Anda di halaman 1dari 19

ONTOLOGI ILMU Ontologi merupakan salah satu diantara lapangan kefilsafatan yang paling kuno.

Awal mula dalam fikiran Yunani telah menunjukkan munculnya perenungan dibidang ontologi. Yang tertua diantara segenap filsafat Yunani yang kita kenal adalah Thales. Atas perenungannya terhadapa air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula dari segala sesuatu1. Dalam persoalan ontologi orang menghadapai persoalan bagaimana kita

menerangkan hakikat dari segala yang ada ini? Pertama kali orang dihadapkan pada adanya dua macam kenyataan. Yang pertama, kenyataan yang berupa materi (kebenaran) yang kedua, kenyataan yang berupa rohani (kejiwaan). Pembicaraan tentang hakikat sangatlah luas sekali, yaitu segala yang ada dan yang mungkin ada. Hakikat adalah realitas; realita adalah ke-real-an, Riil artinya kenyataan yang sebenarnya. Jadi hakikat adalah kenyataan sebenarnya sesuatu,bukan kenyataan sementara atau keadaan yang menipu, juga bukan kenyataan yang berubah. Ahmad Tafsir mencontohkan tentang hakikat makna demokrasi dan fatamorgana. Pada hakikatnya pemerinthan demokratis menghargai rakyatnya. Mungkin orang menyaksikan pemerintahan itu melakukan tindakan sewenang-wenang, tidak menghargai pendapat rakyat. Itu hanyalah keadaan sementara, bukan hakiki, yang hakiki pemerintahan itu demokratis. Tentang hakikat fatamorgana dicontohkan, kita melihat suatu objek fatamorgana. Apakah real atau tidak? Tidak, fatamorgana itu bukan hakikat, hakikat fatamorgana itu ialah tidak ada2. Kata ontologi bersal dari perkataan Yunani : On = being, dan logos = logic. Jadi ontologi adalah the theory of being qua being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan). Louis O.Kattsoff dalam elemens of filosophy mengatakan, ontologi itu
1

Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, MA, Filsafat Ilmu, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2010), Cet Ke-

I, h. 131
2

Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, ( Bandung : Rosdakarya, 2002), h. 24

mencari ultimate subtance yang mengeluarkan semua benda. Jadi asal semua benda hanya satu saja yaitu air. Noeng Muhadjir dalam bukunya Filsafat Ilmu mengatakan, ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan pemikiran semesta universal. Ontologi berusaha mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan, atau dalam rumusan Lorens Bagus, menjelaskan yang ada yang meliputi semua bentuknya3. Sedangkan menurut Jujun S. Suriasumantri dalam Pengantar Ilmu dalam Perspektif mengatakan, ontologi membahas apa yang ingin kita ketahui, atau dengan perkataan lain, suatu pengkajian mengenai teori tentang ada4. Sementara itu, A. Dardiri dalam bukunya Humaniora, Filsafat, dan Logika mengatakan, ontologi adalah menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental dan cara yang berbeda dimana entitas dari kategori-kategori yang logis yang berlainan (objek-objek fisis, hal universal, abstraksi) dapat dikatakan ada; dalam kerangka tradisional ontologi dianggap sebagai teori mengenai prinsip-prinsip umum darihal yang ada, sedangkan dalam hal pemakaiannya akhir-akhir ini ontologi dipandang sebagai teori mengenai apa yang ada5. Sidi Gazalba dalam bukunya sistematika filsafat mengatakan, ontologi

mempersoalkan sifat dan keadaan terakhir dari kenyataan. Karena itu ia disebut ilmu hakikat, hakikat yang bergantung pada pengetahuan. Dalam agama ontologi memikirkan tentang Tuhan6.

Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu, Positivisme, Post Positivisme,(yogyakarta : rekesarin, 2001), Cet Ke-I, ed II, h. 57

Jujun S. Suriasumantri, Hakikat Ilmu dalam ilmu dalam Perspektif, (Jakarta : Gramedia, 1985), Cet Ke-VI, h. 5
5

A. dardiri, Humaniora, Filsfat, dan Logika, (Jakarta : Rajawali Press, 1986), Cet Ke-I, h. 17 Op Cit Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, h. 134

Dari beberapa pengetahuan diatas dapat disimpulkan bahwa : a. Menurut bahasa ontologi adalah berasal dari bahasa Yunani yaitu, On/Ontos = ada, dan Logos = ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada. b. Menurut istilah, ontologi ilmu ialah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbrntuk jasmani/konkrit maupun rohani/abstrak. Term ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada Tahun 1636 M. untuk menamai teori tentang hakikat yang ada yang bersifat metafisis. Dalam perkembangannya christian wolf (1679-1754M ) membagi metafisika menjadi dua yaitu, metafisika umum dan metafisika khusus. Metafisika umum dimaksudkan sebagai istilah lain dari ontologi. Dengan demikian, metafisika umum atau ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan prinsip yang paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada. Sedang metafisika khusus masih dibagi lagi menjadi kosmologi, psikologi, dan teologi. Kosmologi adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakan tentang alam semesta. Psikologi adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakan tentang jiwa manusia. Teologi adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakan Tuhan. Di dalam pemahaman ontologi dapat kita ketemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran sebagai berikut :

