Anda di halaman 1dari 14

CLINICAL SCIENCE SESSION PNEUMONIA

Disusun oleh: Mohd Faizal Faidhi 1301-1210-0254 Fairuz Nazilah 1301-1210-0206

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN RUMAH SAKIT DR HASAN SADIKIN BANDUNG 2011

1.0 PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG Pneumonia secara epidemiologis memegang peranan penting karena merupakan salah satu penyakit parenkim paru yang memiliki insidensi yang tinggi serta menimbulkan angka mortalitas yang cukup tinggi pula. Penyakit ini dapat timbul secara primer dan sekunder dari penyakit saluran pernafasan atas karena bersumber pada etiologi mikroorganisme yang sebagian besar sama.

1.1 -

DEFINISI Penyakit peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh infeksi

mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi. WHO : pneumonia adalah penyakit dengan demam dan takipnea tanpa memandang apa penyebabnya. 1.2 KLASIFIKASI Pneumonia dapat diklasifikasikan berdasarkan : 1. Sumber terjadinya infeksi a. Community-acquired pneumonia (CAP) infeksi parenkim paru yang didapatkan individu yang tidak sedang dalam perawatan dirumah sakit paling sedikit 14 hari sebelum timbulnya gejala. b. Hospital-acquired pneumonia (HAP) infeksi parenkim paru yang didapatkan selama perawatan di rumah sakit yang terjadi setelah 48 jam perawatan (Depkes : 72 jam) atau karena perawatan di rumah sakit sebelumnya, dan bukan dalam stadium inkubasi.

2. Lokasi lesi di paru a. b. c. Bronkopneumonia Pneumonia lobaris Pneumonia interstitialis Infeksi a. Pneumonia bakteri b. Pneumonia virus c. Pneumonia jamur d. Pneumonia mikoplasma Non infeksi Aspirasi makanan/asam lambung/benda asing/hidrokarbon/substansi lipoid, reaksi hipersensitivitas, drug- dan radiation-induced pneumonitis. 4. Karakteristik penyakit Tipikal, Atipikal (mis. Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia

3. Etiologi

pneumoniae, Mycobacterium tuberculosis) 5. Derajat keparahan penyakit


Anak usia <2 bulan Pneumonia sangat berat Tanda bahaya: - hipo/hipertermi - kesadaran turun/mengantuk - kurang mau minum - kejang - wheezing - stridor # tarikan dinding dada dalam yang tampak jelas # takipnea Anak usia 2 bulan 5 tahun Tanda bahaya: - kesadaran turun - tidak mau minum - kejang - stridor - sianosis sentral - gizi buruk # tarikan dinding dada dalam # dapat minum # sianosis (-) - takipnea - tarikan dinding dada dalam (-) tarikan dinding dada dalam (-), takipnea (-)

Pneumonia berat

Pneumonia Bukan pneumonia

1.3

ETIOLOGI Secara epidemiologis mikroorganisme yang dapat menyebabkan pneumonia pada

anak dapat diidentifikasikan berdasarkan rentang usia tertentu;

Umur - Lahir s.d. 20 hari (3 minggu)

Penyebab yang sering Bakteri (organisme saluran genital ibu) - Escherichia coli dan gram negatif lain - Streptococci grup B - Listeria monocytogenes Bakteri - Chlamydia trachomatis - Streptococcus pneumoniae Virus - Adenovirus - Influenza virus - Parainfluenza virus 1,2,3 - Respiratory syncitial virus (RSV) Bakteri - Streptococcus pneumoniae - Mycoplasma pneumoniae - Haemophilus influenzae tipe B - Chlamydia pneumoniae Virus - Adenovirus - Influenza virus - Parainfluenza virus 1,2,3 - Rhinovirus - Respiratory syncitial virus (>>) Bakteri - Chlamydia pneumoniae - Mycoplasma pneumoniae - Streptococcus pneumoniae - Streptococci grup A pneumophilla,

- 3 minggu s.d. 3 bulan

- 4 bulan s.d. 4 tahun

- 5 tahun s.d. remaja

* Pneumonia juga dapat disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. * Immunocompromised : Pseudomonas spp, Enterobacter, Legionella Actinomyces, dan bakteri anaerob.

