Anda di halaman 1dari 19

PROPOSAL PENELITIAN Nama/NRP : Jurusan : Fakultas : Universitas : Judul : Neina Febrianti/ E34070008; Rakhmi Walidaini/ E34070012; Nini Sriani/

E34070014 Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Kehutanan Institut Pertanian Bogor Penelitian Kajian Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan (Studi Kasus di Sub DAS Cisadane Hulu, Sub DAS Cikapundung, dan Kabupaten Lombok Barat) Pembimbing 1. Ir. Haryanto R. Putro, MS 2. Dr. Ir. Endes N. Dahlan, MS 3. Ir. Agus Priyono, MS

Dosen :

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim mulai terasa dampaknya saat ini secara global di seluruh belahan dunia, tanpa terkecuali di Indonesia. Menurut Boer dan Faqih (2004) dalam The World Bank Group (2011), di Indonesia telah mengalami kenaikan temperatur rata-rata sebesar 0,3 C sejak tahun 1990. Sedangkan menurut Susandi (2006) dalam WWF (2007), Indonesia diproyeksikan akan mengalami kenaikan temperatur mencapai 3,5 pada tahun 2100, sementara temperatur global bumi akan mencapai maksimum 6,2 pada tahun tersebut. Hal tersebut tentunya memiliki pengaruh terdahadap beberapa aspek yang menyangkut kehidupan manusia. Salah satu aspek penting yang ikut terpengaruh adalah aspek ketersediaan air. Menurut Hulme dan Sheard (1999) dalam The World Bank Group (2011), secara keseluruhan, curah hujan di Indonesia menurun sebesar 2-3% sejak tahun 1990, selain itu pola presipitasi telah berubah sepanjang musim hujan dan kemarau, yaitu terjadi penurunan rata-rata curah hujan tahunan di bagian selatan Indonesia termasuk peningkatan curah hujan di musim hujan, sementara rata-rata peningkatan presipitasi di bagian utara bertambah dengan penurunan curah hujan di musim kemarau. Perubahan pola curah hujan mempengaruhi ketersediaan air

untuk irigasi dan air minum. Sementara, banyak sungai-sungai di Indonesia saat ini memiliki aliran atau debit yang jauh lebih rendah terutama pada musim kemarau (UNDP Indonesia 2007) sedangkan debit meninggi hingga beresiko banjir dan bencana lainnya pada musim penghujan. Menurut Vorosmarty et al. (2000), tingginya populasi penduduk dunia saat ini telah menyebabkan tekanan terhadap kebutuhan air dan tingginya kebutuhan tersebut tentunya mempengaruhi sistem air global yang berkaitan dengan efek perubahan iklim. Kondisi perubahan iklim sendiri diperparah oleh kegiatan-kegiatan manusia yang tidak ramah lingkungan seperti deforestrasi karena mengemisikan gas rumah kaca. Selain itu, jika kegiatan deforestrasi dilakukan di daerah aliran sungai terutama daerah tangkapan air, maka dapat memperparah kondisi hidrologi sungai yang berkaitan. Untuk itu diperlukan sebuah manajemen atau pengelolaan sumberdaya air yang dapat menjaga ketersediaan air secara berkelanjutan. Manajemen atau pengelolaan sumberdaya air di Indonesia sayangnya masih tergolong dalam kategori yang kurang baik (WWF 2007), sehingga dibutuhkan sebuah inovasi atau konsep baru dalam membentuk suatu mekanisme pengelolaan sumberdaya air yang lebih baik lagi. Salah satu inovasi mekanisme yang dapat diadopsi adalah mekanisme pembayaran jasa lingkungan atau yang dikenal dengan istilah Payment Environmental Services. Mekanisme ini merupakan mekanisme kompensasi dimana penyedia jasa (service provider) dibayar oleh penerima jasa (service users) (The Regional Forum on Payment Schemes for Environmental Services in Watersheds, The Third Latin American Congress on Watershed Management 2003 dalam USAID 2009). Dalam mekanisme ini diharapkan pihak penyedia jasa yang berada di daerah hulu dapat menjaga kelestarian daerah tangkapan air yang berpengaruh terhadap kondisi sungai secara keseluruhan dan mendapatkan imbalan atas upaya tersebut. Mekanisme pembayaran jasa lingkungan di Indonesia telah banyak dilakukan, baik melalui kerjasama lembaga-lembaga domestik maupun dengan dorongan dan bantuan lembaga internasional. Meskipun begitu mekanisme ini masih merupakan konsep yang masih baru di Indonesia, dan sebagian besar dalam tahap pengembangan konsep dan uji coba implementasi (Prasetyo et al 2009). Beberapa lokasi yang telah mengimplementasikan mekanisme ini diantaranya

adalah DAS Cisadane hulu (Jawa Barat), Sub DAS Cikapundung, DAS Citarum (Jawa Barat), dan Sub DAS Jangkok Kabupaten Lombok Barat (NTB). Sebagai konsep yang baru, tentunya terdapat kendala yang dijumpai dalam

