Anda di halaman 1dari 22

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG Upaya penanggulangan kemiskinan telah menjadi bagian dari pelaksanaan mandat UUD 1945 yang diterjemahkan ke dalam berbagai agenda pembangunan negara. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) misalnya, Pemerintah telah menetapkan Penanggulangan Kemiskinan sebagai salah satu prioritas utama pembangunan untuk periode tahun 20042009. Dokumen yang juga mengacu kepada Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK) menetapkan target-targetnya sejalan dengan pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals atau MDGs). Keterkaitan berbagai agenda pembangunan tersebut diharapkan dapat lebih memfokuskan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan, sehingga pencapaian target pengurangan kemiskinan dapat dipercepat. Untuk mempercepat sinergi berbagai upaya penanggulangan kemiskinan, Pemerintah juga telah membentuk Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK), yang berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2005 dirubah menjadi Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK). Untuk mendukung pelaksanaan TKPK, telah diterbitkan Surat Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat selaku Ketua Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Nomor 05/KEP/MENKO/KESRA/II/2006 tentang Pedoman Umum dan Kelompok Kerja Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, TKPK Pusat dibantu oleh empat Kelompok Kerja (Pokja), yaitu Pokja Kebijakan dan Perencanaan, Pokja Kelembagaan, Pokja Pendanaan, dan Pokja Pendataan. Disadari bersama bahwa tanggungjawab pencapaian pengurangan kemiskinan memerlukan peran serta berbagai pelaku pembangunan, termasuk Pemerintah Daerah. Peran Pemerintah Daerah dalam mengidentifikasi permasalahan kemiskinan di tingkat lokal merupakan kunci bagi penentuan kebijakan yang paling tepat dan efektif. Sejalan dengan upaya mendorong peran Pemerintah Daerah dalam Penanggulangan Kemiskinan, TKPK memandang perlu melakukan fasilitasi dan asistensi kepada Pemerintah Daerah, khususnya Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota. Berdasarkan latar belakang di atas, dokumen ini disusun sebagai acuan kerja TKPK Daerah terutama dala m penyusunan kebijakan, pengorganisasian, penganggaran, pengembangan data dan informasi serta penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah.

1.1.1. Masalah Kemiskinan


Kemiskinan di Indonesia merupakan masalah multidimensi yang penanganannya membutuhkan keterkaitan berbagai pihak. Sebagai contoh, rendahnya angka Partisipasi Sekolah (APS) anak usia 13-15 tahun dari kelompok penduduk termiskin, misalnya, bukan hanya akibat dari tidak adanya biaya, melainkan juga karena jauhnya lokasi sekolah

sehingga membutuhk a n b i a y a t r a n s p o r t y a n g b e s a r . Dalam mendapatkan layanan kesehatan, masyarakat miskin juga dihadapkan pada mahalnya biaya pengobatan dan perawatan, jauhnya tempat pelayanan kesehatan, dan rendahnya jaminan kesehatan. Kondisi tempat tinggal yang tidak layak atau terisolir menyebabkan masih tingginya angka kematian ibu melahirkan dan kasus gizi buruk pada anak balita dari keluarga miskin. Kemiskinan di Indonesia diiringi oleh masalah kesenjangan pembangunan antar wilayah. Sebagian besar penduduk miskin berada di Jawa dan Bali, namun prosentase penduduk miskin di luar Jawa dan Bali khususnya di Kawasan Timur Indonesia jauh lebih tinggi. Kesenjangan antarwilayah ditandai oleh beberapa permasalahan seperti antara lain: (1) banyaknya wilayah-wilayah yang masih tertinggal pembangunannya termasuk wilayah perbatasan; (2) belum berkembangnya wilayah-wilayah strategis dan cepat tumbuh; (3) ketidakseimbangan pertumbuhan antar kota-kota besar, metropolitan dengan kota-kota menengah dan kecil; (4) masih adanya kesenjangan pembangunan antar desa dan kota; (5) rendahnya pemanfaatan rencana tata ruang sebagai acuan pembangunan; dan (6) sistem pengelolaan pertanahan yang belum optimal. Upaya penanggulangan kemiskinan bertujuan untuk membebaskan dan melindungi masyarakat dari kemiskinan, mencakup tidak saja upaya untuk mengatasi ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar tetapi juga untuk berpartisipasi sepenuhnya dalam proses pembangunan. Upaya pemberdayaan masyarakat miskin menjadi penting karena hal ini mendudukkan mereka bukan sebagai obyek melainkan subyek berbagai upaya penanggulangan kemiskinan. Berbagai proses pemenuhan kebutuhan dasar dan pemberdayaan tersebut di atas perlu didukung perbaikan sistem bantuan dan jaminan sosial serta kebijakan ekonomi yang berpihak kepada masyarakat miskin (pro-poor) dan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Beranjak dari kenyataan di atas, maka pemahaman atas kemiskinan akan berdampak pada upaya-upaya penanggulangannya. Beberapa catatan yang dapat dipetik dari pelaksanaan kebijakan terdahulu: Pertama, kemiskinan dipandang pada dimensi tingkat pengeluaran konsumsi minimal rumah tangga saja. Padahal kemiskinan adalah gejala multidimensional yang menyangkut segi ekonomi, sosial, politik dan kultural dari kehidupan. Kedua, seringkali kurang memberikan perhatian pada aspek proses. Satu unsur penting dari proses adalah partisipasi dari mereka yang berkepentingan (stakeholders) mulai dari penyusunan program, pelaksanaannya sampai dengan pemantauan dan pengawasannya, yang memposisikan masyarakat hanya sebagai obyek daripada sebagai subyek pembangunan. Ketiga, kurangnya upaya mengarahkan pertumbuhan ekonomi agar lebih berpihak kepada orang miskin. Keempat, bantuan yang diberikan kepada masyarakat miskin lebih bersifat karitatif (charity), yakni pemberian yang bersifat hadiah tanpa harus melakukan kegiatan produktif seperti yang terjadi pada program-program pasca krisis. Hal ini berdampak pada melemahnya sendi-s e n d i k e b e r d a y a a n m a s y a r a k a t . Kelima, pelaksanaannya

