Anda di halaman 1dari 20

ALIRAN-ALIRAN DALAM ILMU KALAM

I. PENDAHULUAN
Sebagai salah satu ilmu keIslaman, Ilmu kalam sangat lah penting untuk di ketahui
oleh seorang muslim yang mana pembahasan dalam ilmu kalam ini adalah
pembahasan tentang aqidah dalam Islam yang merupakan inti dasar agama, karena
persolaan aqidah Islam ini memiliki konsekwensi yang berpengarah pada keyakinan
yang berkaitan dengan bagaimana seseorang harus meng interpretasikan tuhan itu
sebagai sembahannya hingga terhindar dari jurang kesesatan dan dosa yang tak
terampunkan (syirik).
Memang, Pembahasan pokok dalam Agama Islam adalah aqidah, namun dalam
kenyataanya masalah pertama yang muncul di kalangan umat Islam bukanlah
masalah teologi, melainkan persolaan di bidang politik, hal ini di dasari dengan fakta
sejarah yang menunjukkan bahwa, titik awal munculnya persolan pertama ini di
tandai dengan lahirnya kelompok-kelompok dari kaum muslimin yang telah terpecah
yang kesemuanya itu di awAli dengan persoalan politik yang kemudian
memunculkan kelompok-kelompok dengan berbagai Aliran teologi dan berbagai
pendapat-pendapat yang berbeda-beda.
Dalam pembahasan Ilmu Kalam, kita dihadapkan pada barbagai macam gerakan
pemikiran-pemikiran besar yang kesemuanya itu dapat dijadikan sebagai gambaran
bahwa agama Islam telah hadir sebagai pelopor munculnya pemikiran-pemikiran
yang hingga sekarang semuanya itu dapat kita jumpai hampir di seluruh dunia. Hal
ini juga dapat dijadikan alasan bahwa Islam sebagi mana di jumpai dalam sejarah,
bukanlah sesempit yang dipahami pada umumnya, karena Islam dengan bersumber
pada alQuran dan As-Sunnah dapat berhubungan dengan pertumbuhan
masyarakat luas.
II. ALIRAN-ALIRAN ILMU KALAM
Problematika teologis di kalangan umat Islam baru muncul pada masa pemerintahan
Khalifah Ali bin Abi Thalib (656-661M) yang ditandai dengan munculnya kelompok
dari pendukung Ali yang memisahkan diri mereka karena tidak setuju dengan sikap
Ali yang menerima Tahkim dalam menyelesaikan konfliknya dengan muawiyah bin
abi Sofyan, gubernur syam, pada waktu perang siffin. Kelompok ini selanjutnya
dikenal dengan Kelompok Khawarij.
Lahirnya Kelompok Khawarij ini dengan berbagai pendapatnya selanjutnya, menjadi
dasar kemunculan kelompok baru yang dikenal dengan nama Murjiah. lahirnya
Aliran teologi inipun mengawali kemunculan berbagai Aliran-Aliran teologi lainnya.
Dan dalam perkembangannya telah banyak melahirkan berbagai Aliran teologi yang
masing-masing mempunyai latar belakang dan sejarah perkembangan yang
berbeda-beda.Berikut ini akan dibahas tentang pertumbuhan dan perkembangan
Aliran tersebut berikut pokok-pokok pikiran nya masing-masing.
1. Aliran Khawarij.
1. Pengertian dan latar belakang timbulnya Aliran khawarij
Aliran Khawarij merupakan Aliran teologi tertua yang merupakn Aliran pertama yang
muncul dalam teologi Islam. Menurut ibnu Abi Bakar Ahmad Al-Syahrastani, bahwa
yang disebut Khawarij adalah setiap orang yang keluar dari imam yang hak dan
telah di sepakati para jemaah, baik ia keluar pada masa sahabat khulafaur rasyidin,
atau pada masa tabiin secara baik-baik. Menurut bahasa nama khawarij ini berasal
dari kata kharaja yang berarti keluar. Nama itu diberikan kepada mereka yang
keluar dari barisan Ali.[1] Kelompok ini juga kadang kadang menyebut
dirinya Syurah yang berarti golongan yang mengorbankan dirinya untuk allahdi
samping itu nama lain dari khawarij ini adalah Haruriyah, istilah ini berasal dari
kata harura, nama suatu tempat dekat kufah, yang merupakan tempat mereka
menumpahakn rasa penyesalannya kapada Ali bin abi Thalib yang mau berdamai
dengan Muawiyah.[2]
Kelompok khawarij ini merupakan bagian dari kelompok pendukung Ali yang
memisahkan diri, dengan beralasan ketidak setujuan mereka terhadap sikap Ali bin
abi Thalib yang menerima tahkim (arbitrase) dalam upaya untuk menyelesaikan
persilisihan dan konfliknya dengan muawiyah bin abi sofyan, gubernur syam, pada
waktu perang siffin.
Latar belakang ketidak setujuan mereka itu, beralasan bahwa tahkim itu merupakan
penyelesaian masalah yang tidak di dasarkan pada ajaran Al-Quran, tapi
ditentukan oleh manusia sendiri, dan orang yang tidak Memutuskan hukum dengan
al-quran adalah kafir. Dengan demikian, orang yang melakukan tahkim dan
merimanya adalah kafir.[3]
Atas dasar ini, kemudian golongan yang semula mendukung Ali ini selanjutnya
berbalik menentang dan memusuhi Ali beserta tiga orang tokoh pelaku tahkim
lainnya yaitu Abu Musa Al-Asyari, Muawiyah bin Abi Sofyan dan Amr Bin Ash.Untuk
itu mereka berusaha keras agar dapat membunuh ke empat tokoh ini, dan menurut
fakta sejarah, hanya Ali yang berhasil terbunuh ditangan mereka.
1. Tokoh-tokoh Khawarij
Diantara tokoh-tokoh khawarij yang terpenting adalah :
1. Abdullah bin Wahab al-Rasyidi, pimpinan rombongan sewaktu mereka
berkumpul di Harura (pimpinan Khawarij pertama)
2. Urwah bin Hudair
3. Mustarid bin saad
4. Hausarah al-Asadi
5. Quraib bin Maruah
6. Nafi bin al-azraq (pimpinan al-Azariqah)
7. Abdullah bin Basyir
8. Zubair bin Ali
9. Qathari bin Fujaah
10. Abd al-Rabih
11. Abd al Karim bin ajrad
12. Zaid bin Asfar
13. Abdullah bin ibad[4]
C. Sekte-sekte dan ajaran pokok Khawarij
Terpecahnya Khawarij ini menjadi beberapa sekte, mengawali dan mempercepat
kehancurannya dan sehingga Aliran ini hanya tinggal dalam catatan sejarah. Sekte-
Sekte tersebut adalah: [5]
1. Al-Muhakkimah
2. Al-Azariqah
3. Al-Najdat
4. Al-baihasyiah
5. Al-Ajaridah
6. Al-SaAlibah
7. Al-Ibadiah
8. Al Sufriyah
Secara umum ajaran-ajaran pokok Khawarij adalah:
1. Orang Islam yang melakukan Dosa besar adalah kafir; dan harus di bunuh.
2. Orang-orang yang terlibat dalam perang jamal (perang antara Aisyah, Talhah,
dan zubair, dengan Ali bin abi tahAlib) dan para pelaku tahkimtermasuk
yang menerima dan mambenarkannya di hukum kafir;
3. Khalifah harus dipilih langsung oleh rakyat. [6]
4. Khalifah tidak harus keturunan Arab. Dengan demikian setiap orang muslim
berhak menjadi Khalifah apabila suda memenuhi syarat-syarat.
5. Khalifah di pilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil
dan menjalankan syariat islam, dan di jatuhi hukuman bunuh bila zhalim.
6. Khalifah sebelum Ali adalah sah, tetapi setelah tahun ke tujuh dari masa
kekhalifahannya Usman r.a dianggap telah menyeleweng,
7. Khalifah Ali dianggap menyelewang setelah terjadi Tahkim (Arbitrase).[7]
1. 2. Aliran Murjiah
1. Pengertian dan latar belakang timbulnya aliran Murjiah
Aliran Murjiah ini muncul sebagai reaksi atas sikapnya yang tidak mau terlibat dalam
upaya kafir mengkafirkan terhadap orang yang melakukan dosa besar, sebagai
mana hal itu dilakukan oleh aliran khawarij. Mereka menangguhkan penilaian
terhadap orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim itu di hadapan tuhan,
karena hanya tuhanlah yang mengetahui keadaan iman seseorang. Demikian pula
orang mukmin yang melukan dosa besar masih di anggap mukmin di hadapan
mereka. Orang mukmin yang melakukan dosa besar itu dianggap tetap mengakui
bahwa tiada tuhansealin allah dan Nabi Muhammad sebagai Rasulnya. Dengan kata
lain bahwa orang mukmin sekalipun melakukan dosa besar masih tetap
mangucapkan dua kalimat syahadat yang menjadi dasar utama dari iman. Oleh
karena itu orang tersebut masih tetap mukmin, bukan kafir.[8]
Pandangan mereka itu terlihat pada kata murjiah yang barasal dari kata arja-a yang
berarti menangguhkan, mengakhirkan dan memberi pengharapan.