1. Idealisme Idealisme adalah lawan materialisme, aliran idealisme yang dinamakan juga dengan spritualisme. Idealisme berarti serba cita, sedang spritualisme berarti serba ruh. Idealisme diambil dari kata Idea, yaitu, sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuati yang tidak berbentuk dan menempati ruang. Materi atau zat itu hanyalah suatu jenis daripada penjelmaan ruhani. Alasan aliran ini menyatakan bahwa hakikat benda adalah ruhani, spirit atau sebangsanya adalah :

a) Nilai ruh lebih tinggi daripada badan, lebih tinggi nilainya dari materi bagi kehidupan manusia. Ruh itu dianggap sebagai hakikat yang sebenarnya. Sehingga materi hanyalah badannya, bayangan atau penjelmaan saja. b) Manusia lebih dapat memahami dirinya daripada dunia luar dirinya. c) Materi ialah kumpulan energi yang menempati ruang. Benda tidak ada, yang ada energi itu saja7. Materi bagi penganut idealisme sebenarnya tidak ada. Segala kenyataan ini termasuk kenyataan manusia adalah sebagai tuh. Ruh itu tidak hanya menguasai manusia perorangan, tetapi juga kebuddayaan. Jadi kebudayaan adalah perwujudan dari alam cita-cita itu adalah ruhani. Karenanya aliran ini dapat disebut idealisme dan dapat disebut spritualisme. Dalam perkembangannya, aliran ini ditemui pada ajaran Plato (428-348M) dengan teori idenya. Menurutnya, tiap-tiap yang ada di alam mesti ada idenya, yaitu konsep universal dari tiap sesuatu8. Alam nyata yang menempati ruangan ini hanyalah berupa bayangan saja dari alam ide itu. Jadi idelah yang menjadi sesuatu , menjadi dasar wujud sesuatu. 2. Pragmatisme Pragmatisme berasal dari kata pragma yang artinya guna. Pragma berasal dari kata yunani. Maka pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar adalah apa saja yang membuktikan dirinya sebagai yang benar dengan akibat-akibat yang bermanfaat secara praktis. Misalnya, berbagai pengalaman pribadi tentang kebenaran mistik, asalkan dapat membawa kepraktisan dan bermanfaat. Artinya, segala sesuatu dapat diterima asalkan bermanfaat bagi kehidupan9. Menurut Kamus Ilmiah Populer, Pragmatisme adalah aliran filsafat yang menekankan pengamatan penyelidikan dengan eksperimen (tindak percobaan), serta kebenaran yang
7

Op Cit, Ahmad Tafsir, h 139 Amsal Bakhtiar, Op Cit, h. 169 Drs. Asmoro achmadi, Filsafat Umum, (Jakarta : PT, Raja Grafindo Persada, 2003 ). Cet Ke-V, h.

8 9

120

mempunyai akibat akibat yang memuaskan. Sedangkan, definisi Pragmatisme lainnya adalah hal mempergunakan segala sesuatu secara berguna.

Istilah Pragmatisme berasal dari bahasa Yunani Pragma yang berarti perbuatan ( action) atau tindakan (practice). Isme sendiri berarti ajaran atau paham. Dengan demikian Pragmatisme itu berarti ajaran yang menekankan bahwa pemikran itu menuruti tindakan10. Pragmatisme telah membawa perubahan yang besar tehadap budaya Amerika dari lewat abad ke 19 hingga kini. Fasafah ini telah dipengaruhi oleh Charles Darwin dengan teori evolusinya dan Albert Estein dengan teori relativitasnya. Falsafah ini cenderung kepada falsafah Epistemologi (cabang dari filsafat yang menyelidiki sumber-sumber serta kebenaran pengetahuan) dan aksiologi (penyelidikan terhadap nilai atau martabat dan tindakan manusia) dan sedikit perhatian terhadap metafisik. Pada awal perkembangannya, Pragmatisme lebih merupakan suatu usaha-usaha untuk menyatukan ilmu pengatahuan dan filsafat agar filsafat menjadi ilmiah dan berguna bagi kehidupan praktis manusia. Sehubungan dengan masalah tersebut, Pragmatisme akhirnya berkembang menjadi suatu metode yang memecahkan berbagai perdebatan filosofis-metafisik yang hampir mewarnai seluruh perkembangan dan perjalanan filsafat sejak zaman yunani kuno. Dalam usahanya (filsuf) untuk memecahkan masalah masalah metafisik yang selalu menjadi bahasan berbagai filosofi itulah pragmatisme menemukan suatu metode yang spesifik (metode khusus) yaitu dengan mencari konsekuensi praktis dari setiap konsep atau gagasan dan pendirian yang di anut masingmasing pihak. Metode tersebut di terapkan dalam setiap bidang kehidupan manusia. Karena pragmatisme adalah suatu filsafat tentang tindakan manusia maka setiap bidang kehidupan manusia menjadi bidang penerapan dari filsafat pragmatisme. Pada akhirnya filsafat ini lebih terkenal sebagai suatu metode dalam mengambil keputusan melakukan tindakan tertentu atau yang menyangkut kebijaksanaan tertentu.

Ali Maksum, Pengantar Filsafat: Dari Masa Klasik Hingga Postmoderenisme (Yogyakarta: ArRuzz Media, 2009),h.