cenderung sentralistik, padahal jika dilakukan dengan prinsip desentralisasi justru membawa peluang dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang lebih efisien dan tepat sasaran karena lebih dekat dengan sasaran akhirnya. 1.1.2. Strategi Penanggulangan Kemiskinan Untuk mengatasi problema kemiskinan di atas, dirumuskan lima strategi utama yaitu (1) perluasan kesempatan; (2) pemberdayaan masyarakat; (3) peningkatan kapasitas; (4) perlindungan sosial; dan (5) penataan kemitraan global. (1) Strategi perluasan kesempatan ditujukan menciptakan kondisi dan lingkungan ekonomi, politik, dan sosial yang memungkinkan masyarakat miskin baik laki-laki maupun perempuan dapat memperoleh kesempatan seluas-luasnya dalam pemenuhan hak-hak dasar dan peningkatan taraf hidup secara berkelanjutan. (2) Stategi pemberdayaan masyarakat dilakukan untuk memperkuat kelembagaan sosial, politik, ekonomi dan budaya masyarakat, dan memperluas partisipasi masyarakat miskin baik laki-laki maupun perempuan dalam pengambilan keputusan kebijakan publik yang menjamin penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar. (3) Strategi peningkatan kapasitas dilakukan untuk mengembangkan kemampuan dasar dan kemampuan berusaha masyarakat miskin baik laki-laki maupun perempuan agar dapat memanfaatkan perkembangan lingkungan. (4) Strategi perlindungan sosial dilakukan untuk memberikan perlindungan dan rasa aman bagi kelompok rentan (perempuan kepala rumah tangga, fakir miskin, orang jompo, anak terlantar, kemampuan berbeda/ penyandang cacat) dan masyarakat miskin baru baik laki-laki maupun perempuan yang disebabkan antara lain oleh bencana alam, dampak negatif krisis ekonomi, dan konflik sosial. (5) Strategi kemitraan global dilakukan untuk mengembangkan dan menataulang hubungan dan kerjasama lokal, regional, nasional dan internasional guna mendukung pelaksanaan keempat strategi di atas. Berbagai strategi dan kebijakan tersebut dituangkan dalam strategi dan kebijakan penanggulangan kemiskinan nasional yang bersifat jangka panjang, menengah dan tahunan. Selanjutnya Daerah menjabarkan ke dalam Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) yang diselaraskan dengan RPJM Daerah serta sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah. SPKD tersebut didasarkan pada identifikasi permasalahan dan kondisi setempat sehingga penanggulangan kemiskinan di daerah diharapkan dapat berjalan lebih optimal. Optimalisasi tersebut juga diupayakan melalui pengarus-utamaan SPKD ke dalam kerangka pembangunan yang ada (sektoral dan regional). Untuk pelaksanaan hal tersebut, maka

perlu didukung oleh Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Daerah.

1.2. TUJUAN DAN SASARAN 1.2.1. Tujuan Memfasilitasi pembentukan dan penguatan kapasitas TKPK Daerah dalam penyusunan kebijakan dan perencanaan, pengorganisasian, penganggaran, pengembangan data dan informasi serta penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD). 1.2.2. Sasaran 1. T e r b e n t u k n y a T K P K D a e r a h b a i k d i p r o v i n s i m a u p u n d i kabupaten/kota. 2. Meningkatnya kapasitas TKPK Daerah dalam melakukan fasilitasi, asistensi, dan pelaksanaan penanggulangan kemiskinan di daerahnya. 3. Tersusunnya Strategi Penanggulangan Pemiskinan Daerah (SPKD) sebagai terjemahan dari RPJMD dan berbasis pada karakteristik lokal. 4. Tersedianya data dan informasi kemiskinan daerah berdasarkan indikator kemiskinan nasional dan karakteristik daerah. 5. Terbangunnya sistem informasi penanggulangan kemiskinan daerah yang dapat memberikan masukan dalam penyusunan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan. 6. Terkoordinasinya sumber-sumber pendanaan dan atau sumbersumber daya lainnya (potensi lokal) dalam rangka penanggulangan kemiskinan. 7. Adanya rumusan kebijakan dan program pembangunan daerah yang berpihak pada orang miskin (pro poor).

