Anda di halaman 1dari 17

BAB I PENDAHULUAN Malformasi arterio-vena merupakan kelainan intrakranial yang relatif jarang tetapi lesi ini semakin sering

ditemukan. Umumnya, lesi yang terjadi akibat kelainan kongenital ini muncul dan dikenali setelah terdapat perdarahan. Akan tetapi, seiring dengan berkembangnya teknologi kedokteran, lesi malformasi arterio- vena (AVM) semakin sering ditemukan. Arterio-Venous Malformation (AVM) atau malformasi pada pembuluh darah arteri dan vena dengan banyak pirau yang saling berhubungan tanpa pembuluh darah kapiler sehingga rentan terjadi penyumbatan di otak. AVM merupakan kelainan kongenital atau bawaan lahir yang jarang terjadi namun berpotensial memberikan gejala neurologi yang serius apabila terjadi pada vaskularisasi otak dan bahkan berisiko menimbulkan kematian. Penyakit AVM umumnya adalah penyakit yang tidak menunjukkan gejala apapun dan baru diketahui setelah terjadi perdarahan intrakranial atau subarahnoid. Penyakit ini biasanya memberikan gejala berupa sakit kepala dan kejang tanpa sebab. AVM dapat dideteksi dengan pemeriksaan penunjang yang canggih seperti angiografi. Angiografi adalah teknik pemeriksaan pencitraan pembuluh darah. Angiografi dapat dilakukan dengan tiga metode yaitu dengan kateterisasi dengan xray, CT scan dan yang terakhir adalah dengan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Semakin canggih teknologi yang dipakai semakin aman dan tidak invasive dan lebih sensitif. Teknik angiografi dengan alat MRI dikenal dengan MRA yaitu magnetic Resonance Angiography. Teknik ini menggunakan medan magnet untuk

menggambarkan pembuluh darah dan dapat dilakukan tanpa menggunakan kontras.

BAB II ARTERIOVENOUS MALFORMATION 2.1. Definisi Arteriovenous Malformation adalah kelainan kongenital dimana arteri dan vena pada permukaan otak atau di parenkim saling berhubungan secara langsung tanpa melalui pembuluh kapiler. Lesi terdiri atas tiga komponen, feeding arteries, nidus dan draining vein. Nidus menggantikan arteriole dan kapiler normal dengan pembuluh darah yang resistensinya rendah tapi alirannya tinggi. Malformasi arterivena biasanya terjadi di otak, tetapi kadang dapat terjadi di medulla spinalis dan lapisan dura. 2.2. Insiden Insidens dan prevalensi malformasi vaskular tidak diketahui secara pasti, berdasarkan studi antara tahun 1980 dan 1990, insidens malformasi vaskular pertahunnya sekitar 1.1 hingga 2.1 kasus dalam 100 000 populasi. Jumlah malformasi arterio-vena (AVM) hampir 90% lebih jarang dibandingkan dengan insidens aneurisma intrakranial. Malformasi arterivena merupakan 11 % malformasi serebrovaskuler, angioma adalah jenis malformasi yang lebih sering terjadi. 2.3. Patofisiologi AVM umumnya terbentuk akibat malfungsi diferensiasi pembuluh darah primitive pada embrio berusia 3 minggu, dapat terbentuk di bagian otak manapun dan melibatkan regio permukaan otak dengan substansia alba. AVM terdiri atas tiga bagian yaitu feeding arterti, nidus dan draining vein. Nidus disebut juga sarang karena tampak seperti pembuluh darah yang berbelit belit. Feeding artery memiliki lapisan otot yang tidak adekuat dan draining vein cenderung mengalami dilatasi karena kecepatan lairan darah yang melaluinya. Beberapa orang lahir dengan nidus yang seiring dengan waktu cenderung melebar karena tekanan yang besar pada

pembuluh arteri tidak dapat dikendalikan oleh vena yang mengalirkannya. Mengakibatkan kumpulan pembuluh darah besar yang tampak seperti cacing dapat mengalami perdarahan di masa yang akan datang.

