Anda di halaman 1dari 13

Aqiqah

Akikah (bahasa Arab: , transliterasi: Aqiqah) yang berarti memutus dan melubangi, dan
ada yang mengatakan bahwa akikah adalah nama bagi hewan yang disembelih, dinamakan
demikian karena lehernya dipotong, dan dikatakan juga bahwa akikah merupakan rambut yang
dibawa si bayi ketika lahir. Adapun maknanya secara syariat adalah hewan yang disembelih
untuk menebus bayi yang dilahirkan.
Hukum akikah menurut pendapat yang paling kuat adalah sunah muakkadah, dan ini adalah
pendapat Jumhur Ulama, berdasarkan anjuran Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam dan
praktik langsung beliau Shallallaahu alaihi wa Sallam. Bersama anak laki-laki ada akikah,
maka tumpahkan (penebus) darinya darah (sembelihan) dan bersihkan darinya kotoran
(Maksudnya cukur rambutnya). (HR: Ahmad, Al Bukhari dan Ashhabus Sunan)
Perkataannya "Shallallaahu alaihi wa Sallam", yang artinya: maka tumpahkan (penebus)
darinya darah (sembelihan), adalah perintah, namun bukan bersifat wajib, karena ada sabdanya
yang memalingkan dari kewajiban yaitu: Barangsiapa di antara kalian ada yang ingin
menyembelihkan bagi anak-nya, maka silakan lakukan. (HR: Ahmad, Abu Dawud dan An
Nasai dengan sanad yang hasan).
Perkataan beliau Shallallaahu alaihi wa Sallam, yang artinya: ingin menyembelihkan,..
merupakan dalil yang memalingkan perintah yang pada dasarnya wajib menjadi sunah.
Definisi Akikah
Akikah berarti menyembelih kambing pada hari ketujuh kelahiran seseorang anak. Menurut
bahasa, akikah berarti pemotongan. Hukumnya sunah muakkadah bagi mereka yang mampu,
bahkan sebagian ulama menyatakan wajib. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: Seorang anak
yang baru lahir tergadaikan oleh akikahnya. Maka disembelihkan kambing untuknya pada hari
ke tujuh, dicukur rambutnya dan diberi nama. (HR. Ashabussunah) Imam Ahmad dan Tirmidzi
meriwayatkan dari Ummu Karaz Al Kabiyah bahwa ia bertanya kepada Rasulullah tentang
akikah. Beliau bersabda, Bagi anak laki-laki disembelihkan dua ekor kambing dan bagi anak
perempuan disembelihkan satu ekor. Dan tidak akan membahayakan kamu sekalian, apakah
(sembelihan itu) jantan atau betina.
Hikmah Akikah
Akikah Menurut Syaikh Abdullah nashih Ulwan dalam kitab Tarbiyatul Aulad Fil Islam
sebagaimana dilansir di sebuah situs memiliki beberapa hikmah di antaranya:
1. Menghidupkan sunah Nabi Muhammad Shallallahu alahi wa sallam dalam meneladani
Nabiyyullah Ibrahim alaihissalam tatkala Allah Subhanahu wa Taala menebus putra
Ibrahim yang tercinta Ismail alaihissalam.
2. Dalam akikah ini mengandung unsur perlindungan dari syaitan yang dapat mengganggu
anak yang terlahir itu, dan ini sesuai dengan makna hadis, yang artinya: Setiap anak itu
tergadai dengan akikahnya.. Sehingga Anak yang telah ditunaikan akikahnya insya
Allah lebih terlindung dari gangguan syaithan yang sering mengganggu anak-anak. Hal
inilah yang dimaksud oleh Al Imam Ibunu Al Qayyim Al Jauziyah "bahwa lepasnya dia
dari syaithan tergadai oleh akikahnya".