1.3. DASAR HUKUM 1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. 5. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. 6. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan. 7. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2004 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2004 2009.

8. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2005 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan. 9. Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat selaku Ketua Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan No : 05/KEP/ MENKO/ KESRA/II/2006 tentang Pedoman Umum dan Kelompok Kerja Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan. 10. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 412.6/3186/SJ perihal Tindak Lanjut Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2005 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan.

1.4. SISTEMATIKA Panduan Pelaksanaan ini disusun dengan sistematika sebagai berikut : Bab 1 Bab 2 : : Menjelaskan tentang latar belakang, tujuan dan sasaran, dasar hukum, dan sistematika. Menjelaskan tentang Organisasi TKPK Daerah. TKPK Daerah terdiri dari TKPK Propinsi dan TKPK Kabupaten/Kota. Untuk masing-masing TKPK daerah diuraikan tentang kedudukan, tugas dan fungsi. Menguraik a n t e n t a n g p e l a k s a n a a n t u g a s TKPK Daerah, Mekanisme Kerja, Mobilisasi Sumber Daya dan Pelaporan. Penutup

Bab 3 Bab 4

: :

BAB II STRUKTUR ORGANISASI TKPK DAERAH


2.1. TKPK PROVINSI 2.1.1. Kedudukan TKPK Provinsi adalah forum lintas sektor dan lintas pelaku sebagai wadah koordinasi dan sinkronisasi strategi, kebijakan, program, dan kegiatan penanggulangan kemiskinan yang berkedudukan di provinsi dan bertanggung jawab kepada Gubernur. 2.1.2. Tugas TKPK Provinsi mempunyai tugas menterpadukan dan mempercepat langkah-langkah nyata penanggulangan kemiskinan di Provinsi. 2.1.3. Fungsi Dalam melaksanakan tugas tersebut, TKPK Provinsi memyelenggarakan fungsi sebagai berikut : 1. Koordinasi perumusan kebijakan penanggulangan kemiskinan dan penyerasian pelaksanaannya di provinsi. 2. Fasilitasi lintas pelaku, komunikasi interaktif, dan penyebarluasan informasi penanggulanan kemiskinan. 3. Pembinaan terhadap pelaksanaan fungsi TKPK kabupaten/kota, dan pengembangan kerjasama antar kabupaten/kota maupun kemitraan yang terkait dalam upaya percepatan penanggulangan kemiskinan. 4. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan programprogram penanggulangan kemiskinan di provinsi. 2.1.4. Susunan Keanggotaan TKPK Provinsi Susunan Keanggotaan TKPK Provinsi terdiri dari Penanggungjawab, Pengarah, Ketua, Ketua Pelaksana, Sekretaris, Anggota, dan Unit Kerja. Penanggungjawab Pengarah : : Gubernur 1. Sekretaris Daerah Provinsi 2. Kepala Bappeda Provinsi Ketua Ketua Pelaksana merangkap Anggota Sekretaris : : Kepala Badan/Dinas PMD Provinsi Kepala Bidang Usaha Ekonomi Masyarakat pada Badan/Dinas PMD Provinsi atau Satuan Kerja yang menangani fungsi sejenis. : Wakil Gubernur

Pokja Bidang Perencanaan Koordinator Anggota : : Bappeda Provinsi Kabag Penyusunan Program Dinas/Instansi/ Kantor terkait serta stakeholders lainnya

Pokja Bidang Pendataan Koordinator Anggota : : BPS Provinsi Instansi Pendataan Provinsi terkait serta stakeholders lainnya

Pokja Bidang Pendanaan Koordinator Anggota : : Biro Keuangan - Setda Perbankan dan Lembaga Keuangan Non Perbankan serta stakeholders lainnya

Pokja Bidang Kelembagaan Koordinator Anggota : : BPM Provinsi Kepala Dinas/Instansi terkait, LSM, Universitas, dan stakeholders lainnya

Untuk memberikan dukungan administratif dan operasional, TKPK Provinsi membentuk : Kantor Sekretariat, dipimpin oleh seorang Kepala Unit Sekretariat dan bertugas memberi dukungan teknis administratif. Kepala Unit Sekretariat adalah Kepala Bidang Usaha Ekonomi Masyarakat - Badan/Dinas PMD Provinsi atau Satuan Kerja yang menangani fungsi sejenis.

2.1.5. Bagan Organisasi TKPK Provinsi :


PENANGGUNGJAWAB GUBERNUR

KETUA WAGUB PENGARAH SEKDA, BAPPEDA KETUA PELAKSANA KEPALA BPM

SEKRETARIS

POKJA Kebijakan dan Perencanaan

POKJA Pendataan

POKJA Pendanaan

POKJA Kelembagaan

TKPK Provinsi dapat membentuk pokja-pokja sesuai dengan kebutuhan daerah.

