yaitu pneumonia (22,5%), Pneumonia (19,2%) infeksi saluran pernafasan akut (7,5%), malaria (7%), serta 5

campak (5,2%) Angka kejadian pneumonia di Indonesia dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2006 mengalami penurunan. Kasus pneumonia pada tahun 2004 sebanyak 293.184 kasus dengan kasus Angka Insiden (AI) 13,7; tahun 2005 sebanyak 193.689 kasus dengan AI 8,95;dan pada tahun 2006 sebanyak 146.437 kasus dengan AI 6,7. (Depkes RI, 2004) II.1.2. Etiologi Sebagian besar penyebab Pneumonia adalah mikroorganisme (virus, bakteri). Dan sebagian kecil oleh penyebab lain seperti hidrokarbon (minyak tanah, bensin, atau sejenisnya) dan masuknya makanan, minuman, susu, isi lambung ke dalam saluran pernapasan (aspirasi). (Wilson, 2006) Berbagai penyebab Pneumonia tersebut dikelompokkan berdasarkan golongan umur, berat ringannya penyakit dan penyulit yang menyertainya (komplikasi). Mikroorganisme tersering sebagai penyebab Pneumonia adalah virus, terutama Respiratory Syncial Virus (RSV) yang mencapai 40%. Sedangkan golongan bakteri yang ikut berperan terutama Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae type b (Hib). (Wilson, 2006) Sedangkan dari sudut pandang sosial penyebab pneumonia menurut Depkes RI (2004) antara lain: a. Status gizi bayi Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrient. Penelitian status gizi merupakan pengukuran yang

didasarkan pada data antropometri serta biokimia dan riwayat diit. (Beck, 2000) b. Riwayat persalinan Riwayat persalinan yang mempengaruhi terjadinya pneumonia adalah ketuban pecah dini dan persalinan preterm. (Setiowulan, 2000) c. Kondisi sosial ekonomi orang tua Kemampuan orang tua dalam menyediakan lingkungan tumbuh yang sehat pada bayi juga sangat mempengaruhi terhadap terjadinya pneumonia. d. Lingkungan tumbuh bayi Lingkungan tumbuh bayi yang mempengaruhi terhadap terjadinya pneumonia adalah kondisi sirkulasi udara dirumah, adanya pencemaran udara di sekitar rumah dan lingkungan perumahan yang padat. (Infokes, 2006) e. Konsumsi ASI Jumlah konsumsi ASI bayi akan sangat mempengaruhi imunitas bayi, bayi yang diberi ASI secara eksklusif akan memiliki daya tahan tubuh yang lebih baik dibandingkan dengan bayi yang tidak diberi ASI secara eksklusif. Terjadinya suatu peningkatan kasus penyakit tertentu dan atau kejadian luar biasa sewaktu-waktu bisa terjadi secara sporadis. Hal ini terjadi karena berbagai faktor determinan yang sifatnya saling berinteraksi antara satu dengan lainnya. Penyebab utama yaitu belum meratanya cakupan pelayanan kesehatan, keberadaan kader belum sepenuhnya berfungsi sebagaimana harapan, transportasi yang sulit, penderita dalam tahap observasi/penanganan/ pengobatan 7

drop out, alokasi dana tidak seiring dengan jadwal yang semestinya. (Wilson, 2006)

II.1.3. Klasifikasi Dalam penentuan klasifikasi penyakit pneumonia dibedakan atas 2 kelompok, yaitu: 1) Kelompok umur 2 bulan - < 5 tahun, klasifikasi dibagi atas : 2) Pneumonia berat, pneumonia dan bukan pneumonia. 3) Kelompok umur <2 bulan, klasifikasi dibagi atas : pneumonia berat dan bukan pneumonia. (Depkes RI, 2002) Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi

pneumonia sebagai berikut: a. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest indrawing). b. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat c. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia. (Rasmailah, 2004) II.1.4. Gejala Klinis Tanda-tanda Pneumonia sangat bervariasi, tergantung golongan umur, mikroorganisme penyebab, kekebalan tubuh (imunologis) dan berat ringannya penyakit. Pada umumnya, diawali dengan panas, batuk, pilek, suara serak, nyeri tenggorokan. Selanjutnya panas makin tinggi, batuk makin hebat, pernapasan cepat (takipnea), tarikan otot rusuk 8

(retraksi), sesak napas dan penderita menjadi kebiruan (sianosis). Adakalanya disertai tanda lain seperti nyeri kepala, nyeri perut dan muntah (pada anak di atas 5 tahun). Pada bayi (usia di bawah 1 tahun) tanda-tanda pnemonia tidak spesifik, tidak selalu ditemukan demam dan batuk. Selain tanda-tanda di atas, WHO telah menggunakan penghitungan frekuensi napas per menit berdasarkan golongan umur sebagai salah satu pedoman untuk memudahkan diagnosa Pneumonia, terutama di institusi pelayanan kesehatan dasar. (Setiowulan, 2000) Tabel 1. Pedoman Perhitungan Frekuensi Napas (WHO)
Umur Anak 0 2 Bulan 2-12 Bulan Napas Normal 30-50 per menit 25-40 per menit Takipnea (Napas cepat) sama atau > 60 x per menit sama atau > 50 x per menit

Sumber: WHO 2005

II.1.5. Penatalaksanaan Pengobatan mikroorganisme ditujukan kepada Walaupun pemberantasan adakalanya tidak

penyebabnya.

diperlukan antibiotika jika penyebabnya adalah virus, namun untuk daerah yang belum memiliki fasilitas biakan mikroorganisme akan menjadi masalah tersendiri mengingat perjalanan penyakit berlangsung cepat, sedangkan di sisi lain ada kesulitan membedakan penyebab antara virus dan bakteri. Selain itu, masih dimungkinkan adanya keterlibatan infeksi sekunder oleh bakteri. (Wilson. 2006) Oleh karena itu, antibiotika diberikan jika penderita telah ditetapkan sebagai Pneumonia. Ini sejalan dengan kebijakan Depkes RI (sejak tahun 1995, melalui program Quality Assurance ) yang memberlakukan pedoman penatalaksaan Pneumonia bagi Puskesmas di seluruh Indonesia. II.1.6. Pencegahan 9

Mengingat Pneumonia adalah penyakit beresiko tinggi yang tanda awalnya sangat mirip dengan Flu, alangkah baiknya para orang tua tetap waspada dengan memperhatikan tips berikut : 1) Menghindarkan bayi (anak) dari paparan asap rokok, polusi udara dan tempat keramaian yang berpotensi penularan. 2) Menghindarkan bayi (anak) dari kontak dengan penderita ISPA. 3) Membiasakan pemberian ASI. 4) Segera berobat jika mendapati anak kita mengalami panas, batuk, pilek. Terlebih jika disertai suara serak, sesak napas dan adanya tarikan pada otot diantara rusuk (retraksi). 5) Periksakan kembali jika dalam 2 hari belum menampakkan perbaikan. Dan segera ke Rumah Sakit jika kondisi anak memburuk. 6) Imunisasi Haemophilus Hib (untuk memberikan Vaksin kekebalan terhadap influenzae, Pneumokokal Heptavalen

(mencegah IPD= invasive pneumococcal diseases) dan vaksinasi influenzae pada anak resiko tinggi, terutama usia 6-23 bulan. 7) Menyediakan persyaratan : a.Memiliki luas ventilasi sebesar 12 20% dari luas lantai. b. Tempat masuknya cahaya yang berupa jendela, pintu atau kaca sebesar 20%. c.Terletak jauh dari sumber-sumber pencemaran, misalnya pabrik, tempat pembakaran dan tempat penampungan sampah sementara maupun akhir. (Menkes, 1999) II.2. Program pencegahan dan penanggulangan penyakit pneumonia di puskesmas Program pencegahan dan penanggulangan penyakit pneumonia di puskesmas adalah salah satu usaha pokok di puskesmas. Secara umum program P2P meliputi penemuan kasus dini, diagnosis, pengobatan, 10 rumah sehat bagi bayi yang memenuhi

surveilans, distribusi logistik, komunikasi informasi dan edukasi. (Rachmat H, 2002) Program P2P ini dilaksanakan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian yang dilaksanakan dengan mengintensifkan peningkatan mutu pelayanan, meningkatkan kerja sama lintas program dan lintas sektorial terkait, serta meningkatkan partisipasi masyarakat secara luas antara lain melalui organisasi profesi dan LSM di pusat maupun daerah. (Rachmat H,2002) Kegiatan-kegiatan dalam program P2P adalah sebagai berikut : a) Advokasi dan sosialisasi yang bertujuan untuk mendapatkan

komitmen politisi dan kesadaran dari semua pihak pengambil keputusan dan seluruh masyarakat dalam upaya pengendalian pneumonia sehingga angka kematian dan kesakitan karena pneumonia dapat dicegah. Sasaran utama advokasi: pengambil keputusan (pemerintah daerah dan dinas-dinasnya), sasaran sosialisasi: pengambil kebijakan (anggota dewan, pemerintah daerah, LSM, dsb). b) Penemuan dan tatalaksana kasus pneumonia. Pneumonia dan kasus pneumonia merupakan kegiatan inti dalam

tatalaksana

pengendalian pneumonia balita. 1. Penemuan kasus pneumonia Penemuan kasus secara pasif: Setiap petugas kesehatan di unit pelayanan kesehatan (UPK) melakukan deteksi dini kasus pneumonia balita sesuai kriteria klasifikasi kasus. Penemuan kasus secara aktif: Dilaksanakan oleh petugas UPK bersama kader aktif mendatangi sasaran (pasien) diwilayah kerja atau lapangan. 11

2. Tatalaksana kasus pneumonia: Penderita yang ditemukan dilapangan di rujuk ke UPK, penderita yang di UPK di berikan pengobatan sesuai tatalaksana rumah sakit. c) Pemberdayaan masyarakat: standar pneumonia. Penderita dengan klasifikasi pneumonia berat dan atau ada tanda bahaya harus segera di rujuk ke