pelaksanaannya. Untuk itu, diperlukan pembelajaran dari mekanisme-mekanisme yang sedang berjalan tersebut sehingga dapat dibentuk kebijakan lebih lanjut mengenai mekanisme ini dan evaluasi apakah keluaran yang ingin direncakan sudah tercapai dilihat dari kinerja berdasarkan realita dan manfaat kedua belah pihak sehingga dapat dihasilkan rekomendasi untuk pelaksanaan mekanisme yang lebih baik lagi dan dapat direplikasi di lokasi lain. 1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui pihak-pihak yang terlibat dalam mekanisme pembayaran jasa lingkungan yang sedang berjalan di DAS Cisadane hulu (Jawa Barat), Sub DAS Cikapundung, DAS Citarum (Jawa Barat), dan Sub DAS Jangkok Kabupaten Lombok Barat (NTB). 2. Mengetahui mekanisme pembayaran jasa lingkungan yang sedang berjalan di DAS Cisadane hulu (Jawa Barat), Sub DAS Cikapundung, DAS Citarum (Jawa Barat), dan Sub DAS Jangkok Kabupaten Lombok Barat (NTB). 3. Mengevaluasi mekanisme pembayaran jasa lingkungan yang sedang berjalan di DAS Cisadane hulu (Jawa Barat), Sub DAS Cikapundung, DAS Citarum (Jawa Barat), dan Sub DAS Jangkok Kabupaten Lombok Barat (NTB).

II. KONDISI UMUM 2.1 Sub DAS Cisadane Hulu 2.1.1 Letak dan Luas Sub DAS Cisadane Hulu merupakan bagian dari DAS Cisadane yang terdiri dari beberapa sub DAS yaitu, sub DAS Cisadane Hulu, Ciapus, Ciampea, Cihideung, Cianten, Cikaniki, Cisadane Tengah, dan Cisadane Hilir. Secara geografis, Sub DAS Cisadane Hulu terletak antara 106o4948-106o5548 BT dan 6o4536-6o4724 LS, dengan total luasan sekitar 1770 ha (BPDAS 2006). Menurut CI Indonesia (2009), aliran Sub DAS Cisadane Hulu yang keluar di daerah Empang meliputi 3 wilayah di Bogor, yaitu Cijeruk Caringin dan Ciawi.

Gambar 1 Peta wilayah Sub DAS Cisadane Hulu (CI Indonesia 2009). 2.1.2 Tutupan Lahan Tipe tutupan lahan di Sub DAS Cisadane Hulu diidentifikasi berdasarkan citra Landsat yang diambil pada tahun 1992 dan 2003. Klasifikasi tutupan lahan yang terjadi pada kedua tahun tersebut tersaji pada Tabel 1. Tabel 1 Perubahan tutupan lahan Sub DAS Cisadane Hulu antara tahun 19922003 Tutupan Lahan Hutan Kebun Ladang (dataran tinggi) Sawah Pemukiman Total
Sumber : CI Indonesia (2009)

1992 Ha 6036,8 6022,2 4743,5 4713,5 1425,6 22941,5 % 26,3 26,3 20,7 20,5 6,2 100

2003 Ha 4955,9 1273,0 6205,4 5429,5 5077,8 22941,5

% 21,6 5,5 27,0 23,7 22,1 100

Perubahan Ha % -1081,0 -4,7 -4749,2 -20,7 1461,9 6,4 716,0 3,1 3652,3 15,9

Tabel tersebut mengindikasikan adanya perubahan tutupan lahan di Sub DAS Cisadane Hulu antara tahun 1992-2003. Pertambahan yang signifikan terjadi pada pemukiman, ladang (dataran tinggi), dan sawah yaitu sebesar 15,9%; 6,4%; dan 3,1%. Hutan dan kebun mengalami penurunan yaitu sebesar 4,7% dan 20,7%. 2.1.3 Penyedia Jasa Lingkungan a.Desa Tangkil Desa Tangkil memiliki luas 6,32 km2, yang berbatasan dengan desa Lemah Duhur di sebelah utara, sebelah selatan berbatasan dengan desa Cinagara, sebelah barat dengan desa Pasir Muncang, dan sebelah timur dengan kawasan TNGGP. Desa Tangkil memiliki kelompok tani bernama KT Garuda Ngupuk dan KT Saluyu. Kelompok tani ini merupakan mitra kerja Forpela TNGGP dalam melaksanakan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di kawasan tersebut.