2.2.6 Hasil Yang Diharapkan TKPK Provinsi Hasil yang dihrapkan dari TKPK Provinsi dalam menjalankan tugas dan fungsinya, adalah : 1. Terwujudnya keterpaduan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan yang dituangkan dalam Dokumen Strategi Penanggulangan Kem i s k i n a n D a e r a h ( S P K D ) -Provinsi dan penjabaran tahunannya dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah. 2. Terselenggaranya secara periodik rapat koordinasi dan atau forum komunikasi interaktif lintas pelaku dalam penanggulangan kemiskinan.

3. Terciptanya akses informasi publik atas kebijakan, program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan. 4. Terbangunnya kerjasama antar kabupaten/kota dan kemitraan yang berkesinambungan dalam upaya percepatan penanggulangan kemiskinan. 5. Tersedianya informasi dan laporan berkala secara berjenjang tentang perkembangan pelaksanaan upaya percepatan penanggulangan kemiskinan.

2.2. TKPK Kabupaten/Kota

2.2.1. Kedudukan TKPK Kabupaten/Kota adalah forum lintas sektor dan lintas pelaku sebagai wadah koordinasi dan sinkronisasi strategi, kebijakan, program, dan kegiatan penanggulangan kemiskinan yang berkedudukan di kabupaten/kota dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota. 2.2.2. Tugas TKPK Kabupaten/Kota mempunyai tugas menterpadukan dan mempercepat langkah-langkah nyata penanggulangan kemiskinan di Kabupaten/Kota. 2.2.3. Fungsi Dalam melaksanakan tugas tersebut, TKPK Kabupaten/Kota menyelenggarakan fungsi sebagai berikut : 1. Koordinasi perumusan kebijakan penanggulangan kemiskinan dan penyerasian pelaksanaannya di kabupaten/kota. 2. Fasilitasi lintas pelaku, komunikasi interaktif, dan penyebarluasan informasi penanggulanan kemiskinan. 3. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan programprogram penanggulangan kemiskinan di Kabupaten/Kota.

2.2.4. Susunan Keanggotaan TKPK Kabupaten/Kota Susunan Keanggotaan TKPK Kabupaten/Kota terdiri dari Penanggungjawab, Pengarah, Ketua, Ketua Pelaksana, Sekretaris, Anggota, dan Unit Kerja. Penanggungjawab Pengarah : : Bupati/Walikota 1. Sekretaris Daerah Kabupaten/ Kota 2. Kepala Bappeda Kabupaten/ Kota

Ketua merangkap Anggota Sekretaris

: :

Kepala Badan/Dinas PMD Kabupaten/Kota Kepala Bidang Usaha Ekonomi Masyarakat - Badan/Dinas PMD Kabupaten/Kota atau Satuan Kerja yang menangani fungsi sejenis.

Pokja Bidang Perencanaan Koordinator Anggota : : Bappeda Kabupaten/Kota Kabag Penyusunan Program Dinas/Instansi/ Kantor terkait serta stakeholders lainnya

Pokja Bidang Pendataan Koordinator Anggota : : BPS Kabupaten/Kota Instansi Pendataan Kabupaten/Kota terkait serta stakeholders lainnya

Pokja Bidang Pendanaan Koordinator Anggota : : Biro Keuangan Setda Perbankan dan Lembaga Keuangan Non Perbankan serta serta stakeholders lainnya

Pokja Bidang Kelembagaan Koordinator Anggota : : BPM Kabupaten/Kota Kepala Dinas / Instansi terkait, LSM, Universitas, dan stakeholders lainnya

Untuk memberikan dukungan administratif dan operasional, TKPK Kabupaten/Kota membentuk: Kantor Sekretariat, dipimpin oleh seorang Kepala Unit Sekretariat dan bertugas memberi dukungan teknis administratif. Kepala Unit Sekretariat adalah Kepala Bidang Usaha Ekonomi Masyarakat - Badan/Dinas PMD Kabupaten/Kota atau Satuan Kerja yang menangani fungsi sejenis.

2.2.5. Bagan Organisasi TKPK Kabupaten/Kota


PENANGGUNGJAWAB BUPATI/WALIKOTA

KETUA WAKIL BUP/WALIKOTA PENGARAH SEKDA, BAPPEDA KETUA PELAKSANA KEPALA BPM

SEKRETARIS

POKJA Kebijakan dan Perencanaan

POKJA Pendataan

POKJA Pendanaan

POKJA Kelembagaan

TKPK Kabupaten/Kota dapat membentuk pokja-pokja sesuai dengan kebutuhan daerah. 2.2.6. Hasil Yang Diharapkan TKPK Kabupaten/Kota Hasil yang diharapkan dari TKPK Kabupaten/Kota dalam menjalankan tugas dan fungsinya, adalah : 1. Terwujudnya keterpaduan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan yang dituangkan dalam Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) Kabupaten/Kota dan penjabaran tahunannya dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah. 2. Terselenggaranya secara periodik pertemuan koordinasi dan atau forum komunikasi interaktif lintas pelaku dalam penanggulangan kemiskinan.