1. Sosialisasi kepada tokoh masyarakat untuk menggerakan peran serta masyarakat dalam pengendalian pneumonia. 2. Sosialisasi program P2M pneumonia pada kader posyandu, desa siaga dan relawan. 3. Penyuluhan oleh kader kepada orang tua dan pengasuh balita. 4. Penyuluhan oleh tenaga kesehatan untuk meningkatkan pencarian pengobatan masyarakat yang dilakukan pada saat kunjungan rumah pada pasien yang tidak datang saat kunjungan ulang ke puskesmas d) e) f) Pengelolaan logistik: Pengelolaan logistik sangat di perlukan dalam Surveilans sentinel: Tujuannya untuk mengetahui gambaran Supervisi: Dilakukan untuk mengamati masalah yang dihadapi

menunjang pelaksanaan pengendalian pneumonia. epidemiologi pneumonia dan faktor risikonya. program pengendalian pneumonia secara berjenjang dan memberikan fasilitas teknik pemecahan/solusinya. Sasaran: daerah atau UPK dengan kelengkapan dan ketetapan laporan yang rendah, pencapaian program cakupan yang rendah. g) Pencatatan dan pelaporan. Untuk melakukan kegiatan pencegahan dan pengendalian penyakit pneumonia, diperlukan data dasar (baseline) dan data program yang lengkap dan akurat, yang diperoleh dari; pelaporan rutin berjenjang setiap bulan. h) Kemitraan: Untuk meningkatkan peranan serta masyarakat, lintas sektoral sehingga pendekatan pelaksanaan program pengendalian pneumonia dapat terlaksana secara terpadu dan komprehensif. 12

Pada program P2P, terdapat kebijakan mutu bertujuan untuk memberikan arah dalam penanggulangan pneumonia di wilayah kerja puskesmas. Terdapat beberapa target yang harus dicapai atau sasaran mutu seperti dibawah ini: a) b) c) d) e) 100% cakupan penemuan penderita pneumonia balita Cakupan pedoman P2P untuk puskesmas 100% Tenaga terlatih tatalaksana kasus P2P (termasuk MTBS) 60% 100% cakupan pengelola progaram P2P terlatih 100% kelengkapan laporan

f) 80% ketepatan laporan Pelaksanaan P2P di puskesmas kecamatan maupun kelurahan membutuhkan sumber daya manusia, yaitu dokter umum sebagai pemeriksa dan perawat sebagai wasor program dan petugas perawatan kesehatan masyarakat, dan analis sebagai pemeriksa laboratorium. Pembiayaan P2P bersumber dari anggaran APBN, APBD, tingkat I dan II, BLN, LSM, dan swadana masyarakat.

II.3.

Evaluasi Program II.3.1. Pendekatan Sistem Terdapat beberapa macam pengertian dari sistem yang dikemukakan, antara lain: (Azwar A, 1998) 1. Sistem adalah gabungan dari elemen-elemen yang saling dihubungkan oleh suatu proses atau struktur dan berfungsi sebagai satu kesatuan organisasi dalam upaya menghasilkan sesuatu yang telah ditetapkan. (Ryans, 2000) 2. Sistem adalah suatu struktur konseptual yang terdiri dari fungsi-fungsi yang saling berhubungan yang bekerja sebagai satu 13

unit organik untuk mencapai keluaran yang diinginkan secara efektif dan efisien. (John McManama). 3. Sistem adalah kumpulan dari bagian-bagian yang berhubungan dan membentuk satu kesatuan yang majemuk, dimana masing-masing bagian bekerja sama secara bebas dan terkait untuk mencapai sasaran kesatuan dalam suatu situasi yang majemuk pula. 4. Sistem adalah suatu kesatuan yang utuh dan terpadu dari berbagai elemen yang berhubungan serta saling memepengaruhi yang dengan sadar dipersiapkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sesuatu disebut sebagai sistem apabila ia memiliki beberapa ciri pokok sistem. Ciri-ciri pokok yang dinaksud banyak macamnya, jika disederhanakan dapat dibedakan atas empat macam, yaitu: (Azwar A, 1998) 1) Dalam sistem terdapat bagian atau elemen yang satu sama lain saling berhubungan dan mempengaruhi yang kesemuanya membentuk satu kesatuan, dalam arti semuanya berfungsi untuk mencapai tujuan yang sama yang telah ditetapkan. 2) Fungsi yang diperankan oleh masing-masing bagian atau elemen yang membentuk satu kesatuan tersebut adalah dalam rangka mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan. 3) Dalam melaksanakan fungsi tersebut, semuanya bekerja sama secara bebas namun terkait, dalam arti terdapat mekanisme pengendalian yang mengarahkannya agar tetap berfungsi sebagaimana yang telah direncanakan. 4) Sekalipun sistem merupakan satu kesatuan yang terpadu, bukan berarti ia tertutup terhadap lingkungan.

14

Dibentuknya suatu sistem pada dasarnya untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang telah ditetapkan. Untuk terbentuknya sistem tersebut perlu dirangkai berbagai unsur atau elemen sehingga membentuk suatu kesatuan dan secara bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan kesatuan. (Azwar A, 1998) Pendekatan sistem adalah penerapan dari cara berpikir yang sistematis dan logis dalam membahas dan mencari pemecahan dari suatu masalah atau keadaan yang dihadapi. Prinsip pokok pendekatan sistem dalam pekerjaan

administrasi dapat dimanfaatkan untuk dua tujuan. Pertama, untuk membentuk sesuatu, sebagai hasil dari pekerjaan administrasi. Kedua, untuk menguraikan sesuatu yang telah ada dalam administrasi. Jika pendekatan sistem dapat dilaksanakan, akan diperoleh beberapa keuntungan, antara lain: a) Jenis dan jumlah masukan dapat diatur dan disesuaikan dengan kebutuhan b) Proses yang dilaksanakan dapat diarahkan untuk mencapai keluaran secara tepat. c) Keluaran yang dihasilkan dapat lebih optimal serta dapat diukur secara lebih tepat dan objektif. d) Umpan balik dapat diperoleh pada setiap pelaksanaan program. II.3.2.Unsur-Unsur Sistem Sistem tebentuk dari bagian atau elemen yang saling berhubungan dan mempengaruhi. Unsur-unsur tersebut adalah : 1. Masukan (input)

15

Kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem dan yang diperlukan untuk dapat berfungsinya sistem tersebut. 2. Proses Kumpulan bagian atau elemen dalam sistem yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang telah direncanakan. 3. Keluaran (output) Kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan dari

berlangsungnya proses dalam sistem. 4. Umpan balik (feedback) Kumpulan bagian yang merupakan keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukan bagi sistem tersebut. 5. Dampak (impact) Akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu sistem. 6. Lingkungan (environment) Dunia di luar sistem yang tidak dikelola oleh sistem tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap sistem. Bagan 1. Hubungan Unsur-Unsur Sistem

LINGKUNGAN

MASUKAN

PROSES

KELUARAN

DAMPAK

16

UMPAN BALIK

II.3.3.

Sistem dalam Administrasi Kesehatan Dalam administrasi kesehatan, unsur-unsur sistem dapat dibedakan atas dua macam, yaitu :

1. Sistem sebagai upaya menghasilkan pelayanan kesehatan.

Jika suatu sistem dipandang sebagai suatu upaya untuk menghasilkan pelayanan kesehatan, maka : a) Masukan adalah perangkat administrasi yaitu tenaga, dana, sarana dan metoda. b) Proses adalah perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan penilaian. c) Keluaran adalah pelayanan kesehatan yang akan dimanfaatkan oleh masyarakat. 2. Sistem sebagai suatu upaya untuk menyelesaikan masalah kesehatan Jika sistem kesehatan dipandang sebagai suatu upaya untuk menyelesaikan masalah kesehatan, maka : a) Masukan adalah setiap masalah kesehatan yang ingin diselesaikan b) Proses adalah perangkat administrasi yaitu tenaga, dana, sarana dan metode. c) Keluaran adalah selesainya masalah kesehatan yang dihadapi. 17

II.3.4.

Penilaian Sistem Menurut WHO, penilaian adalah suatu cara belajar yang sistematis dari pengalaman yang dimiliki untuk meningkatkan pencapaian, pelaksanaan dan perencanaan suatu program melalui pemilihan secara seksama berbagai kemungkinan yang tersedia guna penerapan selanjutnya. Sedangkan menurut The American Public Association, penilaian adalah suatu proses untuk menentukan nilai atau jumlah keberhasilan dari pelaksanaan suatu program dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan . Penilaian dapat dilakukan pada setiap tahap pelaksanaan program, sehingga dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu : a) Penilaian pada tahap awal program (formative evaluation) Tujuan utamanya adalah untuk meyakinkan bahwa rencana yang akan disusun benar-benar telah sesuai dengan masalah yang ditemukan. b) Penilaian pada tahap pelaksanaan program (promotive evaluation) Tujuannya adalah untuk mengukur apakah program yang sedang dilaksanakan tersebut telah sesuai dengan rencana atau tidak, atau apakah telah terjadi penyimpanganpenyimpangan. c) Penilaian pada tahap akhir program (summative evaluation) Tujuan utamanya secara umum dapat dibedakan atas dua macam yaitu untuk mengukur keluaran serta untuk mengukur dampak

II.3.5. Ruang Lingkup Penilaian Hal-hal yang dapat dinilai dari suatu program kesehatan adalah amat luas sekali.

Tetapi secara praktis, ruang lingkup penilaian dapat dibedakan atas 4 kelompok : 1. Penilaian terhadap masukan 18

Termasuk ke dalamnya adalah yang menyangkut pemanfaatan berbagai sumber daya, baik sumber dana, tenaga, maupun sumber sarana. 2. Penilaian terhadap proses Penilaian terhadap proses lebih dititikberatkan pada pelaksanaan program, yang mencakup mulai pada tahap perencanaan, pengorganisasian, dan pelaksanaan program. 3. Penilaian terhadap keluaran Adalah penilaian terhadap hasil yang dicapai dari dilaksanakannya suatu program.