Hal-hal yang melatarbelakangi kehadiran murjiah antara lain adalah : [9]
1. adanya perbedaan pendapat antara Syiah dan Khawarij; mengkafirkan pihak-
pihak yang ingin merebut kekuasaan ali dan mengakfirkan orang- yang
terlihat dan menyetujui tahkim dalam perang siffin.
2. adanya pendapat yang menyalahkan aisyah dan kawan-kawan yang
menyebabkan terjadinya perang jamal.
3. adanya pendapat yang menyalahkan orang yang ingin merebut kekuasaan
Usman bin Affan. [10]
1. Ajaran-ajaran Murjiah
1. Ajaran-ajaran pokok murjiah dapat disimpulan sebagai berikut: .
2. Iman Hanya membenarkan (pengakuan) di dalam Hati
3. Orang islam yang melakukan dosa besar tidak dihukumkan kafir. Muslim
tersebut tetap mukmin selama ia mengakui dua kalimat syahadt.
4. Hukum terhadap perbuatan manusia di tangguhkan hingga hari kiamat[11]
1. Tokoh dan sekte dalam murjiah
Dalam perkembangannya, Murjiah mengalami berbagai perbedaan pendapat
dikalangan pengikutnya yang mendasari lahirnya aliran-aliran,



sela
njutnya, aliran murjiah ini terpecah menjadi beberapa macam sekte, ada yang
moderat, ada pula yang ekstrem.
Tokoh murjiah Moderat antara lain adalah hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi
Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusufdan beberapa ahli hadits[12], yang berpendapat,
bagaimanapun besarnya dosa seseorang, kemungkinan mendapat ampunan dari
tuhan masih ada. Sedangkan yang ekstrem antara lain ialah kelompok Jahmiyah,
pengikut Jaham bin Shafwan. Kelompok ini berpendapat, sekalipun seseorang
menyatakan dirinya musyrik, orang itu tidak dihukum kafir.[13]
1. 3. Aliran Qadariyah
1. Pengertian dan latar belakang timbulnya aliran Qadariyah
Qadariyah berakar pada qadara yang dapat berarti memutuskan dan memiliki
kekuatan atau kemampuan.Sedangkan sebagai suatu aliran dalam ilmu kalam,
qadariyah adalah nama yang dipakai untuk suatu aliran yang memberikan
penekanan terhadap kebebasan dan kekuatan manusia dalam menghasilkan
perbuatan-perbuatannya. Dalam paham qadariyah manusia di pandang mempunyai
qudrat atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari
pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk kepada qadar dan qada Tuhan[14]
Mazhab qadariyah muncul sekitar tahun 70 H(689 M). Ajaran-ajaran tentang Mazhab
ini banyak memiliki persamaan dengan ajaran Mutazilah sehingga Aliran Qadariyah
ini sering juga disebut dengan aliran Mutazilah, kesamaan keduanya terletak pada
kepercayaan kedunya yang menyatakan bahwa manusia mampu mewujudkan
tindakan dan perbuatannya, dan tuhan tidak campur tangan dalam perbuatan
manusia ini, dan mereka menolak segala sesuatu terjadi karena qada dan qadar
Allah SWT.[15]
Aliran ini merupakan aliran yang suka mendahulukan akal dan pikiran dari pada
prinsip ajaran Al-Quran dan hadits sendiri. Al-Quran dan Hadits mereka tafsirkan
berdasarkan logika semata-mata. Padahal kita tahu bahwa logika itu tidak bisa
menjamin seluruh kebenaran, sebab logika itu hanya jalan pikiran yang menyerap
hasil tangkapan panca indera yang serba terbatas kemampuannya. Jadi seharusnya
logika dan akal pikiranlah yang harus tunduk kepada Al-Quran dan Hadits, bukan
sebaliknya.[16]
Tokoh utama Qadariyah ialah Mabad Al-Juhani dan Ghailan al Dimasyqi. Kedua
tokoh ini yang mempersoalkan tentang Qadar.
1. Pokok-pokok ajaran Qadariyah
Menurut Dr. Ahmad Amin dalam kitabnya Fajrul Islam halaman 297/298, pokok-
pokok ajaran qadariyah adalah :
1. Orang yang berdosa besar itu bukanlah kafir, dan bukanlahmukmin, tapi fasik
dan orang fasikk itu masuk neraka secara kekal.
2. Allah SWT. Tidak menciptakan amal perbuatan manusia, melainkan manusia
lah yang menciptakannyadan karena itulah maka manusia akan menerima
pembalasan baik (surga) atas segala amal baiknya, dan menerima balasan
buruk (siksa Neraka) atas segala amal perbuatannya yang salah dan
dosakarena itu pula, maka Allah berhak disebut adil.
3. Kaum Qadariyah mengatakan bahwa Allah itu maha esa atau satu dalam ati
bahwa Allah tidak memiliki sifat-sifat azali, seprti ilmu, Kudrat, hayat,
mendengar dan melihat yang bukan dengan zat nya sendiri. Menurut mereka
Allah SWT, itu mengetahui, berkuasa, hidup, mendengar, dan meilahat
dengan zatnya sendiri.
4. Kaum Qadariyah berpendapat bahwa akal manusia mampu mengetahui
mana yang baik dan mana yang buruk, walaupun Allah tidak menurunkan
agama. Sebab, katanya segala sesuatu ada yang memiliki sifat yang
menyebabkan baik atau buruk. [17]
Selanjutnya terlepas apakah paham qadariyah itu di pengaruhi oleh paham luar atau
tidak, yang jelas di dalam Al-Quran dapat di jumpai ayat-ayat yang dapat
menimbulkan paham qadariyah .
Dalam surat Al Raad Ayat 11, di jelaskan

Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
merobah keadaan diri mereka sendiri
Dalam Surat Al-Kahfi ayat 29, allah menegaskan
VC, ;CBb N; F
,BA @1 , ,BA
N,@1 P Bf B)J0
11 b;B AC0 6
BC@b,@ P f, Fb_d@J
Fb_B 0B VBCAH _
__Bb P J Lb,@Bb
,B, BfAV

Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang ingin (beriman)
hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir.
Dengan demikian paham qadariyah memilki dasar yang kuat dalam islam, dan
tidaklah beralasan jika ada sebagian orang menilai paham ini sesat atau kelaur dari
islam
1. 4. Aliran Jabariyah
1. Pengerian, dan latar belakang Kemunculan jabariyah.
Nama jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa.
Sedangkan menurut al-Syahrastani bahwa Jabariyah berarti menghilangkan
perbuatan dari hamba secara hakikat dan menyandarkan perbuatan tersebutkepada
Allah.[18] Dan dalam bahasa inggris disebut dengan fatalism atau predestination,
yaitu paham yang menyatakan bahwa perbuatan manusia di tentukan sejak semula
oleh qada dan qadar tuhan.
Menurut catatan sejarah, paham jabariyah ini di duga telah ada sejak sebalum
agama Islam datangke masyarakat arab. Kehidupan bangsa arab yang diliputi oleh
gurun pasir sahara telah
memberi
kan pengaruh besar terhadap hidup mereka,
dengan keadaan yang sangat tidak bersahabat dengan mereka pada waktu itu. Hal
ini kemudian mendasari mereka untuk tidak bisa berbuat apa-apa, dan
menyebankan mereka semata-mata tunduk dan patuh kepada kehendak tuhan.[19]
Munculnya mazhab ini berkaitan dengan munculnya Qadariyah. Daerah
kelahirannya pun berdekatan. Qadariyah muncul di irak, jabariyah di khurasan.
Aliran ini pada mulanya di pelopori oleh al-jaad bin dirham. Namun, dalam
perkembangannya. Aliran ini di sebarluaskan oleh jahm bin Shafwan. Karena itu
aliran ini terkadang disebut juga dengan Jahmiah.
1. Pokok-pokok paham jabariyah.
Selanjutnya, yang menjadi dasar yang sejajar dengan pemahaman pada aliran
jabariyah ini dijelaskan Al-Quran diantaranya :
Dalam surat al-saffat ayat 96 :
Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.
Dalam surat al Insan ayat 30, dinyatakan
$ tBur tbr!$t n@ Hw) br & u!$t o !$# 4
Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah.
Jaham bin Shafwan mempunyai pendirian bahwa manusia itu terpaksa, tidak
mempunyai pilihan dan kekuasaan. Manusia tidak bisa berbuat lain dari apa yang
telah di lakukannya. Allah SWT, telah mentakdirkan ats dirinya segala amal
perbuatan yang mesti di kerjakannya, dan segala perbuatan itu adalah ciptaan allah,
sama seperti apa yang dia ciptakan pada benda-benda yang tidak bernyawa. Oleh
karena itu, jaham menginterpretasikan bahwa pahala dan siksa merupakan paksaan
dalam arti bahwa allah telah mentakdirkan seseorang itu baik sekaligus memberi
pahala dan allah telah mentakdirkan seseorang itu berdosa sekaligus juga
menyiksanya.