Gambar 1. Perbedaan antara aliran darah pada AVM dan yang normal AVM mengakibatkan disfungsi neurologis melalui 3 mekanisme utama. Yang pertama, perdarahan terjadi di ruang subarahnoid, ruang intraventrikular atau yang paling sering pada parenkim otak. Jika ruptur atau pendarahan terjadi, darah mungkin berpenetrasi ke jaringan otak (cerebral hemorrhage) atau ruang subarachnoid (subarachnoid hemorrhage) yang terletak di antara meninges yang menyelaputi otak. Sekali pendarahan AVM terjadi, kemungkinan terjadinya pendarahan berulang menjadi lebih besar Perdarahan umumnya muncul pada usia 55 tahun.

Kira-kira 40% kasus dengan AVM cerebral diketahui melalui gejala pendarahan yang mengarah ke kerapuhan struktur pembuluh darah yang abnormal di dalam otak. Kedua, pada pasien yang tidak mengalami perdarahan mungkin akan mengalami kejang. Sekitar 15-40 % pasien mengalami kejang. AVM yang tidak mengalami pendarahan menyebabkan gejala langsung dengan menekan jaringan otak atau menurunkan aliran darah ke jaringan sekitar (iskemia). Faktor mekanik maupun iskemik dapat menyebabkan kerusakan sel saraf (neuron) secara permanen.

Kejang pada AVM mungkin terbagi atas 3 mekanisme, yaitu : 1. Iskemia jaringan korteks. 2. Astroglia berlebihan pada jaringan otak yang rusak di sekeliling daerah AVM karena perdarahan subklinis sebelumnya atau karena deposit hemosiderin, mungkin terjadi karena hilangnya bentuk karakteristik secara progresif (apeidosis) melalui kapiler yang terdilatasi. 3. Kemungkinan peranan epileptogenesis sekunder, yang letaknya agak jauh dari daerah AVM primer. Namun, beberapa penderita juga ada yang asimtomatik atau hanya merasakan keluhan minor akibat kekusutan pembuluh darah lokal. Defisit neurologis progresif dapat muncul pada 6-12 %. Defisit neurologis yang lambat ini dikaitkan dengan tersedotnya aliran darah menjauh dari jaringan otak (the "steal phenomenon"). Defisit ini juga terjadi diakrenakan efek masa dari AVM yang membesar dan hipertensi vena pada draining veins. 2.4. Manifestasi Klinik AVM bisa saja tidak menimbulkan gejala sama sekali. Namun masalah yang paling banyak dikeluhkan penderita AVM adalah nyeri kepala dan serangan kejang mendadak. Defisit neurologis dapat berupa lemah, mati rasa, gangguan penglihatan dan bicara. Masalah yang paling banyak dikeluhkan penderita AVM adalah nyeri kepala dan serangan kejang mendadak.. Secara umum, nyeri kepala yang hebat yang bersamaan dengan kejang atau hilang kesadaran, merupakan indikasi pertama adanya AVM pada daerah cerebral. AVM dapat terjadi di banyak area di otak dan mungkin berukuran kecil ataupun besar. Ketika terjadi perdarahan, umumnya mengeluarkan darah dalam jumlah terbatas. Defisit neurologis tergantung dari lokasi dan jumlah perdarahan. Kebanyakan pasien memiliki perdarahan kecil dan multiple.

Pendarahan intrakranial tersebut dapat menyebabkan hilang kesadaran, nyeri kepala hebat yang mendadak, mual, muntah, ekskresi yang tidak dapat dikendalikan misalnya defekasi atau urinasi, dan penglihatan kabur. Kaku leher dapat terjadi dikarenakan peningkatan tekanan antara tengkorak dengan selaput otak (meninges) yang menyebabkan iritasi. Dan mirip dengan gejala kerusakan serebrovaskuler yang lain seperti stroke perbaikan pada jaringan otak lokal yang pendarahan mungkin saja terjadi, termasuk kejang, kelemahan otot yang mengenai satu sisi tubuh (hemiparesis), kehilangan sensasi sentuh pada satu sisi tubuh, maupun defisit kemampuan dalam menproses bahasa (aphasia). Pada anak anak yang diketahui mengalami AVM yang besar ditemukan juga gagal jantung karena beban kerja jantung yang meningkat akibat malformasi. Jika AVM terjadi pada lokasi kritis maka AVM dapat menyebabkan sirkulasi cairan otak terhambat, yang dapat menyebabkan akumulasi cairan di dalam tengkorak yang beresiko hidrosefalus