10

Tokoh tokoh Pragmatisme11 Pragmatisme mulai dirintis di Amerika oleh Charles S. Peirce (1893-1942), yang kemudian dikembangkan oleh William James (1842-1910) dan John Dewey (18591952). Charles Sanders Peirce Charles mempunyai gagasan bahwa suatu hipotesis (dugaan sementara/ pegangan dasar) itu benar bila bisa diterapkan dan dilaksanakan menurut tujuan kita. Horton dan Edwards di dalam sebuah buku yang berjudul Background of American literary thought (1974) menjelaskan bahwa peirce memformulasikan (merumuskan) tiga prinsip-prinsip lain yang menjadi dasar bagi pragmatisme sebagai berikut : a. Bahwa kebenaran ilmu pengetahuan sebenarnya tidak lebih daripada kemurnian opini manusia. b. Bahwa apa yang kita namakan universal adalah yang pada akhirnya setuju dan mnerima keyakinan dari community of knowers . c. Bahwa filsafat dan matematika harus di buat lebih praktis dengan membuktikan bahwa problem-problem dan kesimpulan-kesimpulan yang terdapat dalam filsafat dan matematika merupakan hal yang nyata bagi masyarakat(komunitas)

William James William selain menamakan filsafatnya dengan pragmatisme, ia juga menamainya empirisme radikal.Menurut James, pragatisme adalah aliran yang mengajarkan bahwa yag benar ialah apa yang membuktikan dirinya sebagai yang benar dengan perantaraan yang akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Aliran ini bersedia menerima segala sesuatu asal saja membawa akibat praktis, misalnya pengalaman-pengalaman pribadi, kebenaran mistik, semuanya bisa diterima sebagai kebenaran, dan dasar tindakan asalkan membawa akibat yang praktis yang bermanfaat. Sedangkan empirisme radikal adalah suatu aliran yang harus tidak menerima suatu unsur alam bentuk apa pun yang tidak dialami secara langsung.

11

Dr. Harun, Hadiwijoyo,Sari Sejarah Filsafat Barat (Jakarta: Kanisius, 2002), h

Dalam bukunya The Meaning of The Truth, James mengemukakan tidak ada kebenaran mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri dan terlepas dari segala akal yang mengenal, melainkan yang ada hanya kebenaran-kebenaran plural. Yang dimaksud kebenaran-kebenaran plural adalah apa yang benar dalam pengalamanpengalaman khusus yang setiap kali dapat diubah oleh pengalaman berikutnya. Menurut James, ada dua hal kebenaran yang pokok dalam filsafat yaitu Tough Minded dan Tender Minded. Tough Minded dalam mencari kebenaran hanya lewat pendekatan empirirs dan tergantung pada fakta-fakta yang dapat ditangkap indera.Sementara, Tender Minded hanya mengakui kebenaran yang sifatnya berada dalam ide dan yang bersifat rasional. Menurut James, terdapat hubungan yang erat antara konsep pragmatisme mengenai kebenaran dan sumber kebaikan. Selama ide itu bekerja dan menghasilkan hasil-hasil yang memuaskan maka ide itu bersifat benar. Suatu ide dianggap benar apabila dapat memberikan keuntungan kepada manusia dan yang dapat dipercayai tersebut membawa kearah kebaikan. Disamping itu pula, William James mengajukan prinsip-prinsip dasar terhadap pragmatisme, sebagai berikut: a. Bahwa dunia tidak hanya terlihat menjadi spontan, berhenti dan tak dapat di prediksi tetapi dunia benar adanya. b. Bahwa kebenaran tidaklah melekat dalam ide-ide tetapi sesuatu yang terjadi pada ideide daam proses yang dipakai dalam situasi kehidupan nyata. c. Bahwa manusia bebas untuk meyakini apa yang menjadi keinginannya untuk percaya pada dunia, sepanjang keyakinannya tidak berlawanan dengan pengalaman praktisny maupun penguasaan ilmu pengetahuannya. d. Bahwa nilai akhir kebenaran tidak merupakan satu titik ketentuan yang absolut, tetapi semata-mata terletak dalam kekuasaannya mengarahkan kita kepada kebenarankebenaran yang lain tentang dunia tempat kita tinggal didalamnya.

