Anda di halaman 1dari 2

Faktor-Faktor yang mempengaruhi absorbsi obat: 1.

Aliran darah ke tempat absorbsi Aliran darah ke usus jauh lebih banyak daripada aliran darah ke lambung; jadi, absorbsi dari usus lebih baik dari lambung. Keadaan syok sangat mengurangi aliran darah ke jaringan subkutan sehingga mengurangi absorbsi pada pemberian subkutan. 2. Jumlah luas permukaan absorbsi Karena usus memiliki permukaan yang kaya dengan mikrovili maka usus mempunyai luas permukaan kira-kira 1000 kali luas permukaan lambung; sehingga, absorbsi obat melalui usus lebih efisien.

3. Waktu kontak pada permukaan absorbsi Jika suatu obat bergerak melalui kontak cerna dengan sangat cepat, seperti pada keadaan diare maka obat tidak diabsorbsi dengan baik. Sebaliknya, apapun yang memperlambat transpor obat dari lambung ke usus akan memperlambat kecepatan absorbsi obat tersebut. Input parasimpatis meningkatkan kecepatan pengosongan lambung, sedangkan input simpatis (mis: oleh latihan fisik atau perasaan stress) memperpanjang waktu pengosongan lambung. Juga, adanya makanan di dalam lmbung akan melarutkan obat dan memperlambat pengosongan lambung. Oleh karena itu, suatu obat yang diminum bersamaan makanan umumnya diabsorbsi lebih lambat.

C.

METABOLISME OBAT Hati merupakan tempat utama untuk metabolisme. Kebanyakan obat diinaktifkan oleh

enzim-enzim hati dan kemudian diubah atau ditransformasikan oleh enzim-enzim hati menjadi metabolit inaktif atau zat yang larut dalam air untuk diekskresikan. Tetapi, beberapa obat ditransformasikan menjadi metabolit aktif, menyebabkan peningkatan respons farmakologik. Penyakit-penyakit hati, seperti sirosis dan hepatitis, mempengaruhi metabolisme obat. (Kee, Joyce L., 1996 : 9 ) Waktu paruh, dilambangkan dengan t1/2, dari suatu obat adalah waktu yang dibutuhkan oleh separuh konsentrasi obat untuk dieliminasi. Metabolisme dan eliminasi mempengaruhi waktu paruh obat, contohnya, pada kelainan fungsi hati atau ginjal, waktu paruh obat lebih panjang dan lebih sedikit obat dimetabolisasi dan dieliminasi. Jika suatu obat

diberikan terus-menerus, maka dapat terjadi penumpukan obat. Suatu obat akan melalui beberapa kali waktu paruh sebelum lebih dari 90% obat itu dieliminasi. (Kee, Joyce L., 1996: 9)

Anda mungkin juga menyukai