3. Akikah merupakan tebusan hutang anak untuk memberikan syafaat bagi kedua orang
tuanya kelak pada hari perhitungan. Sebagaimana Imam Ahmad mengatakan: "Dia
tergadai dari memberikan Syafaat bagi kedua orang tuanya (dengan akikahnya)".
4. Merupakan bentuk taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah Subhanahu wa Taala
sekaligus sebagai wujud rasa syukur atas karunia yang dianugerahkan Allah Subhanahu
wa Ta'ala dengan lahirnya sang anak.
5. Akikah sebagai sarana menampakkan rasa gembira dalam melaksanakan syari'at Islam &
bertambahnya keturunan mukmin yang akan memperbanyak umat Rasulullah SAW pada
hari kiamat.
6. Akikah memperkuat ukhuwah (persaudaraan) di antara masyarakat.
Menurut Drs. Zaki Ahmad dalam bukunya "Kiat Membina Anak Sholeh" disebutkan manfaat-
manfaat yang akan didapat dengan beraqiqah, di antaranya
1. Membebaskan anak dari ketergadaian
2. Pembelaan orang tua di hari kemudian
3. Menghindarkan anak dari musibah dan kehancuran, sebagaimana pengorbanan Nabi
Ismail AS dan Ibrahim AS
4. Pembayaran hutang orang tua kepada anaknya
5. Pengungkapan rasa gembira demi tegaknya Islam dan keluarnya keturunan yang di
kemudian hari akan memperbanyak umat Nabi Muhammad SAW
6. Memperkuat tali silahturahmi di antara anggota masyarakat dalam menyambut
kedatangan anak yang baru lahir
7. Sumber jaminan sosial dan menghapus kemiskinan di masyarakat
8. Melepaskan bayi dari godaan setan dalam urusan dunia dan akhirat.
Syarat Akikah
Hewan dari jenis kibsy (domba putih) nan sehat umur minimal setengah tahun dan kambing jawa
minimal satu tahun. Untuk anak laki-laki dua ekor, dan untuk anak perempuan satu ekor
Hewan Sembelihan
Hewan yang dibolehkan disembelih untuk akikah adalah sama seperti hewan yang dibolehkan
disembelih untuk kurban, dari sisi usia dan kriteria
Imam Malik berkata: Akikah itu seperti layaknya nusuk (sembeliah denda larangan haji) dan
udhhiyah (kurban), tidak boleh dalam akikah ini hewan yang picak, kurus, patah tulang, dan
sakit. Imam Asy-Syafi'iy berkata: Dan harus dihindari dalam hewan akikah ini cacat-cacat yang
tidak diperbolehkan dalam qurban.
Ibnu Abdul Barr berkata: Para ulama telah ijma bahwa di dalam akikah ini tidak diperbolehkan
apa yang tidak diperbolehkan di dalam udhhiyah, (harus) dari Al Azwaj Ats Tsamaniyyah
(kambing, domba, sapi dan unta), kecuali pendapat yang ganjil yang tidak dianggap.
Namun di dalam akikah tidak diperbolehkan berserikat (patungan, urunan) sebagaimana dalam
udhhiyah, baik kambing/domba, atau sapi atau unta. Sehingga bila seseorang akikah dengan sapi
atau unta, itu hanya cukup bagi satu orang saja, tidak boleh bagi tujuh orang.
