Anda di halaman 1dari 14

PAPER

Fraktur Dentofasial

Oleh: Harry Citra Iskandar 0710204

Pembimbing: drg. Jenny Wibowo

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA RS Immanuel Bandung 2011

Pendahuluan

Fraktur adalah hilang atau putusnya kontinuitas jaringan keras tubuh. Fraktur dentofasial adalah fraktur yang terjadi pada gigi,prosesus alveolaris dan wajah.Fraktur dentofasial lebih sering terjadi sebagai akibat dari faktor yang datangnya dari luar seperti kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja , kecelakaan akibat olah raga dan juga sebagai akibat dari tindakan kekerasan. Tujuan utama perawatan fraktur dentofasial adalah rehabilitasi penderita secara maksimal yaitu penyembuhan tulang yang cepat, pengembalian fungsi okuler, fungsi pengunyah, fungsi hidung, perbaikan fungsi bicara, mencapai susunan wajah dan gigigeligi yang memenuhi estetis serta memperbaiki oklusi dan mengurangi rasa sakit akibat adanya mobilitas segmen tulang. Wajah dapat dibagi menjadi tiga daerah (sub-unit), setiap daerah memiliki kegunaan yang berbeda-beda. Sub-unit paling atas terdiri dari tulang frontal yang secara prinsip berfungsi berfungsi sebagai pelindung otak bagian lobus anterior tetapi juga sebagai pembentuk atap mata. Sub-unit bagian tengah wajah memiliki struktur yang sangat berbeda, dengan ciri struktur dengan integritas yang rendah dan disatukan oleh kerangka tulang yang terdiri dari pilar-pilar atau penopang. Pilar-pilar ini disebut juga buttresses yang terdiri dari pilar frontonasal maksila pada anteromedial, zigomatikomaksila sebagai pilar lateral dan procesus pterigoid sebagai pilar posterior. Sub-unit bagian bawah adalah mandibula. Bagian ini memilki struktur integritas yang paling baik sebagai konsekuensi dari fungsinya dan berhubungan dengan perlekaan otot-otot. Masalah yang paling spesifik pada fraktur mandibula dihubungkan dengan fraktur midfasial adalah peranan mandibula untuk mengembalikan lebar wajah secara tepat. Manson yang dikutip oleh Mahon dkk menggambarkan fraktur panfasial dengan membagi daerah wajah menjadi dua bagian yang dibatasi oleh garis fraktur Le Fort I. Setengah wajah bagian bawah dibagi menjadi dua bagian yaitu daerah oklusal yang terdiri dari prosesus alveolaris maksila dan mandibula serta tulang palatum dan bagian

bawah terdiri dari vertikal ramus dan horisontal basal mandibula. Setengahwajah bagian atas terdiri dari tulang frontal dan daerah midfasial. Sutura palatina memiliki struktur yang sama dengan sutura daerah kranial. Pearsson dan Thilendar menemukan bahwa sinostosis pada sutura palatina akan terjadi pada usia antara 15 dan 19 tahun, yang akan menyatukan segmen lateral palatal, sehingga jika terjadi trauma akan menimbulkan fraktur para sagital yang merupakan daerah tulang yang tipis. Seperti yang dikemukakan oleh Manson bahwa fraktur sagital lebih sering terjadi pada individu yang lebih mugah sedangkan fraktur para sagital lebih sering terjadi pada orang dewasa. Tulang mandibula merupakan daerah yang paling sering mengalami gangguan penyembuhan fraktur baik itu malunion ataupun ununion. Ada beberapa faktor risiko yang secara specifik berhubungan dengan fraktur mandibula dan berpotensi untuk menimbulkan terjadinya malunion ataupun non-union. Faktor risiko yang paling sering adalah infeksi, kemudian aposisi yang kurang baik, kurangnya imobilisasi segmen fraktur, adanya benda asing, tarikan otot yang tidak menguntungkan pada segmen fraktur. Malunion yang berat pada mandibula akan mengakibatkan asimetri wajah dan dapat juga disertai gangguan fungsi. Kelainan-kelainan ini dapat diperbaiki dengan melakukan perencanaan osteotomi secara tepat untuk merekonstruksi bentuk lengkung mandibula. Terjadinya gangguan bentuk lengkung pada fraktur mandibula seringkali merupakan akibat dari reduksi yang kurang adekuat. Kegagalan pada penyusunan kembali bentuk lengkung secara anatomis akan menimbulkan keadaan prematur kontak dan gangguan fungsi pengunyahan. Kurang tepatnya aposisi segmen fraktur ini merupakan akibat dari perawatan yang terlambat ataupun fraktur yang tidak dilakukan perawatan. Pada beberapa kasus untuk untuk membantu reduksi fraktur dilakukan pembuatan model studi pra-operasi dan juga pembuatan model studi bedah.