4. Penilaian terhadap dampak Mencakup pengaruh yang ditimbulkan dari dilaksanakannya suatu program.

BAB III METODE EVALUASI

III.1. Pengumpulan Data 19

Evaluasi dilakukan pada program penanggulangan pneumonia pada balita di puskesmas Pancoran Mas Depok. Data-data diperoleh dari : 1. Profil Kesehatan Puskesmas Pancoran Mas Tahun 2010 2. Laporan bulanan Progaram Kerja penanggulangan pneumonia pada balita Puskesmas Pancoran Mas Tahun 2010 3. Penilaian kinerja Puskesmas UPT Puskesmas Pancoran Mas 2010 4. Wawancara dengan koordinator pelaksana program penaggulangan pneumonia pada balita Puskesmas Pancoran Mas Depok. III.2. Cara Penilaian Dan Evaluasi Cara yang digunakan yaitu antara lain: 1. Menetapkan tolok ukur dari masukan, proses, keluaran, dampak, umpan balik, dan lingkungan berdasarkan nilai standar dari buku stratifikasi Puskesmas 2. sebagai masalah 3. Membandingkan masukan, proses, dampak, uumpan balik, dan lingkungan dengan tolak ukur untuk mencari adanya kesenjangan yang kemudian ditetapkan sebagai penyebab masalah 4. 5. penyebab masalah 6. masalah III.3. Penetapan Indikator Dan Tolok Ukur Sebagai langkah awal, akan ditetapkan indikator untuk mengukur keluaran sebagai keberhasilan dari suatu program, kemudian membandingkan hasil pencapaian tiap-tiap indikator keluaran dengan tolok 20 Memberi saran-saran untuk pemecahan Menetapkan prioritas penyebab masalah Mencari alternatif jalan keluar Membandingkan keluaran dengan tolak ukur untuk mencari adanya kesenjangan yang kemudian ditetapkan

ukur masing-masing. Hal ini berguna untuk mengidentifikasi masalah yang ada pada pelaksanaan program. Tabel 2. Tolok Ukur Keluaran.
No 1 Variabel Cakupan penemuan penderita pneumonia Angka fatalitas kasus pneumonia Definisi operasional atau rumus Jumlah kasus pneumonia yang di temukan x 100% Target penderita Pneumonia di wilayah kerja Target = 10 % x jumlah balita Jumlah penderita mati karena pneumonia x 100% Jumlah penderita pneumonia yang dilayani 3 Kualitas tatalaksana pneumonia Kualitas tatalaksana pneumonia (diperiksa, didiagnosis, diterapi dengan tepat) Jumlah balita yang ditangani x100% Jumlah kasus pneumonia yang di temukan Penemuan kasus pneumonia berat >55% Tolok Ukur Keberhasilan 86%

0%

Penemuan kasus pneumonia berat

<1%

Sumber : Direktorat jendral P2M dan penyehatan Lingkungan DEPKES RI 2002

III.4. Penetapan Masalah Masalah yang dimaksud dalam pendekatan sistem adalah

kesenjangan antara tolok ukur dengan hasil pencapaian pada unsur keluaran. Adanya masalah diidentifikasi dengan membandingkan keluaran pada program dengan tolok ukur yang ada. III.5. Menetapkan Prioritas Masalah Penentuan prioritas masalah harus dilakukan jika terdapat lebih dari satu masalah. Hal ini disebabkan oleh adanya keterbatasan dan sumber daya, serta kemungkinan adanya masalah-masalah tersebut berkaitan satu dengan yang lainnya. Masalah yang dianggap paling besar, mudah diintervensi, dan paling penting, akan menjadi prioritas, dimana jika 21

masalah tersebut diatasi maka masalah-masalah lain diharapkan juga teratasi. Penentuan prioritas masalah dilakukan menggunakan teknik kriteria matriks yang terdiri dari 3 komponen: 1. a. b. c. d. e. f. g. 2. Pentingnya masalah (I), yang terdiri dari: Besarnya masalah (P) Akibat yang ditimbulkan oleh masalah (S) Kenaikan besarnya masalah (RI) Derajat kenaikan masyarakat yang tidak terpenuhi (DU) Keuntungan sosial karena selesainya masalah (SB) Rasa prihatin masyarakat terhadap masalah (PB) Suasana politik (PC) Kelayakan teknologi (T)

Makin layaknya teknologi yang tersedia dan dapat dipakai untuk mengatasi masalah, makin diprioritaskan masalah tersebut. 3. Sumber daya yang tersedia (R)

Terdiri dari man, money, material, makin tersedia sumber daya yang dapat dipakai untuk mengatasi masalah makin diprioritaskan masalah tersebut. Selanjutnya beri nilai antara 1 (tidak penting) sampai dengan 5 (sangat penting) pada tiap kotak dalam matriks sesuai dengan jenis masalah masing-masing. Masalah yang dipilih sebagai prioritas adalah yang memiliki nilai I x T x R tertinggi. III.6. Kerangka konsep Kerangka konsep dibuat untuk menentukan penyebab masalah yang telah diprioritaskan. Hal ini bertujuan untuk menentukan faktor-faktor 22

penyebab masalah yang telah diprioritaskan yang berasal dari komponen sistem yang lainnya, yaitu komponen input, proses, lingkungan dan umpan balik. Dengan menggunakan kerangka konsep yang diharapkan semua faktor penyebab masalah dapat diketahui dan diidentifikasi sehingga tidak ada yang tertinggal. III.7. Identifikasi penyebab masalah Identifikasi penyebab masalah dilakukan dengan: a.Mengelompokkan faktor-faktor yang diperkirakan berpengaruh terhadap prioritas masalah dalam unsur masukan, proses, umpan balik dan lingkungan. b. Menentukan indikator-indikator serta tolok ukurnya masing-masing dari faktor-faktor tersebut. c.Mengukur besarnya nilai indikator-indikator tersebut di lapangan. d. Membandingkan nilai dari tiap-tiap indikator tersebut dengan tolok ukurnya. Diperlukan pengumpulan data dari dokumentasi puskesmas, wawancara, atau kuesioner untuk mengetahui pencapaian di lapangan. Tolok ukur pada komponen masukan proses, lingkungan dan umpan balik tercantum pada tabel di bawah ini. Tabel 3. Tolok ukur pada komponen masukan
Variabel Tenaga Tolok Ukur Proporsi puskesmas yang mempunyai sekurang-kurangnya seorang tenaga kesehatan yang telah dilatih penatalaksanaan kasus ISPA

23

Sarana

Tersedianya sarana: Sarana medis: tersedianya RS rujukan, tersedianya obat. Sarana non medis: alat bantu hitung frequensi penafasan, ruangan dilengkapi dengan tempat tidur, status, alat tulis, buku catatan. Sarana untuk penyuluhan : poster, brosur.

Dana

Tersedianya dana yang cukup untuk melaksanakan program

Metode

Dilakukan pelatihan mengenai program P2 ISPA, penyuluhan secara berkelompok di 2 kelurahan, tatalaksana balita pneumonia sesuai standar.

Sumber : Perencanaan dan penganggaran program kesehatan terpadu 2010

Tabel 4. Tolok ukur pada komponen proses


Variabel Perencanaan Tolok Ukur Adanya dokumen perencanaan yang tertulis. Adanya perencanaan operasional (plan of action) yang jelas: jenis target dan waktu Pengorganisasian kegiatan. Adanya struktur pelaksana program

24

Pelaksanaan

Adanya pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas Tatalaksana pneumonia yang benar sesuai standar (di periksa, di diagnosis, diterapi dengan tepat : diamana jika terdiagnosis berat setelah diberi Antibitik spektrum luas langsung di rujuk RSUD, sedangkan jika pneumonia ringan pasien di beriakan antibiotik pulang dan di minta kontrol 2 hari berikutnya) Terdapat laporan tertulis yang lengkap dan benar Adanya pengawasan eksternal maupun internal

Pencatatan pelaporan Pengawasan

dan

Sumber : Perencanaan dan penganggaran program kesehatan terpadu 2010

Tabel 5. Tolok ukur komponen lingkungan dan umpan balik


No 1 Variabel Lingkungan Tolok Ukur Lokasi pelaksanaan program P2P mudah di capai

a.

2 3

Umpan balik Dampak

b. Transportasi mudah dan murah Pencatatan dan pelaporan tahun sebelumnya digunakan sebagai masukan dalam upaya perbaikan program selanjutnya Peningkatan cakupan penemuan penderita pneumonia di sarana kesehatan dan tenaga kesehatan. Angka mobiditas dan mortalitas pneumonia menurun Kualitas tatalaksana kasus ISPA standar

Sumber : Perencanaan dan penganggaran program kesehatan terpadu Puskesmas Pancoran Mas 2010

III.8. Menetapkan Prioritas Penyebab Masalah

25

Setelah penyusunan daftar penyebab masalah, langkah berikutnya ialah memilih prioritas penyebab masalah. Hal ini berkaitan dengan rencana berikutnya, yaitu menetapkan alternatif rencana penyelesaian masalah. Rencana tersebut dibuat untuk menyelesaiakan penyebab masalah sehingga otomatis masalah tersebutpun akan dapat diatasi atau dikurangi. Komponen yang dinilai dalam penetapan prioritas meliputi kontribusi dalam terjadinya masalah (contribution, C), kelayakan teknologi (Technical Feasibility, T), dan Ketersediaan Sumber Daya (Resources Avaibility, R). Komponen C terdiri dari C diperoleh melalui rumus C = P + S + RI + DU + SB+ PC + PC. Masing-masing komponen diberi nilai antara 1 (paling tidak penting) hingga 5 (paling penting). Penetapan prioritas masalah dilakukan dengan cara mengalikan C, T, R sebagaimana rumus berikut : P=CxTxR