2.5. Penegakkan diagnosis Insidens diagnosis unruptured AVM meningkat seiring dengan perkembangan teknologi kedokteran sebagai alat penunjang diagnostik. Sebelumnya, diagnosis AVM umumnya ditegakkan setelah adanya perdarahan intraserebral akibat ruptur AVM atau aneurisma terkait-AVM.1-6 Pemeriksaan yang dapat membantu diagnosis AVM adalah pemeriksaan radiologis berupa angiogram, CT scan dan MRI. Pemeriksaan CT scan dan MRI otak sebagai alat diagnostik unruptured AVM merupakan salah satu pemeriksaan pilihan. Namun, pemeriksaan CT scan tanpa kontras memiliki sensitivitas yang rendah. Pemeriksaan ini memberikan gambaran lesi, perkiraan jenis lesi, dan lokasi anatomisnya. 7

1. Angiogram Angiogram (arteriogram) adalah baku emas untuk diagnosis kelainan pada pembuluh darah karena paling komprehensif, spesifik dan sensistif. Akan tetapi pemeriksaan ini mahal dan invasive. Pemeriksaan ini membutuhkan waktu selama kurang lebih 2 jam. pada pemeriksaan angiografi dibutuhkan kontras yang dimasukin melaui arteri femoralis atau secara langsung pada daerah arteri karotis komunis. Kontras yang digunakan adalah renografin, conray 60, urografin, angiografin. Angiografi kateter masih menjadi criteria standar untuk menggambarkan AVM pada otak dan medulla spinalis. Angiografi adalah penilaian real time yang tidak hanya menunjukan keberadaan AVM, tetapi juga menunjukan vascular transit time. Angiografi juga dapat menentukan asal dari AVM apakah dari pial, dural ataupun keduanya. Angiografi dapat digunakan untuk menentukan ukuran AVM dan menilai kepadatan nidus. Angiografi juga dapat menggambarak faktor resiko untuk peradarahan seperti aneurisma dan stenosis vena.

Gambar 2 Angiogram pada AVM, a tampak bagian bagian dari AVM, b penampang lateral

Kekurangan dari Angiografi Angiografi adalah prosedur yang invasif dan memiliki resiko saat

penempatan kateter, pemberian kontras dan injeksinya. Resiko neurangiografi seperti stroke, diseksi arteri, reaksi terhadap bahan kontras, dan gagal ginjal. Resiko yang mungkin terjadi
y

Resiko yang timbul akibat angiogram sangat kecil untuk terjadi. Pada kebanyakan kasus, maslah muncul 2 jam setelah tes dilakukan saat berada di ruanag pemulihan dan jika terjadi masalah selama angiogram maka pemeriksaan dihentikan dan mungkin dibutuhkan pengobatan segera bahakan pembedahan.

Ada kemungkinan kecil bahwa kateter merusak pembuluh darah atau melepaskan darah yang membeku atau lemak dari dinding pembuluh darah. Bekuan darah (clot) atau lemak dapat memblokir aliran darah.

Perdarahan dapat terjadi karena jarum. Bahkan bekuan darah dapat terbentuk di tempat kateter dimasukkan sehingga dapat menggangu aliran darah ke kaki atau lengan.

Penggunaan iodine dapat menyebabkan hilangnya air atau bahkan langsung merusak ginjal, terutama pada pasien dengan gannguan ginjal, diabetes atau yang dehidrasi.

Selalu ada kemungkinan kecil kerusakan sel atau jaringan dari pajanan radiasi, bahkan pada tingkat rendah seperti pada pemeriksaan ini.

2. CT Scan CT scan adalah metode yang sangat baik untuk mendeteksi perdarahan pada otak atau rongga berisi cairan di sekeliling otak. Pemeriksaan pada otak dapat dilakukan baik menggunakan kontras ataupun tidak. Dengan CT scan kita bisa melihat malformasi arterivena di otak, terutama setelah pemberian kontras. Deteksi perdarahan lobar mengindikasikan adanya masa atau AVM. CT scanning digunakan untuk mengidentifikasi area perdarahan akut,

dan hasilnya dapat member kesan adanya malformasi vaskuler, lebih jelas jika menggunakan kontras. Selain itu, CT scanning dapat menggambarkan kalsifikasi vaskuler yang berhubungan dengan AVM.