Kekuatan dan Kelemahan Pragmatisme12 1) Kekuatan Pragmatisme a. Kemunculan pragmatis sebagai aliran filsafat dalam kehidupan kontemporer, khususnya di Amerika Serikat, telah membawa kemajuan-kemnjuan yang pesat bagi ilmu pengetahuan maupun teknologi.Pragmatisme telah berhasil membumikan filsafat dari corak sifat yang Tender Minded yang cenderung berfikir metafisis, idealis, abstrak, intelektualis, dan cenderung berfikir hal-hal yang memikirkan atas kenyataan, materialis, dan atas kebutuhan-kebutuhan dunia, bukan nnati di akhirat. Dengan demikan, filsafat pragmatisme mengarahkan aktivitas manusia untuk hanya sekedar mempercayai (belief) pada hal yang sifatnya riil, indriawi, dan yang memanfaatnya bisa di nikmati secara praktis-pragmatis dalam kehidupan sehari-hari. b. Pragmatisme telah berhasil mendorong berfikir yag liberal, bebas dan selalu menyangsikan segala yang ada. Barangkali dari sikap skeptis tersebut, pragmatisme telah mampu mendorong dan memberi semangat pada seseorang untuk berlombalomba membuktikan suatu konsep lewat penelitian-penelitian, pembuktian-pembuktian dan eksperimen-eksperimen sehingga munculllah temuan-temuan baru dalam dunia ilmu pengetahuan yang mampu mendorong secara dahsyat terhadap kemajuan di badang sosial dan ekonomi. c. Sesuai dengan coraknya yang sekuler, pragmatisme tidak mudah percaya pada kepercayaan yang mapan. Suatu kepercyaan yang diterim apabila terbukti kebenarannya lewat pembuktian yang praktis sehingga pragmatisme tidak mengakui adanya sesuatu yang sakral dan mitos, Dengan coraknya yang terbuka, kebanyakan kelompo pragmatisme merupakan pendukung terciptanyademokratisasi, kebebasan manusia dan gerakan-gerakan progresif dalam masyarakat modern. 2) Kelemahan Pragmatisme a. Karena pragmatisme tidak mau mengakui sesuatu yang bersifat metafisika dan kebenaran absolute(kebenaran tunggal), hanya mengakui kebenaran apabilaa terbukti secara alamiah, dan percaya bahwa duna ini mampu diciptakan oleh manusia sendiri,
12

http://www.radicalacademy.com/amphilosophy7.htm

secara tidak langsung pragmatisme sudah mengingkari sesuatu yang transendental (bahwa Tuhan jauh di luar alam semesta). Kemudian pada perkembangan lanjut, pragmatisme sangat mendewakan kemepuan akal dalam mencapai kebutuhan kehidupan, maka sikap-sikap semacam ini menjurus kepada ateisme. b. Karena yang menjadi kebutuhan utama dalam filsafat pragmatisme adalah sesuatu yang nyata, praktis, dan langsung dapat di nikmati hasilnya oleh manusia, maka pragmatisme menciptkan pola pikir masyarakat yang matrealis. Manusia berusaha secara keras untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang bersifat ruhaniah. Maka dalam otak masyarakat pragmatisme telah di hinggapi oleh penyakit matrealisme. c. Untuk mencapai matrealismenya, manusia mengejarnya dengan berbagai cara, tanpa memperdulikan lagi dirinya merupakan anggota dari masyarakat sosialnya. Ia bekerja tanpa mengenal batas waktu sekedar memenuhi kebutuhan materinya, maka dalam struktur masyarakatnya manusipa hidup semakin egois individualis. Dari sini, masyarakat pragmatisme menderita penyakit humanisme13. 3. Realisme Secara umum aliran filsafat realisme adalah salah satu aliran filsafat dan kedudukan filsafat realisme merupakan terapan dari filsafat umum, maka kedudukan filsafat realisme dalam sistematika filsafat merupakan cabang dari sistematika filsafat itu sendiri. Aliran filsafat realisme berpendirian bahwa pengetahuan manusia itu adalah gambaran yang baik dan tepat dari kebenaran. Konsep filsafat menurut aliran realisme adalah: (1) Metafisika-realisme; Kenyataan yang sebenarnya hanyalah kenyataan fisik (materialisme); kenyataan material dan imaterial (dualisme), dan kenyataan yang terbentuk dari berbagai kenyataan (pluralisme); (2) Humanologi-realisme; Hakekat manusia terletak pada apa yang dapat dikerjakan. Jiwa merupakan sebuah organisme kompleks yang mempunyai kemampuan berpikir; (3) Epistemologi-realisme; Kenyataan hadir dengan sendirinya tidak tergantung pada pengetahuan dan gagasan manusia, dan
Prof. Dr. Tafsir Ahmad, Filsafat Umum:Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2001), h
13

kenyataan dapat diketahui oleh pikiran. Pengetahuan dapat diperoleh melalui penginderaan. Kebenaran pengetahuan dapat dibuktikan dengan memeriksa