b. Desa Cinagara Desa Cinagara memiliki luas 496,515 Ha, yang berbatasan dengan desa Tangkil di sebelah utara, sebelah selatan berbatasan dengan desa Pasir Buncir, sebelah barat berbatasan dengan desa Muara Jaya dan sebelah timur berbatasan dengan kawasan TNGGP. Banyaknya penduduk desa Cinagara yang

bermatapencaharian di bidang pertanian, membuat desa ini memiliki kelompok tani. Kelompok tani tersebut bernama KT Cinagara Asri. Kelompok tani tersebut merupakan mitra kerja Forpela TNGGP dalam melakukan implementsi program pembayaran jasa lingkungan. 2.1.4 Pemanfaat Jasa Lingkungan Menurut USAID (2009), berdasarkan hasil rapat revitalisasi Forpela TNGGP selama tahun 2008, tercatat pengguna air dari kawasan adalah 103 pengguna baik komersial maupun non komersial. Informasi mengenai pengguna air dari kawasan TNGGP tersaji dalam Tabel 2. Tabel 2 Jumlah pengguna air dari kawasan TNGGP antara tahun 2006-2009 yang terdaftar sebagai anggota Forpela Wilayah Bogor Cianjur Sukabumi Jumlah Total PenggunaAir (2006) Komersial Non-Komersial 13 4 18 5 5 2 36 11 47 Pengguna Air (2009) Komersial Non-Komersial 30 9 44 9 19 2 83 20 103

Sumber : USAID (2009)

Pemanfaat jasa lingkungan yang terdapat di sekitar kawasan TNGGP khususnya di daerah Sub DAS Cisadane Hulu berjumlah 4 pemanfaat. Pemanfaat tersebut terdiri dari industri dan instansi. Pemanfaat-pemanfaat tersebut antara lain PT Rejosari Bumi unit Tapos, PT Nilam Indo, BPKH Cinagara, serta STPP Cinagara. Pemanfaatan air dari kawasan taman nasional oleh para pemanfaat tersebut tersaji pada tabel 3. Tabel 3 Pemanfaatan air dari kawasan TNGGP oleh para pemanfaat Nama Sumber PT Rejosari Bumi PT Nilam Indo Jenis Sumber Sungai Sungai Panjang Pipa 2,16 km 5 km Diameter Pipa 3 inchi 3 inchi Ukuran Bak Air 10 x 20 x 1 m3 5 x 6 x 1 m3

Tabel 3 (Lanjutan) Nama Sumber BPKH Cinagara STPP Cinagara


Sumber : USAID (2006)

Jenis Sumber Sungai Sungai

Panjang Pipa 5 km 5 km

Diameter Pipa 3 inchi 3 inchi

Ukuran Bak Air 3 x 2 x 2 m3 3 x 2 x 2 m3

Pemanfaatan air dari dalam kawasan taman nasional diambil melalui aliran sungai yang kemudian ditampung dengan bak-bak penampungan untuk kegiatan industri dan kegiatan non komersial lainnya. 2.2 Sub DAS Cikapundung 2.2.1 Letak dan Luas Daerah hulu Sungai Cikapundung terletak di sebelah utara Kota Bandung Provinsi Jawa Barat, dan merupakan bagian hulu Sungai Citarum. Secara administrasi pemerintahan ada di Kabupaten Bandung (meliputi : Kecamatan Lembang, Kecamatan Cilengkrang, dan Kecamatan Cimenyan) serta Kota Bandung (meliputi: Kecamatan Cidadap dan Kecamatan Coblong). Luas daerah hulu Sungai Cikapundung secara keseluruhan sekitar 9.401 ha (Darsiharjo 2004). Sungai Cikapundung memiliki panjang total 28 km. Sungai Cikapundung meliputi luas daerah tangkapan di bagian hulu sebesar 111,3 km2, di bagian tengah seluas 90,4 km2, dan di bagian hilir seluas 76,5 km2. Pada bagian hulu terdapat percabangan sungai yang membentuk dua sub sistem DAS, yang terletak di Maribaya. Percabangan ke arah Barat merupakan sub sistem Cigulung meliputi Sungai Cikidang, Cibogo, Ciputri, dan Cikawari. Sedangkan ke arah Timur meliputi Sungai Cibodas, dan Sungai Cigalukguk (USAID 2007).

Gambar 2 DAS Citarum hulu (Poerbandono et al. 2006).

