Anda di halaman 1dari 3

Page |1

Sekilas Pingit/YSS/PSP ?

1. Mulanya Semangat dan suasana di sekitar munculnya kegiatan sosial para frater Kolsani yang nantinya di pingit adalah Suasana Pasca Konsili Vatikan 2, dengan seruan Perambatan Iman dan Penegakan Keadilan. Dulu di sepanjang malioboro banyak gelandangan, hampir tiap emper toko ada keluarga tuna wisma yang menginap. Ada sekitar 500 anak jalanan di stasiun tugu. Ada beberapa keluarga tinggal di samping Gereja, tepatnya di samping kamar Frater Kieser. Muncullah gerakan mengumpulkan tunawisma dengan inspirasi Br Sebas dari semarang. Kegiatan yang dilakukan para Frater Kolsani ini kemudian didukung dan dilindungi oleh Rektor. Kegiatan ini adalah sesuatu yang dilakukan oleh para Frater Teologan, bukan suatu organisasi.

2. Apa yang dikerjakan di awal Yang dilakukan pertama kali adalah suatu tanggapan atas fenomena sosial banyaknya tuna wisma. Program awal yang dilakukan adalah Sandang dengan pembagian pakaian sumbangan dari Luar Negri, Pangan dengan pemberian makanan tambahan. (belum Papan). Pada waktu itu, juga dilakukan kerjasama dengan Panti Rapih untuk pengobatan. Kegiatan ini dilakukan oleh 7 orang Frater, 4 Frater Eropa dan 3 Frater Indonesia ( di antaranya Frater Kieser, Fr Brotodarsono, Fr Haryoto). Angkatan selanjutnya di antaranya adalah Fr Gieless Gilarso. Kegiatan yang dilakukan di awal adalah mencari kontak di setiap kantong tuna wisma di Yogyakarta. Ada banyak kantong tempat tinggal tunawisma. Kegiatan ini juga meminta perlindungan structural dari YSS Semarang. Bentuk Relasinya hanya menggunakan nama YSS Cabang Yogyakarta untuk kegiatan struktural ke luar; tidak ada intervensi YSS Semarang dalam kegiatan Intern YSS Cabang Yogyakarta. Saat itu, yang terlibat dengan kegiatan ini adalah Perawat dari panti Rapih, mahasiswa dan mahasiswi. Salah satu yang terlibat pada waktu itu adalah adik Romo Harjosudarmo dan temannya. Ketika dimintai pengganti, ia memberi referensi untuk meminta pengganti ke Suster CB, kepala sekolah SMPA. Posisi Suster sebagai Kepala Sekolah membantu kesinambungan adanya rekan kerja di

Page |2 YSS. Saat itu, Jabatan Ketua YSS Cabang Yogyakarta dipegang oleh Suster sehingga selalu mendapat praktikan dari sekolah tersebut. Tahun 1967 kegiatan para frater ini dilirik oleh Pemda. Pemda mengundang pengurus YSS untuk ikut berbicara tentang tunawisma kota Yogyakarta dalam suatu pertemuan besar. Undangan ini berlanjut dengan undangan Walikota untuk membicarakan rencana relokasi tunawisma Yogyakarta (hadir 2 frater dan 1 suster, salah satunya Fr Kieser). Mereka minta tanah kepada Walikota untuk penampungan, tetapi malah diberi rancangan tatakota berhubungan dengan pengentasan tunawisma dengan program 3 tahun yogya bebas tunawisma. Para pengurus menolak ide tersebut, membuat onar rapat bahkan sempat masuk Koran Kedaulatan Rakyat karena insiden ini. Berita yang masuk KR ini membuat seorang Umat Paroki Jetis, Bapak Subarjo tergerak dan mengizinkan penggunaan lahan miliknya di antara Sungai Winongo dan Bong CIna untuk digunakan sebagai tempat penampungan tunawisma. Tawaran tersebut disambut oleh Pengurus dan mulailah dibangun 10 rumah pertama di pingit. Mulailah dicari bamboo dan genteng sebagai bahan pembuatan rumah tersebut. Mulai saat ini, Kegiatan yang tadinya Sandang, Pangan, ditambah dengan Papan. Kegiatan tersebut dilanjutkan oleh para frater Kolsani selanjutnya dengan fokus pada persoalan papan. Beberapa frater angkatan kedua yang terlibat adalah Fred Tumbuan, Subroto Wijoyo, Djito Pandrijo.

3. Alur Kerja Alur Kerja sesudahnya adalah incidental, tidak terprogram. Dibuat rumah, ditinggali warga tuna wisma dan setelah 2 tahun mereka harus pindah dengan membawa serta rumah yang ditempati untuk didirikan di tempat lain. Terjadilah okupasi gelap karena kebanyakan mendirikan di tanah di atas pingit yaitu di Bong Cina. Sampai sekarang, tidak diketahui bagaimana status tanah mereka. TIdak heran, banyak warga pingit RT 1, 2,3 dan 4 adalah mantan warga binaan YSS. Cukup lama, YSS dicap sebagai salah satu agen transmigrasi karena membantu Pemerintah menyalurkan warga tuna wisma untuk transmigrasi. Kebanyakan warga yang disalurkan untuk transmigrasi tidak lama tinggal di tempat transmigrasi, pulang kembali ke Jawa. Beberapa waktu kemudian mereka ikut lagi transmigrasi ke pulau lain sehingga ada beberapa warga yang sudah berpindah dari tempat transmigrasi satu ke tempat transmigrasi lain tetapi akhirnya kembali ke Yogya. Mereka yang pernah terlibat di YSS antara lain Rm Dipo, Rm Edu, Pak Frankie, Rm Pram.

Page |3 Mulai Rm Pram, kegiatan pendidikan anak menjadi maju. Kerjasama dengan asrama di Yogya, Santikara, dll. Muncul Kelompok Belajar. Pernah juga diadakan Pameran Lukisan anak sampai ke Belanda. Diadakan kegiatan seni seperti kelompok music band yang sering ngamen di Malioboro. Kegiatan Resosialisasi tuna wisma beralih ke Pendidikan. Pada Zaman Rm Edi Mulyono, Kegiatan ini pernah mau ditutup karena dianggap tidak lagi menjawab keprihatinan di zaman itu dan berencana untuk pindah ke tempat lain di sekitar Ledog Tukangan.

4. Rekan Kerja Kerjasama yang dilakukan YSS selama ini meliputi banyak kelompok seperti Syantikara, Margasiswa dan mahasiswa lain. YSS pernah punya klinik yang diisi mahasiswa Kedokteran UGM. Klinik ini pernah menjadi masalah karena para mahasiswa kedokteran mulai menulis resep obat untuk mereka yang sakit padahal para masiswa belum boleh membuat resep. Kerjasama yang lain adalah dengan SMPS (sekolah kesejahteraan sosial, 4 tahun) dengan 3 praktiikan yang tinggal di YSS selama kurang lebih 1 tahun tiap angkatan. Salah satu lulusan SMPS adalah Bu Sumini, karyawan YSS saat ini. Kerjasama lain adalah dengan Polisi anak-anak . Pada zaman dahulu, YSS memiliki kontak dengan banyak anak jalanan sehingga Polisi anak-anak sering minta bantuan YSS untuk mengumpulkan anak.

Anda mungkin juga menyukai