Anda di halaman 1dari 2

Kerancuan Praktik Berkebun Emas Posted: November 12, 2011 in Umum Sabtu, 12 November 2011 Ali Rama Pengurus

Pusat Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Kenaikan harga emas beberapa waktu belakangan ini membuat banyak orang beramai-r amai menjadikan emas sebagai instrumen investasi karena menjanjikan keuntungan y ang lebih baik. Harga emas 10 tahun terakhir tumbuh 40 persen per tahun. Harga e mas yang tinggi dan terus naik dari waktu ke waktu juga membawa berkah untuk per bankan yang menyediakan produk jasa gadai emas syariah. Menurut data dari Bank Indonesia, transaksi gadai emas syariah di industri perba nkan syariah tumbuh hingga 15 persen sampai akhir semester I-2011. Hingga Juli 2 011, total transaksi akad qardh pada perbankan syariah mencapai Rp 7,5 triliun a tau 8,9 persen dari total pembiayaan yang diberikan sebesar Rp 85 triliun. Semen tara, porsi bisnis gadai emas syariah berada pada kisaran tiga sampai enam perse n dari total pinjaman. Hasilnya, perbankan meraup keuntungan yang besar dari tra nsaksi tersebut. Semakin harga emas naik, peminat gadai emas syariah semakin banyak. Sebab, saat ini gadai emas syariah sudah menjadi salah satu pilihan instrumen investasi. Gad ai emas syariah berfungsi sebagai tempat penitipan emas yang akan diambil nasaba h dalam waktu tertentu. Nasabah meyakini, saat emas simpanannya diambil, harga e mas sudah naik. Kenaikan harga emas akan menutupi bahkan melebihi biaya penitipa n yang dikenakan oleh perbankan syariah kepada nasabah. Margin tersebut menjadi keuntungan nasabah. Harga emas saat ini berada pada kisaran 1.747 dolar AS, bahkan pernah mencapai a ngka 1.923 dolar AS per troy ounce. Sebagian orang menganggap, investasi emas co cok dipakai sebagai pelindung nilai kekayaan. Emas nilainya cenderung stabil dan dianggap tidak mempunyai efek inflasi atau biasa disebut save heaven. Artinya, membeli emas dan menabung dalam emas merupakan aset yang paling aman dan stabil. Kenaikan emas saat ini juga tidak terlepas dan dipengaruhi, antara lain, oleh sp ekulasi memburuknya krisis utang di negara-negara Eropa dan turunnya proyeksi pe rtumbuhan ekonomi global. Konsekuensinya, para investor berlomba memburu emas un tuk melindungi investasi mereka. Kepentingan komersial Kecenderungan kenaikan harga emas dan tingginya minat masyarakat untuk berinvest asi emas direspons oleh perbankan syariah melalui layanan gadai emas syariah. In dustri perbankan syariah mendapatkan untung dari biaya administrasi penitipan em as di safe deposit box bank. Kenaikan transaksi gadai emas syariah pada berbanka n syariah memunculkan istilah berkebun emas . Skim gadai emas syariah digunakan seb agai sarana untuk meraup keuntungan oleh investor dan pelaku perbankan syariah d i tengah kenaikan harga emas dunia saat ini. Penggunaan produk layanan gadai emas syariah untuk kepentingan komersial dan bis nis (tijarah) dianggap melanggar prinsip dasar dari gadai emas syariah yang tuju an utamanya bersifat sosial (tabarru ), bukan untuk mencari keuntungan. Hakikatnya , produk gadai emas pada perbankan syariah adalah untuk membantu orang yang kesu litan keuangan jangka pendek, lalu mereka mendapatkan pinjaman (al-qard) dengan jaminan gadai emas (rahn emas) dengan kewajiban untuk membayar biaya penitipan e mas dengan skim ijarah. Skema akad ini diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Nomor 26 tentang Rahn Emas dan Qardh Nomor 19.

Dalam Fatwa DSN Nomor 26, gadai emas (rahn emas) menggabungkan tiga bentuk trans aksi, yaitu transaksi qardh, al-rahn, dan ijarah. Pinjaman jangka pendek yang di berikan kepada nasabah menggunakan skim qardh (pinjaman tanpa bunga), di mana em as sebagai jaminan atas pinjaman tersebut menggunakan skim rahn. Sementara itu, ongkos dan biaya penyimpanan barang (emas) yang dikenakan kepada nasabah didasar kan pada skim ijarah. Rekayasa finansial yang dilakukan dalam bentuk kebun emas jelas tidak sejalan deng an fatwa DSN tersebut. Menggunakan produk gadai emas syariah untuk kepentingan k omersial dan bisnis ini justru akan mengganggu produk-produk perbankan syariah l ainnya, seperti pembiayaan bagi hasil dan murabahah. Pembiayaan qardh hanya sebagai pelengkap, bukan sebagai pembiayaan utama dari pe rbankan syariah. Sehingga, qardh tidak digunakan secara terus-menerus untuk rahn . Apalagi, jika portofolio pembiayaan qardh (gadai emas) ini semakin membesar, j ustru akan mengarah pada kegiatan spekulasi dan bubble, yang pada akhirnya tidak menyentuh sektor riil. Jika perbankan syariah cenderung untuk memperbesar portofolio produk berbasis ga dai emas syariah ini dengan motif berkebun emas . Hal ini justru membuat perbankan syariah secara perlahan-lahan menjadi lembaga pegadaian dan toko emas. Tentunya, bertentangan dengan tujuan utamanya sebagai lembaga intermediasi yang mengemban gkan sektor ekonomi riil. Perlu pengawasan Sebagai respons atas fenomena berkebun emas di perbankan syariah, Bank Indonesia s ebagai pihak regulator dan pengawas perbankan perlu melakukan kontrol dan pengaw asan secara ketat supaya portofolio pembiayaan ini tidak menjadi produk utama pa da perbankan syariah. Pengawasan yang dilakukan tentunya harus penuh kehati-hati an, jangan sampai justru mematikan daya inovasi dan kreativitas pelaku perbankan syariah dalam penyaluran pembiayaan kepada nasabah atau masyarakat. Untuk mencegah terjadinya praktik berkebun emas , Bank Indonesia perlu melakukan pe ngaturan pada pelaku perbankan syariah, misalnya, pembatasan portofolio gadai em as yang tidak lebih dari 10 persen dari total pembiayaan yang diberikan. Pembiay aan qardh hanya sebagai pelengkap dari transaksi utama. Frekuensi berapa kali em as boleh digadaikan juga perlu dibatasi. Transaksi hanya boleh dilakukan sekali dan tidak boleh berkali-kali. Menggadaikan emas secara berkali-kali pasti motif utamanya adalah untuk berkebun emas dan ini berpotensi menciptakan spekulasi dan b ubble. Yang perlu dipertegas di sini adalah transaksi gadai emas syariah yang ditawarka n oleh perbankan syariah itu tidak melanggar prinsip syariah selama sesuai denga n ketentuan dari fatwa DSN. Jual beli emas dan rahn emas itu dibolehkan. Masalah utamanya adalah jika aktivitas berkebun emas menjadi prioritas dan portofolio yan g dominan dalam pembiayaan perbankan syariah. Karena, ini akan bertentangan deng an fungsi utama perbankan syariah sebagai penggerak sektor ekonomi riil. Tulisan ini diterbitkan di Opini Republika (12/11/2011) (http://koran.republika.co.id/koran/24)

Anda mungkin juga menyukai