2.2.2 Tutupan Lahan Tataguna lahan di Sub DAS Cikapundung meliputi : perkebunan (53,8%), pemukiman (25,3%), hutan (3,71%), sawah(6,62%), semak belukar (5,3%), dan lahan kosong (5,64%) (USAID 2007). 2.2.3 Penyedia Jasa Lingkungan Masyarakat Desa Sunten Jaya yang tergabung dalam Kelompok Tani Syurga Air merupakan masyarakat yang bersedia berperan sebagai penyedia jasa lingkungan. Desa Sunten Jaya terletak di Kecamatan Lembang pada ketinggian 1200 m dpl yang memiliki mata-mata air yang potensial sebagai sumber air di daerah-daerah sekelilingnya, termasuk menjadi suplai air untuk Sungai Cikapundung (daerah tangkapan air Sub DAS Cikapundung) yang bermuara ke Sungai Citarum di daerah Dayeuh Kolot. Luas Desa Sunten Jaya 4.556,56 km2 dengan total populasi 7.032 jiwa. Rata-rata penduduk desa ini memiliki mata pencaharian sebagai petani, peternak, pedagang, pegawai negeri, dan jasa ojek. Sebagian besar lahan desa digunakan sebagai lahan pertanian termasuk bercocok tanam di daerah-daerah lereng bukit dengan kemiringan yang cukup tajam. Hal tersebut berdampak pada meningkatnya lahan kritis setiap tahun yang hingga saat ini mencapai sekitar 160 ha (Yayasan Peduli Citarum 2011). Sementara untuk kegiatan peternakan sapi perah, sekitar 3000 ekor sapi dimiliki 35% penduduk desa yang bekerja sebagai peternak dengan produksi per hari rata-rata 10-15 liter susu dari tiap ekor sapi. Namun, peternak tersebut memiliki kebiasaan untuk membuang kotoran ternak langsung ke aliran sungai karena aliran sungai tersebut tidak digunakan warga sebagai sumber air bersih (USAID 2007). 2.2.4 Pemanfaat Jasa Lingkungan PT Aetra Air Jakarta merupakan industri pengelola air baku air minum bagi area industri, area bisnis maupun pemukiman penduduk di wilayah operasional Aetra, meliputi Jakarta Timur, sebagian Jakarta Pusat dan Jakarta Utara. Aetra mendapat konsesi untuk melakukan usaha selama 25 tahun berdasarkan Perjanjian Kerjasama dengan Perusahaan Daerah Air Minum DKI Jakarta (PAM Jaya). Kerjasama ini berlaku efektif sejak tanggal 1 Februari 1998 hingga tanggal 31 Januari 2023. Aetra bertanggung jawab untuk mengelola, mengoperasikan, memelihara, serta melakukan investasi untuk mengoptimalkan,

menambah dan meningkatkan pelayanan air bersih di wilayah operasional Aetra. (Anonim2 2011). Sumber air baku PT Aetra semula berasal dari sungai Ciliwung, namun pada tahun 2005 dialihkan ke Sungai Citarum (Tampubolon et al. 2007). Dari Waduk Jatiluhur, air mengalir ke hilir melalui bendung curug yang membagi air ke irigasi Tarum Barat dan Tarum Timur. Tarum Barat mengalirkan air untuk bahan baku air minum 10 juta warga DKI Jakarta. Sebanyak 8.500 liter per detik air baku dikelola PT Aetra (Anonim2 2011). 2.3 Sub-DAS Jangkok, Kabupaten Lombok Barat 2.3.1 Letak dan Luas Kabupaten Lombok Barat terbagi atas dua wilayah DAS yaitu DAS Dodokan dan DAS Putih. DAS Dodokan masuk dalam kategori DAS Prioritas I dan terbagi menjadi 8 sub-DAS yaitu Midang, Jangkok, Babak, Dodokan, Jelateng, Tl.Gamong (di kabupaten Lombok Barat), sedangkan sub-DAS Gn.Kapur dan Siodang berada di Kabupaten Lombok Tengah. Sub-DAS Jangkok yang memiliki luas 18,470.20 Ha merupakan pemasok kebutuhan air yang utama di Kabupaten Lombok Barat, Kota Mataram dan Kabupaten Lombok Tengah (BPDAS Dodokan-Moyosari 2009). Kabupaten Lombok Barat memiliki 256

topografi tanah datar sampai bergelombang dengan ketinggian berkisar 0 meter dari permukaan laut (m dpl).

Gambar 3 Sub-DAS Jangkok 2.3.2 Tutupan Lahan Kabupaten Lombok Barat dengan luas 862,62 Km2 atau 86.262 Ha memiliki tutupan lahan yang bervariasi. Untuk tutupan lahan berupa hutan disajikan pada tabel berikut (Tabel 4).

Tabel 4 Luas hutan di Lombok barat berdasarkan fungsinya No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Jenis Hutan Hutan Lindung Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Biasa Hutan Taman Wisata Alam Taman Hutan Raya Taman Nasional Gunung Rinjani Taman Laut Luas Total Luas (Ha) 28.274,5 19.624 12.982 3.043,7 3.155 12.164 2.954 82.197

Sumber: Sulaiman (2005)