Kadar Jumlah Hewan
Kadar akikah yang mencukupi adalah satu ekor baik untuk laki-laki atau pun untuk perempuan,
sebagaimana perkataan Ibnu Abbas rahimahulloh: Sesungguh-nya Nabi Shallallaahu alaihi wa
Sallam mengaqiqahi Hasan dan Husain satu domba satu domba. (Hadis shahih riwayat Abu
Dawud dan Ibnu Al Jarud)
Ini adalah kadar cukup dan boleh, namun yang lebih utama adalah mengaqiqahi anak laki-laki
dengan dua ekor, ini berdasarkan hadis-hadis berikut ini
1. Ummu Kurz Al Kabiyyah berkata, yang artinya: Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam
memerintahkan agar dsembelihkan akikah dari anak laki-laki dua ekor domba dan dari
anak perempuan satu ekor. (Hadis sanadnya shahih riwayat Imam Ahmad dan Ashhabus
Sunan)
2. Dari Aisyah Radhiallaahu anha berkata, yang artinya: Nabi Shallallaahu alaihi wa
Sallam memerintahkan mereka agar disembelihkan akikah dari anak laki-laki dua ekor
domba yang sepadan dan dari anak perempuan satu ekor. (Shahih riwayat At Tirmidzi)
Dan karena kebahagian dengan mendapatkan anak laki-laki adalah berlipat dari dilahirkannya
anak perempuan, dan dikarenakan laki-laki adalah dua kali lipat wanita dalam banyak hal.
Waktu Pelaksanaan
Pelaksanaan akikah disunnahkan pada hari yang ketujuh dari kelahiran, ini berdasarkan sabda
Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam, yang artinya: Setiap anak itu tergadai dengan hewan
akikahnya, disembelih darinya pada hari ke tujuh, dan dia dicukur, dan diberi nama. (HR: Imam
Ahmad dan Ashhabus Sunan, dan dishahihkan oleh At Tirmidzi)
Dan bila tidak bisa melaksanakannya pada hari ketujuh, maka bisa dilaksanakan pada hari ke
empat belas, dan bila tidak bisa, maka pada hari ke dua puluh satu, ini berdasarkan hadis
Abdullah Ibnu Buraidah dari ayahnya dari Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam, beliau berkata
yang artinya: Hewan akikah itu disembelih pada hari ketujuh, keempatbelas, dan
keduapuluhsatu. (Hadis hasan riwayat Al Baihaqiy)
Namun setelah tiga minggu masih tidak mampu maka kapan saja pelaksanaannya di kala sudah
mampu, karena pelaksanaan pada hari-hari ke tujuh, ke empat belas dan ke dua puluh satu adalah
sifatnya sunah dan paling utama bukan wajib. Dan boleh juga melaksanakannya sebelum hari ke
tujuh
Bayi yang meninggal dunia sebelum hari ketujuh disunnahkan juga untuk disembelihkan
akikahnya, bahkan meskipun bayi yang keguguran dengan syarat sudah berusia empat bulan di
dalam kandungan ibunya.
Akikah adalah syariat yang ditekan kepada ayah si bayi. Namun bila seseorang yang belum di
sembelihkan hewan akikah oleh orang tuanya hingga ia besar, maka dia bisa menyembelih
akikah dari dirinya sendiri, Syaikh Shalih Al Fauzan berkata: Dan bila tidak diakikahi oleh
ayahnya kemudian dia mengaqiqahi dirinya sendiri maka hal itu tidak apa-apa. wallahu Alam.
Pembagian daging akikah
Adapun dagingnya maka dia (orang tua anak) bisa memakannya, menghadiahkan sebagian
dagingnya, dan mensedekahkan sebagian lagi. Syaikh Utsaimin berkata: Dan tidak apa-apa dia
mensedekahkan darinya dan mengumpulkan kerabat dan tetangga untuk menyantap makanan
daging akikah yang sudah matang. Syaikh Jibrin berkata: Sunahnya dia memakan sepertiganya,
menghadiahkan sepertiganya kepada sahabat-sahabatnya, dan mensedekahkan sepertiga lagi
kepada kaum muslimin, dan boleh mengundang teman-teman dan kerabat untuk menyantapnya,
atau boleh juga dia mensedekahkan semuanya. Syaikh Ibnu Bazz berkata: Dan engkau bebas
memilih antara mensedekahkan seluruhnya atau sebagiannya dan memasaknya kemudian
mengundang orang yang engkau lihat pantas diundang dari kalangan kerabat, tetangga, teman-
teman seiman dan sebagian orang faqir untuk menyantapnya, dan hal serupa dikatakan oleh
Ulama-ulama yang terhimpun di dalam Al lajnah Ad Daimah.
http://id.wikipedia.org/wiki/Aqiqah
A. Pengertian Aqiqah
Aqiqah menurut syara berarti menyembelih kambing untuk anak pada hari ketujuh
dari kelahirannya.