Gambar 3. CT scan kepala menunjukan malformasi arterivena pada lobus oksipital kiri dengan multiple flebolit yang terkalsifikasi.

Kekurangan CT CT Scan hanya dapat mengidentifikasi AVM yang besar,karena AVM relative isoattenuating dengan parenkim normal sehingga bisa saja terabaikan apalagi tanpa penggunaan kontras. Pada CT scan, AVM muncul sebagai masa nonkalsifikasi atau masa

kalsifikasi dan masa fokal yang hyperattenuating sehingga sulit dibedakan dengan tuberous sclerosis, kista koloid, neoplasma ,dan aneurisma.

3. Magnetic Resonance Imaging Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat membantu mengidentifikasi dan menggambarkan AVM pada sistem saraf pusat yaitu pada otak dan medulla spinalis tanpa radiasi ataupun teknik yang invasif. MRI biasanya mengikuti CT scan pada pasien neurologi saat terjadi kelainan pada vaskuler seperti AVM yang dicurigai. MRI dapat menunjukan area parenkim yang terkena AVM, menunjukan dilatasi pada arteri dan vena. MRI adalah pemeriksaan

pilihan untuk mendeteksi malformasi pembuluh darah dari medulla spinalis dan otak. Pencitraan resonansi magnetik (MRI) sangat sensitif, menunjukkan hilangnya sinyal pada area korteks, umumnya dengan hemosiderin yang menujukkan adanya perdarahan sebelumnya. MRI juga dapat memberikan informasi penting mengenai lokalisasi dan topografi dari AVM bila intervensi akan dilakukan.

Gambar 4. Gambaran Malformasi arterivena pada otak dengan metode MRI.

Pemeriksaan MRI dapat melihat keadaan pembuluh darah dengan lebih efektif yaitu menggunakan MR angiografi (MRA). Pemeriksaan MRA juga dapat dilakukan untuk mengetahui gangguan secara non-invasif, tetapi tidak memberikan informasi mengenai berbagai faktor secara rinci seperti adanya aneurisma intranidal atau aneurisma pada feeding artery, pola drainage vena, atau karakteristik nidus. Gambaran dari MRA mengenai keadaan AVM sangat baik. Lesi tersembunyi dari angiogram konvensional dapat diidentifikasi oleh MRI karena kemampuan untuk menggambarkan hemosiderin atau bukti lain pecahnya darah. Produk produk pecahnya darah tampak beberapa waktu setelah perdarahan intrakranial.

Kekurangan MRI adalah pemeriksaan yang sangat sesuai untuk menunjukan nidus dan aliran darah abnormal akan tetapi pada perdarahan serebral akut AVM yang terkompresi tidak menunjukan alirannya dan tidak terlihat. Pada keadaan ini dibutuhkan MRI serial untuk mencari penyebab perdarahan.MRI dapat menyebabkan beberapa arteri feeding tidak terdeteksi.MRI memiliki sensistifitas yang rendah untuk mendeteksi malformasi dural . 2.6. Penatalaksanaan 1. Farmakologis Pengobatan farmakologis dilakukan untuk mengatasi gejala yang dialami pasien seperti sakit kepala atau kejang. Terapi ini juga diberikan pada pasien yang tidak dapat melakukan terapi operatif karena resiko yang terlalu besar. Fenitoin dapat diberikan untuk mengontrol kejang.

2. Non Farmakologis 2.1. Operasi Reseksi Tindakan operatif sebaiknya dilakukan pada AVM yang ruptur dan diperkirakan memberikan hasil yang sedikit lebih baik dibandingkan dengan unruptured AVM. Intervensi bedah merupakan terapi definitif pada AVM. Ukuran, lokasi, perlekatan dengan daerah sekitarnya, serta konfigurasi vaskular menentukan pertimbangan perlunya intervensi bedah. Skala Spetzler Martin digunakan sebagai pertimbangan risiko dan manfaat operasi. Skala Spetzler Martin yang terdiri atas tiga parameter yaitu ukuran nidus, drainase vena dan kelancaran berbicara (eloquence). Derajat rendah bila grade 1,2. Derajat tinggi grade 4,5 dan inoperable grade 6

Tabel 1 Kalsifikasi AVM berdasarkan Spetzler Martin Parameter Ukuran nidus < 3 cm 3-6 cm >6 cm Drainase Vena superfisial profunda Kelancaran berbicara Tidak lancar lancar Skor 1 2 3 0 1 0 1