Di Lombok Barat saat ini laju kerusakan hutan semakin tinggi demikian juga eksploitasi hasil hutan kayu sehingga memicu degradasi dan deforestasi hutan. Kerusakan hutan di kabupaten Lombok Barat cukup mendapat perhatian yang besar baik oleh pemerintah daerah, Komunitas Masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat yang peduli terhadap kondisi hutan tersebut. 2.3.3 Penyedia Jasa Lingkungan Hutan Sesaot yang terletak di bagian barat Taman Nasional Rinjani memiliki luas 5.950 ha dan merupakan tangkapan air dari Sub-DAS Jangkok. Secara administrasi, hutan ini terletak di Kecamatan Narmada dan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat (Galudra et al 2010). Sekitar 50% dari kawasan penyangga hutan lindung Sesaot dikelola oleh masyarakat sekitar hutan yang terbagi dalam dua kelompok tani yaitu Wana Dharma dan Wana Lestari. Selain kedua kelompok tersebut, ada Kelompok Masyarakat Pelestari Hutan (KMPH) di Bunut Ngengkang yang telah mendapat ijin pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (HKm) dari Pemeritah Kabupaten Lombok Barat (Rahayu et al 2010). 2.3.3 Pemanfaat Jasa Lingkungan Masyarakat hilir memanfaatkan air dari sub-DAS Jangkok melalui PDAM Menang-Mataram. Adapun nama-nama mata air dan kapasitas air yang digunakan oleh PDAM Menang-Mataram disajikan pada tabel 5. Tabel 5 Sumber mata air yang digunakan PDAM Menang-Mataram No. 1 2 Nama Sumber Air MA Sarasuta MA Saraswaka Lokasi Desa Lingsar Desa Lingsar Kapasitas Sumber (L/dt) 300 200 Kapasitas Produksi (L/dt) 75,54 101,06

Tabel 5 (Lanjutan) Nama Sumber No. Air 3 4 5 6 7 8 9 10 MA Ranget MA Montong MA Orong Petung MA Jong Plangka MA Bangket MA Mandala SPL Penimbung BBI TOTAL

Lokasi Desa Sesaot Desa Selat Desa Sesaot Desa Bentek Desa Bayan Desa Bayan Penimbung Desa Lingsar

Kapasitas Sumber (L/dt) 1.640 50 20 50 20 20 2.300

Kapasitas Produksi (L/dt) 567,83 23,75 5,23 45,32 19,07 8,49 15,32 21,68 883,29

Sumber: PDAM Menang-Mataram (2010)

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Agustus-Oktober 2011. Pengambilan data akan dilaksanakan di tiga lokasi penelitian yang berkaitan dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan. Ketiga lokasi tersebut adalah Sub DAS Cisadane Hulu; Sub DAS Cikapundung, DAS Citarum; dan Sub DAS Jangkok. 3.2 Obyek dan Alat Penelitian Obyek penelitian yang akan dikaji antara lain para pihak serta peranan masing-masing pihak yang terkait dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di masing-masing lokasi penelitian. Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain perekam suara, kamera, panduan wawancara, serta alat tulis. 3.3 Jenis Data Data yang diambil pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer merupakan hasil observasi lapang dan wawancara dari stakeholder yang terkait dalam mekanisme pembayaran jasa lingkungan di masing-masing lokasi penelitian. Data sekunder didapatkan dari penelusuran dokumen perjanjian mekanisme pembayaran jasa lingkungan di masing-masing

lokasi penelitian yang sedang berjalan, undang-undang terkait, buku referensi, jurnal, internet, dan data pendukung lainnya seperti: data fluktuasi debit dan kualitas air serta data kependudukan dari desa-desa terkait mekanisme pembayaran air di masing-masing lokasi penelitian. 3.4 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang akan digunakan adalah studi literatur, observasi lapang dan wawancara. Metode-metode tersebut akan digunakan secara kombinasi untuk mendapatkan data di semua lokasi penelitian. 3.4.1 Studi Literatur Studi Literatur akan dilakukan melalui penelusuran dokumen, arsip, serta data-data pendukung lainnya yang berkaitan dengan mekanisme pembayaran sumberdaya air di masing-masing lokasi penelitian. Data-data tersebut diantaranya : 1. Penelusuran dokumen terkait pengelolaan air di masing-masing lokasi penelitian. 2. Penelusuran dokumen terkait undang-undang yang menjadi acuan pada mekanisme pembayaran jasa lingkungan yang berjalan. 3. Penelusuran dokumen terkait perjanjian kerjasama antara para pihak penyedia maupun pengguna jasa lingkungan di Sub DAS Cisadane Hulu; Sub DAS Cikapundung, DAS Citarum; dan Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. 4. Penelusuran dokumen terkait skema pembayaran jasa lingkungan yang dilakukan oleh para pihak terkait. 5. Penelusuran dokumen terkait kondisi mata air maupun aliran air di Sub DAS Cisadane Hulu; Sub DAS Cikapundung, DAS Citarum; dan Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. 6. Penelusuran dokumen terkait kondisi masayarakat desa yang menjadi penyedia jasa di masing-masing lokasi penelitian. 7. Penelusuran dokumen terkait lainnya. 3.4.2 Observasi Lapang dan Wawancara Observasi lapang dan wawancara akan dilakukan untuk mengetahui mekanisme pembayaran jasa lingkungan, para pihak yang terkait serta peranan