III.9. Menetapkan Alternatif Penyebab Masalah Langkah prioritas penyelesaian masalah merupakan langkah menetapkan yang menjadi prioritas penyelesaian masalah utama dalam program ini. a.Menetapkan Alternatif penyelesaian Masalah Alternatif penyelesaian masalah ditetapkan untuk mengatasi masalah yang menjadi prioritas utama dalam program ini. b. Pemilihan prioritas Penyelesaian Masalah Adakalanya terdapat beberapa alternatif untuk mnyelesaikan masalah yang berhasil diidentifikasi. Apabila Sumber Daya (tenaga, dana, sarana) yang tersedia terbatas, maka mutlak diperlukan sutau pemilihan prioritas alternatif penyelesaian masalah. Terdapat bebagai cara untuk menentukan 26

prioritas tersebut. Cara yang dianjurkan ialah dengan teknik kriteria matriks. Kriteria yang digunakan pada teknik ini adalah : 1. Keefektifan Jalan Keluar Hal pertama yang dipertimbangkan dalam teknik kriteria matriks untuk memilih prioritas penyelesaian masalah / jalan keluar ialah keefektifan. Dalam kriteria ini diberikan nilai 1 (paling tidak efektif) hingga 5 (paling efektif) Dalam hal keefektifan, terdapat beberapa hal yang dijadikan patokan, yaitu : a. Besarnya masalah yang dapat diselesaikan (Magnitude, M) Makin Besar Masalah yang dapat diatasi oleh suatu jalan keluar, makin penting prioritas jalan keluar tersebut. b. Pentingnya Jalan Keluar (Importancy, I) Makin langgeng suatu masalah dapat diselesaikan oleh suatu jalan keluar, makin penting prioritas jalan keluar terbut. c. Sensivitas jalan keluar (Vulnerability, V) Makin cepat suatu jalan keluar dapat mengatasi suatu masalah, makin sensitif dan makan penting prioritas jalan keluar terbut. 2. Efisiensi Jalan Keluar Hal kedua yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan prioritas penyelaisaian masalah ialah efisiensi jalan keluar yang diajukan. Pada kriteria ini diberikan nilai 1 (paling efisien) hingga 5 (paling tidak efisien). Nilai efisiensi dikaitkan dengan biaya (Cost, C) yang diperlukan untuk melaksanakan satu jalan keluar. Makin besar biaya yang harus 27

dikeluarkan untuk melaksanakan suatu jalan keluar, makin tidak efisien jalan keluar tersebut. Parameter-parameter tersebut di atas kemudian ditempatkan dalam tabel. Prioritas penyelesaian masalah dapat diperhitungkan melalui rumus : Keterangan P : Priority M : Magnitude I : Importancy V : Vulnerability C : Cost
P = MxIxV c

3. Penyusunan Proposal Pelaksanaan Penyelesaian Masalah Alternatif Penyelesaian masalah / jalan keluar yang telah dipilih kemudian dapat diajukan untuk dilaksanakan. Rencana pelaksanaan penyelesaian masalah tersebut dituangkan dalam bentuk proposal rencana penyelesaian masalah. III. 10. Cara Evaluasi III.10.1. Pengumpulan Data Data yang digunakan pada evaluasi program P2P meliputi: 1. Data Primer 28

Diperoleh melalui wawancara dengan koordinator program pelaksana P2P di Puskesmas Pancoran Mas depok 2. Data Sekunder Diperoleh dari dokumentasi puskesmas berupa laporan bulanan P2P di Puskesmas Pancoran Mas Depok periode Januari Desember 2010. III.10.2. Pengolahan data Pengolahan data yang dilakukan secara manual dengan tabel-tabel yang sudah dipersiapkan, kemudian dilanjutkan dengan perhitungan secara elektronik. III.10.3. Penyajian data Penyajian data dilakukan dalam bentuk tekstular dan tabular. Interpretasi data dilakukan dengan bantuan kepustakaan. III.10.4 Lokasi Pengumpulan data dilakukan di Puskesmas Pancoran Mas yang terletak di Depok III.10.5 Waktu Pengumpulan data dilakukan pada bulan Agustus September 2010.

BAB IV
29

PENYAJIAN DATA
IV.1. Gambaran Umum Wilayah Puskesmas Pancoran Mas IV.1.1. Kondisi Geografi Puskesmas Pancoran Mas merupakan salah satu Puskesmas yang ada di kota Depok Yang mempunyai tanggung jawab Wilayah terhadap 2 kelurahan. Yaitu: a. b. Kelurahan Depok Kelurahan Pancoran Mas Batas wilayah kecamatan: Sebelah Utara : Kecamatan Beji

Sebelah Selatan : Kecamatan Bojong Gede Sebelah Barat : Kecamatan Sawangan

Sebelah Timur : Kecamatan Sukmajaya Tabel 6. Luas Wilayah Kerja Puskesmas Pancoran Mas
No Kelurahan 1 Pancoran Mas 2 Depok Jumlah Luas Wilayah (Ha) 430,00 473,55 903,55 Jumlah RW 22 20 42

Data: Kelurahan Pancoran Mas dan depok 2010

Sebagian besar lahan di wilayah Kecamatan Pancoran Mas merupakan areal pemukiman penduduk, pendidikan, perdagangan dan jasa. Puskesmas Pancoran Mas sendiri letaknya sangat strategis, berada dekat dengan pusat Pemerintahan Kota Depok dapat ditempuh dengan berjalan kaki, kendaraan roda 4

30

maupun 2. Jarak tempuh terjauh yaitu 6 KM dengan waktu tempuh selama 25 menit. Tingkat kepadatan penduduk Kelurahan Pancoran Mas dari luas wilayah dibandingkan dengan jumlah penduduk adalah 83.246 jiwa dari data tersebut diatas, maka dapat dikatakan bahwa wilayah kelurahan Pancoran Mas termasuk kedalam kategori wilayah padat penduduk. IV.1.2. Kondisi Demografi Puskesmas Pancoran mas terletak di Jalan Pemuda No.2 Kota Depok. Puskesmas ini membawahi 2 kelurahan dan 42 RW. Berdasarkan Laporan tahunan 2010 Kelurahan Depok dan Kelurahan Pancoran Mas jumlah penduduk di dua wilayah tersebut mencapai 83.246 jiwa dengan rincian seperti terlihat pada table berikut ini: Tabel.7 Jumlah Penduduk Menuruk Kelompok Umur
Golongan Umur Depok 0- 5 6 15 16 65 46 65 > = 65 Jumlah 1.838 8.747 19.172 3.216 198 33.171 Kelurahan Pancoran Mas 3.245 8.290 24.355 10.829 3.356 50.075 5.083 17.037 43.527 14.045 3.554 83.246 Jumlah

Sumber: Laporan Tahunan Kelurahan 2010

Tabel 8. Distribusi penduduk, Jumlah RT dan RW 31

Uraian

Jumlah RT

Jumlah RW

Pancoran Mas Depok JUMLAH

128 104 232

20 22 42

Sumber: Laporan Tahunan Kelurahan 2010

Tabel 9. Distribusi Penduduk menurut tingkat pendidikan.


Uraian

Pancoran

Mas

Depok

Jumlah Tidak tamat SD -

32

Tamat SD 2637 1184

3821 Tamat SLTP 907 1343

33

2250 Tamat SMU 1904 1215

3119 Tamat Diploma 298 278

576

34

Tamat AK/PT

189

242

431 Sumber : Data Kelurahan 2010

Tabel 10. Distribusi penduduk menurut pekerjaan.


Uraian Pancoran Mas Depok

Jumlah Petani 282 -

35

282 Pedagang 2.395 1.359

3.754 Buruh 1.621 3.108

36

4.754 Wiraswasta 2.517 5.432

7.949 PNS/TNI/POLRI 1.167 1.123

37

2.290 Pengrajin 478 447

925 Sumber : Data Kelurahan 2010

Tabel 11. Derajat kesehatan Penduduk Mortalitas


Uraian

38

Jumlah Jumlah bayi lahir mati

5 kasus Jumlah kematian ibu hamil

39

Jumlah kematian bayi

2 kasus Jumlah kematian neonatus menurut penyebab:

a. Kematian Neonatal

40

13 orang

b. Asfiksia berat

2 orang

c. BBLR

41

6 orang

d. Infeksi lain
orang Sumber : Laporan tahunan puskesmas pancoran mas tahun 2010

Morbiditas a.Penyakit Infeksi


Tabel 12. Penyakit infeksi di puskesmas pancoran mas.

42

Uraian Jumlah ISPA Penyakit Pulpa 1400 Diare 906 Pneumonia 451 DBD 367 TBC 146 Chikungunya 0 kasus kasus kasus kasus kasus kasus 10.001 kasus

Sumber : Laporan tahunan puskesmas pancoran mas tahun 2010

b.Penyakit Non Infeksi Tabel 13. Penyakit non infeksi di puskesmas pancoran mas.
Uraian Jumlah Gastritis 1.406 kasus Hipertensi 2.850 kasus Myalgia 1.624 kasus

43

Diabetes Melitus kasus Gizi Buruk 558 kasus

14

Sumber : Laporan tahunan puskesmas pancoran mas tahun 2010

IV.1.3. Sarana Kesehatan Sarana kesehatan yang berupa fisik dan non fisik sangat menunjang untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan. Puskesmas Kelurahan Pancoran Mas memiliki beberapa sarana kesehatan diantaranya obat-obatan, alat kesehatan, sarana transportasi, fasilitas kesehatan, dan sumber dana. a. Obat obatan sumber dana untuk obat obatan berasal dari swadana dan subsidi. b.fasilitas kesehatan

Tabel 14. Sarana pelayanan kesehatan swasta wilayah kerja puskesmas pancoran mas
Jenis sarana Depok Rumah sakit 4 1 Kel.Pancoran Mas Jumlah 3 Kel.

44

BP/Klinik

5 8

Rumah bersalin 1 Dokter Praktek Umum

1 5

DR.Spesialis THT 1 Dr.Gigi

0 7

Klinik Fisiothherapi 1 Dr. Spesialis Saraf 1 Bidan 10 Apotik Optik 8 Laboratorium Radiologi 1 Pengobatan Tradisional 4 1 Toko Obat 2

1 7 2 6

0 1 0 1

4 Akupuntur 1 0

45

Sumber: Perencanaan dan penganggaran program kesehatan terpadu (P2KT)Puskesmas Pancoran Mas 2010

IV.1.4. Gambaran Mengenai Puskesmas IV.1.4.1. Sumber Daya Manusia Untuk menunjang kegiatan dan prograam dibidang kesehatan, diperlukan sumber daya manusia yang memadai. Berikut di sajikan jumlah pegawai yang bertugas di wilayah Kelurahan Puskesmas Pancoran Mas.

Tabel 15. Keadaan tenaga dipuskesmas Pancoran Mas.