Sehingga, dalam realisasinya, orang yang termakan paham ini bisa menjadi apatis
dan beku hidupnya, tidak bisa berbuat apa-apa, selain berpangku tangan,
menunggu takdir Allah semata-mata dan berusahapun tidak. Karena mereka telah
berkeyakinan bahwa allah telah mentakdirkan segala sesuatu, dan manusia tidak
bisa mengusahakan sesuatu itu.
Disisi lain, aliran ini tetap berpendapat bahwa manusia tetap mendapat pahala atau
siksa karena perbuatan baik atau jahat yang dilakukannya. Paham bahwa perbuatan
yang dilakukan manusia adalah sebenarnya perbuatan tuhan tidak menafikan
adanya pahala dan siksa.
Berkenaan dengan itu perlu dipertegas bahwa Jabariyah yang di kemukakan Jaham
bin Shafwan adalah paham yang ekstrem. Sementara itu terdapat pula paham
jabariyah yang moderat, seperti yang diajarkan oleh Husain Bin Muhammad al.Najjar
dan Dirar Ibn Amr.
Menurut Najjar dan Dirar, bahwa Tuhanlah yang menciptakan perbuatan Manusia
baik perbuatan itu positif maupun negatif Tetapi dalam melakukan perbuatan itu
manusia mempunyai bagian daya yang diciptakan dalam diri manusia oleh tuhan,
mempunyai efek, sehingga manusia mampu melakukan perbuatanitu.Daya yang
diperoleh untuk mewujudkan perbuatan-perbuatan inilah yang kemudian disebut
Kasb atau acquisition.[20]
Menurut paham ini manusia tidak hanya bagaikan wayang di gerakkan oleh dalang,
tetapi manusia dan Tuhan terdapat kerja sama dalam mewujudkan suatu perbuatan,
dan manusia tidak semata-mata di paksa dalam melaksanakan perbuatannya.
1. 5. Aliran Mutazilah
1. Pengertian dan latar belakang munculnya Mutazilah
Perkataan Mutazilah berasal dari kata tizal yang artinya memisahkan diri, pada
mulanya nama ini di berikan oleh orang dari luar mutazilah karena pendirinya,
Washil bin Atha, tidak sependapat dan memisahkan diri dari gurunya, Hasan al-
Bashri. Dalam perkembangan selanjutnya, nama ini kemudian di setujui oleh
pengikut Mutazilah dan di gunakan sebagai nama dari bagi aliran teologi mereka.
Aliran mutazilah lahir kurang lebih 120 H, pada abad permulaan kedua hijrah di kota
basyrah dan mampu bertahan sampai sekarang, namun sebenarnya, aliran ini telah
muncul pada pertengahan abad pertama hijrah yakni diisitilahkan pada para sahabat
yang memisahkan diri atau besikap netral dalam peristiwa-peristiwa politik. Yakni
pada peristiwa meletusnya perang jamal dan perang siffin, yang kemudian
mendasari sejumlah sahabat yang tidak mau terlibat dalam konflik tersebut dan
memilih untuk menjauhkan diri mereka dan memilih jalan tengah.
Disisi lain, yang melatarbelakangi munculnya kedua Mutazilah diatas tidaklah sama
dan tidak ada hubungannya karena yang pertama lahir akibat kemelut politik,
sedangkan yang kedua muncul karena didorong oleh persoalan aqidah.[21]
Dalam perkembangannya, Mutazilah pimpinan Washil bin Atha lah yang menjadi
salah satu aliran teologi dalam islam.
1. Pokok-pokok ajaran Mutazilah
Ada lima prinsip pokok ajaran Mutazilah yang mengharuskan bagi pemeluk ajaran
ini untuk memegangnya, yan dirumuskan oleh Abu Huzail al-Allaf :
1. al Tauhid (keesaan Allah)
2. al Adl (keadlilan tuhan)
3. al Wad wa al waid (janji dan ancaman)
4. al Manzilah bain al Manzilatain (posisi diantara posisi)
5. amar mauruf dan Nahi mungkar.[22]
1. Tokoh-tokoh Mutazilah
Diantara para tokoh-tokoh yang berpengaruh pada Mutazilah yaitu:
1.
1. Washil bin Atha
2. Abu Huzail al-Allaf
3. Al Nazzam
4. Al-Jubbai[23]
1. 6. Ahlussunah Wal- Jamaah
1. Pengertian dan para tokoh serta pemikiran-pemikiran mereka.
Ahlussunnah berarti penganut atau pengikut sunnah Nabi Muhammad SAW, dan
jemaah berarti sahabat nabi. Jadi Ahlussunnah wal jamaah mengandung arti
penganut Sunnah (ittikad) nabi dan para sahabat beliau.[24]
Ahlussunnah sering juga disebut dengan Sunni dapat di bedakan menjadi 2
pengertian, yaitu khusus dan umum, Sunni dalam pengertian umum adalah lawan
kelompok Syiah, Dalam pengertian ini, Mutazilah sebagai mana juga Asyariyah
masuk dalam barisan Sunni. Sunni dalam pengertian khusus adalah mazhab yang
berada dalambarisan Asyariyah dan merupakan lawan Mutazilah.[25]
Aliran ini, muncul sebagai reaksi setelah munculnya aliran Asyariyah dan
maturidiyah,dua aliran yang menentang ajaran-ajaran Mutazilah.
Tokoh utama yang juga merupakan pendiri mazhab ini adalah Abu al hasan al
Asyari dan Abu Mansur al Maturidi.
a. Abu al Hasan al Asyari
1. Pokok-pokok pemikirannya
y Sifat-sifat Tuhan. Menurutnya, Tuhan memiliki sifat sebagaiman di sebut di
dalam Alquran, yang di sebut sebagai sifat-sifat yang azali, Qadim, dan
berdiri diatas zat tuhan. Sifat-sifat itu bukanlah zat tuhan dan bukan pula lain
dari zatnya.
y Al-Quran, Manurutnya, al-Quran adalah qadim dan bukan makhluk
diciptakan.
y Melihat Tuhan, menurutnya, Tuhan dapat dilihat dengan mata oleh manusia
di akhirat nanti.
y Perbuatan Manusia. Menurutnya, perbuatan manusia di ciptakan tuhan,
bukan di ciptakan oleh manusia itu sendiri.
y Antrophomorphisme
y Keadlian Tuhan, Menurutnya, tuhan tidak mempunyai kewajiban apapun
untuk menentukan tempat manusia di akhirat. Sebab semua itu marupakan
kehendak mutlak tuhan sebab tuhan maha kuasa atas segalanya.
y Muslim yang berbuat dosa. Menurutnya, yang berbuat dosa dan tidak sempat
bertobat diakhir hidupnya tidaklah kafir dan tetap mukmin.[26]
1. Abu manshur Al-Maturidi
1.Pokok-pokok pemikirannya :
y Sifat Tuhan. Pendapatnya sejalan dengan al Asyari
y Perbuatan Manusia. Menurtnya, Perbuatan manusia sebenarnya di wujudkan
oleh manusia itu sendiri, dan bukan merupakan perbuatan tuhan.
y Al Quran. Pendapatnya sejalan dengan al Asyari
y Kewajiban tuhan. Menurutnya, tuhan memiliki kewajiban-kewajiban tertentu.
y Muslim yang berbuat dosa. Pendapatnya sejalan dengan al Asyari
y Janji tuhan. Menurutnya, janji pahala dan siksa mesti terjadi, dan itu
merupakan janji tuhan yang tidak mungkin di pungkirinya.
y Antrophomorphisme. [27]
1. 7. Aliran Syiah
1. Pengertian dan kemunculannya Syiah
Secara bahasa Syiah berarti pengikut. Yang dimaksud dengan pengikut disini ialah
para pendukung Ali bin Abi Thalib. Secara istilah Syiah sering di maksudkan pada
kaum muslimin yang dalam bidang spritual dan keagamaannya selalu merujuk pada
keturuan Nabi Muhammad SAW, atau yang sebut sebagai ahl al-bait.selanjutnya,
istilah yiah ini untuk pertama kalinya di tujukan pada para pengikut ali (syiah ali),
pemimpin pertama ahl- al bait pada masa Nabi Muhammad SAW.