3. Terciptanya akses informasi publik atas kebijakan, program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan. 4. Terjalinnya kemitraan yang berkesinambungan dengan berbagai pihak dalam upaya percepatan penanggulangan kemiskinan. 5. Tersedianya informasi dan laporan berkala secara berjenjang tentang perkembangan pelaksanaan upaya percepatan penanggulangan kemiskinan.

BAB III PELAKSANAAN TUGAS TKPK DAERAH


Dalam rangka menjalankan tugas dan fungsi TKPK Provinsi dan TKPK Kabupaten/Kota agar sesuai dengan hasil yang diharapkan, maka kerangka pelaksanaan tugas meliputi koordinasi, asistensi, pemantauan dan evaluasi. 3.1. TKPK PROVINSI 3.1.1. Koordinasi Hal-hal yang dikoordinasikan meliputi: 1. Perumusan kebijakan, program dan anggaran penanggulangan kemiskinan dengan TKPK Pusat, DPRD Provinsi dan TKPK Kabupaten/Kota. 2. Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) bersama dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan stakeholder lainnya. 3. Pe r u m u s a n k e b i j a k a n p r o g r a m d a n a n g g a r a n d alam penanggulangan kemiskinan yang bersifat lintas wilayah Kabupaten/Kota. 4. S inkronisasi kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan dengan Pemerintah Pusat. 5. Perumusan dan pengembangan indikator kemiskinan daerah. 6. Pe n i l a i a n k o n d i s i k e m i s k i n a n d a e r a h b e rdasarkan indikator kemiskinan nasional dan indikator kemiskinan daerah. 7. Penyediaan data dan informasi kemiskinan daerah. 8. Penyediaan sumber-sumber pendanaan untuk diarahkan kepada penanggulangan kemiskinan. 9. Perumusan, pelaksanaan dan pengendalian pengembangan program penanggulangan kemiskinan bersama TKPK Pusat dan TKPK Kabupaten/Kota. 3.1.2. Asistensi 1. Asistensi kepada Pemerintah Kabupaten/Kota dalam pembentukan dan pengembangan TKPK Kabupaten/Kota. 2. Asistensi Pengembangan instrumen pemetaan potensi daerah. 3. Asistensi pengembangan program penanggulangan kemiskinan sesuai dengan karakteristik dan potensi daerah. 4. Asistensi Penyusunan Program Penanggulangan Kemiskinan yang bersifat lintas wilayah Kabupaten/Kota.

5. Asistensi peningkatan kapasitas kelembagaan TKPK Kabupaten/ Kota. 6. Asistensi konsistensi kebijakan pemerintah pusat dan daerah dalam melakukan penanggulangan kemiskinan. 7. Asistensi Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten/Kota. 8. Asistensi peningkatan kapasitas partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. 9. Asistensi pengembangan instrumen pemantauan kemiskinan di daerah. 3.1.3. Pemantauan dan Evaluasi TKPK Provinsi melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan oleh TKPK Kabupaten/Kota, yang meliputi: 1. Pemantauan terhadap pelaksanaan kebijakan penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota. 2. Pemantauan terhadap relevansi, efisiensi, efektivitas dan keberlanjutan kebijakan, program, proyek dan kegiatan p e m b a n g u n a n l a i n n y a y a n g b erdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah. 3. Pemantauan terhadap penyusunan anggaran yang berpihak pada rakyat miskin yang dilaksanakan oleh Pemerintahan Kabupaten/Kota. 4. Pemantauan untuk mengetahui perkembangan kondisi kemiskinan di masing-masing kabupaten/kota. 5. Pemantauan proses dan kemajuan pelaksanaan kebijakan yang dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota. 6. Identifikasi permasalahan dan penyimpangan serta rumusan penangannannya. 7. Pengkajian relevansi, efisiensi, efektivitas dan keberlanjutan kebij a k a n , p r o g r a m , p r o y e k d a n k e g i a t a n p e n a n g g u l a n g a n kemiskinan di daerah. 8. Pengkajian relevansi, efisiensi, efektivitas dan keberlanjutan kebijakan, program, proyek dan kegiatan pembangunan lainnya yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah. 9. Pemantauan terhadap ketersediaan data dan informasi serta pemutahiran data (up dating) kemiskinan daerah. 10. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan koordinasi pro poor budgetting yang dilaksanakan oleh pemerintahan Kabupaten/Kota.

