Anda di halaman 1dari 4

Kasus Korupsi, Bupati Tegal Divonis Lima Tahun Kamis, 24 November 2011 | 14:13 Bupati Tegal non-aktif Agus

Riyanto [google] [SEMARANG] Bupati Tegal nonaktif Agus Riyanto terdakwa kasus korupsi proyek pembangunan Jalan Lingkar Kota divonis lima tahun enam bulan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, Kamis (24/11). Ketua majelis hakim Noor Ediyono dengan hakim anggota Sinintha Sibarani dan Lazuardi Tobing juga mewajibkan terdakwa membayar denda sebesar Rp200 juta dengan hukuman pengganti selama satu tahun penjara. Agus Riyanto yang mengenakan kemeja biru kombinasi putih juga diharuskan membayar uang pengganti sebesar Rp1,4 miliar dan jika dalam waktu satu bulan setelah putusan hakim berkekuatan hukum tetap tidak bisa membayar maka yang bersangkutan akan di penjara selama tiga tahun. Menurut majelis hakim, terdakwa dianggap melakukan tindakan melawan hukum secara bersama-sama untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat mengakibatkan kerugian keuangan negara. "Terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan melanggar Pasal 2 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," ujar Noor Ediyono. Vonis majelis hakim tersebut lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah yang menuntut hukuman selama delapan tahun penjara pada sidang sebelumnya. Terkait vonis yang dijatuhkan majelis hakim, Agus Riyanto yang ditahan sejak 28 Juni 2011 itu menyatakan akan mengajukan banding. "Saya mengajukan banding karena merasa ada logika hukum yang tidak rasional dalam kasus ini," katanya yang ditemui usai sidang. Sementara itu, Marhamah, istri Agus Riyanto terlihat menangis sambil memeluk anak perempuannya setelah mendengar majelis hakim menjatuhkan vonis. Agus Riyanto dianggap bertanggung jawab terhadap penyimpangan dana APBD Kabupaten Tegal 2006/2007 sebesar Rp1,73 miliar dan dana pinjaman Pemerintah Kabupaten Tegal melalui Bank Jateng sebesar Rp2,22 miliar. Dua tersangka lain dalam kasus Jalingkos yakni mantan Kepala Bagian Agraria Sekretariat Daerah Kabupaten Tegal periode 2006-2007, Edy Prayitno, dan stafnya Budi Haryono.

Keduanya telah dijatuhi vonis masing-masing empat dan lima tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Slawi. Dua terpidana tersebut dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kejati Jateng juga menyita dua aset milik Bupati Tegal senilai Rp1,8 miliar terdiri atas rumah di Jalan Cibolerang Indah Blok F Nomor 12 Kelurahan Margahayu Utara, Kecamatan Babakan Ciparay, Kota Bandung, Jawa Barat, dan alat-alat produksi PT Kolaka yang bergerak di bidang pengaspalan jalan. [Ant/L-9]