Para pengikut ali yang disebut syiah ini diantaranya adalah Abu Dzar al Ghiffari,
Miqad bin Al aswad dan Ammar bin Yasir.[28]
Mengenai latar belakng munculnya aliran ini, terdapat dua pendapat, pertama
menurut Abu Zahrah, Syiah mulai muncul pada akhir dari masa jabatan Usman bin
Affankemudian tumbuh dan berkembang pada masa pemerintahan Ali bin Abi
Thalib, Adapun menurut Watt, Syiah bener-bener muncul ketika berlangsung
peperangan antara Ali dan Muawiyah yang dikenal denganPerang siffin. Dalam
peperangan ini, sebagai respon atas penerimaan ali terhadap arbitrase yang
diatwarkan Muawiyah, pasukan Ali di ceritakan terpecah menjadi dua, satu
kelompok mendukung sikap Ali kelak di sebut Syiah dan kelompok lain menolak
sikap Ali, kelak di sebut Khawarij.[29]
1. Pokok-Pokok Pikiran Syiah[30]
Kaum Syiah memiliki lima prinsip utama yang wajib di percayai oleh penganutnya.
Kelima prinsip itu adalah :
1. al Tauhid
Kaum Syiah mengimani sepenuhnya bahwa allah itu ada, Maha esa, tunggal,
tempat bergantung, segala makhluk, tidak beranak, tidak diperanakkan, dan tidak
ada seorang pun yang menyamainya. Dan juga mereka mempercayai adanya sifat-
sifat Allah.
1. al adl
Kaum Syiah mempunyai keyakinan bahwa Allah Maha Adil. Allah tidak melakukan
perbuatan zhalim dan perbuatan buruk, ia tidak melakukan perbuatan buruk karena
ia melarang keburukan, mencela kezaliman dan orang yang berbuat zalim.
1. al Nubuwwah
Kepercayaan Syiah terhadap para Nabi-nabi juga tidak berbeda dengan keyakinan
umat muslim yang lain. Menurut mereka, Allah mengutussejumlah nabi dan rasul ke
muka bumi untnk membimbing umat manusia.
1. al imamah
Menurut Syiah, Imamah berarti kepemimpinan dalam urusan agama dan dunia
sekaligus, ia pengganti rasul dalam memelihara Syariat, melaksanakan Hudud, dan
mewujudkan kebaikan dan ketentraman umat.
1. al maad
Maad berarti tempat kembali (hari akhirat), kaum Syiah sangat percaya
sepenuhnya akan adanya hari akhirat, bahwa hari akhirat itu pasti terjadi.
1. 8. Aliran Salafiyah
1. Pengertian dan latar belakang munculnya Salafiyah
Secara bahasa salafiyah berasal dari kata salaf yang berarti terdahulu, yang
dimaksud terdahulu disini adalah orang-orang terdahulu yang semasa Rasul SAW,
para sahabat, para tabiin, dan tabitt tabiin. sedangakan salafiyah berarti orang-
orang yang mengikuti salaf.[31]
Istilah salaf mulai dikenal dan muncul beberapa abad abad sesudah Rasul SAW
wafat, yaitu sejak ada orang atau golongan yang tidak puas memahami al Quran
dan hadits tanpa tawil, terutama untuk menjelaskan maksud-maksud tersirat dari
ayat-ayat al-Quran sehingga tidak menimbulkan hal-hal yang tidak layak bagi Allah
SWT.[32]
Orang yang termasuk dalam kategori salaf adalah orang yang hidup sebelum tahun
300 hijriah, orang yang hidup sesudah tahun 300 H termasuk dalam kategori khalaf.
1. Tokoh-tokoh ulama salaf dan perkembangan Aliran salafiyah.
Tokoh terkenal ulama salaf adalah Ahmad bin Hambal. Nama lengkapnya, Ahmad,
bin Muhammad bin Hambal, beliau juga di kenal sebgai pendiri dan tokoh mazhab
Hambali. .
Tokoh salafiyah yang terkenal lainnya adalah Taqiyuddin Abu al Abbas Ahmad bin
Abdul Halim bin Abd al salam bin Abdullah bin Muhammad bin Taimiyah al Hambali,
atau yang lebih di kenal dengan nama Ibnu Taimiyah. Beliau merupakan seorang
teolog dan ahli Hukum yang banyak menghasilkan karya tulis.beliau juga ahli di
bidang tafsir dan hadist.
Dalam perkembangannya, ajaran yang bermula pada Imam Ahmad bin Hanbal ini,
selanjutnya di kembangkan oleh Ibnu Taimiyah, kemudian di suburkan oleh Imam
Muhammad bin Abdul Wahab.dan akhirnya berkembang di dunia Islam secara
Spodaris.
Pada abad ke 20 M gerakan ini muncul dengan dimensi baru. Tokoh-tokohnya
adalah Jamaluddin al Afgani, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha.
Salafiyah baru al afgani ini terdiri dari 3 komponen pokok yakni :
1. Keyakinan bahwa kemajuan dan kejayaan umat Islam hanya mungkin di
wujudkan jika mereka kembali kepada ajaran Islam yang masih murni dan
kembali pada ajaran Islam yang masih murni, dan meneladani pokok hidup
sahabat Nabi. Komponen pertama ini merupakan satu unsur yang di miliki
oleh salfiyah sebelumnya.
2. perlwanan terhadap kolonialisme dan mominasi barat, baik politik, ekonomi,
maupun kebudayaan.
3. pengakuan terhadap keunggulan barat dalam bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Al Afgani dapat di katakan sebagai penganut salafiyah modern karena dalam
rumusan pahamnya yang banyak meletakkan unsur-unsur moderenismesebagai
mana terlihat pada komponen 2 dan 3 diatas.
Syekh Muhammad Abduh adalah murid Al afgani dan Muhammad Rasyid Ridaha
adalah murid dari Muhammad Abduh, meskipun dalam beberapa hal antara dengan
guru berbeda dalam banyak hal mereka sama.






http://mufdil.wordpress.com/2009/08/03/aliaran-aliran-dalam-ilmu-kalam/
tgl 30 maret jam 17.01



































II. ALIRAN-ALIRAN UTAMA DALAM PEMIKIRAN KALAM
A. Aliran Khawarij
Menurut Ibnu Abi Bakar Ahmad Al-Syahrastani, bahwa yang disebut Khawarij adalah
setiap orang yang keluar dari imam yang hak dan telah disepakati para jamaah,
baik ia keluar pada masa khulafaur rasyidin, atau pada masa tabiin. Menurut
bahasa nama khawarij ini berasal dari kata kharaja yang berarti keluar. Nama itu
diberikan kepada mereka yang keluar dari barisan Ali. Kelompok ini juga kadang-
kadang menyebut dirinya Syurah yang berarti golongan yang mengorbankan
dirinya untuk Allah. Di samping itu nama lain dari khawarij ini adalah Haruriyah,
istilah ini berasal dari kata harura, nama suatu tempat dekat kufah, yang
merupakan tempat mereka menumpahakn rasa penyesalannya kapada Ali bin abi
Thalib yang mau berdamai dengan Muawiyah.
Kelompok khawarij ini merupakan bagian dari kelompok pendukung Ali yang
memisahkan diri, dengan alasan ketidaksetujuan mereka terhadap sikap Ali bin Abi
Thalib yang menerima tahkim (arbitrase) dalam upaya untuk menyelesaikan
perselisihan dan konfliknya dengan Muawiyah bin Abi Sufyan, gubernur syam, pada
waktu perang shiffin.
Menurut mereka, tahkim itu merupakan penyelesaian masalah yang tidak
didasarkan pada ajaran Alquran, tapi ditentukan oleh manusia sendiri, dan orang
yang tidak Memutuskan hukum dengan Alquran adalah kafir. Dengan demikian,
orang yang melakukan tahkim dan merimanya adalah kafir.
Atas dasar ini, kemudian golongan yang semula mendukung Ali ini selanjutnya
berbalik menentang dan memusuhi Ali beserta tiga orang tokoh pelaku tahkim
lainnya yaitu Abu Musa Al-Asyari, Muawiyah bin Abi Sufyan dan Amr Bin Ash.Untuk
itu mereka berusaha keras agar dapat membunuh ke empat tokoh ini, namun hanya
Ali yang berhasil mereka bunuh.
Aliran ini terpecah-pecah lagi menjadi beberapa sekte antara lain (Lihat Prof. Dr.
Harun Nasution, 1986, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan,
Jakarta: UI Press, hal: 13-20):
1. Al-Muhakkimah. Pimpinan Abdullah bin Wahb al-Rasyidi. Menurut golongan ini,
orang Islam yang menyetujui tahkim adalah kafir begitu juga orang yang
melakukan dosa besar adalah kafir dan harus dibunuh.
2. Al-Azariqah pimpinan Nafi bin al-Azraq. Menurut golongan ini semua orang
Islam yang tidak sepaham dengan mereka adalah musyrik dan harus dibunuh.
Bahkan orang yang sepaham dengan mereka tetapi tidak mau hijrah ke lingkungan
mereka pun juga disebut musyrik. Bahkan anak istri orang musyrik itu boleh dan
halal ditawan, dijadikan budak atau dibunuh.