Jenis Tenaga yang ada Dokter Umum Dokter Gigi Sarjana Kesehatan Masyarakat Sarjana Non Kesehatan Bidan 5 2 0 0 4

46

Perawat Perawat Gigi Entomologi Epidemiologi Asst. Apoteker Analis Tenaga Gizi Sanitarian TU/Bendahara Umum/ Pekarya Administrasi Juru Obat Petugas Kebersihan Penjaga Puskesmas 1 1 3 1 3

5 1 0 0 1 1 1 1

Sumber: Perencanaan dan penganggaran program kesehatan terpadu Puskesmas Pancoran Mas 2010

IV.1.4.2. Struktur Organisasi dan Tata Kerja a. Struktur Organisasi Puskesmas Pancoran mas terletak di Jalan Pemuda No.2 kelurahan Pancoran Mas, Kota Depok. Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) Puskesmas Pancoran Mas saat ini sebagaimana didalam Pedoman Kerja Puskesmas yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI tahun 1990, 47

sebagai acuan yang dipergunakan pola struktur organisasi Puskesmas, terdiri dari : 1. Unsur Pimpinan 2. Unsur Pembantu Pimpinan 3. Unsur Pelaksana a. Unit yang terdiri dari tenaga/pegawai dalam jabatan fungsional b. Jumlah unit tergantung kepada kegiatan, tenaga dan fasilitas daerah masing-masing c. Unit-unit terdiri dari : Unit 1: Pemberantasan Penyakit Menular Unit 2: Kesehatan Keluarga Unit 3: Pemulihan Kesehatan dan Rujukan Unit 4: Kesehatan Lingkungan Unit 5: Perawatan Unit 6: Penunjang Unit 7: Pelayanan Khusus b. Tata Kerja 1. Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Puskesmas wajib menetapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi baik dalam lingkungan Puskesmas maupun dengan satuan organisasi di luar Puskesmas sesuai dengan tugasnya masing-masing. 2. Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Puskesmas wajib mengikuti dan memenuhi petunjuk-petunjuk atasan 48 : Kepala Puskesmas : Urusan Tata Usaha

serta mengikuti bimbingan teknis pelaksanaan yang di tetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kota Depok sesuai dengan peratuiran perundang-undangan yang berlaku. 3. Kepala puskesmas bertanggung jawab memimpin, mengkoordinasikan semua unsur dalam lingkungan puskesmas, memberikan bimbingan serta petunjuk bagi pelaksana tugas masing-masing. 4. Setiap unsur dilingkungan puskesmas wajib mengikuti dan mematuhi petunjuk dari dan bertanggung jawab kepada Kepala Puskesmas.

Bagan 2. Struktur Organisasi


BAGAN STRUKTUR ORGANISASI PUSKESMAS PANCORAN MAS KOTA DEPOK KEPALA PUSKESMAS Dr. Lely Nurlaely

Dalam Gedung

Luar Gedung

49

BPU Dr.Intan Dr. Yuli

BPG Drg.Ema Drg.Melly

KIA/KB/IMUNISASI. Bidan Eka Bidan Melly Bidan Nolisa

MTBS Dr.Yoga Nr.Deksih

Gizi Poppy Zahroh

Loket, Kasir Laboratorium,obat,farmasi Aan, Ocky, Etik, edy, Mat Ali. TU Afi Gofur Nr.Aini Eddy

Kesling Ecih

CHN,PSN,Posyandu Nr. Deksi

UKS/UKGS Perawat Kiki

50

IV.2 Data Khusus Dibawah ini merupakan data yang di peroleh berdasarkan laporan bulanan program P2P di Puskesmas Pancoran Mas Tahun 2010 Tabel 16. jumlah penduduk Usia balita kelurahan Depok dan Pancoran Mas
No Kelurahan Jumlah penduduk Jumlah penduduk usia balita (10% 1 2 Pancoran Mas Depok Jumlah 45.405 41.933 87.338 penduduk ) 4.541 4.199 8.740

Sumber : Laporan Bulanan Penanggung Jawab Program P2P ISPA di Puskesmas Kecamatan Pancoran Mas Periode Januari-Desember tahun 2010

Tabel 17. Target penemuan penderita pneumonia pada balita


No 1 2 Kelurahan Pancoran Mas Depok Jumlah Target penemuan penderita

pneumonia balita (10% balita ) 454 420 874

Sumber : laporan puskesmas pancoran mas 2010

51

Tabel 18. Realisasi penemuan penderita pneumonia pada kelurahan Pancoran Mas Puskesmas Pancoran Mas depok Tahun 2010
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah < 1 thn 17 9 16 6 8 2 7 11 7 5 8 96 Pneumonia 1-4thn 20 4 12 7 9 8 1 9 7 28 105 Jumlah 37 13 28 13 17 2 15 12 16 12 36 201 % 8,1 2,9 6,2 2,9 3,7 0,4 3,3 2,6 3,5 2,6 7,9 44,3

Sumber : Laporan Bulanan Penanggung Jawab Program P2P ISPA di Puskesmas Kecamatan Pancoran Mas Periode Januari-Desember tahun 2010

52

Tabel 19. Realisasi penemuan penderita pneumonia pada kelurahan Depok Puskesmas Pancoran Mas depok Tahun 2010
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah < 1 thn 21 6 19 8 13 8 10 16 2 18 121 Pneumonia 1-4thn 19 4 17 4 15 3 9 6 21 11 21 130 Jumlah 40 10 36 12 28 3 17 16 37 13 39 251 % 9,5 2,4 8,6 2,9 6,7 0,7 4,1 3,8 8,8 3,0 9,2 59,8

Sumber : Laporan Bulanan Penanggung Jawab Program P2P ISPA di Puskesmas Kecamatan Pancoran Mas Periode Januari-Desember tahun 2010

53

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN


V.1. Identifikasi Masalah. Identifikasi masalah yang ada pada program penanggulangan pneumonia pada balita di Puskesmas Kecamatan pancoran mas periode Januari hingga desember 2010 dilakukan dengan membandingkan pencapaian keluaran dengan tolok ukur.

54

Tabel 20. Identifikasi masalah program penaggulangan pneumonia pada balita Puskesmas Kecamatan pancoran mas
No 1 Variabel Cakupan penemuan penderita pneumonia Tolok ukur 86% Pencapaian Jumlah kasus pneumonia yang di temukan x 100% Target penderita Pneumonia di wilayah kerja Target = 10 % x jumlah balita Pancoran mas: 201/454 x100% = 44,2% Depok : 251/420 x 100% = 59,7% Jumlah penderita mati karena pneumonia x 100% Jumlah penderita pneumonia yang dilayani = 0 x 100% = 0 452 Jumlah balita yang ditangani x100% Jumlah kasus pneumonia yang di temukan = 452 x 100% = 100% 452 Masalah (+)

Angka fatalitas kasus pneumonia

0%

(-)

Meningkatnya kualitas tatalaksana pneumonia (diperiksa, didiagnosis, diterapi dengan tepat) Penemuan kasus pneumonia berat

>55%

(-)

<1 %

Selama tahun 2010 hanya di temukan 1 kasus

(-)

Sumber : Laporan Bulanan Penanggung Jawab Program P2P ISPA di Puskesmas Kecamatan Pancoran Mas Periode Januari-Desember tahun 2010

V.2. Penetapan Masalah Pada Tabel 20 didapatkan masalah pada program penanggulangan penyakit pneumonia adalah Cakupan penemuan penderita pnemonia pada 55

balita. Angka cakupan penemuan kasus pneumonia menggambarkan jumlah penderita pneumonia yang menggunakan pelayanan di puskesmas dibandingkan dengan target di wilayah kerja di Puskesmas tersebut. Rendahnya angka cakupan penemuan pneumonia berarti masih banyak penderita pneumonia yang tidak datang berobat ke puskesmas dan memilih untuk mengobati penyakitnya sendiri. Atau bisa disebabkan karena tidak terdiagnosisnya pneumonia oleh tenaga kesehatan. Puskesmas sebagai sentra layanan kesehatan primer seharusnya menjadi lini pertama penemuan kasus pneumonia. Diharapkan kasus-kasus pneumonia yang ada mendapatkan penanganan awal pneumonia yang tepat sehingga tidak sampai terjadi komplikasi. Selain memberikan pelayanan penanggulangan pneumonia pada balita berupa pengobatan, puskesmas juga diharapkan mampu melakukan pencegahan pneumonia pada balita, salah satunya dengan mengadakan penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat. Penyuluhan dapat diberikan secara perorangan kepada orang tua balita penderita pneumonia yang datang berobat ke puskesmas atau penyuluhan kelompok kepada masyarakat di luar puskesmas. Rendahnya penemuan kasus pneumonia di puskesmas, berarti masih banyak kasus pneumonia yang tidak teridentifikasi sehingga tindak lanjut berupa penyuluhan penanggulangan dan pencegahan pneumonia tidak sampai pada penderita dan keluarga. Kurangnya pengetahuan orang tua balita penderita pneumonia mengenai pencegahan dan penanggulangan pneumonia dapat meningkatkan risiko penularan ke keluarga dan bahkan ke masyarakat sekitar juga dapat menyebabkan terjadinya kasus pneumonia berat, terlebih lagi jika kegiatan penyuluhan ke Masyarakat tidak berjalan.