para pihak tersebut dalam mekanisme pembayaran jasa lingkungan yang dilakukan. Selain itu, observasi lapang dan wawancara juga akan dilakukan untuk mengetahui perkembangan mekanisme pembayaran yang dilakukan. Observasi lapang juga akan digunakan untuk melihat perubahan yang terjadi setelah adanya mekanisme pembayaran jasa lingkungan di kawasan tersebut. Metode wawancara dilakukan dengan cara semi terstruktur dimana responden dipilih secara purposive sampling dengan mempertimbangkan keterlibatannya dalam mekanisme terkait dan merupakan tokoh kunci (key person) dari setiap pihak yang terlibat (stakeholder). Wawancara semi terstruktur merupakan wawancara lintas stakeholder untuk memeriksa atau menambahkan kelompok data yang difokuskan (Reed et al. 2009). Wawancara juga dilakukan kepada 30 orang anggota kelompok tani yang berada di masing-masing lokasi penelitian. Responden tersebut merupakan orang yang terlibat dalam mekansime pembayaran jasa lingkungan. Anggota kelompok tani yang diwawancarai dipilih secara purposive dengan mempertimbangkan informasi dari ketua kelompok tani. Jenis dan metode pengunpulan data selengkapnya tersaji pada Tabel 6. Tabel 6 Jenis, sumber, dan metode pengumpulan data. No Jenis Data Sumber Data Metode Pegumpulan Data Penelusuran dokumen, observasi lapang, dan wawancara

Data Pokok Keterlibatan para y Sub DAS Cisadane pihak : Hulu - Identifikasi para y Sub DAS pihak Cikapundung, DAS - Peranan dan fungsi Citarum para pihak y Sub DAS Jangkok - Tingkat kepentingan serta pengaruh para pihak - Hak dan kewajiban para pihak serta pemenuhan hak dan kewajiban tersebut Skema Pembayaran y Sub DAS Cisadane Jasa Lingkungan: Hulu - Dasar, cara y Sub DAS perhitungan, dan Cikapundung, DAS proses penetapan Citarum

Penelusuran dokumen dan wawancara

nilai imbal jasa yang disepakati - Peraturan dari mekanisme yang berjalan - Isi perjanjian - Penegakan aturan (monev, pemberian sanksi, dan lain-lain) - Perkembangan mekanisme PJL yang dilakukan - Permasalahan yang timbul dan solusinya Kondisi mata air dan Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) (debit dan kualitas air) Kondisi sosialekonomi masyarakat

y Sub DAS Jangkok

y BPDAS Ciliwung y BPDAS Moyosari

CitarumDodokan-

Penelusuran dokumen, observasi lapang, dan wawancara Penelusuran dokumen dan wawancara

y Kantor desa y Kantor kecamatan

3.5 Metode Analisis Data 3.5.1 Analisis Stakeholder Menurut Groenendijk (2003), stakeholder adalah keseluruhan aktor atau kelompok yang mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh kebijakan, keputusan, dan penerapan sebuah proyek. Stakeholder merepresentasikan sistem dengan tujuan, sumberdaya, dan sensitifitas masing-masing. Analisis terhadap keterlibatan stakeholder dilakukan untuk mengetahui peran dan fungsi dari masing-masing stakeholder. Keterlibatan stakeholder tersebut dianalisis melalui pendekatan yang dikemukakan oleh Groenendjik (2003). Analisis stakeholder berusaha untuk membedakan dan mempelajari stakeholder yang didasari oleh atribut mereka dan kriteria yang tepat untuk situasi yang spesifik. Proses indentifikasi stakeholder merupakan proses awal dalam metode ini. Selanjutnya, dilakukan pengklasifikasian stakeholder menjadi stakeholder primer, sekunder, dan eksternal. Pembagian ini dilakukan berdasarkan tingkat keterkaitan stakeholder dengan mekanisme yang ada. Atribut kunci dari masing-masing stakeholder kemudian diidentifikasi dan dianalisis. Atribut kunci yang dimaksud adalah minat (interest). Selain itu,

dimasukkan pula atribut lainnya yaitu pengaruh (influence) dan kepentingan (importance). Masing-masing stakeholder memiliki atribut yang berbeda dan dianalisis tergantung pada situasi dan tujuan analisis. Minat (interest) terhadap tujuan mekanisme merupakan atribut yang penting untuk diinvestigasi dari stakeholder. Minat ini mendukung tujuan (stakeholder juga menginginkan apa yang coba dicapai oleh mekanisme) atau kebalikannya. Pengaruh (influence) adalah kewenangan stakeholder untuk mengontrol keputusan apa yang dibuat, untuk memfasilitasi penerapannya atau untuk menggunakan tekanan yang mempengaruhi mekanisme secara negatif. Pengaruh mungkin saja diartikan sebagai tingkatan orang, kelompok, atau organisasi yang dapat membujuk atau memaksa pihak lain dalam membuat keputusan dan mengikuti beberapa tindakan. Kepentingan (importance) mengindikasikan prioritas yang diberikan untuk memuaskan kebutuhan dan minat stakeholder pada mekanisme. Oleh karena itu, kepentingan merujuk pada masalah, kebutuhan, dan minat stakeholder yang merupakan prioritas dari mekanisme. Minat (interest) dari tiap stakeholder yang diidentifikasi tersaji pada Tabel 7. Tabel 7 Minat (interest) masing-masing stakeholder. Minat (Interest) Potensi dampak terhadap proyek * Tingkat kepentingan relatif *