3. Al-Najdat pimpinan Najdah bin Amir al-Hanafi dari Yamamah. Golongan ini
berpendapat, orang yang kekal di dalam neraka hanyalah mereka yang tak
sepaham dengan mereka. Sedangkan para pengikut mereka jika mengerjakan dosa
besar akan disiksa tetapi tidak akan kekal. Dalam bidang politik, golongan ini
berpendapat bahwa imam diperlukan jika terdapat menghendaki demikian. Dalam
golongan ini juga berkembang faham taqiah yaitu merahasiakan dan tidak
menyatakan keyakinan untuk keamanan diri. Namun kemudian, golongan ini
terpecah yang mengakibatkan dibunuhnya Najdah bin Amir al-Hanafi.
4. Al-Ajaridah pimpinan Abdul Karim bin Ajrad. Sekte ini menolak surat Yusuf
sebagai bagian dari Alquran. Di samping itu, menurut mereka harta yang boleh
dijadikan harta rampasan perang adalah harta yang pemiliknya telah terbunuh.
Pendapat mereka yang lain yaitu menghalalkan menikahi cucu perempuannya
sendiri dan cucu kemenakannya (Drs. H. Sahilun A. Nasir, 1994, Pengantar Ilmu
Kalam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, hlm: 106).
5. Al-Sufriah. Pemimpin golongan ini adalah Ziad bin al-Asfar. Golongan ini tampak
lebih lunak dibandingkan dengan yang lain. Pendapat mereka antara lain: mereka
tidak berpendapat bahwa anak-anakkaum musyrik boleh dibunuh, daerah golongan
yang tak sepaham dengan mereka bukanlah daerah yang harus diperangi, kufr
dibagi menjadi dua yaitu kufr nimah dan kufr rububiyah.
6. Al-Ibadah. Namanya diambil dari Abdullah bin Ibad. Mereka berpendapat
golongan yang tak sepaham dengan mereka tidak boleh dibunuh, boleh menjalin
perkawinan dengan mereka, dan boleh dibagikan warisan. Walaupun kedudukannya
adalah kafir. Pendapat mereka yang lain mengerjakan dosa besar tidak membuat
orang keluar dari Islam.
Kesamaan paham semua golongan khawarij di atas antara lain mengenai:
1. Orang-orang yang terlibat dalam perang jamal (perang antara Aisyah, Talhah,
dan Zubair, dengan Ali bin Abi Thalib) dan para pelaku tahkimtermasuk yang
menerima dan mambenarkannya adalah kafir;
2. Khalifah harus dipilih langsung oleh rakyat dan tidak harus keturunan Arab.
Dengan demikian setiap orang muslim berhak menjadi Khalifah apabila sudah
memenuhi syarat-syarat.
7. Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan
menjalankan syariat islam, dan dijatuhi hukuman bunuh bila zhalim.
8. Khalifah sebelum Ali adalah sah, tetapi setelah tahun ke tujuh dari masa
kekhalifahannya Usman r.a dianggap telah menyeleweng,
9. Khalifah Ali dianggap menyelewang setelah terjadi Tahkim (Arbitrase).
B. Aliran Murjiah
Aliran Murjiah ini muncul sebagai reaksi atas sikapnya yang tidak mau terlibat
dalam upaya kafir mengkafirkan terhadap orang yang melakukan dosa besar,
sebagai mana hal itu dilakukan oleh aliran khawarij. Mereka menangguhkan
penilaian terhadap orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim itu di
hadapan tuhan, karena hanya tuhanlah yang mengetahui keadaan iman seseorang.
Demikian pula orang mukmin yang melukan dosa besar masih dianggap mukmin di
hadapan mereka. Orang mukmin yang melakukan dosa besar itu dianggap tetap
mengakui bahwa tiada tuhan sealin Allah dan Nabi Muhammad sebagai Rasulnya.
Dengan kata lain bahwa orang mukmin sekalipun melakukan dosa besar masih
tetap mangucapkan dua kalimat syahadat yang menjadi dasar utama dari iman.
Oleh karena itu orang tersebut masih tetap mukmin, bukan kafir.
Pandangan mereka itu terlihat pada kata murjiah yang barasal dari kata arja-a
yang berarti menangguhkan, mengakhirkan dan memberi pengharapan. Dalam
perkembangannya, Murjiah mengalami berbagai perbedaan pendapat dikalangan
pengikutnya yang mendasari lahirnya aliran-aliran, selanjutnya, aliran murjiah ini
terpecah menjadi beberapa macam sekte, ada yang moderat, ada pula yang
ekstrem.
Tokoh murjiah Moderat antara lain adalah Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi
Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf dan beberapa ahli hadits, yang berpendapat
bagaimanapun besarnya dosa seseorang, kemungkinan mendapat ampunan dari
tuhan masih ada. Sedangkan yang ekstrem antara lain ialah kelompok Jahmiyah,
pengikut Jaham bin Shafwan. Menurut kelompok ini, orang Islam adalah mereka
yang mengetahui Tuhan. Jika kemudian menyatakan kekufuran secara lisan
tidaklah menjadi kafir, karena iman dan kufr tempatnya hanyalah dalam hati.
Bahkan orang tersebut juga tidak kafir walaupun menyembah berhala, menyatakan
percaya pada trinitas dan melakukan perbuatan-perbuatan jahat lainnya.
C. Aliran Qadariyah
Qadariyah berakar pada qadara yang dapat berarti memutuskan dan memiliki
kekuatan atau kemampuan. Sedangkan sebagai suatu aliran dalam ilmu kalam,
qadariyah adalah nama yang dipakai untuk suatu aliran yang memberikan
penekanan terhadap kebebasan dan kekuatan manusia dalam menghasilkan
perbuatan-perbuatannya. Dalam paham qadariyah manusia di pandang mempunyai
qudrat atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari
pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk kepada qadar dan qadha Tuhan.
Mazhab qadariyah muncul sekitar tahun 70 H (689 M). Ajaran-ajaran tentang
mazhab ini banyak memiliki persamaan dengan ajaran Mutazilah sehingga aliran
ini sering juga disebut dengan aliran Mutazilah, kesamaan keduanya terletak pada
kepercayaan keduanya yang menyatakan bahwa manusia mampu mewujudkan
tindakan dan perbuatannya, dan tuhan tidak campur tangan dalam perbuatan
manusia ini, dan mereka menolak segala sesuatu terjadi karena qadha dan qadar
Allah SWT.
Tokoh utama Qadariyah ialah Mabad Al-Juhani dan Ghailan al Dimasyqi. Kedua
tokoh ini yang mempersoalkan tentang Qadar.
Menurut Dr. Ahmad Amin dalam kitabnya Fajrul Islam halaman 297/298, pokok-
pokok ajaran qadariyah adalah :
1. Orang yang berdosa besar itu bukanlah kafir, dan bukanlah mukmin, tapi fasik
dan orang fasik itu masuk neraka secara kekal.
2. Allah SWT. Tidak menciptakan amal perbuatan manusia, melainkan manusialah
yang menciptakannya dan karena itulah maka manusia akan menerima pembalasan
baik atas segala amal baiknya, dan menerima balasan buruk atas segala amal
perbuatannya yang salah dan dosa. Karena itu pula, maka Allah berhak disebut
adil.
3. Kaum Qadariyah berpendapat bahwa akal manusia mampu mengetahui mana
yang baik dan mana yang buruk, walaupun Allah tidak menurunkan agama. Sebab,
katanya segala sesuatu ada yang memiliki sifat yang menyebabkan baik atau buruk.
D. Aliran Jabariyah
Nama jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa.
Sedangkan menurut al-Syahrastani bahwa Jabariyah berarti menghilangkan
perbuatan dari hamba secara hakikat dan menyandarkan perbuatan tersebut
kepada Allah. Dan dalam bahasa Inggris disebut dengan fatalism atau
predestination, yaitu paham yang menyatakan bahwa perbuatan manusia di
tentukan sejak semula oleh qadha dan qadar tuhan. Munculnya mazhab ini
berkaitan dengan munculnya qadariyah. Daerah kelahirannya pun berdekatan.
Qadariyah muncul di Irak, jabariyah di Khurasan. Aliran ini pada mulanya di
pelopori oleh Al-Jaad bin Dirham. Namun, dalam perkembangannya aliran ini di
sebarluaskan oleh Jahm bin Shafwan. Karena itu aliran ini terkadang disebut juga
dengan Jahmiah.
Jahm bin Shafwan mempunyai pendirian bahwa manusia itu terpaksa, tidak
mempunyai pilihan dan kekuasaan. Manusia tidak bisa berbuat lain dari apa yang
telah di lakukannya. Allah telah mentakdirkan atas dirinya segala amal perbuatan
yang mesti dikerjakannya, dan segala perbuatan itu adalah ciptaan Allah, sama
seperti apa yang dia ciptakan pada benda-benda yang tidak bernyawa. Oleh karena
itu, Jahm menginterpretasikan bahwa pahala dan siksa merupakan paksaan dalam
arti bahwa Allah telah mentakdirkan seseorang itu baik sekaligus memberi pahala
dan Allah telah mentakdirkan seseorang itu berdosa sekaligus juga menyiksanya.