V.3. Pemilihan Prioritas Masalah 56

Dari data diatas masalah yang ditemukan hanya satu yaitu cakupan penemuan kasus pneumonia yang pencapaiannya tidak sesuai dengan tolok ukur yang sudah di tetapkan. Sehingga tidak dilakukan pemilihan prioritas masalah. V.4. Identifikasi Penyebab Masalah V.4.1. Kerangka Konsep Pendekatan sistem digunakan untuk mengetahui penyebab masalah rendahnya angka cakupan penemuan pneumonia pada balita Puskesmas Kecamatan Pancoran Mas merupakan keluaran (output) yang tidak sesuai dengan target. Pendekatan sistem juga digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut sehingga harus dilihat kemungkinan adanya keadaan yang berkesinambungan dan dapat saling mempengaruhi. Untuk mempermudah mengidentifikasi penyebab masalah maka diperlukan kerangka konsep sebagai alur pikir penyebab masalah dengan pendekatan sistem sebagai berikut:

57

Penc Biaya pelaksanaa D nPeny program a uluh n an a kese hata Tat M n ala et dan ksa o pelat nan d ihan a e ses uai staMa nda r K u a l i t a s & S D M k u No a M as uk an ha sil pel ap orUmpan anBalik S a r a n a n n me t dis i & t me a dis s t e r Pere t ncan u aan l i s P e r e n c a n a a n Plan ning Pe of m acti ba on gia n tu Lok ga asi, s tran ya lin spor ng gk tasi jel un mud as ga ah n O rg a ni sa si Tatalaks ana pneumon ia sesuai P standar Pelaks anaan Pengawasan program eksternal & internal Peni laian atata n& pela pora n

suk an

St

o ru s kt e ur
pe s la ks an a

58

V.4.2. Estimasi penyebab masalah Masalah dalam pelaksanaan program penanggulaangan

pneumonia pada balita akan dibahas sesuai dengan pendekatan sistem yang mempertimbangkan seluruh faktor baik dari unsur masukan, proses, umpan balik dan lingkungan. Pada komponen masukan, yang berpotensi menjadi penyebab masalah adalah sarana non medis, sarana penyuluhan, dan metode yang digunakan. Kekurangan jumlah sumber daya manusia dan tenaga pendukung dapat mengakibatkan metode yang digunakan dalam program penanggulangan pneumonia yang kurang optimal, seperti tatalaksana, penyuluhan dan pelatihan kader yang juga kurang sehingga mengakibatkan rendahnya partisipasi masyarakat dari yang diharapkan. Dana dan sarana medis serta non medis yang kurang memadai juga dapat menyulitkan pelaksanaan program ini. Komponen proses perencanaan terdiri atas beberapa bagian, misalnya: perencanaan dan pengorganisasian, pelaksanaan, pencatatan dan pelaporan serta pengawasan. Setiap program membutuhkan perencanaan operasional yang baik, mencakup target dan waktu pelaksanaan program sebagai pedoman pelaksanaan program. Organisasi juga perlu direncanakan dengan baik agar terdapat staffing dan pembagian tugas yang jelas sehingga masing-masing pelaksana dalam organisasi dapat bekerja sesuai dengan tugasnya masingmasing sehingga tercipta kerja sama yang baik. Pelaksanaan program dalam hal ini pengobatan pneumonia sesuai standar, penyuluhan, pelatihan dan pembinaan kader yang bisa dilaksanakan melalui penyuluhan kelompok, sangat menentukan keberhasilan program. Penatalaksanaan pneumonia yang kurang memenuhi standar pelayanan dapat mengakibatkan munculnya stigma yang buruk mengenai pelayanan pneumonia di puskesmas sehingga masyarakat tidak mau datang ke puskesmas. Hal ini berdampak pada pelayanan 59

pneumonia yang rendah. Tidak ada penyuluhan maka rendah juga pengetahuan masyarakat tentang pneumonia. Kurangnya kader yang terlatih menyulitkan pelaksanaan program terutama jika melakukan tugas eksternal seperti penyuluhan di masyarakat dan penanganan pneumonia sementara serta pengawasan, apabila tidak terlaksana dengan baik akan menyebabkan tidak adanya laporan yang tertulis, penyimpanan laporan yang tidak tersistimastisasi dengan baik dan pelaporan yang terlambat atau tidak lengkap kepada puskesmas. Halhal tersebut pada akhirnya dapat mengakibatkan target pencapaian program yang telah ditentukan tidak tercapai. Komponen lingkungan juga dapat mempengaruhi keberhasilan program, tempat pelayanan kesehatan yang jauh dan sulit juga mahal menuju ke tempat pelayanan kesehatan akan menyebabkan penurunan pada angka cakupan penemuan pneumonia pada balita. Komponen umpan balik terdiri dari masukan hasil pelaporan setelah dilaksanakannya P2P selama satu periode, apabila tidak ada hasil pelaporan sebelumnya hal ini menjadi masalah karena hasil pelaporan sebelumnya dapat digunakan untuk menilai keberhasilan program tersebut dan hal-hal yang menjadi masalah pada periode sebelumnya hasil pelaporan ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan puskesmas untuk menyusun rencana program pada periode selanjutnya sehingga diharapkan adanya perbaikan dari sebelumnya.

60

V.4.3. Konfirmasi penyebab masalah Tabel 21. Identifikasi Penyebab Masalah


No Variabel Tolok Ukur Pencapaian Penyebab Masalah (-)

Tenaga

Dana

Sarana

Proporsi puskesmas yang mempunyai sekurang-kurangnya seorang tenaga kesehatan yang telah dilatih penatalaksanaan kasus ISPA Tersedianya dana khusus untuk pelaksanaan program yang berasal dari APBD dan APBN Tersedianya sarana:

Terdapat satu tenaga kesehatan yang menguasai penatalaksanaan kasus ISPA

Dana untuk pelaksanaan program berasal dari APBD dan APBN

(-)

a. Sarana medis:RS. Rujukan ,


obat.

a. Tersedia b. Alat bantu hitung pernapasan


yang kurang hanya memiliki 2, sarana non medis lainnya Tersedia.

(-) (+)

b.

Sarana non medis: alat bantu hitung frequensi penafasan (3 setiap puskesmas), ruangan dilengkapi dengan tempat tidur, status, alat tulis, buku catatan penyuluhan: brosur,

c. Tersedia, namun dalam jumlah


terbatas

(+)

c. Sarana poster

61

Metode

Tatalaksana balita pneumonia sesuai standar MTBS Pendekatan MTBS untuk penderita balita a. Pengobatan penderita pneumonia sesuai program MTBS

Terdapat pendekatan untuk penderita balita

MTBS

a. Pengobatan dilakukan pada semua penderita (-) b. Belum dilakukan

b.

Penyuluhan kesehatan perkelompok

No 1

Variabel Perencanaan

c. Penyuluhan kepada penderita dan keluarga Ukur Tolok Adanya jenis perencanaan kegiatan, target

c. Dilakukan
optimal Pencapaian

namun

belum penyebab Masalah (-)

(-)

Planning of action sudah dibuat

(+)

operasional yang jelas :

pengorganisasian

kegiatan, waktu kegiatan. a. Adanya struktur a. Terdapat pelaksana program b. Adanya pembagian tugas dan tanggung jawab yang b. Petugas jelas merangkap penanggung organisasi

struktur

(-) (+)

pelaksanaan program kesehatan sebagai jawab

Pelaksanaan

Tatalaksana pneumonia yang benar sesuai diterapi kegiatan standar, (di periksa, di diagnosis, dengan tepat) a. Penilaian

beberapa program Sudah dilakukan

(-)

Pencatatan dan

a. Laporan

tertulis

pelaporan dalam bentuk laporan dilakukan secara Sumber: Perencanaan dan penganggaran program kesehatan terpadu Puskesmas Pancoran Mas (-) tertulis secara periodik periodik bulanan dan (bulanan, b. Pengisian triwulan, laporan tahunan b. Laporan diisi sesuai format yang ada c. Laporan oleh disimpan koordinator (-) (-) pelaporan semester, tahunan) tertulis yang lengkap c. Penyimpanan laporan (-)

tertulis yang benar 5 Pengawasan Adanya eksternal internal

program pengawasan Pengawasan dilakukan maupun oleh Depok internal dinas dan oleh kesehatan secara kepala

62

puskesmas

Sumber : Perencanaan dan penganggaran program kesehatan terpadu Puskesmas Pancoran Mas 2010

Berdasarkan tabel 21. ditetapkan penyebab masalah belum optimalnya program P2P ISPA pneumonia di puskesmas kecamatan Pancoran Mas untuk periode Januari-Desember 2010 berdasarkan komponen masukan, proses, umpan balik, dan lingkungan. 1. Masukan Pada komponen masukan, yang berpotensi menjadi penyebab masalah adalah sumber daya manusia termasuk di dalamnya dalah dokter, perawat tenaga administrasi, dan kader, dana yang tersedia, sarana medis dan non medis, sarana penyuluhan. Menurut buku pedoman kerja puskesmas tahun 1999, diketahui bahwa tenaga kerja minimal yang diperlukan adalah seorang dokter, seorang perawat dean seorang petugas administrasi. Khusus untuk program P2P sekurang-kurangnya terdapat satu tenaga kesehatan yang memahami mengenai program ISPA Walaupun hal ini telah dipenuhi pencapaiannya, namun tenaga kerja yang tersedia merangkap program puskesmas yang lainnya, sehingga seluruh komponen program P2P belum dapat terlaksana secara menyeluruh dan mencapai hasil yang maksimal. Sarana medis sudah tersedia sesuai dengan standar, sehingga tidak menjadi masalah, namun saranan non-medis seperti alat pengukur frekuensi nafas, media penyuluhan masih tidak memadai jumlahnya. Dari segi metode, tidak ada penyuluhan ke masyarakat secara berkelompok dan belum maksimalnya penyuluhan langsung terhadap keluarga, khususnya keluarga penderita pneumonia, sehingga mempengaruhi kesadaran pasien akan pentingnya kontrol kembali setelah mendapatkan obat yang merupakan tatalaksana standar program penanggulangan pneumonia. 2. Proses Pada pengorganisasian, didapatkan masalah mengenai petugas

pelaksana program yang masih merangkap program yang lain sehingga 63

tidak fokus dengan satu program saja. Hal ini menyebabkan pelaksanaan program puskesmas menjadi kurang optimal. Pada pelaksanaan didapatkan beberapa masalah, yakni pada prosedur tatalaksana pneumonia pasien yang sudah di diagnosis dan mendapatkan terapi pneumonia dan boleh pulang harus kembali lagi setelah 2 hari untuk dilihat perbaikan atau tidak namun pada kenyataannya hamper 90% pasien tidak datang lagi untuk kontrol. Penyuluhan merupakan kegiatan yang penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pneumonia dan cara penanggulangannya. Selama ini penyuluhan hanya dilakukan perorangan pada penderita Pneumonia yang datang berobat ke puskesmas. Tidak adanya pembinaan dan pelatihan oleh kader, serta kurangnya sarana penyuluhan menjadi kendala bagi pelaksanaan penyuluhan. V.4.4. Penetapan Prioritas Penyebab Masalah Berdasarkan penyajian data di atas, ditemukan beberapa penyebab dari masalah yang terjadi. Namun penyebab masalah yang timbul tidak dapat diselesaikan semuanya secara langsung karena mungkin ada masalah yang saling berkaitan dan karena adanya keterbatasan kemampuan dalam menyelesaikan semua masalah. Karena itu harus ditentukan prioritas penyebab masalah dan mencari alternatif penyelesaian masalah yang telah diprioritaskan. Penetapan prioritas masalah dilakukan dengan menggunakan teknik kriteria matriks.