Stakeholder primer Stakeholder 1 ..... Stakeholder n Stakeholder sekunder Stakeholder 1 ...... Stakeholder n Stakeholder eksternal Stakeholder 1 ...... Stakeholder n
Keterangan : Tanda positif (+), negatif (-), tidak jelas (-/+), dan tidak diketahui (?) diisi pada kolom potensi dampak, sedangkan kolom tingkat kepentingan relatif diisi dengan skala 0-5 berdasarkan kebijakan dan tujuan mekanisme Groenendjik (2003).

Keberhasilan suatu mekanisme juga tergantung pada kebenaran asumsi yang dibuat oleh masing-masing stakeholder serta resiko yang dihadapi oleh

mekanisme tersebut.

Resiko-resiko tersebut

dapat

mrnimbulkan konflik

kepentingan. Kombinasi pengaruh dan minat masing-masing stakeholder akan menghasilkan identifikasi asumsi dan resiko masing-masing stakeholder. Kombinasi tersebut dibuat pada satu diagram matriks (Gambar 1). Posisi masingmasing stakeholder pada suatu kuadran tertentu akan mengindikasikan resiko relatif yang mungkin ditimbulkan. Selain itu, posisi tersebut juga dapat mengindikasikan peluang kerjasama antar stakeholder untuk mendukung mekanisme yang ada. High
A y Stakeholder 4 y Stakeholder 5 B y Stakeholder 1 y Stakeholder 2 C
y Stakeholder 3

Importance
D

Low Gambar 4

Influence

High

Diagram matriks minat (interest) dan pengaruh (influence) dari masing-masing stakeholder.

Berdasarkan matriks tersebut, kotak A, B, dan C merupakan stakeholder kunci yang dapat mempengaruhi mekanisme secara signifikan. Implikasi dari masing-masing kotak adalah sebagai berikut : A. Stakeholder dengan tingkat kepentingan tinggi terhadap mekanisme tetapi memiliki pengaruh yang rendah. Hal tersebut mengimplikasikan stakeholder tersebut memerlukan inisiatif khusus untuk melindungi minat mereka. B. Stakeholder dengan tingkat pengaruh dan kepentingan yang tinggi terhadap keberhasilan mekanisme. Untuk membentuk kerjasama efektif dalam

mendukung mekanisme, sebaiknya pihak yang terlibat langsung dengan mekanisme membangun hubungan kerja dengan stakeholder ini. C. Stakeholder yang memiliki pengaruh tinggi tetapi tidak memiliki minat terhadap mekanisme. Stakeholder ini dapat menjadi sumber resiko yang signifikan. Selain itu, dibutuhkan monitoring dan manajemen dengan hati-hati. Stakeholder ini dapat menghentikan mekanisme dan perlu diperhatikan.

D. Stakeholder pada kuadran ini memiliki pengaruh dan kepentingan yang rendah terhadap mekanisme. Stakeholder tersebut mungkin memerlukan monitoring dan evaluasi namun dengan prioritas yang rendah. Stakeholder pada kuadran ini bukanlah subyek dari mekanisme yang berlangsung. 4.5.2 Analisis Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan Analisis deskriptif dilakukan berdasarkan data dari dokumen perjanjian mekanisme pembayaran jasa lingkungan yang ada. Analisis deskriptif dilakukan dengan tiga jalur analisis data (Miles dan Huberman 1992 dalam Agusta 2003), yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Reduksi data untuk menyederhanakan data, meringkas, dan menggolongkannya. Penyajian data dapat berupa skema atau bagan alir mekanisme atau teks naratif. Penarikan kesimpulan dengan cara peninjauan ulang data untuk menarik kesimpulan. 4.5.3 Analisis untuk Mengevaluasi Mekanisme yang Berjalan Evaluasi terhadap mekanisme pembayaran jasa lingkungan yang berjalan mengacu pada dokumen perencanaan yang ada. Evaluasi dilakukan dengan metode triangulasi. Triangulasi adalah suatu pendekatan analisa data yang mensintesa data dari berbagai sumber (Bachri 2010). Dalam hal ini metode triangulasi yang digunakan adalah triangulasi sumber yaitu dengan mengecek kesesuaian antara data yang ada di dokumen perencanaan, pengamatan lapang serta wawancara. Selanjutnya, hasil dari ketiga hal tersebut kemudain dianalisis secara deskriptif.