Jabariyah yang di kemukakan Jahm bin Shafwan ini adalah paham yang ekstrem.
Sementara itu terdapat pula paham jabariyah yang moderat, seperti yang
diajarkan oleh Husain Bin Muhammad al.Najjar dan Dirar Ibn Amr. Menurut Najjar
dan Dirar, bahwa Tuhanlah yang menciptakan perbuatan manusia baik perbuatan
itu positif maupun negatif. Tetapi dalam melakukan perbuatan itu manusia
mempunyai bagian daya yang diciptakan dalam diri manusia oleh Tuhan, sehingga
manusia mampu melakukan perbuatan itu.Daya yang diperoleh untuk mewujudkan
perbuatan-perbuatan inilah yang kemudian disebut Kasb atau acquisition. Menurut
paham ini manusia tidak hanya bagaikan wayang digerakkan oleh dalang, tetapi
terdapat kerja sama antara manusia dan Tuhan dalam mewujudkan suatu
perbuatan, dan manusia tidak semata-mata dipaksa dalam melaksanakan
perbuatannya.
E. Aliran Mutazilah
Perkataan Mutazilah berasal dari kata itizal yang artinya memisahkan diri.
Semula nama Mutazilah dipakai secara wajar dan luas dan kelihatannya termasuk
semua pihak yang mendiskusikan masalah dogma secara falsafi. (W. Montgomery
Watt, 1987, Pemikiran Teologi dan Filsafat Islam, Jakarta: Perhimpunan
Pengembangan Pesantren dan Masyarakat, hlm: 74). Menurut sebagian riwayat,
nama ini diberikan oleh orang dari luar mutazilah karena pendirinya, Washil bin
Atha, tidak sependapat dan memisahkan diri dari gurunya, Hasan al-Bashri. Dalam
perkembangan selanjutnya nama ini kemudian disetujui oleh pengikut Mutazilah
dan digunakan sebagai nama dari bagi aliran teologi mereka. Aliran mutazilah
lahir kurang lebih pada permulaan abad kedua hijrah di kota Bashrah dan mampu
bertahan sampai sekarang.
Menurut aliran ini akal bisa menentukan baik-buruknya suatu pekerjaan sebelum
datangnya syara dan tanpa perantara kitab samawi dan rasulullah. Mereka berdalil
dengan surat Al-Isra ayat 17, yang mana kata rasul di dalam ayat tersebut
diartikan dengan akal sehingga arti keseluruhan ayat tersebut: Kami tidak akan
mengadzab seseorang sampai Kami berikan akal padanya. Menurut kaum
Mu;tazilah, prinsip yang dipakai dalam menentukan sesuatu itu baik ataupun buruk
adalah akal manusia, bukan syara. Dengan demikian, sebelum datangnya rasul
pun, manusia telah dikenakan kewajiban melakukan perbuatan yang menurut akal
mereka baik dan untuk itu mereka akan diberi imbalan. Selain itu, merekapun
dituntut untuk meninggalkan perbuatan yang jelek menurut akal mereka, dan bila
dikerjakan mereka akan mendapat hukuman. Golongan mutazilah juga
berpendapat bahwa syariat yang ditetapkan kepada manusia merupakan sesuatu
yang dapat dicapai dengan akal, yakni bisa ditelusuri bahwa di dalamnya ada unsur
mamfaat dan madharat. Dengan demikian, sesuatu yang baik menurut akal adalah
baik menurut syara dan manusia dituntut mengerjakannya. Sebaliknya, sesuatu
yang jelek menurut akal adalah jelek menurut syara dan manusia dilarang
mengerjekannya (Prof. Dr. Rachmat Syafei, MA., 2007, Ilmu Ushul Fiqih untuk UIN,
STAIN, PTAIS, Bandung: CV Pustaka Setia, hlm: 351-352).
Ada lima prinsip pokok ajaran Mutazilah yang mengharuskan bagi pemeluk ajaran
ini untuk memegangnya, yang dirumuskan oleh Abu Huzail Al-Allaf :
1) Al-Tauhid (keesaan Allah). Mereka meyakini bahwa Allah disucikan dari
perumpaan dan permisalan dan tidak ada yang mampu menentang kekuasaan-Nya
serta tidak berlaku pada-Nya apa yang berlaku pada manusia dan makhluk lainnya.
Dari paham muncul paham bahwa Alquran adalah makhluk.
2) Al-Adl (keadlilan Allah). Yang mereka maksud dengan keadilan Allah adalah
bahwa Allah tidak menciptakan perbuatan hamba-hamba-Nya dan tidak menyukai
kerusakan. Akan tetapi hamba-hamba-Nyalah yang melakukan apa-apa yang
diperintahkan-Nya dan meninggalkan apa yang dilarang dengan kekuatan yang
Allah jadikan buat mereka.
3) Al-Wad wa al-waid (janji dan ancaman). Bahwa Allah akan memberi pahala
atas kebaikan yang diperbuat manusia dan memberi balasan atas kejelakan yang
dilakukannya dan tidak mengampuni pendosa besar jika tidak bertobat.
4) Al-Manzilah bain al-manzilatain (satu posisi di antara dua posisi). Menurut
mereka pelaku dosa besar berada di antara dua kedudukan, yaitu mereka tidak
berada dalam kedudukan mukmin tidak juga kafir.
5) Amar maruf dan nahi mungkar. Diantara para tokoh-tokoh yang berpengaruh
pada Mutazilah yaitu: Washil bin Atha (pendiri aliran ini), Abu Huzail Al-Allaf, Al-
Nazzam, Al-Jubbai (http://mufdil.wordpress.com/2009/08/03/aliaran-aliran-
dalam-ilmu-kalam/, akses Ahad, 5 September 2010).
F. Aliran Shifatiyyah
Aliran Shifatiyyah adalah faham yang menerima adanya sifat-sifat Allah yang
dikhabarkan dalam nash Al-Quran dan Hadits (sifat khabariyah). Aliran ini
bertentangan dengan faham Mutazilah yang menolak memberikan sifat khabariah
bagi Allah. Aliran Shifatiyyah dibagi menjadi empat sekte, yaitu :
1. Musyabbihah / Mujasimah (Anthropomorpisme), yaitu memegangi sifat
khabariyah tentang tasybih dan tajsim berdasarkan makna literalnya
2. Aliran Khalaf (mutakallimin), yaitu sebagian ulama setelah abad ke-3 Hijriah
yang mentawilkan ayat-ayat tasybih dan tajsim yang ada qarinah itu lafazh majazi
yang masih memungkinkan untuk ditawilkan dari makna hakikatnya, guna
menghindari penyerupaan Allah dengan makhluknya. Contohnya :
a. Sesungguhnya orang-orang yang berjanji setia kepadamu (Muhammad),
sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah, tangan Allah diatas tangan
mereka. (QS Al-Fath : 10) Ulama khalaf menafsirkan kata tangan Allah dengan
kekuatan, kekuasaan dan keridloan Allah.
b. Dan buatlah perahu dengan mata Kami dan wahyu kami. (QS Hud : 37). Kata
mata Kami ditafsirkan dengan pengawasan Kami.
c. Tuhan yang Rahman bersemayam di atas Arsy (QS Thaha: 5). Kata
bersemayam ditafsirkan dengan berkuasa.
3. Aliran Salaf, yaitu mengimani semua nash Alquran dan Hadits yang mengandung
tasybih, tajsim dan sifat khabariyah Allah tetapi tanpa mau membahas mendetail
dan tidak mau memberikan tawilnya. Ulama-ulama yang beraliran seperti ini
antara lain : Imam Malik bin Anas, Muqatil bin Sulaiman, Sufyan Tsauri, Dawud bin
Ali Al-Ashafani, Harits bin Asad Al Muhasibi (Mas Halim, 2010, Aliran Shifatiyyah
http://fikih-mashalim.blogspot.com/2010/05/xii-aliran-shifatiyyah.html, akses
Ahad 5 Spetember 2010).
G. Aliran Muaththilah
Aliran muaththilah adalah aliran yang berpaham bahwa sifat-sifat Allah yang
diungkapkannya di dalam Alquran harus diartikan dengan arti yang sesuai dengan
sifat-sifat yang lebih sesuai dengan Allah, bukan diartikan secara tekstual. Karena
jika itu dilakukan menurut mereka berarti menyamakan Allah dengan makhluk-Nya
sedangkan Allah mustahil sama dengan makhluk-Nya. Menurut Syaikh Muhammad
bin Shalih Al-Utsaimin orang pertama yang menyebarkan paham ini adalah Jaad
bin Driham yang diadopsinya dari kaum Yahudi seperti Abban bin Saman. Akan
tetapi Jaad dihukum mati oleh Khalid bin Abdullah Al-Qusari, gubernur Irak pada
masa pemerintahan Hisyam bin Abdul Malik. Ia dibunuh pada hari raya Idul Adha
tahun 119 H. Paham ini kemudian disebarluaskan oleh Jaham bin Shafwan. Akan
tetapi ia dibunuh oleh Salim bin Ahwaz di Marwa pada tahun 128 H.