Tabel 22. Prioritas Penyebab Masalah


No Masalah Penentu Prioritas Penyebab C T R Total CxTxR

64

1 2

Sarana non medis dan sarana untuk penyuluhan Penanggung jawab dan pelaksana merangkap yang lain. Kurangnya keluarga. program program penyuluhan

2 5

3 3

4 5

32 75

60

kepada masyarakat dan

Pada

poin

Contribution/C

penanggung

jawab

yang

mempunyai tugas merangkap dan kurangnya penyuluhan kepada masyarakat dan keluarga penderita diberikan skor lebih tinggi dibandingkan dengan point lainnya karena tenaga medis yang sangat paham dalam penanggulangan ISPA sangat berpengaruh dalam menemukan kasus pneumonia dan begitu pula penyuluhan sangat berpengaruh besar terhadap angka cakupan penemuan kasus pneumonia, pengetahuan orang tua yang kurang akan membuat kesadaran dan keinginan untuk membawa anaknya ke puskesmas jika memiliki tanda-tanda pneumonia rendah, sehingga tidak tertangani.namun tetap paling tinggi adalah tenaga medis yang berperan dalam melakukan pemeriksaan, diagnose dan terapi. Pada poin Technical Feasibility/T diberikan diberikan masingmasing skor 3 pada semua poin dikarenakan timbulnya masalah yang terjadi kemungkinan disebabkan struktur perencanaan teknis program yang belum berjalan dengan baik. Pada Resources/R diberikan skor yang besar pada semuanya karena sumber daya yang ada mempunyai pengaruh besar terhadap timbulnya masalah. Kurangnya jumlah sumber daya yang ada membuat program ini belum berjalan dengan baik. Namun tetap lebih berpengaruh terhadap poin 2 dan 3 karena yang berperan adalan tenaga medis langsung.

65

Berdasarkan tabel teknik kriteria matriks di atas maka urutan prioritas penyebab masalah adalah Penanggung jawab dan pelaksana program merangkap program yang lain. V.4.5. Alternatif Pemecahan Masalah Berdasarkan penetapan prioritas penyebab masalah, didapatkan alternatif pemecahan masalah adalah: 1. Mengadakan penyuluhan khusus kepada kader sehingga jika ada anak balita yang memilki gejala pneumonia langsung di bawa ke puskesmas. 2. Meningkatkan kinerja tenaga medis yang sudah ada, yang bertanggung jawab di bagian MTBS khususnya program penanggulangan ISPA V.4.6. Penentuan Prioritas Jalan Keluar Dari berbagai alternatif cara pemecahan masalah yang telah dibuat, dipilih satu cara pemecahan masalah yang dianggap paling baik dan memungkinkan. Pemilihan prioritas cara dari pemecahan masalah ini dengan menggunakan teknik kriteria matriks, yaitu dengan menentukan: 1. Efektifitas Jalan Keluar Menetapkan nilai efektifitas (effectiveness) untuk setiap alternatif jalan keluar, yaitu dengan memberikan angka 1 (paling tidak efektif) sampai angka 5 (paling efektif). Prioritas jalan keluar adalah yang nilai efektifitasnya paling tinggi. Untuk menentukan efektifitas jalan keluar, dipergunakan kriteria tambahan sebagai berikut: 1. Besarnya masalah yang dapat diselesaikan (Magnitude) 66

2. 3.

Pentingnya Jalan Keluar (Importancy) Sensitivitas Jalan Keluar (Vulnerability) Efisiensi Jalan Keluar (C) Menetapkan nilai efisiensi (efficiency) untuk setiap alternatif jalan keluar. Nilai efisiensi ini biasanya dikaitkan dengan biaya (cost) yang diperlukan untuk melaksanakan jalan keluar. Makin besar biaya yang diperlukan, maka makin tidak efisien jalan keluar tersebut. Beri angka 1 (biaya paling sedikit) sampai angka 5 (biaya paling besar). Menghitung nilai prioritas (P) untuk setiap alternatif jalan keluar dengan membagi hasil perkalian nilai M x I x V dengan C. Jalan keluar dengan nilai P tertinggi adalah prioritas jalan keluar terpilih Tabel 23. Penentuan Prioritas Alternatif Pemecahan Masalah
No Alternatif Pemecahan Masalah M I V Efektifitas Efisiensi (C) Jumlah (P) MxIxV C 20

1.

Mengadakan pembinaan kepada mengenai pneumonia kader

2.

Meningkatkan kinerja ada bertanggung jawab di MTBS terutama program penanggulangan tenaga dan medis yang sudah

18

67

ISPA

Berdasarkan perhitungan Tabel 23 didapatkan bahwa alternatif pemecahan masalah terpilih adalah Mengadakan pembinaan kepada kader mengenai pneumonia. Adanya tugas yang merangkap dari petugas kesehatan bagian MTBS membuatnya tidak optimal dalam melakukan tatalaksana pneumonia pada balita sesuai standar, dan Tidak adanya pembinaan pada kader mengenai pneumonia menjadi salah satu penyebab masalah karena terkait juga dengan penyebab masalah lain, yakni kurangnya penyuluhan pada masyarakat ataupun keluarga yang anaknya menderita pneumonia. Diharapkan dengan keberadaan kader yang dilatih secara berkala, dapat membantu menjaring kasus pneumonia di masyarakat dan memberikan pelayanan serta penyuluhan langsung ke masyarakat. Adanya penyuluhan diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat mengenai pneumonia sehingga berdampak positif pada kesadaran masyarakat untuk berobat dan melakukan tindakan preventif. Meningkatkan kinerja dari tenaga medis terutama bagian MTBS yaitu dengan mengoptimalkan kerja dari petugas MTBS yang ada. Salah satunya dilihat dari beban tugas dan kehadiran dari para petugas. Diharapkan petugas MTBS yang terdiri dari 1 dokter dan 1 perawat dapat saling membantu dalam pembagian tugas di MTBS sehinggaa diharapkan lebih fokus dan dapat secara optimal melakukan tatalaksana pneumonia dengan baik sehingga target cakupan penemuan pneumonia dapat tercapai. Terkait dengan hal tersebut, besarnya masalah yang dapat diselesaikan (magnitude) lebih tergambar dari alternative pertama yaitu memberikan pembinaan terhadap kader karena akan lebih mempermudah dan mempercepat tatalaksana yang akan dilakukan oleh tenaga medis. Sehingga pembinaan kader mengenai pneumonia juga akan lebih

68

langgeng (importancy) dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Vulnerability (V) dinilai dari banyaknya waktu yang dibutuhkan untuk mengatasi penyebab masalah yang ada. Untuk meningkatkan kinerja penanggung jawab program pneumonia diberikan angka 4, karena dapat dilakukan langsung setelah program disetujui puskesmas. Untuk pembinaan kader, nilai 3 sedikit lebih rendah, karena tergantung dari kesediaan kader untuk mengikuti pelatihan, serta pembinaannya juga membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk efficiency jalan keluar (C), meningkatkan kinerja tenaga kesehatan yang ada tentunya akan lebih murah di bandingkan pembinaan kader Rp 880.000 (Rincian Biaya terdapat di Proposal kegiatan penyuluhan), pengeluaran yang akan di butuhkan untuk membayar para kader yang bersedia mendapatkan pembinaan secara rutin akan lebih besar dibandingkan memberikaan uang jasa terhadap tenaga kesehatan yang tentunya seperti biasa dalam bentuk gaji setiap bulan. Proses yang dibutuhkan adalah persetujuan dari kepala puskesmas dalam melaksanakan program peningkatan kinerja dari petugas MTBS yang ada. V.4.7. Rancangan Pemecahan Masalah (Plan of Action) Puskesmas menangani kasus ISPA pada anak balita di MTBS, dalam hal ini tenaga kesehatan penanggulangan pneumonia untuk meningkatkan daya jangkau pelayanan kesehatan. Kader yang telah diberikan pembinaan dan menguasai masalah ISPA akan membantu dalam menemukan kasus pneumonia dan juga akan membantu dalam penyuluhan khusus terhadap keluarga penderita pneumonia. 69

Keunggulan program ini adalah: 1. Adanya kader-kader yang telah diberikan pembinaan akan membantu dalam penemuan kasus penumonia. Kader akan memberikan penjelasan langsung dan memberikan penyuluhan terhadap masyarakat sehingga akan meningkatkan pengetahuan orang tua balita mengenai pneumonia, sehingga orang tua akan cepat datang ke Puskesmas dan waspada jika anaknya mengalami beberapa tanda dari gejala pneumonia yang pada akhirnya akan meningkatkan angka cakupan penumonia pada balita. 2. Membantu dalam menjalankan tatalaksana sesuai dengan standar pneumonia. 3. Membantu dalam menangani salah satu penyebab masalah yaitu kurangnnya penyuluhan yang di berikan secara kelompok ataupun khusus terhadap keluarga penderita. 4. Selain kualitas pelayanan, pencatatan dan pelaporan juga diharapkan akan lebih baik karena tenaga kesehatan yang bertugas akan lebih fokus dan lebih optimal dalam menjalankan tugasnya. V.4.8. Bentuk Proposal Kegiatan PROPOSAL KEGIATAN PEMBINAAN KADER PROGRAM PENANGGULANGAN PNEUMONIA PADA BALITA a. Latar Belakang Puskesmas adalah tempat pelayanan kesehatan primer yang berhubungan langsung dengan masyarakat. Puskesmas merupakan kepanjangan tangan dari pemerintah, dalam hal ini dinas kesehatan, untuk menjaga kesehatan masyarakat termasuk dari Pneumonia. Pneumonia memiliki angka kesakitan yang tinggi dan masih menjadi permasalah utama kesehatan di dunia dan di Indonesia. Untuk mengatasi masalah Pneumonia, dibutuhkan kerjasama antara puskesmas dan masyarakat hal ini disebabkan keterbatasan 70