11. Pemantauan dan evaluasi penggunaan anggaran untuk program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. 12. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan peningkatan kapasitas TKPK Kabupaten/Kota. 13. Pengembangan clearing house (pusat informasi dan komunikasi) sebagai saluran penyelesaian permasalahan dan tukar informasi antara TKPK Pusat, TKPK Provinsi, dan TKPK Kabupaten/Kota. 3.2. TKPK KABUPATEN/KOTA 3.2.1. Koordinasi Hal-hal yang dikoordinasikan meliputi: 1. Perumusan kebijakan penanggulangan kemiskinan dengan TKPK Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. 2. Perumusan kebijakan penanggulangan kemiskinan dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan lintas pelaku (stakeholders) lainnya. 3. Penyusunan RPJM dan RKPD dengan SKPD serta lintas pelaku lainnya. 4. Perumusan dan pengembangan indikator kemiskinan daerah. 5. Penyusunan peta dan penyediaan data kemiskinan daerah berdasarkan indikator kemiskinan nasional dan indikator lokal. 6. Penyusunan anggaran daerah dan sumber-sumber pendanaan lainnya untuk diarahkan kepada penanggulangan kemiskinan. 7. Perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pengembangan l a b s i t e (laboratorium percontohan) program penanggulangan kemiskinan bersama TKPK Provinsi. 8. Fasilitasi pelaksanaan musyawarah perencanaan dan pembangunan di kabupaten/kota. 3.2.2. Implementasi/Pelaksanaan 1. Menyusun Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) bersama dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan stakeholder lainnya. 2. Melakukan pendataan potensi ekonomi daerah. 3. Melakukan pengembangan program penanggulangan kemiskinan sesuai dengan karakteristik dan potensi daerah. 4. Membangun, mengelola dan menyajikan data base kemiskinan serta perkembangan kondisi kemiskinan di daerah kepada SKPD dan masyarakat (publik).

5. Meningkatkan kapasitas kelembagaan pemerintah kecamatan dan pemerintah desa/kelurahan antara lain : a. Penyusunan bahan fasilitasi untuk peningkatan partisipasi dan kapasitas masyarakat dalam pembangunan daerah. b. Pembentukan Tim Fasilitator untuk penguatan kapasitas Forum SKPD dan Fasilitator Musrenbang, desa/kelurahan dan kecamatan. c. Menyusun bahan fasilitasi forum SKPD dan bahan fasilitasi Musrenbang. d. Menggalang keterlibatan para pelaku (stakeholders) dalam Forum SKPD, Musrenbang, dan forum publik lainnya. e. Mengembangkan forum publik untuk pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pembangunan daerah. f. Mendorong perumusan regulasi yang mendukung partisipasi dan kapasitas masyarakat. 6. Menjaga konsistensi kebijakan pemerintah pusat dan daerah dalam melakukan penanggulangan kemiskinan. 7. Melakukan peningkatan kapasitas partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. 8. Melakukan pengalokasian dana untuk program penanggulangan kemiskinan di daerah bersama dengan Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD). 9. Melaksanakan perumusan, pelaksanaan dan pengendalian pengembangan l a b s i t e (laboratorium percontohan) p r o g r a m penanggulangan kemiskinan. 10. Pengembangan clearing house (pusat informasi dan komunikasi) sebagai saluran penyelesaian permasalahan dan tukar informasi antara TKPK Pusat, TKPK Provinsi, dan TKPK Kabupaten/Kota serta masyarakat. 3.2.3. Pemantauan dan Evaluasi TKPK Kabupaten/Kota melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan di kecamatan, kelurahan dan desa, yang meliputi: 1. Penyusunan instrumen penilaian berdasarkan indikator yang dikembangkan oleh BPS. 2. Pemantauan perkembangan kondisi kemiskinan di daerahnya. 3. Pemantauan proses dan kemajuan pelaksanaan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan di daerahnya. 4. Identifikasi permasalahan dan penyimpangan serta rumusan penanganannya kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan di daerahnya.