Tinjaun Pustaka
2.1 Anatomi

2.1.1 Maksila M a x i l l a t e r d i r i d a r i s a t u b a g i a n d a n m e m p u n ya i 4 r o s e s s u s , y a it u f r o nt a l, zygomatikum, alveolar dan palatum. Bagian terlemah dari maksila adalah Sinus maksilaris. Tulang maksila ber fungsi sebagai penyangga kraniofasial.

2.1.2Mandibula Mandibula adalah tulang rahang bawah pada manusia dan berfungsi sebagai tempat menempelnya gigi geligi rahang bawah. Mandibula berhubungan dengan basis kranii dengan adanya temporo-mandibular joint dan disangga oleh otot otot mengunyah.Mandibula dipersarafi oleh saraf mandibular, alveolar inferior, pleksus dental inferior dan nervus mentalis. Sistem vaskularisasi pada mandibula dilakukan oleh arteri maksilari interna, arteri alveolar inferior, dan arteri mentalis.

2.2 Fraktur Dentofasial 2.2.1 Fraktur dentoalveolar Injuri dento-alveolar terdiri dari fraktur, subluksasi atau terlepasnya gigi-gigi (avulsi), dengan atau tanpa adanya hubungan dengan fraktur yang terjadi di alveolus, dan mungkin terjadi sebagai suatu kesatuan klinis atau bergabung dengan setiap bentuk fraktur lainnya. Salah satu fraktur yang umum terjadi bersamaan dengan terjadinya injuri wajah adalah kerusakan pada mahkota gigi, yang menimbulkan fraktur dengan atau tanpa terbukanya saluran pulpa.

Gambar . A. Infraksi Mahkota, B. Fraktur mahkota terbatas pada enamel dan dentin ( fraktur mahkota sederhana ), C.Fraktur mahkota langsung melibatkan pulpa (fraktur mahkota terkomplikasi), D. Fraktur akar sederhana, E. Fraktur mahkota-akar terkomplikasi, F.Fraktur akar Horizontal ( www.emedicine.com ) ( 19 September 2010 ).

Injuri fasial sering menekan jaringan lunak bibir atas pada gigi insisor,sehingga menyebabkan laserasi kasar pada bagian dalam bibir atas dan kadang-kadang terjadi luka setebal bibir. Sering kali injuri semacam ini menghantam satu gigi atau lebih, sehingga pecahan mahkota gigi atau bahkan seluruh gigi yang terkena injuri tersebut tertanam di dalam bibir atas. Pada seorang pasien yang tidak sadarkan diri pecahan gigi yang terkena fraktur atau gigi yang terlepas sama sekali mungkin tertelan pada saat terjadi kecelakaan, sehingga sebaiknya jika terdapat gigi atau pecahan gigi yang hilang setelah terjadinya injuri fasial agar selalu membuat radiograf dada pasien, terutama jika terjadi kehilangan kesadaran pada saat terjadinya kecelakaan. Fraktur pada alveolus dapat terjadi dengan atau tanpa adanya hubungan dengan injuri pada gigi-gigi. Fraktur tuberositas maksilar dan fraktur dasar antrum relatif merupakan komplikasi yang umum terjadi pada ilmu eksodonti.

Insidensi fraktur dentoalveolar sendiri juga berbeda persentasenya, pada beberapa penelitian, dimana masing-masing penelitian sebelumnya menunjukkan persentase sebesar 5,4%, dan 49.0%.