B. Pendapat Para Fuqaha Tentang Disyariatkannya Aqiqah
Ada tiga pendapat para ahli fiqih dan imam mujtahid tentang disyariatkannya aqiqah:
Pertama: Mereka yang berpendapat disunatkan dan dianjurkan, yaitu Imam Malik,
penduduk Madinah, Imam Syafii dan sahabat-sahabatnya, Imam Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur
dan sebagian besar ahli fiqih, ilmu dan ijtihad. Mereka berargumantasi dengan hadits-hadits
yang telah disebutkan. Mereka juga menolak pendapat orang-orang yang berpendapat bahwa
aqiqah itu wajib dengan ungkapan sebagai berikut:
a. Jika aqiqah itu wajib, tentu kewajibannya akan diketahui dalam ad-din. Sebab, ini
merupakan tuntutan. Dan tentu Rasulullah saw, akan menjelaskan wajibnya kepada umat
dengan suatu keterangan yang diperkuat dengan hujjah.
b. Rasulullah saw, telah menggarisbawahi persoalan aqiqah ini dengan kesukaan orang yang
melakukannya. Beliau bersabda:

Barang siapa yang dikaruniai seorang anak, lalu ia menyukai untuk
membaktikannya (mengaqiqahinya), maka hendaklah ia melalukannya.
c. Perbuatan Rasulullah saw, di dalam persoalan aqiqah ini tidak menunjukan hukum wajib.
Tetapi menunjukan suatu anjuran.
Kedua: Pendapat yang mengatakan bahwa aqiqah itu diwajibkan. Mereka adalah Imam
Al-Hasan Al-Bashri, Al-Lits Ibnu Saad dan lain-lain. Mereka berargumentasi dengan hadits
yang diriwayatkan Muraidah dan Ishaq bin Ruhawiah:

Sesungguhnya manusia pada hari kiamat nanti akan dimintakan pertanggungjawabannya
atas aqiqah, sebagaimana akan dimintai pertanggungjawabannya atas shalat-shalat lima
waktu.
Wajah istidlal-nya (pengambilan dalilnya) adalah, bahwa anak itu tidak akan dapat memberikan
syafaat kepada kedua orang tuanya sebelum di aqiqahi. Inilah yang menguatkan kewajibannya.
Ketiga, pendapat yang menolak bahwa aqiqah itu disyariatkan. Mereka adalah para ahli
fiqih Hanafiyyah. Argumentasi yang dikemukakan adalah hadits yang diriwayatkan Al-Baihaqi
dari Amr bin Syuaib dari bapaknya dari kakeknya bahwa Rasulullah saw, ditanya tentang
aqiqah, beliau menjawab:

Aku tidak menyukai aqiqah-aqiqah.
Mereka juga berargumentasi dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari
Abi Rafi ra, bahwa ketika ibu Al-Hasan bin Ali, Fatimah ra, ingin mengaqiqahinya dengan dua
biri-biri, Rasulullah saw, bersabda:
, , - - - , .
Janganlah engkau mengaqiqahinya, tetapi cukurlah rambut kepalanya dan
bersedekahlah dengan perak sebanyak berat timbangan rambutnya itu. Kemudian
dilahirkanlah Husain dan ia melakukan seperti itu.
Kebanyakan ahli fiqih, ilmu dan ijtihad, bahwa zhahir hadits-hadits yang telah disebutkan
tadi menguatkan segi disunatkan dan dan dianjurkannya aqiqah.