tenaga kerja puskesmas untuk menjangkau masyarakat di daerah kerjanya yang luas. Kerjasama yang dibutuhkan tidak hanya bersifat kuratif, melainkan juga promotif dan preventif. Dalam kerjasama ini, kader adalah salah satu bentuk kerjasama dan sekaligus menjadi ujung tombak puskesmas dalm tugasnya menjaga kesehatan masyarakat. Sebagai bagian dari masyarakat, kader dapat berinteraksi secara mendalam dan menjangkau lebih banyak masyarakat. Demikian halnya dalam pelaksanaan program P2P, untuk menjalankan fungsi promotif dan preventif, peran kader sangat tinggi. Namun, peranan ini tentunya hanya akan berhasil secara maksimal jika para kader di lakukan pembinaan. Pada periode Januari-Desember 2010, angka cakupan penemuan pneumonia di puskesmas Kecamatan Pancoran Mas tidak memenuhi standar yang ada, sehingga salah satu upaya untuk mengatasinya, yaitu dengan melakukan pembinaan kepada para kader. Pembinaan dilakukan untuk membentuk kader-kader berkualitas yang dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap Pneumonia dengan melaksanakan penyuluhan dan pelayanan terhadap orang tua pasien yang mengalami Pneumonia. b. Tujuan 1) Tujuan umum Meningkatkan keberhasilan pelaksanaan program P2P di puskesmas Kecamatan Pancoran Mas. 2) Tujuan khusus Menyediakan kader berkualitas untuk meningkatkan angka cakupan penemuan pneumonia puskesmas Kecamatan Pancoran Mas. 71

3) Melakukan pembinaan kader P2P yang berkelanjutan 4) Meningkatkan jumlah penyuluhan dari kader kepada masyarakat 5) Menyiapkan kader untuk dapat memberikan penyuluhan yang baik tentang pneumonia kepada masyarakat. c.Sasaran Kader Kecamatan Pancoran Mas d. Lokasi Puskesmas Kecamatan Pancoran Mas e. Waktu Awal periode baru pelayanan puskesmas

f. 1) 2) 3) 4) 5)

Alat dan Bahan Ruang pertemuan Notebook Proyektor LCD Handout Leaflet g. Bentuk kegiatan a.Kegiatan yang akan dilakukan adalah dengan memberikan pembinaan kepada para kader, dengan langkah sebagai berikut: 72

b.

Petugas puskesmas mendatangi setiap RW dan meminta kesediaan pemimpin RW untuk mengirimkan perwakilan kadernya sebagai calon kader program P2P.

c.Dilakukan pembinaan dengan cara pengayaan materi, simulasi, tanya jawab, dan diskusi. Pembinaan akan dilakukan 1 kali setiap bulan. d. Diakhir pembinaan akan dilakukan evaluasi kesiapan kader dalam memberikan pelayanan dan penyuluhan mengenai penyakit Pneumonia pada balita. Evaluasi diadakan dengan pelaksanaan post test. e.Pelatihan dilakukan secara berkala tiap 6 bulan. Setiap kali pelatihan dilakukan evaluasi ulang berupa pre dan post test. f. Bagi kader yang mendapat nilai post test paling tinggi dan telah melakukan bahan pokok. h. Pelaksana dan organisasi Pelaksanaan program ini melibatkan: Pembimbing : dr. Prayoga pelayanan pneumonia disertai pencatatan dan pelaporan yang lengkap akan diberikan reward berupa sembilan

Kordinator program : Ibu Deksiana Pelaksana kegiatan : 1. 2. 3. 4. Dokter umum puskesmas sebagai penyampaian materi Kordinator program menilai kinerja kader dan tes yang diberikan kepada kader Kordinator program menentukan peraih penghargaan kader berprestasi Petugas puskesmas sebagai perekrut kader dengan koordinasi bersama kelurahan setempat 73

i. Materi Diadakan pertemuan setiap enam bulan di puskesmas Kecamatan Pancoran Mas yang melibatkan tenaga kesehatan dari puskesmas, yaitu ketua penanggung jawab program P2P, pelaksana program P2P, dan para kader di bawah tanggung jawab dari kepala Puskesmas. Penyampaian materi dilakukan dalam bentuk presentasi singkat mengenai penyakit Pneumonia. Daftar materi dapat dilihat dibawah ini. 1. 2. Gejala dan tanda Pneumonia Penatalaksanaan di rumah (misalnya seperti minum antibiotik dari puskesmas secara teratur dan pentingnya kontrol setelah 2 hari pengobatan) Penyampaian materi dapat menggunakan media komunikasi seperti flipchart, poster dan leaflet yang dibagikan kepada para peserta. Dapat pula menggunakan alat bantu yang lebih menarik dengan LCD proyektor. Saat penyampaian materi, peserta diperbolehkan untuk tanya jawab atau dapat juga dilakukan setelah selesai pemberian materi. Diharapkan para kader turut berperan aktif dalam diskusi sehingga diketahui tingkat pemahaman kader. Selain penyampaian materi dan tanya jawab, diberikan himbauan agar para kader dapat melakukan pencatatan dan pelaporan kasus Pneumonia yang ditangani. Data tersebut kemudian dilaporkan ke puskesmas untuk evaluasi program selanjutnya. j. Anggaran dana

74

Jasa tenaga pengajar

1 x Rp 50.000

= 50.000 Foto kopi materi 20 x Rp 10.000

Rp

= Rp Konsumsi 21 x Rp 10.000

200.000

= Rp 210.000 75

Alat tulis

= Rp

20.000

76

Notebook & proyektor

= Milik puskesmas Sembako 3 x Rp 100.000

= Rp Biaya tak terduga

300.000

77

= Rp

100.000

Total dana

78

= Rp 880.000

79

BAB VI PENUTUP VI.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengkajian dari pelaksanaan program P2P di Puskesmas Kecamatan pancoran Mas periode Januari-Desember tahun 2010 di dapatkan kesimpulan sebagai berikut: 1. 2010 belum berjalan dengan baik. 80 Keberhasilan program

penaggulangan pneumonia pada balita periode januari-desember tahun

2.

Masalah-masalah ditemukan pada pelaksanaan program P2P tersebut adalah: a. target. b. Laporan data pneumonia belum 100% lengkap

yang

Angka cakupan penemuan penderita pneumonia belum sesuai

3.

Masalah utama yang ditemukan pada pelaksanaan program P2P ini adalah Angka cakupan penemuan penderita pneumonia belum sesuai target.

4.

Penyebab pelaksanaan program P2P ini terdiri dari:

masalah

pada

a. Kurangnya sarana non medis dan sarana untuk penyuluhan b. Penanggung jawab dan pelaksana program merangkap program yang lain. c. Kurangnya penyuluhan kepada masyarakat dan keluarga penderita pneumonia. 5. Penyebab masalah yang

dianggap paling berpengaruh menimbulkan masalah adalah Penanggung jawab dan pelaksana program merangkap program yang lain. 6. Penentuan pemecahan masalah pada pelaksanaan program P2P ini adalah: a. Memberikan pembinaan pada kader agar membantu dalam penemuan kasus pneumonia sehingga akan lebih mudah dan cepat dalam mendiagnosa pneumonia b. Meningkatkan kinerja tenaga kesehatan yang ada agar dapat bekerja lebih optimal. 7. kader mengenai pneumonia. 81 Cara pemecahan masalah yang dianggap paling efektif adalah dengan melakukan pembinaan terhadap

VI.2. Saran Berdasarkan pengkajian program dan kesimpulan diatas, saran yang dapat diberikan untuk meningkatkan keberhasilan pelaksanaan program P2P di Puskesmas Kecamatan Pancoran Mas periode berikutnya adalah: 1. Memberikan pembinaan kepada beberapa kader secara berkala mengenai tanda dan gejala pneumonia agar membantu dalam penemuan kasus pneumonia pada balita. 2. 3. Memperbaiki dan menambah sarana dan prasarana di puskesmas yang dapat mendukung pelaksanaan dan kemajuan program P2P. Lebih memanfaatkan lagi hasil pencatatan dan laporan tertulis sebagai umpan balik dalam pelaksanaan program P2P pada periode selanjutnya. 4. 5. Pembuatan program-program penyuluhan mengenai pneumonia kepada masyarakat. Meningkatkan kinerja petugas-petugas MTBS dengan pembagian tugas yang jelas agar tidak satu orang petugas terlalu banyak merangkap beberapa program dan meningkatkan aturan kehadiran setiap petugas yang ada terutama di bagian MTBS yang menjadi tempat utama dalam penemuan kasus pneumonia.

82

DAFTAR PUSTAKA
Azwar A. Sistem Kesehatan. Dalam: pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi 3.Jakarta: Bina Rupa Aksara, 1998. H30-34 Irma. faktor-faktor-yang-berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita di kelurahan kahuripan kecamatan tawang kota tasikmalaya. 2010. (online) di unduh dari: http://irma1985.wordpress.com/2010/08/27/faktor-faktoryang-berhubungan-dengan-kejadian-pneumonia-pada-balita-dikelurahan-kahuripan-kecamatan-tawang-kota-tasikmalaya/ Laporan Bulanan Penanggung Jawab Program P2P ISPA di Puskesmas Kecamatan Pancoran Mas Periode Januari-Desember tahun 2010 Laporan Tahunan P2KT Puskesmas Kecamatan Pancoran Mas Periode JanuariDesember tahun 2010 Rachmat, H. Pedoman promosi penanggulangan pneumonia balita. Departemen kesehatan RI. 2002. Profil kesehatan Puskesmas Kecamatan Pancoran Mas tahun 2010 Said Mardjanis. Sayang Si Buah Hati, Kenali Pneumonia. Universitaria-(Vol.5 No.11). http://www.majalah-farmacia.com. Edisi Juni 2006. Warsihayati, R. faktor-faktor yang berhubungan dengan cakupan penemuan kasus pneumonia.2001 %20yang.pdf (online) di unduh dari: http://eprints.lib.ui.ac.id/7497/1/72980-T%2010014-Faktor-faktor

83

Wilson.

Pneumonia

pada

balita.

2006

(Online)

Diunduh

dari:

http://creasoft.wordpress.com/2008/04/19/pneumonia-pada-bayi/s

84

Anda mungkin juga menyukai