kesesuaiannya dengan fakta; (4) Aksiologi-realisme; Tingkah laku manusia diatur oleh hukum-hukum alam yang diperoleh melalui ilmu, dan pada taraf yang lebih rendah diatur oleh kebiasaan-kebiasaan atau adat-istiadat yang telah teruji dalam kehidupan. Realisme membagi realistas menjadi dua bagian yaitu subjek yang menyadari dan mengetahui di satu pihak dan yang kedua adanya realita di luar manusia yang dapat dijadikan objek pengetahuan manusia. Dalam pemikiran filsafat, realisme berpandangan bahwa kenyataan tidaklah terbatas pada pengalaman inderawi ataupun gagasan yang tebangun dari dalam. Dengan demikian realisme dapat dikatakan sebagai bentuk penolakan terhadap gagasan ekstrim idealisme dan empirisme. Dalam membangun ilmu pengetahuan, realisme memberikan teori dengan metode induksi empiris. Gagasan utama dari realisme dalam konteks pemerolehan pengetahuan adalah bahwa pengetahuan didapatkan dari dual hal, yaitu observasi dan pengembangan pemikiran baru dari observasi yang dilakukan. Dalam konteks ini, ilmuwan dapat saja menganalisa kategori fenomena-fenomena yang secara teoritis eksis walaupun tidak dapat diobservasi secara langsung. Tradisi realisme mengakui bahwa entitas yang bersifat abstrak dapat menjadi nyata (realitas) dengan bantuan symbol-simbol linguistik dan kesadaran manusia. Gagasan ini sejajar dengan filsafat modern dari pendekatan pengetahuan versi Kantianism fenonomologi sampai pendekatan struktural. Mediasi bahasa dan kesadaran manusia yang bersifat nyata inilah yang menjadi ide dasar Emile Durkheim dalam pengembangan ilmu pengetahuan sosial. Dalam area linguistik atau ilmu bahasa, de Saussure adalah salah satu tokoh yang terpengaruh mengadopsi pendekatan empirisme Durkheim. Bagi de Saussure, obyek penelitian bahasa yang diteliti diistilahkan sebagai la langue yaitu simbol-simbol linguistic yang dapat diobservasi. Ide-ide kaum realis seperti ini sangatlah kontributif pada abad 19 dalam menjembatani antara ilmu alam dan humaniora, terutama dalam konteks perdebatan antara klaim-klaim kebenaran dan metodologi yang disebut sebagai methodenstreit. Kontribusi lain dari tradisi realisme adalah sumbangannya terhadap

10

filsafat kontemporer ilmu pengetahuan, terutama melalui karya Roy Bashkar, dalam memberikan argument-argument terhadap status ilmu pengetahuan spekulatif yang diklaim oleh tradisi empirisme. 4. Islam

Sebelum sampai kepada definisi Filsafat Islam, terlebih dahulu kita akan memberikan makna filsafat yang berkembang di kalangan cendikiawan muslim. Menurut Mustofa Abdur Razik pemakaian kata filsafat di kalangan umat Islam adalah kata hikmah. Sehingga kata hakim ditempatkan pada kata failusuf atau hukum Al-Islam (hakim-hakim Islam) sama dengan falasifatul Islam (failasuf-failasuf Islam). Hal ini dikuatkan oleh Dr. Faud Al-Ahwani, bahwa kebanyakan pengaran-pengarang Arab menempatkan kalimat hikmah di tempat kalimat filsafat, dan menempatkan kalimat hakim di tempat kalimat failusuf atau sebaliknya. Namun demikian, mereka mengatakan bahwa sebenarnya kata hikmah itu berada di atas kata filsafat. Al-Farabi berkata: Failusuf adalah orang yang menjadikan seluruh kesungguhan dari kehidupannya dan seluruh maksud dari umurnya mencari hikmah yaitu mema'rifati Allah yang mengandung pengertian mema'rifati kebaikan. Ibnu Sina mengatakan, hikmah adalah mencari kesempurnaan diri manusia dengan dapat menggambarkan segala urusan dan membenarkan segala hakikat baik yang bersifat teori maupun praktik menurut kadar kemampuan manusia. Kemudian Ahli tafsir Muhammad Abduh mengatakan bahwa hikmah adalah ilmu yang berhubungan dengan rahasia-rahasia, yang kokoh/rapi, dan bermanfaat dalam menggerakkan amal pekerjaan. Sementara itu ada yang berpendapat bahwa asal makna hikmah adalah tali kendali untuk kuda dalam mengekang kenakalannya. Dari sini makna diambillah kata hikmah dalam arti pengetahuan atau kebijaksanaan karena hikmah ini menghalang-halangi dari orang yang mempunyai perbuatan rendah. Kemudian hikmah diartikan perkara yang tinggi yang dapat dicapai oleh manusia dengan melalui alat-alatnya yang tertentu yaitu akal dan metode-metode berpikirnya.

11

Apabila melihat ayat-ayat Al-Quran, maka ada beberapa arti yang dikandung dalam kata hikmah itu, antara lain adalah: Untuk memperhatikan keadaan dengan seksama untuk memahami rahasia syariat dan maksud-maksudnya. Dengan demikian hikmah yang diidentikkan dengan filsafat adalah ilmu yang membahas tentang hakikat sesuatu, baik yang bersifat teoritis (etika, estetika maupun metafisika) atau yang bersifat praktis yakni pengetahuan yang harus diwujudkan dengan amal baik. Sampailah kita pada pengertian Filsafat Islam yang merupakan gabungan dari filsafat dan Islam. Menurut Mustofa Abdur Razik, Filsafat Islam adalah filsafat yang tumbuh di negeri Islam dan di bawah naungan negara Islam, tanpa memandang agama dan bahasa-bahasa pemiliknya. Pengertian ini diperkuat oleh Prof. Tara Chand, bahwa orang-orang Nasrani dan Yahudi yang telah menulis kitabkitab filsafat yang bersifat kritis atau terpengaruh oleh Islam sebaiknya dimasukkan ke dalam Filsafat Islam. Dr. Ibrahim Madzkur mengatakan: Filsafat Arab bukanlah berarti bahwa ia adalah produk suatu ras atau umat. Meskipun demikian saya mengutamakan menamakannya filsafat Islam, karena Islam bukan akidah saja, tetapi juga sebagai peradaban. Setiap peradaban mempunyai kehidupannya sendiri dalam aspek moral, material, intelektual dan emosional. Dengan demikian, Filsafat Islam mencakup seluruh studi filosofis yang ditulis di bumi Islam, apakah ia hasil karya orang-orang Islam atau orang-orang Nasrani ataupun orang-orang Yahudi. Drs. Sidi Gazalba memberikan gambaran sebagai berikut: Bahwa Tuhan memberikan akal kepada manusia itu menurunkan nakal (wahyu/sunnah) untuk dia. Dengan akal itu ia membentuk pengetahuan. Apabila pengetahuan manusia itu digerakkan oleh nakal, menjadilah ia filsafat Islam. Wahyu dan Sunnah (terutama mengenai yang ghaib) yang tidak mungkin dibuktikan kebenarannya dengan riset, filsafat Islamlah yang memberikan keterangan, ulasan dan tafsiran sehingga kebenarannya terbuktikan dengan pemikiran budi yang bersistem, radikal dan umum. Dengan uraian di atas maka dapatlah disimpulkan bahwa filsafat Islam adalah suatu ilmu yang dicelup ajaran Islam dalam membahas hakikat kebenaran segala sesuatu. Banyak di