Mereka telah menjawab hadits-hadits yang dijadikan sebagai argumentasi para ahli fiqih
Hanafiyyah tentang penolakan mereka terhadap disyariatkannya aqiqah. Mereka mengatakan
bahwa hadits-hadits yang dijadikan argumentasi itu tidak berarti apa-apa dan tidak sah untuk
dijadikan sebagai dalil terhadap penolakan disyariatkannya aqiqah. Akan halnya Amr bin
Syuaib dari bapaknya dari kakeknya bahwa Rasulullah saw, pernah bersabda, Aku tidak
menyukai aqiqah-aqiqah, maka siyaqu I-hadits (susunan katanya) dan sebab-sebab keluar
hadits itu menunjukan bahwa aqiqah adalah sunat dan dianjurkan. Lafazh hadits itu sebenarnya
adalah demikian: Rasulullah saw, ditanya tentang aqiqah. Beliau menjawab, Aku tidak
menyukai aqiqah-aqiqah. Seakan-akan beliau tidak menyukai nama, yakni dinamakannya
sesembelihan dengan aqiqah.
1
Mereka berkata, Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami hanya
bertanya tentang salah seorang diantara kami yang dikaruniai seorang anak. Beliau bersabda,

1
Dari zhahir hadits ini, segolongan fuqaha menganbil dalil bahwa kata-kata aqiqah itu diganti dengan nasikah,
karena Rasulullah saw, tidak menyukai nama aqiqah. Segolongan lain mengatakan bahwa beliau tidak membenci
nama itu, dan mereka berpendapat bahwa hal itu adalah mubah, karena banyak hadits menamakan sembelihan itu
dengan aqiqah.
Perpaduan antara kedua pendapat diatas, bahwa hendaknya seorang Muslim hendaknya menggunakan kata-kata
nasikah dan menjadikannya sebagai asal. Jika pada suatu ketika, ia menggunakan nama aqiqah untuk menjelaskan
hukum dan menerangkan maksud, maka hal itu dibolehkan. Di sinilah terdapat titik temu hadits-hadits itu.


Barang siapa diantara kamu menyukai untuk membaktikan (mengaqiqahi) anaknya, maka
hendaklah ia melalukannya. Bagi anak laki-laki dua ekor kambing yang mencukupi dan bagi
anak perempuan satu ekor kambing.
Adapun istidlal mereka dengan hadits Abu Rafi, Janganlah engkau mengaqiqahinya,
tetapi cukurlah rambut kepalanya . . ., tidaklah menunjukan dimakruhkannya aqiqah. Sebab,
Rasulullah saw, tidak suka membebani Fatimah ra, dengan aqiqah, sehingga beliau bersabda,
Janganlah engkau mengaqiqahinya . . . dan beliau telah mengaqiqahi mereka berdua (Al-Hasan
dan Al-Husain). Maka sudah cukup bagi Fatimah untuk menyajikan makanan-makanan saja. Di
antara hadits-hadits yang menguatkan bahwa Rasulullah saw telah mengaqiqahi mereka berdua
adalah sebagai berikut:
Abu Daud meriwayatkan dari Ayyub dari Ikrimah dari Ibnu Abbas ra:
.
Bahwa sesungguhnya Rasulullah saw, telah mengaqiqahi Al-Hasan dan Al-Husain satu
kambing satu kambing.
Jarir bin Hazim telah menceritakan dari Qatadah dari Anas:
.
Bahwa sesungguhnya Rasulullah saw, telah mengaqiqahi Al-Hasan dan Al-Husain dua
kambing.
Yahya bin Said telah menceritakan dari Amirah dari Aisyah bahwasanya ia berkata:
.
Rasulullah saw, telah mengaqiqahi Al-Hasan dan Al-Husain pada hari ketujuh (dari
kelahiran mereka).
