Anda di halaman 1dari 4

Penyebaran Infeksi Gonoccal Yang Memperlihatkan Lesi kulit Dalam Kehamilan

Laporan Kasus Perempuan 19 tahun berkulit putih primigravida (hamil untuk pertama kalinya) dipesan untuk persalinan di minggu 13 masa kehamilan. Dia tinggal dengan pasangannya yang berumur 21 tahun. Tes skrining rutin termasuk antibodi treponema, Hepatitis B, C dan HIV antibodi semuanya negatif. Selain asma ringan, tidak ada latar belakang sejarah medis. Hanya obat yang sudah ia pakai adalah asam folat. Masa kehamilannya baik sampai usia kehamilan 36 minggu ' ketika ia dirawat di kamar bersalin dengan riwayat 3 hari sakit tenggorokan dan merasa tidak sehat dan 2 hari riwayat adanya vesikel hemoragik di tangan dan kaki. Dia juga mengeluh arthralgia di bahu dan rahang. Tidak ada riwayat keluarnya cairan pada vagina, gejala kencing atau luka di mulut. Pada pemeriksaan, suhu tubuhnya 38.2C dan denyut nadi 102 bpm. Tidak ada pembesaran limfadenopati. Inspeksi pada tenggorokannya tidak menunjukkan bukti

peradangan faring. Terdapat beberapa nyeri tekan ringan disertai vesikel hemoragik pada punggung tangan kanannya. Pada palpasi abdomen, tinggi fundus sesuai dengan usia kehamilan dan presentasi janin adalah kepala. Denyut jantung janin 172 bpm pada cardiotocograph tersebut. Darah diambil untuk hitung darah lengkap, protein C-reaktif, darah budaya, elektrolit, ureum, kreatinin dan tes fungsi hati. Diagnosis infeksi staphylococcal telah dicurigai. Pasien telah diberikan 1 g parasetamol untuk demam sementara menunggu dokter kulit.

Ia dilihat dan diperiksa oleh dokter kulit yang datang dengan kesimpulan bahwa penyebab untuk lesi kulit adalah streptokokus tenggorokan tapi penyakit autoimun juga diduga mendasari bersamaan dengan etiologi virus yang mungkin bagi timbulnya gejala pasien. Usap tenggorokan diambil untuk kultur bakteri dan virus. Darah diambil untuk titer ASO. ANA, ENA, IgG, A dan M, C3, C4 dan faktor rheumatoid. Darah juga dikirim untuk TORCH skrining dan titer parvovirus. Dokter kulit mengambil dua biopsi dari vesikel pada punggung tangan kanan untuk uji histopatologi dan immunofluorescence. Pasien diberikan i.v. cefuroxime 1,5 g, 8-jam, dan parasetamol yang rutin. Sekitar 5 jam setelah masuk ke kamar bersalin, suhu tubuhnya telah kembali normal dan denyut jantung janin, pada 158 bmp. Pasien dipindahkan ke bangsal untuk pemantauan rutin. Hitung darah lengkap menunjukkan jumlah sel putih 12,6 x 109 /l dengan 7.75 x 109 /l neutrofil. Protein C-reaktif adalah 62,6 mg /l (rentang normal 6 - 10). Elektrolit serum, urea, kreatinin dan tes fungsi hati normal. Pada usap tenggorok tidak tumbuh pathogen apapun. Pada 24 jam setelah diberikan antibiotik, ditandai perbaikan kondisi umumnya. Dia tetap tidak demam dan tidak ada erupsi lebih lanjut dari lesi kulit. Kultur darah didapatkan gram negatif diplococci setelah 3 hari, yang diidentifikasi sebagai Neisseria gonore. Histologi kulit lesi menunjukkan vaskulitis leucocytoclastic. Hasil analisis serologi adalah negatif. Setelah isolasi Neisseria gonore pasien diwawancarai dengan tujuan mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai sumber infeksi. Dia membantah memiliki pasangan seksual lainnya. Pasien terus diberikan dengan i.v. cefuroxime dan dia dirujuk ke klinik khusus saluran kemih dan genital dengan pasangannya. Di klinik dia diskrining untuk infeksi menular seksual lainnya. Dosis tunggal oral azitromisin 1 gram diberikan dalam kasus yang mungkin co-infeksi dengan C. trachomatis. Karena pasien merahasiakan, informasi tentang riwayat seksual pasangannya, dan pengobatan mungkin tidak ada .