Rabu, Februari 25, 2009


Koruptor Amdal Divonis 5 dan 4 Tahun Penjara
NUNUKAN-Majelis Hakim (MH) Pengadilan Negeri Nunukan, Rabu (25/2) hari ini menjatuhkan hukuman pidana 5 tahun penjara dan denda sebesar Rp 200 juta subsider 5 bulan kurungan kepada mantan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedalda) Kabupaten Nunukan Hasan Basri. Pada hari yang bersamaan MH yang diketuai I Ketut Wiartha juga menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 5 bulan kurungan kepada mantan Kabid Pemantauan dan Pengawasan Lingkungan Bapedalda Thoyib Budiharyadi. Putusan ini lebih rendah dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut Hasan Basri dengan pidana 6 tahun penjara dan pidana 5 tahun penjara kepada Thoyib Budiharyadi. Dalam putusannya MH menilai kedua terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi pembuatan dokumen Amdal di Kantor Bapedalda Nunukan. Sehingga kerugian keuangan negara melalui APBD Nunukan tahun 2006 mencapai Rp1,5 miliar. Keduanya melakukan perbuatan korupsi seperti dalam dakwaan primer JPU yakni melanggar pasal 2 jo pasal 18 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah melalui Undang- Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo pasal 55 ayat (1) ke (1), jo pasal 64 ayat (1) ke (1) KUHP. "Terdakwa dinilai secara melawan hukum telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,"kata Ketut saat membacakan putusan. Sidang pembacaan putusan kedua terdakwa dilakukan dalam waktu terpisah. Sidang tersebut dimulai sejak pukul 10.30 wita dan berakhir sekitar pukul 17.00 wita. Tak kurang 40 personil gabungan dari Satuan Brimob Polda Kaltim, Sat Samapta, dan Satreskrim Polres Nunukan diturunkan untuk mengamankan jalannya sidang. Meski putusan MH sangat mengecewakan kerabat kedua terdakwa yang mengikuti persidangan, namun jalannya persidangan tetap berlangsung aman. Sidang tersebut menarik perhatian warga Nunukan, pasalnya ini merupakan kasus korupsi pertama yang bisa sampai ke pengadilan. Sidang didahului pembacaan putusan terhadap terdakwa Hasan Basri dengan JPU Hendri Prabowo dan Suwanda. Setelah itu dilanjutkan sidang pembacaan putusan terhadap Thoyib Budiharyadi dengan JPU Kurnia dan Gusti Hamdani. Namun kedua terdakwa menggunakan Penasehat Hukum (PH) yang sama. Dalam putusan itu disebutkan kedua terdakwa secara melawan hukum melanggar PP 27/1999 tentang Amdal, dan Kepmen Lingkungan Hidup nomor 17/2001 tentang jenis rencana usaha. Keduanya merencanakan dan bertindak selaku pemrakarsa kegiatan padahal pemrakarsa yang bertanggungjawab dalam hal ini adalah dinas teknis bukan bapedalda. Begitu pula dengan biaya pembuatan Amdal, UKL dan UPL harusnya dibebankan kepada instansi teknis yang melaksanakan pembangunan fisik, bukan kepada Bapedalda. Selain itu, terdakwa juga langsung menetapkan enam proyek fisik sebagai kegiatan yang dilakukan Amdal, tanpa melakukan penelitian terlebih dahulu. Sehingga ditemukan fakta, sejumlah proyek telah terlaksana sebelum Amdal dilakukan pada tahun 2006. Misalnya perluasan bandara telah dilaksanakan pada tahun 2005, Kanal SebukuSembakung tahun 2004, Bendungan Sungai Bolong tahun 2006, Bendungan Sungai Bilal 2005, RSUD Nunukan tahun 2002 dan proyek pembangunan gedung gadis tahun 2006. Padahal dalam PP 27/1999 tentang Amdal disebutkan, Amdal merupakan bagian dari studi

kelayakan usaha kegiatan. Dengan demikian, Amdal harusnya sudah disusun sebelum kegiatan fisik dilaksanakan. Fakta lainnya, sejumlah kegiatan proyek fisik itu seharusnya tidak perlu dilakukan dokumen Amdal. Seperti Sungai Bolong dan Sungai Bilal, yang tidak perlu Amdal karena luasan dan tingginya tidak memenuhi seperti disyaratkan. Untuk RSUD, yang disyaratkan tipe A dan B, kenyataannya RSUD Nunukan hanya tipe C. Sementara dibidang perhubungan, perluasan bandara dilakukan Amdal jika pemindahan penduduk lebih dari 200 kepala keluarga dan lahan yang dibebaskan mencapai 200 haktar keatas. Kepala Kejaksaan Negeri Nunukan Suleman Hadjarati menyambut baik putusan MH. Menurutnya, putusan itu menunjukkan penegakan hukum masih bisa dilaksanakan di Nunukan. Apalagi selama berlangsungnya proses hukum semuanya bisa berjalan dengan aman. Ia optimis pihaknya juga bisa membuktikan dua kasus dugaan korupsi yakni pengadaan tanah dan dana reboisasi yang saat ini tengah bergulir di persidangan. "Ini berkat dukungan semua elemen di Nunukan," katanya.(m23) Diposkan oleh korupsinunukan di 19:03

Anda mungkin juga menyukai