2.2.Embolisasi Untuk menghindari pendarahan, vasodilatasi lokal (aneurisma) harus dihilangkan. Embolisasi merupakan penyumbatan pembuluh darah yang AVM. Dengan x-ray, kateter dikendalikan dari arteri femoralis di daerah paha atas ke daerah AVM yang diobati. Lalu setelah daerah AVM dicapai, semacam lem atau kadang gulungan kabel ditempatkan untuk memblok area tersebut. Namun, embolisasi sendiri juga jarang dengan sempurna memblok aliran darah ke daerah AVM. 2.3. Radiosurgery Radiosurgery dilakukan dengan mengunakan alat yang disebut dengan gamma-knife, efektif pada AVM yang berukuran < 2 cm, sedangkan pada lesi yang lebih besar terapi ini kurang responsif. Paling tidak, malformasi dapat hilang selama dua tahun.

BAB III Magnetic Resonance Angiography (MRA) 3.1.Definisi Magnetic resonance angiography (MRA) adalah teknik pencitraan gelombang magnet magnetic resonance imaging (MRI) yang mempelajari mengenai pembuluh darah. MRA menggunakan teknologi MRI untuk mendeteksi, mendiagnosis dan membantu pengobatan kelainan dan penyakit pada pembuluh darah. MRA memberikan gambaran yang jelas mengenai pembuluh darah tanpa menggunakan bahan kontras, walaupun penggunaan kontras dapat membantu memperjelas gambaran MRI. 3.2.Cara kerja MRA menganalisa energi yang dilepaskan dari jaringan yang terpajan pada medan magnet yang kuat, MRA memberi gambaran pembuluh darah dan memberikan visualisasi dan kuantitas dari aliran darah yang melalui pembuluh darah. Terdapat dua teknik MRA untuk memberikan gambaran pembuluh darah yaitu teknik time-offlight (TOF) dan teknik phase contrast. 1. Teknik time-of-flight (TOF) Teknik time-of-flight (TOF) yang menggunakan aliran masuk dan keluar dari putaran gambar yang dipilih untuk memberi pencitraan aliran darah. Dua teknik utama pada TOF MRA yaitu TOF dua dimensi 2D dan tiga dimensi (3D) TOF. a. Dua dimensi TOF (2DTOF) Dua dimensi TOF sangat bermanfaat karena sensitifitasnya terhadap aliran yang lambat, efek saturasi terhadap aliran darah yang normal minimal, dan waktu akuisisi pendek (5 sampai 7 menit). Meskipun digunakan secara luas, teknik ini memiliki beberapa keterbatasan. Penampakan aliran darah bervariasi ketika bidang imaging tidak tegak lurus dengan arah potongan. Karena aliran sejajar bidang,

pembuluh darah yang sejajar dengan bidang imaging mengalami saturasi. Sehingga, bagian pembuluh darah yang melintasi bidang imaging mengalami reduksi intesitas sinyal dan menampakan penyempitan artifak atau bahkan berhenti.

b. Tiga Dimensi TOF (3DTOF) Teknik 3DTOF menggunakan magnetisasi jaringan tersaturasi dan

menghasilkan sinyal minimal. Jaringan yang bergerak dengan kecepatan lambat (aliran vena) mengeluarkan sinyal minimal, darah yang bergerak dengan kecepatan tinggi mengeluarkan sinyal yang besar. Dibandingkan dengan 2DTOF, 3DTOF memberikan banyak kelebihan. Teknik akuisisi 3D menyediakan SNR yang lebih baik dan resolusi yang tinggi dan sensitive terhadap aliran yang lambat maupun cepat. Kelebihan lain adalah akuisisi dapat dibuat dari potongan tipis, dengan