Di antara pendapat kelompok muaththilah ini yaitu Allah tidak memiliki sifat-sifat
tsubutiyah (sifat-sifat yang melekat pada dzat-Nya), sebab menurut mereka,
dengan adanya sifat-sifat ini maka sesungguhnya Allah sedang diserupakan dengan
makhluk-makhluk-Nya. Oleh karena itulah, mereka hanya menetapkan sifat-sfat
salbiyah,atau sifat-sifat idhafiyah dan sifat-sifat yang tersusun dari kedua jenis
sifat tersebut.
Yang dimaksud dengan sifat salbiyah adalah sifat-sifat yang mengandung makna
meniadakan sesuatu yang tidak sesuai dengan keagungan Allah, seperti perkataan
mereka, Sesungguhnya Allah adalah Satu maksudnya bahwa Allah tidak berbilang
dan tidak memiliki sekutu.
Sedangkan yang dimaksud dengan sifat idhafiyah adalah sifat-sifat yang digunakan
untuk mensifati Allah tetapi bukan merupakan sifat-sifat yang melekat pada dzat-
Nya. Sifat-sifat tersebut dapat digunakan untuk mensifati Allah karena sebenarnya
sifat-sifat tersebut dimaksudkan untuk menjelaskan sifat-sifat dari sesuatu selain
Allah, seperti perkataan mereka, Sesungguhnya Allah adalah Dasar dan Sebab, di
mana kedua sifat ini dimaksudkan untuk menjelaskan bahwa segala sesuatu berasal
dari Allah, bukan berarti bahwa kedua sifat tersebut ada pada dzat Allah.
Adapun yang dimaksud dengan sifat-sifat yang tersusun dari kedua jenis sifat
tersebut adalah satu sifat yang dapat dianggap sebagai sifat salbiyah jika dilihat
dari satu sisi dan sebagai sifat idhafiyah jika dilihat dari sisi yang lain, seperti
perkataan mereka tentan Allah, Sesungguhnya Dia adalah Yang Pertama, di
mana sifat ini dianggap sifat salbiyah karena ia meniadakan sifat baru dari dzat
Allah dan dianggap sebagai sifat idhafiyah jika dilihat bahwa segala sesuatu ada
setelah adanya Allah (Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, 2005, Sifat-Sifat
Allah dalam Pandangan Ibnu Taimiyah, Jakarta: Pustaka Azzam, hlm: 173-176).
H. Aliran Asyariyah
Aliran ini dinisbahkan kepada Imam Abu Hasan Ali bin Ismail Al-Asyari, keturunan
sahabat Nabi Abu Musa Al-Asrari. Ia dilahirkan di Bashrah tahun 270 H dan wafat
tahun 324 H. Pokok-pokok pemikiran Asyariyah antara lain:
Sifat-sifat Tuhan. Menurutnya, Tuhan memiliki sifat sebagaimana disebut di
dalam Alquran, yang disebut sebagai sifat-sifat yang azali dan Qadim. Sifat-sifat itu
bukanlah zat tuhan dan bukan pula lain dari zat-Nya., namun ada pada zat-Nya.
Mengenai Alquran mereka berpendapat ia bukanlah makhluk, tetapi Alquran adalah
kalam Allah yang ada pada zat-Nya dan dengan sifat itulah ia berbicara sesuai
dengan kehendak-Nya. Asyariyah juga berpendapat bahwa orang mukmin dapat
melihat Allah di akhirat.
Tentang akal dan wahyu. Menurut aliran ini segala kewajiban manusia hanya
dapat diketahui melalui wahyu. Akal tidak dapat membuat sesuatu menjadi wajib
dan tidak dapat mengetahui bahwa mengerjakan yang baik dan menjauhi yang
buruk adalah wajib bagi manusia (Harun Nasution, 1986, Teologi Islam: Aliran-
Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta: UI Pres, hlm: 82).
Perbuatan Manusia. Asyariyah tidak menafikan adanya ikhtiyar pada diri
manusia, mereka juga tidak menafikan adanya qadha dan qadar Allah. Perbuatan
manusia dari satu sisi adalah perbuatan Allah, dan dari sisi lain adalah perbuatan
manusia itu sendiri. Jadi, ada ikhtiyar manusia dalam mewujudkan perbuatannya.
Keadilan Tuhan. Menurut aliran ini, keadilan Allah adalah kebesaran Allah untuk
melakukan apa saja terhadap makhlukNya. Ia tidak mempunyai kewajiban apapun
untuk menentukan tempat manusia di akhirat. Karena itu, menurut Aliran ini, jika
Allah memasukkan orang beriman yang shalih dan tidak pernah melakukan dosa
besar ke dalam neraka atau memasukkan orang kafir dan durjana ke dalam surga
tidak tergolong perbuatan zhalim, tetapi masih tergolong perbuatan adil sebab
manusia dan makhluk-Nya yang lain adalah milik-Nya.
Muslim yang berbuat dosa. Menurutnya, yang berbuat dosa dan tidak sempat
bertobat di akhir hidupnya tidaklah kafir dan tetap mukmin.
I. Aliran Maturidiyah
Pendiri aliran ini adalah Abu Mansur Al-Maturidi yang dilahirkan di Maturid, sebuah
kota kecil di daerah Samarkand pada sekitar pertengahan abad ke-3 H. Pokok-
pokok ajaran aliran ini antara lain:
Tentang sifat Tuhan dan Muslim yang berbuat dosa. Ajarannya sejalan dengan
Asyariyah. Akan tetapi mengenai sifat-sifat Allah yang mengesankan bahwa Allah
mempunyai organ tubuh dan sifat-sifat jasmani seperti yang dimiliki manusia
Maturidiyah mempunyai sikap dan pendirian yang sama dengan Mutazilah,
meskipun takwilan-takwilan mereka tidak selalu identik.
Tentang akal dan wahyu. Menurut aliran ini, sebelum rasul datang membawa
wahyu, akal sudah dapat mengetahui mana perbuatan yang baik dan buruk.
Sehingga manusia berkewajiban untuk mengerjakan apa-apa yang sudah
diketahuinya tersebut. Akan tetapi tidak berarti semua perbuatan dapat diketahui
baik buruknya oleh akal. Oleh karena itu, manusia memerlukan wahyu untuk
memperjelas hal tersebut sehingga manusia dapat dengan pasti mengetahui
kewajiban dan larangan yang harus dikerjakan dan ditinggalkan dan sebelum
wahyu itu datang maka manusia tidak diberikan taklif untuk melakukan suatu
kewajiban agama.
Perbuatan Manusia. Menurutnya, Perbuatan manusia sebenarnya diwujudkan oleh
manusia itu sendiri, dan bukan merupakan perbuatan Tuhan.
III. KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat kita ketahui bahwa perbedaan pandangan teologis baru
mulai semarak pada masa Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah dan lebih semarak
lagi pada masa-masa setelahnya. Berikut ini adalah aliran-aliran utama dalam
berbagai pandangan teologis tersebut:
1. Aliran Khawarij. Aliran ini pada asalnya pendukung Ali tetapi kemudian
memisahkan diri karena mereka menganggap Ali bin Abi Thalib telah menyimpang
dari ajaran Islam yang benar karena menerima tahkim dalam penyelesaian
perselisihan dengan Muawiyah. Nama ini kemudian disandangkan kepada mereka
yang keluar kepemimpinan yang berhak dan telah disepakati oleh para jamaah.
Aliran ini terbagi-bagi dalam beberapa sekte semisal, Al-Muhakkimah, Al-Azariqah,
Al-Najdah, Al-Ajaridah, Al-Sufriyah dan Al-Ibadah. Pada dasarnya mereka
mengkafirkan para sahabat dan orang mukmin lainnya yang menerima tahkim
sebagai solusi perdamaian. Di samping itu, mereka sudah menganut paham yang
cukup demokratis dalam memilih pemimpin. Menurut mereka, setiap muslim
berhak menjadi khalifah.
2. Aliran Murjiah. Aliran ini muncul sebagai reaksi atas sikapnya yang tidak mau
terlibat dalam upaya kafir mengkafirkan terhadap orang yang melakukan dosa
besar. Pandangan pokok mereka adalah bahwa setiap orang yang melakukan dosa
besar dihukumi tetap sebagai orang mukmin di dunia ini. Aliran ini terbagi ke
dalam dua kelompok besar yaitu kelompok yang moderat dan kelompok yang
ekstrim dalam memegang pahamnya.