Berbagai faktor dapat meningkatkan resiko seseorang (terutama pada anak) terinfeksi pneumonia bakterialis, yaitu: kelainan anatomi kongenital Kelainan sistem imun (karena obat/penyakit) fistula trakeoesofageal cystic fibrosis aspirasi benda asing gastroesophageal reflux disease (GERD) ventilasi mekanik prolonged hospitalization malnutrisi polusi di dalam rumah orang tua yang merokok.

2.0 PATOGENESIS PNEUMONIA 2.1 PATOGENESIS Mekanisme pertahanan baik secara anatomis maupun mekanis serta faktor imun lokal dan sistemik melindungi paru paru dari serangan berbagai patogen. Mekanisme tersebut adalah: 1. 2. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel. Terjadinya sebuah infeksi pada paru-paru disebabkan karena satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah dengan mempengaruhi 5

mekanisme pembersihan dan respon imun. Hal ini didasarkan kepada sebuah fakta bahwa diperkirakan sekitar 25-75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi virus. Perjalanan patologis penyakit berawal ketika patogen menginvasi parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan ikat paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial. Pneumonia bakteri dimulai dengan terjadinya hiperemi akibat pelebaran pembuluh darah, eksudasi cairan intra-alveolar, penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan stadium hepatisasi merah. Konsolidasi jaringan menyebabkan penurunan compliance paru dan kapasitas vital. Peningkatan aliran darah yang melewati paru yang terinfeksi menyebabkan terjadinya pergeseran fisiologis (ventilation perfusion missmatching) yang kemudian menyebabkan terjadinya hipoksemia. Selanjutnya desaturasi oksigen menyebabkan peningkatan kerja jantung. Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan disintegrasi progresif dari sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada kebanyakan kasus, resolusi konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari dimana eksudat dicerna secara enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi dan dikeluarkan melalui batuk. Apabila infeksi bakteri menetap dan meluas ke kavitas pleura, supurasi intrapleura menyebabkan terjadinya empyema. Resolusi dari reaksi pleura dapat berlangsung secara spontan, namun kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat dan pembentukan perlekatan. 3.0 DIAGNOSIS DAN MANIFESTASI KLINIS 3.1 KRITERIA DIAGNOSIS

Anamnesis a. Non Respiratorik Demam, sakit kepala, kuduk kaku terutama bila lobus kanan atas yang terkena, anoreksia, letargi, muntah, muntah, diare, sakit perut, dan distensi abdomen terutama pada bayi b. Respiratorik Batuk, sakit dada

Pemeriksaan Fisik Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkhopneumoni ditemukan halhal sebagai berikut : a. Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, Tanda objektif yang mereflekiskan adanya distres pernapasan adalah retraksi dinding dada; penggunaan otot tarnbahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagianbagian yang mudah terpengaruh pada, dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang, melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapueura yang semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua. Kontraksi yang terlihat dari otot. Sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat "head bobbing yang dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga tegak lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada "head bobbing", adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai. Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi. b. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris. Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus selama jalan nafas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps/paru atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang. c. d. Pada perkusi tidak terdapat kelainan Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring. 7 suprasternal, dari pernapasan cuping hidung.

Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kotinyu, interupsi pendek dan berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi-rendahnya frekuensi yang mendominasi), kelas atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya). Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.

Laboratorium Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial. lnfeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm 3 dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm 3 dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan LED Analisa gas darah menunjukan hipoksemia dan hipokkarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat invasif sehingga tidak rutin dilakukan. Pemeriksaan Radiologi Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan peningkatan corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir lapang paru. Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus bawah.

3.2

MANIFESTASI KLINIS

Gambaran klinis dari pneumonia bakterial, viral, dan mikoplasma pada anak :
BAKTERI Umur Awitan Demam Takipnea Batuk Gejala penyerta Pemeriksaan fisik Leukositosis Foto thoraks Efusi pleura semua umur mendadak tinggi (+) produktif mild coryza nyeri abdomen tanda konsolidasi few crackles (+) konsolidasi (+) VIRUS >3 minggu bervariasi bervariasi (+) nonproduktif coryza variabel bervariasi infiltrat difus bilateral jarang MIKOPLASMA 5-15 tahun perlahan-lahan subfebris jarang nonproduktif bullous myringitis faringitis fine crackles wheezing jarang bervariasi jarang