Ringkasnya, mengaqiqahi anak itu adalah sunat dan dianjurkan. Ini menurut kebanyakan
imam dan ahli fiqih. Oleh karena itu hendaklah orang tua melakukannya, jika memang
memungkinkan dan mampu menghidupkan sunnah Rasulullah saw ini. Sehingga ia menerima
keutamaan dan pahala dari sisi Allah swt, dapat menambah makna kasih sayang, kecintaan dan
mempererat tali ikatan sosial antara kaum kerabat dan keluarga, tetangga dan handai taulan, yaitu
ketika mereka menghadiri walimah aqiqah itu, sehingga rasa turut merasakan kebahagiaan atas
lahir dan hadirnya sang anak. Di samping itu ia dapat mewujudkan sumbangan jaminan sosial,
yaitu ketika sebagian kaum fakir miskin turut mengambil bagian di dalam aqiqah itu.
Alangkah agung dan luhurnya Islam serta dasar-dasar syariat di dalam menanamkan rasa
kasih sayang dan kecintaan di dalam masyarakat, termasuk di dalam membina keadilan sosial
dalam kelas-kelas masyarakat miskin.
C. Waktu Yang Dianjurkan Melaksanakan Aqiqah
Di dalam hadis Samurah disebutkan:
.
Anak itu digadaikan dengan aqiqahnya. Disembelihkan (binatang) baginya pada hari
ketujuh (dari kelahirannya) dan diberi nama.

Hadis ini menunjukan, bahwa waktu yang dianjurkan untuk melaksanakan aqiqah adalah
hari ketujuh dari kelahirannya. Tetapi ada pula pendapat yang menyatakan, bahwa penetapan
hari ketujuh itu bukan merupakan suatu anjuran. Jika diaqiqahi pada hari keempat, kedelapan,
kesepuluh atau setelah itu, maka aqiqah itu pun telah cukup.
Imam Malik berkata:
Pada lahirnya, penetapan hari ketujuh itu hanya bersifat anjuran. Sekiranya
menyembelihnya pada hari keempat, kedelapan atau kesepuluh atau setelahnya, aqiqah itu telah
cukup. Artinya, jika seorang bapak merasa mampu menyembelih aqiqah pada hari ketujuh, maka
hal itu lebih utama, sesuai dengan perbuatan Nabi Saw. Namun jika hal itu terasa menyulitkan,
maka diperbolehkan untuk melaksanakannya pada hari berapa saja sebagaimana pendapat Imam
Malik.Dengan demikian , maka dalam perintah menyembelih aqiqah ini terdapat kelonggaran
waktu dan kemudahan.

Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.(Al
Baqarah:185)
D. Hukum Umum Yang Berkenaan dengan Aqiqah
Ada beberapa hukum umum yang berkaitan dengan masalah aqiqah yang harus
diperhatikan:
a. Para ulama sepakat, bahwa semua hal yang dibolehkan di dalam aqiqah adalah juga hal
yang diperbolehkan di dalam kurban. Adapun hal-hal yang diperbolehkan di dalam
aqiqah adalah sebagai berikut:
1) Hendaknya binatang itu berumur satu tahun lebih atau memasuki dua tahun, jika binatang
itu biri-biri atau kambing.
2) Hendaknya binatang sembelihan itu tidak cacat.
3) Sapi atau kerbau, tidak sah kecuali sudah mencapai umur dua tahun dan memasuki tahun
ketiga.
b. Tidak boleh kooperatif, misalnya tujuh orang bergabung untuk melaksanakan aqiqah.
c. Sebagai ganti kambing, boleh menyembelih unta atau sapi. Argumentasi orang yang
membolehkan aqiqah dengan unta atau sapi adalah hadis riwayat Ibnul-Mundzir dari
Nabi Saw, bahwa beliau bersabda:

Anak itu harus diaqiqahi.Maka alirkanlah darah untuknhya.
d. Diperbolehkan mengadakan pesta aqiqah dengan mengundang orang-orang lain yang
dikehendaki untuk makan bersama.
e. Dianjurkan, agar aqiqah itu disembelih atas nama anak yang dilahirkan. Diriwayatkan
oleh Ibnul-Mundzir dari Aisyah ra. Bahwa Nabi Saw. Bersabda,Sembelihan atas
namanya (anak yang dilahirkan) dan ucapkanlah,Dengan menyebut nama Allah. Ya
Allah, bagi-Mulah dan kepada-Mulah kupersembahkan aqiqah si Fulan ini.