Setelah 3 hari, i.v. antibiotik diubah menjadi Sefaleksin oral. Lesi kulit telah hampir sepenuhnya menghilang pada hari ke-5 dan pasien diperbolehkan pulang pada hari k-7 dengan masih meminum antibiotic oral. Dia diminta untuk datang kembali ke klinik 1 minggu kemudian. Tak satu pun dari swab yang diambil di klinik GUM hasilnya memiliki pertumbuhan patogen. Dia tetap dalam keadaan baik selama sisa kehamilannya. Pada kehamilan 40 minggu dia dirawat untuk menjalani proses persalinan normal. Proses persalinan berjalan lambat sehingga perlu diberikan dengan syntocinon (okcitocin). Terlepas dari kontraksi yang baik, cervix gagal membuka 9 cm dan dengan janin dalam posisi OP, operasi cesar pun dilakukan. Seorang bayi perempuan yang sehat seberat 4.000 gram dalam kondisi baik, dengan apgar skor sangat baik. Bayi itu diperiksa oleh dokter anak dan ditemukan berada dalam kesehatan yang baik dengan tidak ada bukti infeksi gonokokal. Pasien melakukan pemulihan pascaoperasi dengan baik dan diperbolehkan pulang pada hari ke 4 pasca operasi.

Diskusi kasus penyebaran infeksi gonokokal yang memperlihatkan seperti lesi pada kulit selama

kehamilan dengan hasil kelahiran yang baik disajikan dalam laporan kasus ini. Penyebaran infeksi gonokokal merupakan penyakit kompleks yang di mana jalur hematogen merupakan tempat masuknya gonococcus. Diperkirakan bahwa 0,5 -5% dari infeksi gonokokal yanf tidak diobati mengalami perkembangan penyebarannya (Cucurull dan Espinoza 1998). Kejadian ini jarang terjadi pada kehamilan dengan kejadian sekitar 0,04-0,09%. Dimana lesi kulit adalah manifestasi umum kedua penyebaran infeksi setelah arthritis terjadi pada 60% kasus (AlSuleiman dkk. 1983).

Penyelidikan epidemiologi telah menunjukkan bahwa penyebaran gonokokal lebih mungkin terjadi pada waktu tertentu. Menstruasi dan kehamilan tampaknya mendukung penyebarannya (Taylor et al. 1966). Telah mendalilkan bahwa gonokokus lebih mudah disebarluaskan selama kehamilan karena peningkatan vaskularisasi panggul. Penyebaran hematogen biasanya berkembang dalam waktu 2 - 3 minggu dari infeksi pertama.

Kebanyakan manifestasi pada kulit dianggap disebabkan oleh embolisasi bakteri diikuti oleh pembentukan abses mikro. Ini kejadian jarang pada kehamilan dengan kejadian sekitar 0,040,09%. Lesi ini memiliki predileksi pada daerah juxta-articular(biasanya nomor 2 - 9), agak lembut, sering muncul pada ekstremitas bawah dan dapat muncul secara bersamaan atau dapat berulang (Wheeler et al 1970.). Penyebab dari lesi kulit dalam laporan kasus ini adalah penyebaran infeksi gonokokal. Diagnosis di sini tergantung pada N. gonore yang terdapat dalam darah. Kultur darah telah dilaporkan positif dalam 4,2 - 28% kasus penyebaran infeksi (Al-Suleiman dkk 1983.). Kami bersyukur dapat mengisolasi organisme penyebab di dalam darah pasien ini. Secara klinis, pemeriksaan panggul tidak dibenarkan pada pasien yang tidak terdapat riwayat keputihan dan masalah pada kulit yang diperkirkan sebagai IMS . Swab yang diambil di klinik khusus sistem kemih dan genital tidak ditemukan pertumbuhan kuman pathogen dari pasien setelah pemberian antibiotik selama 3 hari. Tampak bahwa lebih dari 40% wanita yang

terinfeksi gonokokal genital juga disertai dengan infeksi C. trachomatis. Pasien juga menerima pengobatan untuk kemungkinan co-infeksi dengan C. trachomatis. Kasus yang dijelaskan dalam laporan ini berhasil diobati dengan cefuroxime parenteral diikuti oleh sefaleksin oral. perbaikan klinis terlihat 3 hari setelah memulai pengobatan. Tidak terbukti adanya infeksi pada neonatal, setelah dilakukan pencegahan secara lengkap infeksi gonokokal pada ibu sebelum melahirkan. Kasus ini menunjukkan, kemungkinan diabaikannya kasus IMS dikarenakan jarang terlihat oleh dokter kandungan . Namun, dengan meningkatnya angka IMS, memugkinkan adanya situasi yang lebih umum dan harus di pertimbangkan , oleh karena itu, sebagai bagian dari diagnosis diferensial. kasus ini menekankan pentingnya melakukan pemeriksaan yang sesuai pada pasien dengan gambaran klinis yang tidak umum.

Anda mungkin juga menyukai