Manifestasi klinis pneumonia dapat dibagi berdasarkan : 3.2.1 Kelompok umur a. Neonatus Tidak mau minum, letargis, sianosis, grunting, takipnea. b. Bayi (infants) Tidak mau minum, letargis, sianosis, demam, batuk, retraksi, wheezing, noisy breathing. c. Anak prasekolah Demam, batuk, muntah setelah batuk, nyeri dada, nyeri perut kasus berat : retraksi, takipnea, sianosis. d. Anak besar Didahului demam tinggi dan menggigil secara tiba-tiba, batuk, nyeri dada karena iritasi pleura yang pada akhirnya dapat membatasi pergerakan dada serta selanjutnya disusul oleh takipnea, batuk-batuk pendek nonproduktif. Tanda khas dari penyakit ini adalah penderita cenderung untuk tidur miring ke sisi yang sakit dengan lutut dilipat untuk mengurangi nyeri dada dan memperbaiki ventilasi.

3.2.2 Virus

Etiologi infeksi

Demam (biasanya lebih rendah dari infeksi bakteri), gejala infeksi saluran nafas atas (faringitis, rhinorrhea dengan sekret serosa), diare. RSV : wheezing, tanda-tanda emfisema. Streptococcus pneumoniae Awitan demam mendadak tinggi, tidak ada gejala prodromal seperti pada infeksi virus, batuk produktif, otitis media Chlamydia trachomatis Afebris/nontoksik, batuk kering, pleositosis eosinofil perifer Mycoplasma pneumoniae Didahului sakit kepala, gangguan saluran pencernaan, jarang rhinorrhea. Demam (subfebris), atralgia, batuk kering, anoreksia, faringitis Chlamydia pneumoniae Didahului faringitis diikuti batuk dan demam tinggi Haemophilus influenzae Epiglotitis, perikarditis, otitis media, meningitis 3.2.3 Staphylococcus aureus Abses kulit dan jaringan lunak Stadium penyakit Stadium awal Ditandai dengan suara nafas menurun, crackles yang tersebar, ronki. Stadium lanjut a. Seiring dengan meluasnya proses konsolidasi, suara nafas meningkat sampai subbronkial. b. Bila ada komplikasi seperti efusi pleura, empyema, pyopneumotoraks atau pekak pada perkusi dan suara nafas yang menurun. c. Daerah yang terkena nampak tertinggal saat bernafas. d. Dilatasi gaster karena udara yang tertelan/ileus. 10

e. Hepar teraba pada palpasi akibat turunnya diafragma akibat hiperinflasi paru-paru.

4.0 PENATALAKSANAAN 4.1 PENATALAKSANAAN Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi diantaranya: a. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis b. Berat ringan penyakit c. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis d. Ada tidaknya penyakit yang mendasari 4.1.1 Penatalaksaan umum 4.1.2 Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena. PaO2 pada analisis gas darah 60 torr

Penatalaksanaan khusus

Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantung Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis dengan ketentuan sebagai berikut: b. Bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok usia. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) : ampicillin + aminoglikosid 11

amoksisillin-asam klavulanat amoksisillin + aminoglikosid sefalosporin generasi ke-3 b. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn) c. beta laktam amoksisillin amoksisillin-amoksisillin klavulanat golongan sefalosporin kotrimoksazol makrolid (eritromisin)

Anak usia sekolah (> 5 thn) amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin) tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun) Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai hari ketiga. Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif) Pada prakteknya, pneumonia ringan dapat diatasi dengan dosis amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka resistensi dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari). 5.0 KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS 5.1 KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi. penisillin tinggi dosis dapat

12

13

DAFTAR PUSTAKA
Correa, A.G. Starke, J.R. 1998. Bacterial pneumonias. Kendigs Disorders of the Respiratory Tract in Children. 6th edition. Philadelphia : WB Saunders Co. Garna, Herry. 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke-3. Bandung : Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Sectish, TC. Prober, CG. 2004. Pneumonia. Nelson Textbook of Pediatrics. 17th edition. Philadelphia : WB Saunders Co. Sub Bagian Respirologi. 2005. Pneumonia pada Bayi dan Anak. Bandung : Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Opstachuk, Michael, et al. 2004. Community-acquired pneumonia in infants and children. American Family Physician 2004; 70:899-908. Available online at : http://www.aafp.org/publications.xml

14

Anda mungkin juga menyukai