E. Hikmah Disyariatkannya Aqiqah
a. Aqiqah itu merupakan suatu pengorbanan yang akan mendekatkan anak kepada Allah
pada awal menghirup udara kehidupan.
b. Suatu penebusan bagi anak dari berbagai musibah dan kehancuran.
c. Bayaran utang anak untuk memberikan syafaat kepada orang tuanya.
d. Sebagai media menampakkan rasa gembira dengan melaksanakan syariat islam dan
bertambahnya keturunan mukmin yang akan memperbanyak umat Rasulullah Saw, pada
hari kiamat.
e. Dapat memberikan sumber jaminan sosial dan menghapus gejala kemiskinan di dalam
masyarakat.
A. Pengertian Qurban
Qurban adalah penyembelihan binatang qurban yang dilakukan pada Hari Raya Haji
(selepas sholat Idul Adha) dan hari-hari Tasyriq yaitu tanggal 11, 12 dan 13 Zulhijjah kerena
beribadah kepada Allah s.w.t.
Daripada Aisyah r.a Nabi Muhammad s.a.w. telah bersabda yang bermaksud: "Tiada
suatu amalan yang dilakukan oleh manusia pada Hari Raya Qurban, yang lebih dicintai Allah
selain daripada menyembelih hewan qurban. Sesungguhnya hewan qurban itu pada hari kiamat
kelak akan datang berserta dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya dan kuku-kukunya, dan
sesungguhnya sebelum darah qurban itu menyentuh tanah, ia (pahalanya) telah diterima disisi
Allah, maka beruntunglah kamu semua dengan (pahala) qurban itu." (Riwayat al-Tarmuzi,
Ibnu Majah dan al-Hakim)
Zaid bin Arqam berkata: "Mereka telah bertanya, Wahai Rasullullah, apakah Udhhiyah
(Qurban) itu? Nabi Muhammad s.a.w. menjawab: "Ia sunnah bagi bapa kamu Nabi Ibrahim."
Mereka bertanya lagi: Apakah ia untuk kita? Rasulullah s.a.w. menjawab: "Dengan tiap-tiap
helai bulu satu kebaikan." Mereka bertanya: "maka bulu yang halus pula? Rasullullah s.a.w
bersabda yang bermaksud "Dengan tiap-tiap helai bulu yang halus itu satu kebaikan."
(Riwayat Ahmad dan Ibnu Majah).


B. Hukum Qurban
Sebagian ulama berpendapat nahwa kurban itu wajib, sedangkan sebagian lain berpenadpat
sunat. Alasan yang menyatakan wajib yaitu firman Allah dalam surat Al-Kautsar ayat 2.
V@ Bb,
Maka Dirikanlah shalat Karena Tuhanmu; dan berqurbanlah. (QS. Al-Kautsar: 2)
Sedangkan alasan yang menyatakan bahwa kurban itu sunah adalah sabda rasulullah yang
berbunyi:
Saya disuruh menyembelih kurban dan kurban itu sunah bagi kamu. (Riwayat
Tirmidzi)
Hukumnya Sunnat Muakkad (sunnat yang dikuatkan) atas orang yang memenuhi syarat-
syarat seperti berikut:
a. Islam
b. Merdeka (Bukan hamba)
c. Baligh lagi berakal
d. Mampu untuk berqurban
Binatang yang sah dijadikan kurban ialah yang tidak bercacat, misalnya pincang, sangat
kurus, sakit, putus telinga, putus ekornya, dan telah berumur sebagai berikut:
1. Domba (Dani) yang telah nerumur satu tahun lebih atau sudah berganti giginya.
2. Kambing yang sudah nerumur dua tahun lebih.
3. Unta yang telah berumur lima tahun lebih.
4. Sapi, kerbau yang telah berumur dua tahun lebih.
Seekor kambing hanya untuk satu orang , diqiyaskan dengan denda menninggalkan wajib
haji. Tetapi seekor unta, kerbau, dan sapi boleh buat kurban tujuh orang. Sebagaimana hadits
riwayat muslim yaitu :
Dari jabir,Kami telah menyembelih kurban bersama-sama Rasulullah Saw, pada tahun
Hudaibiyah, seekor unta untuk tujuh orang. (Riwayat muslim).
Walaupun hukum berqurban itu sunnat tetapi menjadi wajib jika dinazarkan. Sabda
Rasullullah s.a.w: "Barang siapa yang bernazar untuk melakukan taat kepada Allah, maka
hendaklah dia melakukannya." (Fiqh al-Sunnah).
C. Pelaksanaan Qurban
a. Binatang yang diqurbankan adalah jenis unta, lembu atau kerbau, kambing biasa yang
berumur dua tahun, jika biri-biri telah berumur satu tahun atau telah gugur giginya
sesudah enam bulan meskipun belum cukup satu tahun.
b. Binatang itu disyaratkan tidak cacat, tidak buta sebelah atau kedua-duanya, kakinya tidak
pincang, tidak terlalu kurus, tidak terpotong lidahnya, tidak mengandung atau baru
melahirkan anak, tidak berpenyakit atau berkudis. Binatang yang hendak disembelih itu
haruslah sehat sehingga kita sayang kepadanya.
c. Waktu menyembelihnya sesudah terbit matahari pada Hari Raya Haji dan sesudah selesai
sholat Idul Adha dan dua khutbah pendek, tetapi afdhalnya ialah ketika matahari naik
seluruhnya pada Hari Raya Haji sehingga tiga hari sesuadah Hari Raya Haji (hari-hari
Tastriq iaitu 11,12 dan 13 Zulhijjah).
d. Daging qurban sunnat, orang yang berkorban disunnatkan memakan sedikit daging
qurbannya. Pembahagian daging qurban sunnat terdapat tiga cara yang utamanya adalah
mengikut urutan sepererti berikut:
1. Lebih utama orang yang berqurban mengambil hati binatang qurbannya dan baki seluruh
dagingnya disedekahkan
2. Orang yang berqurban itu mengambil satu pertiga daripada jumlah daging qurban, dua
pertiga lagi disedekahkannya.
3. Orang yang berqurban mengambil satu pertiga daripada jumlah daging, satu pertiga lagi
disedekahkan kepada fakir miskin dan satu pertiga lagi dihadiahkan kepada orang yang
mampu. Sabda Rasullullah s.a.w: "Makanlah oleh kamu sedekahkanlah dan simpanlah."
D. Hikmah Qurban
1. Menghidupkan sunnah Nabi Ibrahim a.s.
2. Menididik jiwa ke arah taqwa dan mendekatkan diri kepada Allah s.w.t.
3. Mengikis sifat tamak dan mewujudkan sifat murah hati, mau membelanjakan harta di
jalan Allah s.w.t.
4. Menghapus dosa dan mengharapkan keridhoan Allah s.w.t.
5. Menjalin hubungan kasih sayang antar sesama manusia, terutama antara golongan berada
dengan golongan yang kurang bernasib baik.
6. Akan memperoleh kendaraan atau tunggangan ketika akan melewati Sirat Al-Mustaqim
di akhirat kelak. Sabda Nabi Muhammad saw, muliakanlah qurban kamu karena ia
menjadi tunggangan kamu di titian pada hari kiamat.

Anda mungkin juga menyukai