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim2]. 2011. Sekilas Aetra. http://www.aetra.co.id. [17 Juni 2011]. [BPDAS] Badan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum-Ciliwung. 2006. Perencanaan Penanganan Konservasi Tanah dan Air di Sub DAS Cisadane Hulu. Bogor: Departemen Kehutanan. [CI Indonesia] Conservation International Indonesia. 2009. Promoting Ecosystem Services Value from Hydrological Processes in the Gedepahala Biodiversity Corridor : Understanding the Hydrological Processes to Build a Payment for Environmentas Sevices (PES) Scheme. Jakarta: CI Indonesia. [UNDP Indonesia]. United Nation Development Programe Indonesia. 2007. The Other Half of Climate Change Why Indonesia Must Adapt to Protect its Poorest People. Jakarta: UNDP. [USAID] United States Agency for American People. 2006. Kemitraan Pengguna Air untuk Konservasi TNGP. Jakarta: USAID-ESP. _______. 2007. Laporan Studi PES untuk Mengembangkan Skema PES di DAS Deli, Sumatra Utara dan DAS Progo, Jawa Tengah. Jakarta: USAIDESP. _______. 2009. Imbal Jasa Lingkungan di Beberapa Daerah Aliran Sungai. Jakarta: USAID-ESP. Agusta I. 2003. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data Kualitatif. Makalah pada Pelatihan Metode Kualitatif di Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Litbang Pertanian Bogor; Bogor 27 Febrauri 2003. Bachri BS. 2010. Meyakinkan validitas data melalui triangulasi pada penelitian kualitatif. Jurnal Teknologi Pendidikan 10 (1) : 46-62 Darsiharjo. 2004. Model pemanfaatan lahan berkelanjutan di daerah hulu sungai (studi kasus daerah hulu sungai Cikapundung, Bandung Utara). [disertasi]. Bogor : Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Galudra G, Buana Y, Khususiyah N. 2010. Mau Melangkah ke Mana Pengelolaan Hutan Sesaot?. Brief No. 09. World Agroforestry Centre. Bogor. Groenendijk L. 2003. Planning and Management Tools, A Reference Book. Netherlands: ITC, Enschede. Prasetyo FA, Suwano A, Purwanto, Hakim R. 2009. Making policies work for payment for environmental services (PES): an evaluation of the experience of formulating conservation policies in district of Indonesia. Journal of Sustainable Forestry 28: 415-433. Poerbandono, Basyar A, Harto AB, Raliyanti P. 2006. Evaluasi perubahan perilaku erosi Daerah Aliran Sungai Citarum hulu dengan pemodelan spasial. Jurnal Infrastruktur dan Lingkungan Binaan II (2) : 21-28.

Sulaiman S. 2005. Pengembangan Jasa Lingkungan di Kabupaten Lombok. Makalah dalam Lokakarya Nasional : Strategi Pengembangan Pembayaran dan Imbal Jasa Lingkungan di Indonesia. Jakarta 14-15 Pebruari 2005. ICRAFT-Bappenas. Jakarta. Tampubolon S. 2009. Studi Jasa Lingkungan di Kawasan Danau Toba. Japan : Centre of Forest and Nature Conservation Research and Development (CFNCRD) and International Tropical Timber Organization (ITTO). The World Bank Group. 2011. Vulnerability, Risk Reduction, and Adaptation to Climate Change Indonesia. Washington DC : World Bank. Vorosmarty CJ, Green P, Salisbury J, Lammers RB. 2000. Global water resources: vulnerability from climate change and population growth. SCIENCE 289: 284-288. WWF. 2007. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Pengelolaan DAS Citarum. Jakarta : WWF. Yayasan Peduli Citarum. Potret uji coba http://www.citarum.org. [1 Mei 2011]. LAMPIRAN Lampiran 1 Rencana Anggaran Penelitian Kegiatan 1. Pengumpulan Data - Peralatan Penelitian y Sub DAS Cisadane Hulu y Sub DAS Cikapundung y Sub DAS Jangkok - Transportasi y Sub DAS Cisadane Hulu y Sub DAS Cikapundung y Sub DAS Jangkok - Konsumsi dan Akomodasi y Sub DAS Cisadane Hulu y Sub DAS Cikapundung y Sub DAS Jangkok 2. Pengolahan Data Jumlah 3. Biaya Tak Terduga TOTAL 10% Banyaknya H.Satuan (Rp) Jumlah (Rp) Ket. sebuah jasa lingkungan.

530.000 530.000 470.000 1.270.00 0 770.000 3.200.00 0

945.000 630.000 2.000.00 0 500.000 9.315.00 0 931.500 11.776.500

Lampiran 2 Tata waktu penelitian Bulan Kegiatan Juni 1 Penyusunan Proposal Administrasi/Perizinan Penelitian Presentasi proposal Pengambilan Data Presentasi Data Awal Pengolahan Data Presentasi Hasil Perbaikan Finalisasi Laporan 2 Juli Agustus September Oktober Nopember Desember 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Anda mungkin juga menyukai