Penanganan 1. Reduksi dan reposisi( Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimun. Dapat jugad iartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya danrotasfanatomis. 2. Fiksasi dan immobilisasi

2.2.2 Fraktur Maksila Fraktur pada maksila atau rahang atas lebih jarang ditemukan dibandingkan fraktur pada mandibula. Tetapi fraktur ini biasanyaberhubungan dengan fraktur tulang wajah yang lain, seperti fraktur padaos nasal. Hal ini terjadi karena maksila berperan sebagai central support pada tulang-tulang wajah. Dampak sebuah tekanan pada tulang ini dapatmenyebabkan terjadinya fraktur sepanjang garis planes of weakness disekitar hidung dan orbita. Fraktur pada maksila biasanya jugamenyebabkan terjadinya fraktur pada gigi. Kebanyakan fraktur pada wajah bagian tengah terjadi sepanjang garisk e l e m a h a n t u l a n g d a n m e m b e nt u k s a l a h s a t u d a r i 3 p o l a fr a k t u r y a n g digambarkan Le Fort.

2.2.2.1 Klasifikasi Klasifikasi Le Fort Fracture. Gambar paling bawah menunjukkan potongan sagital dari pola fraktur melaluitulang midfasial

Le Fort I : patah tulang mendatar rendah; bagian alveolus yangmengandung gigi atas tulang maksila terlepas Le Fort II : bagian alveolus dan etmoid terlepas (patah tulangpiramid); fraktur ini mengenai tulang-tulang wajahtengah Le Fort III : patah tulang mendatar tinggi; seluruh wajah terlepasdari dasar tengkorak. Le Fort II paaaling sering ditemukan, diikuti oleh Le Fort I dan Le Fort III.Namun tidak biasa untuk mendiagnosis sebuah fraktur maksila murnipada salah satu pola saja.

Fraktur tulang wajah biasanya kompleks dan memiliki salah satu komponen dari masing-masing pola di atas.

2.2.2.2 Pemeriksaan fisik Fraktur fasial sekunder yang terjadi akibat kecelakaan kendaraanbermototor berkecepatan t inggi biasanya berhubungan dengan frakturservikal atau trauma jaringa saraf. Karena itu, pemeriksaan servikal harusdilakukan. Pemeriksaan pada seluruh nervus kranial juga harus dilakukan.Trauma lain yang juga biasa ditemukan adalah trauma pada mata.Fraktur maksila harus selalu dicurigai setiap terdapat trauma pada wajahyang diikut i maloklusi. Pasien yang sadar biasanya dapat menceritakan

apakah giginya dapat merapat dan terasa normal atau tidak. Pada oklusitersebut, mo bilit as wajah bagian tengah sebaiknya dinilai dengan cara menyuruh pasien menghisap premaksila dan melihat pergerakannya sementara kepala pasien ditahan.Le Fort I hanay akan memperlihatkan pergerakan pada maksila bagianrendah, sedangkan Le Fort II dan III juga akan memperlihatkan pergerakan tambahan dari pangkal tulang hidung. Le Fort III akanmemperlihatkan pergerakan orbital bagian lateral.Bingkai orbita dan daerah nasoemoid harus dipalpasi uuntuk menentukan level fraktur. Le Fort I bisa tidak terlalu nyata dan tidak ada temuan yangm e n d u k u n g p a d a d a e r a h p e r io r b it a l . P a d a L e F o r t I I d a p a t d it e m u k a n periorbital dan subkonjuntiva ekimosis. Wajah juga akan terlihat memanjang, dan juga biasanya terdapat pembengkakan yang besar padawajah bagian tengah.

2.2.2.3 Pemeriksaan radiologi P e m e r i k s a a n s t a n d a r u nt u k fr a k t u r m a k s i l a a d a l a h C T S c a n s l i d e t ip i s dengan potongan koronal dan sagital. Foto polos biasanya t idak terlalu digunakan. Pemeriksaan 3 dimensi diperlukan untuk memudahkan penatalaksanaan, namun t idak terlalu dibutuhkan u n t u k mendiagnosisnya.

2.2.2.4 Penatalaksanaan Beberapa prinsip harus dipegang dalam penatalaksanaan fraktur fasia l bagian tengah. Sebisa mungkin penatalaksanaan cukup dilakukan sekalidengan diikuti manajemen yang baik terhadap soft tissue. Seluruhfragmen fraktur harus diperhatikan dan fiksasi internal denganmenggunakan plate hars dilakukan. Jika perlu, bone graft harus dilakukanpada repair inisial. Mengembalikan oklusi gigi normal dapat dilakukanpada fiksasi maksilomandibular (MMF). Mandibula harus distabilisasi untuk menyediakan occlusive platform bagi mak sila . Karena w a ja h

b a g i a ntengah kurang ditopang pada bagian sagital, madibula dan frontal harus bertindak sebagai penopang bagi maksila.