12

kalangan para ahli berbeda dalam menanamkan filsafat Islam. Apakah ia merupakan filsafat Islam atau filsafat Arab atau ada nama lain dari kedua istilah itu. Prof. Mu'in, menyatakan apabila filsafat itu disebut dengan Filsafat Arab, berarti mengeluarkan orang Iran, orang Afghanistan, orang Pakistan, dan orang India. Oleh karena itu memilih dengan Filsafat Islam. Demikian pula orientalis Perancis Courbin, seorang Islamolog dan kebudayaan Iran, membela dengan Filsafat Islam. Sebagaimana dikatakannya. Jika kita mengambil nama Filsafat Arab, pengertiannya sempit sekali bahkan keliru. Berbeda dengan As-Sahrawardi Ar-Razi, beliau lebih suka memilih pendapat yang menamakannya Filsafat di dunia Islam, adapun Mauric de Wild, Emik Brehier dan Lutfi As Sayid menyebutkan dengan Filsafat Arab. Pada umumnya pendapat yang menyebutkan Filsafat Arab beralasan bahwa filsafat itu ditulis dalam bahasa Arab, atau ia diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dengan menambah unsur-unsur baru dalam bahasa Arab. Sebenarnya perbedaan istilah tersebut hanya perbedaan nama saja, sebab bagaimanapun juga hidup dan suburnya pemikiran filsafat tersebut adalah di bawah naungan Islam dan kebanyakan ditulis dalam bahasa Arab. Kalau yang dimaksud dengan Filsafat Arab ialah bahwa filsafat tersebut adalah hasil orang Arab semata-mata, maka tidak benar. Sebab kenyataan menunjukkan bahwa Islah telah mempersatukan berbagai-bagai umat, dan kesemuanya telah ikut serta dalam memberikan sumbangannya dalam filsafat tersebut. Sebaliknya kalau yang dimaksud dengan filsafat Islam adalah hasil pemikiran kaum muslimin semata-mata, juga berlawanan dengan sejarah, karena mereka pertama-tama berguru pada aliran Nestorius dan Yacobias dari golongan Masehi, Yahudi dan penganut agama Shabiah, dan kegiatan mereka dalam berilmu dan filsafat selalu berhubungan dengan orang-orang Masehi dan Yahudi yang ada pada masanya. Namun pemikiran-pemikiran filsafat pada kaum muslimin lebih tepat disebut filsafat Islam, mengingat bahwa Islam bukan saja sekedar agama, tetapi juga peradaban. Pemikiran filsafat ini sudah barang tentu berpengaruh oleh peradaban Islam tersebut, meskipun pemkiran itu banyak sumbernya dan berbeda-beda jenis orangnya. Corak pemikiran tersebut adalah Islam, baik tentang problem-problemnya, motif

13

pembinaannya maupun tujuannya, karena Islam telah memadu dan menampung aneka peradaban serta pemikiran dalam satu kesatuan. Apabila hal ini ditunjang dengan pemakaian buku-buku yang berasal dari filosuf Islam seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, ataupun Al-Farabi.

Objek Filsafat Islam


Telah disebutkan bahwa objek filsafat adalah menelaah hakikat tentang Tuhan, tentang manusia dan tentang segala realitas yang nampak di hadapan manusia. Ada beberapa persoalan yang biasa dikedepankan dalam mencari objek filsafat meskipun akhirnya tidak akan lepas dari ketiga hal itu, yaitu: y Dari apakah benda-benda dapat berubah menjadi lainnya, seperti perubahan oksigen dan hidrogen menjadi air? y Apakah jaman itu yang menjadi ukuran gerakan dan ukuran wujud semua perkara? y Apakah bedanya makhluk hidup dengan makhluk yang tidak hidup? y Apakah ciri-ciri khas makhluk hidup itu? y Apa jiwa itu? Jika jiwa itu ada, apakah jiwa manusia itu abadi atau musnah? y Dan masih ada lagi pertanyaan-pertanyaan lain. Persoalan-persoalan tersebut membentuk ilmu fisika dan dari sini kita meningkat kepada ilmu yang lebih umum ialah ilmu metafisika, yang membahas tentang wujud pada umumnya, tentang sebab wujud, tentang sifat zat yang mengadakan. Dari sini kita bisa menjawab pertanyaan: Apakah alam semesta ini wujud dengan sendirinya ataukah ia mempunyai sebab yang tidak nampak? Kemudian kita dapat membuat obyek pembahasa lagi, yaitu pengetahuan/pengenalan itu sendiri, cara-cara dan syarat-syarat kebenaran atau salahnya, dan dari sini maka keluarlah ilmu logika (ilmu mantiq) yang tidak ada kemiripannya dengan ilmu-ilmu positif. Kemudian kita melihat kepada akhlak dan apa yang seharusnya diperbuat oleh perorangan, keluarga dan masyarakat, yang berbeda dengan ilmu. Sosiologi lebih menekankan kepada pengertian tentang gejala-gejala kemasyarakatan dan hubungannya, tanpa meneliti apa yang seharusnya terjadi.