3. Aliran Qadariyah. Aliran yang ditokohi oleh Mabad Al-Juhani ini beranggapan
bahwa Allah tidak menciptakan perbuatan manusia, tetapi manusialah yang
membuat perbuatan itu ada. Di samping itu, menurut aliran ini akal manusia dapat
mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, walaupun Allah tidak
menurunkan agama Islam ke dunia. Oleh karena kebebasan berbuat dan kebebasan
berfikir inilah yang menyebabkan manusia pantas menerima balasan atas semua
perbuatannya.
4. Aliran Jabbariyah. Aliran ini merupakan antitesis dari paham qadariyah. Menurut
aliran yang ditokohi oleh Jahm bin Shafwan dan lahir di Khurasan ini, semua
perbuatan manusia telah ditentukan sebelumnya oleh Allah melalui qadha dan
qadarnya. Oleh karena itu, manusia tidak mempunyai kemampuan apapun untuk
memilih dalam melakukan tindakan. Artinya manusia melakukan semuanya ini atas
dasar keterpaksaan.
5. Aliran Muktazilah. Aliran dengan tokoh pertama Washil bin Atho ini
diperkirakan muncul sebagai akibat ketidaksetujuan Washil terhadap pendapat
gurunya, Hasan Al-Bashri, yang berpendapat bahwa orang mukmin yang melakukan
dosa besar tetap mukmin. Sedangkan menurut Washil ia dihukumi fasik, tidak
mukmin dan tidak pula kafir. Aliran ini mempunyai lima doktrin utama yang
dirumuskan oleh Abu Huzail Al-Allaf. Yaitu: al-tauhid, al-adl, al-wad wa al-waid,
al-manzilah bain al-manzilatain dan amar maruf nahi munkar.
6. Aliran Shifatiyyah. Yaitu faham yang menerima adanya sifat-sifat Allah yang
dikhabarkan dalam nash Alquran dan Hadits. Aliran ini terbagi menjadi tiga sekte
utama yaitu: aliran mujassimah, aliran khalaf (mutakallimin), dan aliran salaf.
7. Aliran Muaththilah. Yaitu aliran yang berpaham bahwa sifat-sifat Allah yang
diungkapkannya di dalam Alquran harus diartikan dengan arti yang sesuai dengan
sifat-sifat yang lebih sesuai dengan Allah, bukan diartikan secara tekstual. Menurut
mereka Allah tidak memiliki sifat tsubutiyah sebab itu berarti penyerupaan Allah
dengan makhluk-Nya yang mustahil terjadi. Oleh karena itu, mereka menetapkan
tiga jenis sifat kepada Allah yang menurut mereka tiga jenis sifat ini sesuai dengan
kemahabesaran Allah. Ketiga jenis sifat tersebut yaitu: sifat salbiyah, sifat
idhafiyah dan sifat-sifat yang tersusun dari kedua jenis sifat tersebut.
8. Aliran Asyariyah. Aliran yang dipelopori oleh Imam Abu Hasan Ali Al-Asyari ini
pada dasarnya adalah reaksi atas aliran mutazilah yang dikenal sebagai pemuja
akal. Menurut aliran ini manusia mutlak memerlukan wahyu untuk kemashlahatan
hidup dunia dan akhirat. Di samping itu, aliran ini juga berbeda dengan mutazilah
dalam menetapkan sifat-sifat Allah. Misalnya tentang Alquran, menurut mutazilah
Alquran adalah makhluk sedangkan menurut asyariyah Alquran adalah kalam
Allah, yaitu suatu sifat yang ada pada dzat Allah yang dengan sifat inilah Allah
berbicara dengan makhluk-Nya.
9. Aliran Maturidiyah. Aliran ini hampir sama dengan Asyariyah. Aliran ini
berkembang di daerah Samarkand dan Bukhoro. Aliran ini lebih dekat kepada
mutazilah dalam pendapatnya tentang akal dan perbuatan manusia. Menurut
aliran ini manusia dapat mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk sebelum
datangnya wahyu. Oleh karena itu, ia berkewajiban untuk mengerjakan perbuatan
tersebut akan tetapi menurut aliran ini tidak semua perbuatan baik dapat
diketahui oleh akal. Oleh karena itu, manusia membutuhkan wahyu Allah.
Sedangkan menurut Asyariyah, akal manusia tidak dapat mengetahui bahwa
sesuatu perbuatan yang baik dan buruk itu harus dikerjakan dan ditinggalkan
kecuali berdasarkan petunjuk wahyu.
http://hamkamodern.blogspot.com/2010/09/i.html
tgl 30 maret jam 17.02















































1. Pengertian Matan, Sanad, dan Mukharrij
Suatu hadist tidak terlepas dari beberapa unsur yang terkandung di dalamnya.
Tanpa unsur-unsur tersebut, maka status dan validitas suatu hadist patut untuk
dipertanyakan. Beberapa unsur yang menjadi pertimbangan untuk menilai kesahihan
sebuah hadits itu antara lain matan, sanad, isnad dan mukharrij.
Pengertian Matan secara bahasa adalah sesuatu yang tampak. Secara istilah adalah
lafadz-lafadz yang menggambarkan mana hadits, bisa juga diartikan kalimat hadits yang
mempunyai arti[65]. Menurut Ibnu Jamaah adalah sebuah kalimat yang menjadi tujuan
akhir daripada sanad[66]. Lebih sederhananya matan adalah bentuk redaksional sebuah
hadits
Adapun arti sanad secara etimologi adalah tempat bersandar[67]. Sedangkan
secara terminologi terdapat beberapa pendapat mengenai pengertian sanad ini,
diantaranya yaitu:
a) Menurut al-Sayyid Muhammad Ibn Alawi al-Maliki sanad ialah jalur yang
menghubungkan seseorang sampai kepada matan. Jalur ini tidak lain adalah
para rawi yang mentransformasikan matan tersebut secara berkesinambungan.
Dengan demikian, menurut beliau sanad dan rawi mempunyai arti yang sama[68].
b) Dr. Muhammad Ajaj al-Khatib mendefinisikan sanad dengan jalur matan. Lebih
lanjut, beliau menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan jalur matan adalah
silsilah para rawi yang mentransformasikan matan dari sumber utama. Oleh
karena itu, menurut beliau terdapat perbedaan antara sanad dan rawi.
c) Kata sanad menurut al-Badru bin Jamaah adalah memberitahu jalur menuju
hadits. Karena sanad menurutnya diambil dari kata al-sannad yang berarti suatu
yang naik dari lembah gunung. Hal ini karena al-musnid menarik hadits sampai
kepada orang yang mengucapkan hadits. Atau diambil dari ucapan fulanun
sanadun (berpegangan) sehingga sanad mempunyai arti memberitahu proses
menuju matan. Hal itu dikarenakan orang yang hafal hadits menjadikan sanad
sebagai acuan dalam shohih dan dloif sebuah hadits.
Dari ketiga pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa terminologi sanad adalah
jalannya hadist, maksudnya mata rantai (jalur) para periwayat yang menghubungkan
matan mulai dari awal hingga akhir.
Secara etimologi isnad berarti menyandarkan. Adapun secara terminologi isnad
didefinisikan dengan pemberitahuan dan penjelasan tentang jalur matan. Namun,
terkadang kata isnad diartikan dengan sanad, begitu juga sebaliknya. Dengan demikian,
kata isnad dan sanad mempunyai arti yang sama.
Mukhorij adalah orang yang menyebutkan perawi hadits. Istilah ini berbeda
dengan al-muhdits yang artinya orang yang mempunyai keahlian tentang proses
perjalanan hadits serta megetahui nama-nama perawi, redaksi, dan kelemahan hadits.
Dalam hal ini ia lebih tinggi apabila dibandingkan dengan al-musnid. Orang yang sedang
bergelut dengan hadits dapat digologkan menjadi beberapa tingkatan antara lain sebagai
berikut:[69]
Al-Tholib adalah orang yang sedang belajar hadits.
Al-Muhaddits adalah orang yang mendalami dan menganalisis hadits dari
segi riwayat dan diroyat.
Al-Hafidz adalah orang yang hafal 100.000 hadits.
Al-Hujjah adalah orang yang hafal 300.000 hadits.
Al-Hakim adalah orang yang menguasai hal-hal yang berhubungan dengan hadits
secara keseluruhan baik ilmu maupun mustola al-hadits.
Amir al-hadits ( pemimipin hadits)
Menurut syeikh Fath al-din bin Syaid al-Naas, al-muhhadits pada zaman sekarang
adalah orang yang sibuk mempelajari hadits baik aspek riwayat maupun diroyat,
kemudian mengkaji kualitas perawinya dengan mempelajari secara mendalam para rawi
yang semasa yang populer dalam hadits. Sehingga ia mampu mengetahui gurunya dan
guru dari guru perawi sampai seterusnya.Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh dibawah
ini:

Anda mungkin juga menyukai