demikian menurunkan ukuran voxel dan menurunkan intravoxel dephasing darah yang mengalir. MRA dengan teknik 3D TOF rutin digunakan untuk gambaran sirkulus wilisi karena kemampuan supresi jaringan yang baik. Teknik 3DTOF membutuhkan banyak potongan tipis (d=1,5mm) gambaran otak untuk merekonstruksi gambaran system vaskuler otak. Gambar dikenal sebagai maximum intensity projections (MIPs) dan hanya memasukan gambar dengan pixel yang paling terang dari setiap sumber gambar yang berasal dari darah yang mengalir. Hal ini memungkinkan untuk menghasilkan proyeksi gambar dengan intensitas maksimal pada berbagai arah menggunakan data 3DTOF.kaufman brain imaging Aliran kompleks nidus AVM paling baik dilihat pada 3D TOF menggunakan ukuran voxel kecil. 2. Teknik Phase contrast Teknik phase-contrast memanfaatkan fase variasi sinyal aliran darah yang diinduksi sinyal MRA. Teknik ini menggambarkan aliran darah dengan terang yang kontras terhadap jaringan sekitarnya yang gelap. phase-contrast angiography

menggunakan variasi sinyal yang dihasilkan oleh darah yang mengalir. Pergantian fase yang diakibatkan oleh aliran dapat dimodulasi menggunakan bipolar flowencoding gradients , dan gambar aliran dapat dibuat. Dengan cara ini, dibutuhkan dua set data mengenai kondisi yang sama. Proyeksi MRA diciptakan dengan substraksi dari satu data dari data lainnya, menghapus sinyal dari jaringan sekitar dan mempertahankan sinyal aliran darah. 3.3.Indikasi MRA dibutuhkan dalam kondisi kondisi berikut ini 1. penilaian arterio-venous malformation (AVM) dan anerisma intra cranial yang lebih besar dari 3 mm. 2. untuk meyakinkan keberadaan stenosis atau kelainan vertebrobasiler pada orang orang memiliki gejala sindroma vertebrobasiler. ( binocular vision loss, diplopia, disartria, disfagia, vertigo posisional) 3. mengevaluasi tinnitus pulsatif pada pasien dengan gejala lesi vaskuler.

3.4.Kelebihan MRA y y y MRA diproyeksikan dengan intensitas maksimal dan dapat ditampilkan pada banyak proyeksi angiografi. MRA dapat digunakan untuk memeriksa arah, laju dan kuantitas aliran darah. Dibandingkan dengan angiografi dengan kateter, MRA tidak invasive , tanpa resiko defisit neurologis, gangguan sirkulasi akibat cedera pembuluh darah atau pun efek samping dari bahan kontras beriodin. Dibandingkan dengan USG, keakuratannya lebih tinggi, tidak tergantung dari operator, dan lebih bebas dari gangguan bentuk tubuh.

BAB IV Gambaran MRA pada AVM

Sumber : Sh ki Takahashi in Neurovascular Imaging: MRI & Microangiography, Springer, 2010.

Gambar 5. Potongan aksial dari TOF MRA dengan proyeksi maksimal. Tampak pembuluh darah yang melebar. (g). sumber gambar TOF MRA, nidus dan vena memberi intensitas sinyal yang lebih lemah dibandingkan arteri (panah ganda) (h).

Sumber :

Gambar 6. MRA TOF pada pasien AVM pada detik 6.1 s, 6.7 s dan 7.3 s. pada potongan transversal (atas), koronal (tengah) dan sagital (bawah). Gambar diambil dengan

menggunakan kontras. Menampakan AVM di region parasagital kiri dengan nidus ukuran 2,7 cm (Panah hitam besar), feeding arteri dari arteri perikalosal (panah putih besar),drainase vena menuju sinus sagitalis superior (panah putih kecil) dan sinus lurus (panah hitam kecil).

Gambar 7. Gambar anterior dan lateral dari T1 TOF 3D MRA, gambar menunjukan AVM cerebelar dengan aneurisma pada arteri serebelar posteroinferior.

Gambar 8. a. Gambaran AVM pada lobus frontal aksial T2W. b. gambaran aliran darah yang terdapat AVM, foto diambil dengan MRA DSA setiap 0.5 detik pada potongan sagital (b) dan aksial (c).

sumber: Magnetic resonance imaging of the brain and spine, Volume 1 Oleh Scott W. Atlas

Gambar 9 a.gambar 3D TOF MRA pada AVM tanpa kontras, b.gambar 3D TOF MRA dengan kontras setelah 14 bulan terapi radiosurgery,menunjukan AVM yang mengalir ke system vena profunda, c. gambar 20 bulan setelah terapi radiosurgery, tidak lagi menunjukan AVM .

Anda mungkin juga menyukai