14

Dari uraian ini, maka filsafat sebagai ilmu yang mengungkap tentang wujud-wujud melalui sebab-sebab yang jauh, yakni pengetahuan yang yakin yang sampai kepada munculnya suatu sebab. Ilmu terhadap wujud-wujud itu adalah bersifat keseluruhan, bukan terperinci, karena pengetahuan secara terperinci menjadi lapangan ilmu-ilmu khusus. Oleh karena sifatnya keseluruhan, maka filsafat hanya membicarakan benda pada umumnya atau kehidupan pada umumnya. Dengan demikian filsafat mencakup seluruh benda dan semua yang hidup yakni pengetahuan terhadap sebab-sebab yang jauh yang tidak perlu lagi dicari sesudahnya. Filsafat berusaha untuk menafsirkan hidup itu sendiri yang menjadi sebab pokok bagi partikel-partikel itu beserta fungsi-fungsinya. Cakupan filsafat Islam tidak jauh berbeda dari objek filsafat ini. Hanya dalam proses pencarian itu Filsafat Islam telah diwarnai oleh nilai-nilai yang Islami. Kebebasan pola pikirannya pun digantungkan nilai etis yakni sebuah ketergantungan yang didasarkan pada kebenaran ajaran ialah Islam.

Hubungan Filsafat Islam Dengan Filsafat Yunani


Proses sejarah masa lalu, tidak dapat dielakkan begitu saja bahwa pemikiran filsafat Islam terpengaruh oleh filsafat Yunani. Para filosuf Islam banyak mengambil pemikiran Aristoteles dan mereka banyak tertarik terhadap pemikiran-pemikiran Platinus. Sehingga banyak teori-teori filosuf Yunani diambil oleh filsuf Islam. Demikian keadaan orang yang dapat kemudian. Kedatangan para filosuf Islam yang terpengaruh oleh orang-orang sebelumnya, dan berguru kepada filsuf Yunani. Bahkan kita yang hidup pada abad ke-20 ini, banyak yang berhutang budi kepada orang-orang Yunani dan Romawi. Akan tetap berguru tidak berarti mengekor dan mengutip, sehingga dapat dikatakan bahwa filsafat Islam itu hanya kutipan semata-mata dari Aristoteles, sebagaimana yang dikatakan oleh Renan, karena filsafat Islam telah mampu menampung dan mempertemukan berbagai aliran pikiran. Kalau filsafat Yunani merupakan salah satu sumbernya, maka tidak aneh kalau kebudayaan India dan Iran juga menjadi sumbernya. Pertukaran dan perpindahan suatu pikiran bukan selalu dikatakan utang budi. Suatu persoalan dan hasilnya dapat mempunyai bermacam-macam corak. Seorang dapat mengemukakan persoalan yang pernah dikemukakan oleh orang lain sambil

15

mengemukakan teorinya sendiri. Spinoza, misalnya, meskipun banyak mengutip Descartes, ia mempunyai mahzab sendiri. Ibnu Sina, meskipun menjadi murid setia Aristoteles, ia mempunyai pemikiran yang berbeda-beda. Para filsuf Islam pada umumnya hidup dalam lingkungan dan suasana yang berbeda dari apa yang dialami oleh filsuf-filsuf lain. Sehingga pengaruh lingkungan terhadap jalan pikiran mereka tidak bisa dilupakan. Pada akhirnya, tidaklah dapat dipungkiri bahwa dunia Islam berhasil membentuk filsafat yang sesuai dengan prinsip-prinsip agama dan keadaan masyarakat Islam itu sendiri.