5. Pengkajian relevansi, efisiensi, efektivitas dan keberlanjutan kebijakan, program, proyek dan kegiatan penanggulangan kemiskinan di daerahnya. 6. Pengkajian relevansi, efisiensi, efektivitas dan keberlanjutan kebijakan, program, proyek dan kegiatan pembangunan lainnya yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah. 7. P e m a n t a u a n p r o s e s p e n y e d i a a n d a t a d a n i n f o r m a s i s e r t a pemutakhiran data (up dating) kemiskinan di daerahnya. 8. Pemantauan dan evaluasi perencanaan dan penganggaran program pembangunan daerah yang berpihak kepada masyarakat miskin (pro poor budgetting) di daerahnya. 9. Pemantauan dan evaluasi penggunaan anggaran untuk program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan di daerahnya. 10. P e m a n t a u a n d a n e v a l u a s i p e l a k s a n a a n u p a y a percepatan penanggulangan kemiskinan di daerahnya. 3.3. MEKANISME TKPK DAERAH Mekanisme TKPK Daerah agar berjalan baik, teratur dan berkesinambungan perlu memperhatikan 3 hal pokok, yaitu menyangkut tata perencanaan, koordinasi dan pelaporan. 3.3.1. Mekanisme TKPK Provinsi 1. Perencanaan Dalam proses perencanaan semua satkeholders harus dilibatkan dan berpartisipasi aktif, baik dalam usulan, pembahasan, maupun proses pengambilan keputusan. Hasil perencanaan harus dimusyawarahkan secara mufakat dengan memperhatikan skala prioritas dan kondisi lokal yang terdokumentasi secara baik dan benar. 2. Koordinasi TKPK Provinsi melakukan rapat koordinasi secara berkala, sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun atau sewaktuwaktu sesuai dengan kebutuhan. Rapat Koordinasi dipimpin oleh Gubernur selaku Penanggungjawab TKPK Provinsi. Koordinasi antar Pokja TKPK Provinsi dilakukan melalui rapat koordinasi secara berkala, sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali atau sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan. Rapat Koordinasi dipimpin oleh Ketua TKPK Provinsi. Koordinasi internal Pokja TKPK Provinsi dilakukan melalui rapat koordinasi secara berkala, sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan sekali atau sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan. Rapat Koordinasi dipimpin oleh Koordinator Pokja TKPK Provinsi. Koordinasi selain dilakukan melalui rapat koordinasi juga dilakukan melalui konsultasi publik, kunjungan kerja, lokakarya, dengar

pendapat dengan legislatif, dan pengembangan labsite (laboratorium percontohan) bersama. 3. Pelaporan Ketua TKPK Provinsi melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya secara berkala kepada Ketua TKPK melalui Menteri Dalam Negeri selaku koordinator Pokja Asistensi Daerah sekurang-kurangnya 4 (empat) bulan sekali atau sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan.

3.3.2. Mekanisme TKPK Kabupaten/Kota 1. Perencanaan Dalam proses perencanaan semua satkeholders harus dilibatkan dan berpartisipasi aktif, baik dalam usulan, pembahasan, maupun proses pengambilan keputusan. Hasil perencanaan harus dimusyawarahkan secara mufakat dengan memperhatikan skala prioritas dan kondisi lokal yang terdokumentasi secara baik dan benar. 2. Koordinasi Mekanisme koordinasi TKPK Kabupaten/Kota dilakukan melalui rapat koordinasi secara berkala, sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun atau sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan. Rapat Koordinasi dipimpin oleh Bupati/Walikota selaku Penanggungjawab TKPK Kabupaten/Kota. Koordinasi antar Pokja TKPK Kabupaten/Kota dilakukan melalui rapat koordinasi secara berkala, sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali atau sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan. Rapat Koordinasi dipimpin oleh Ketua TKPK Kabupaten/Kota. Koordinasi internal Pokja TKPK Kabupaten/Kota dilakukan melalui rapat koordinasi secara berkala, sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan sekali atau sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan. Rapat Koordinasi dipimpin oleh Koordinator Pokja TKPK Kabupaten/Kota. Koordinasi selain dilakukan melalui rapat koordinasi juga dilakukan melalui konsultasi publik, kunjungan kerja, lokakarya, dengar pendapat dengan legislatif, dan pengembangan labsite (laboratorium percontohan) bersama. 3. Pelaporan Ketua TKPK Kabupaten/Kota melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya secara berkala kepada Ketua TKPK Provinsi sekurangkurangnya 3 (tiga) bulan sekali atau sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan.

3.4. MOBILISASI SUMBER DAYA 3.4.1. Sumber Dana Pembiayaan yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan TKPK Provinsi dan TKPK Kabupaten/Kota dapat diperoleh dari: 1. Pembiayaan kegiatan dari APBD masing-masing pemerintah daerah. 2. Pembiayaan kegiatan dari pihak swasta yang dimobilisasi oleh TKPK Provinsi dan TKPK Kabupaten/Kota. 3. Pembiayaan kegiatan dari APBN, pihak swasta nasional, dan lembaga donor internasional yang difasilitasi oleh TKPK Pusat. 3.4.2. Modal Sosial Modal sosial (sosial capital) dapat dipahami sebagai keadaan pranata sosial, seperti jaringan-jaringan, norma-norma, dan kepercayaan (trust) yang dapat meningkatkan produktivitas masyarakat. Modal sosial juga dapat dimaknai sebagai pengetahuan bersama, pemahaman bersama, pranata bersama, dan pola-pola interaksi yang disandang oleh setiap individu dalam aktivitasnya sehari-hari. Pengembangan modal sosial yang ada di masyarakat akan membuat pelaksanaan penanggulangan kemiskinan menjadi lebih efisien dan efektif. Modal sosial tersebut merujuk terutama kepada interaksi informal, kesalingpercayaan dan pengembangan jaringan sosial yang menunjang demokratisasi. Pada konteks penanggulangan kemiskinan, maka modal sosial dapat dijadikan sebagai salah satu modal yang harus digali dan dimanfaatkan. Beberapa kegiatan yang dapat diinisiasikan adalah : 1. Memfasilitasi terjadinya fungsi mediasi. Fungsi mediasi pada hakekatnya ditujukan untuk memperluas kapasitas jaringan yang dimiliki masyarakat. Komunikasi yang setara dan arus informasi yang terbuka memungkinkan tumbuh dan berkembangnya kepercayaan di antara para pelaku pembangunan. Perluasan jaringan sosial (network) serta pemupukan kesalingpercayaan ini bermakna sebagai peningkatan social capital dari masyarakat tersebut. 2. Merumuskan inisiasi program penanggulangan kemiskinan yang berbasis sosio-kultural setempat dengan mengembangkan modal sosial yang ada. 3.5. PELAPORAN 3.5.1.Pelaporan TKPK Provinsi Ketua TKPK Provinsi melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya secara berkala kepada Ketua TKPK melalui Menteri Dalam Negeri selaku koordinator Pokja Asistensi Daerah sekurang-kurangnya 4 (empat) bulan sekali atau sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan. Materi laporan adalah hasil pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan oleh TKPK Kabupaten/Kota, yang meliputi:

1. P e l a k s a n a a n k e b i j a k a n p e n a n g g u l a n g a n k e m i s k i n a n y a n g dilaksanakan oleh Kabupaten/ Kota. 2. Relevansi, efisiensi, efektivitas dan keberlanjutan kebijakan, program, proyek dan kegiatan pembangunan lainnya yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah. 3. Dokumen anggaran yang berpihak pada rakyat miskin yang dilaksanakan oleh pemerintahan Kabupaten/Kota. 4. P e r k e m b a n g a n k o n d i s i k e m i s k i n a n d i m a s i n g -masing Kabupaten/Kota. 5. Kebijakan yang dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota. 6. Permasalahan dan penyimpangan serta rumusan penangannannya. 7. Relevansi, efisiensi, efektivitas dan keberlanjutan kebijakan, program, proyek dan kegiatan penanggulangan kemiskinan di daerah. 8. Relevansi, efisiensi, efektivitas dan keberlanjutan kebijakan, program, proyek dan kegiatan pembangunan lainnya yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah. 9. Data dan informasi serta pemutahiran data (up datting) kemiskinan daerah. 10. Pelaksanaan koordinasi pro poor budgetting yang dilaksanakan oleh pemerintahan Kabupaten/Kota. 11. Dokumen penggunaan anggaran untuk program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. 12. Pelaksanaan peningkatan kapasitas TKPK Kabupaten/Kota. 13. Kegiatan clearing house (pusat informasi dan komunikasi) sebagai saluran penyelesaian permasalahan dan tukar informasi antara TKPK Pusat, TKPK Provinsi, dan TKPK Kabupaten/Kota.

3.5.2. Pelaporan TKPK Kabupaten Ketua TKPK Kabupaten/Kota melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya secara berkala kepada Ketua TKPK Provinsi sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali atau sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan. Materi laporan adalah hasil pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan di kecamatan, kelurahan dan desa, yang meliputi: 1. Instrumen penilaian berdasarkan indikator yang dikembangkan oleh BPS. 2. Perkembangan kondisi kemiskinan di daerahnya. 3. Kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan di daerahnya. 4. Permasalahan dan penyimpangan serta rumusan penanganannya kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan di daerahnya. 5. Relevansi, efisiensi, efektivitas dan keberlanjutan kebijakan, program, proyek dan kegiatan penanggulangan kemiskinan di daerahnya. 6. Relevansi, efisiensi, efektivitas dan keberlanjutan kebijakan, p r o g r a m , p r o y e k d a n k e g i a tan pembangunan lainnya yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah. 7. Data dan informasi serta pemutakhiran data (up datting) kemiskinan di daerahnya. 8. Dokumen perencanaan dan penganggaran program pembangunan daerah yang berpihak kepada m a s y a r a k a t m i s k i n ( pro poor budgetting) di daerahnya. 9. Dokumen penggunaan anggaran untuk program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan di daerahnya. 10. Pelaksanaan labsite (laboratorium percontohan) penanggulangan kemiskinan di daerahnya.

BAB IV PENUTUP
Ketentuan yang tertuang dalam Panduan Pelaksanaan TKPK Provinsi dan TKPK Kabupaten/Kota bersifat mengikat pemerintahan pusat dan daerah dalam penanggulangan kemiskinan di Provinsi dan Kabupaten/Kota. TKPK Provinsi dan TKPK Kabupaten/Kota agar menyusun Panduan Teknis di masing-masing Daerah. Hal-hal lain yang belum diatur dalam Panduan Pelaksanaan ini akan diatur kemudian dalam dokumen terpisah. Demikian Panduan Pelaksanaan disusun untuk dapat disebarluaskan kepada pemerintahan pusat, pemerintahan daerah, d a n stakeholder lainnya dalam penanggulangan kemiskinan. Panduan Pelaksanaan ini untuk dipergunakan sebagaimana mestinya sesuai dengan ketentuan dan aturan yang berlaku.

Anda mungkin juga menyukai