Exposure Fraktur maksila rendah harus ruang didekatkan infraorbital dengan dapat cara insisi pada melalui

sulkusgigingobuccal.

Bingkai

diekspos

transkonjunt iva, subtarsal, dan subsiliar. Terkadang, kantotomi lateraljuga diperlukan. Daerah nasoetmoid dapat dicapai dengan insisi koronal.

Fiksasi dengan Plate Beberapa penelitian sudah menunjukkan manfaat penggunaan plate danskrew yang resorbable: walau masih banyak yang menggunakanperalatan non resorbable. Rigid internal, three-point fixation adalah standar penanganan pada fraktur maksila. Kompresi tidak diperlukan, dansebaiknya dihindari untuk mempertahankan oklusi dan kontur normal.Gap yang kurang dari 5 mm masih bisa ditolerir, walau defek sekunderpada fraktur buttrees kominutif harus diisi dengan bone grafts. Pergerakan postoperative akan mengganggu penyembuhan normal

2.2.3 Fraktur Mandibula

2.2.3.1 Defenisi Fraktur mandibula adalah rusaknya kontinuitas tulang mandibular yang dapat disebabkan oleh trauma baik secara langsung atau tidak langsung. Fraktur mandibula dapat terjadi pada bagian korpus, angulus, ramus maupun kondilus

2.2.3.2 Klasifikasi

1. Berdasarkan lokasi anatomi

2. Berdasarkan tipe fraktur

A. Greenstick, B. Simple, C. Kominuted, D. Kompon

2.2.3.3 Diagnosis Anamnesa: Riwayat trauma Pemeriksaan klinis o Ekstra Oral     Hematoma, Odema, bleeding IO Step deformity

o Intra Oral Maloklusi, dataran oklusal terputus Nyeri Palpasi, pergeseran #

Pemeriksaan penunjang o Rontgen ; skull AP/lat, eisler, towne view, panoramic, TMJ o CT Scan / MRI : jarang dilakukan 2.2.3.4 Penatalaksanaan Metode Tertutup/Konservatif Reduksi immobilisasi dengan fiksasi MX-MD Metode Terbuka Reduksi Fiksasi Dengan kawat/ plate

Kesimpulan Trauma yang mengenai wajah dapat menyebabkan diskontinuitas dari jaringan lunak wajah maupun jaringan kerasnya. Fraktur yang terjadi pada daerah wajah meliputi fraktur pada sepertiga atas, fraktur sepertiga tengah serta fraktur sepertiga bawah serta fraktur pad gigi-geligi. Penatalaksanaan pasien dengan trauma pada tulang wajah memerlukan diagnosa yang cermat untuk mendapatkan hasil yang memuaskan dalam penatalaksanaan fraktur. Kunci keberhasilan pengelolaan pasien fraktur maksila maupun mandibula adalah dengan mendapatkan lapang pandang yang cukup luas, reduksi yang cermat dan fiksasi dari fraktur sehingga meminimalkan komplikasi yang mungkin terjadi

Daftar Pustaka

Tucker MR, Ochs MW. Correction of dentofacial deformities. In: Contemporary of oral and maxillofacial surgery. Peterson E, Hupp, Tucker.,4th ed. Philadelphia: CV. Mosby Co; 2003.p.560-602. Leopard PF. Complications. In: Maxillofacial injuries Rowe. Willama., 2nd ed, Volume 2. Churchill: Livingstone; 1994.p. 570-94 Tucker Sacco, White. Principles of surgical management of dentofacial deformity. In: Contemporary treatment of dentofacial deformity. Proffit W, Sarver. Philadelphia: CV.Mosby Company; 2003.p.270-87 Anonim.Fraktur Mandibula.http://www.scribd.com/doc/33453545/FRAKTURMANDIBULA. Anonim. Fraktur Maksilahttp://www.scribd.com/doc/52307886/51795978-refratfraktur-maksila. Dwidarto D. Pengelolaan deformitas dentofasial pasca fraktur panfasial. http://www.pdgi- online.com/v2/index.php?option=com_ content&tas k=view&id=60 2&Itemid=33 Laub D.R., Facial Trauma, Mandibular Fractures. 2009.www. emedicine.med scape.com/article/128 3150-overview.Html

Anda mungkin juga menyukai