Hubungan Filsafat Islam dengan Ilmu-ilmu Islam


Keunggulan khusus bagi filsafat Islam dalam masalah pembagian cabang-cabangnya adalah mencakup ilmu kedokteran, biologi, kimia, musik ataupun falak yang semuanya menjadi cabang filsafat Islam. Sehingga hal ini menjadi nilai lebih bagi filsafat Islam. Dengan demikian filsafat Islam secara khusus memisahkan diri sebagai ilmu yang mandiri. Walaupun hasil juga ditemukan keidentikan dengan Pemandangan orang Yunani (Aristoteles) dalam masalah teori tentang pembagian filsafat oleh filosuf-filosuf Islam. Filsafat memasuki lapangan-lapangan ilmu ke-Islaman dan mempengaruhi pembataspembatasnya. Penyelidikan terhadap keilmuan meliputi kegiatan filsafat dalam dunia Islam. Dan yang menjadi perluasan ilmu dengan tidak membatasi diri dari hasil-hasil karya filosuf Islam saja, tetapi dengan memperluas pembahasannya. Hasil ini meliputi ilmu kalam, tasawuf, ushul fiqh dan tarikh tasyri. Para ulama Islam memikirkan sesuatu dengan jalan filsafat ada yang lebih berani dan lebih bebas daripada pemikiran-pemikiran mereka yang biasa dikenal dengan nama filosuf-filosuf Islam. Di mana perlu diketahui bahwa pembahasan ilmu kalam dan tasawuf banyak terdapat pemikiran dan teori-teori yang tidak kalah teliti daripada filosuf-filosuf Islam. Pemikiran Islam mempunyai ciri khas tersendiri dibanding dengan filsafat Aristoteles, seperti halnya pemikiran Islam pada ilmu kalam dan tasawuf. Demikian pula pada pokok-pokok hukum Islam (tasyri) dan Ushul Fiqh juga terdapat beberapa uraian yang logis dan sistematis dan mengandung segi-segi kefilsafatan. Syekh Mustafa Abdur Raziq

16

adalah orang yang pertama mengusulkan ilmu Fiqh menjadi bagian dari filsafat. Berikut ini ada beberapa hubungan filsafat Islam dengan Ilmu Tasawuf, Ilmu Fiqh, dan Ilmu Pengetahuan: Filsafat Islam dengan Ilmu Kalam Problem yang ada terhadap filsafat Islam, apakah identik dengan Ilmu Kalam? Ataukah sebagai ilmu yang berdiri sendiri? Apakah ilmu kalam itu sebagai cabang dari filsafat? Ada beberapa pendapat ahli yang mencoba menjawab pertanyaan di atas antara lain: y Dr. Fuad Al-Ahwani di dalam bukunya Filsafat Islam tidak setuju kalau filsafat sama dengan ilmu kalam. Dengan alasan-alasan sebagai berikut: Karena ilmu kalam dasarnya adalah keagamaan atau ilmu agama. Sedangkan filsafat merupakan pembuktian intelektual. Obyek pembahasannya bagi ilmu kalam berdasar pada Allah SWT. dan sifat-sifat-Nya serta hubungan-Nya dengan alam dan manusia yang berada di bahwa syariat-Nya. Objek filsafat adalah alam dan manusia serta pemikiran tentang prinsip wujud dan sebab-sebabnya. Seperti filosuf Aristoteles yang dapat membuktikan tentang sebab pertama yaitu Allah. Tetapi ada juga yang mengingkari adanya wujud Allah SWT. sebagaimana aliran materialisme. Ilmu kalam adalah suatu ilmu Islam asli yang menurut pendapat paling kuat, bahwa ia lahir dari diskusi-diskusi sekitar Al-Quran yaitu Kalam Allah, apakah ia Qadim atau makhluk. Perbedaan pendapat terjadi antra Kaum Mutazilah, pengikut Ahmad bin Hambal dan pengikut-pengikut Asyari. Adapun filsafat adalah istilah Yunani yang masuk ke dalam bahasa Arab sebagai penegasan Al-Farabi bahwa nama filsafat itu berasal dari Yunani dan masuk ke dalam bahasa Arab. Pada Abad 2 H, telah lahir filsafat Islam, dengan bukti adanya filosuf-filosuf Islam seperti Al-Kindi. Di samping itu, di kalangan ahli ilmu kalam sudah ada ahli yang terkenal seperti AlAnnazam, Al-Jubbai, Abul-Huzail Al-Allaf. Para ahli ilmu kalam ini tidak ada yang menamakan diri sebagai filosuf. Dan ada pertentangan tajam di antara kedua belah pihak. Sebagaimana Al-Ghazali sebagai pengikut aliran Asyariyah yang menulis kitab Tahafutul Falasifah. Namun dari kalangan ahli filsafat, Ibnu Rusyd menjawab terhadap tuduhan itu dengan menulis: Tahafutul Al-Tahafuit (Inkosistensinya kitab Tahafut).

17

Daftar Pustaka

A. Dardiri, Humaniora, Filsfat, dan Logika, (Jakarta : Rajawali Press, 1986), Cet Ke-I Ali Maksum, Pengantar Filsafat: Dari Masa Klasik Hingga Postmoderenisme (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2009)

Drs. Asmoro achmadi, Filsafat Umum, (Jakarta : PT, Raja Grafindo Persada, 2003 ). Cet Ke-V Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu, Positivisme, Post Positivisme,(yogyakarta : rekesarin, 2001), Cet Ke-I, ed II, Junjun S Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta:Pustaka Sinar Harapan, 2003)

Jujun S. Suriasumantri, Hakikat Ilmu dalam ilmu dalam Perspektif, (Jakarta : Gramedia, 1985), Cet Ke-VI

Prof. Dr. Tafsir Ahmad, Filsafat Umum:Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2001) Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, MA, Filsafat Ilmu, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2010), Cet Ke-I

Prof. Dr. Tafsir Ahmad, Filsafat Umum, ( Bandung : Rosdakarya, 2002), http://www.radicalacademy.com/amphilosophy7.htm

18

19

Anda mungkin juga menyukai