Anda di halaman 1dari 6

BAB I PENDAHULUAN

Selama berabad-abad setelah kedatangan Islam di Persia, daerah ini memberikan perlindungan bagi berbagai dinasti kecil yang akarnya ada di masa lalu Sasaniyah, bahkan salah satu diantaranya, Baduspaniyah, tetap bertahan hingga masa Syah Abbas dari Syafawiyah (akhir abad ke-16). Diantara dinasti-dinasti lokal Iran ini adalah dinasti Samaniyah yang didirikan oleh Saman Khuda, seorang dihqan atau tuan tanah lokal di distrik Baikh di Afghanistan Utara, meskipun dinasti ini kemudian mengklaim ketrunan dari kaisar-kaisar Sasanniyah lama Persia.

BAB II PEMBAHASAN

1. Asal-Usul Dinasti Samaniyyah Pendiri Dinasti Samaniyyah adalah seorang yang bernama Saman Khuda, seorang dihqan atau tuan tanah lokal di distrik Baikh di Afghanistan Utara, meskipun dinasti ini kemudian mengklaim keturunan dari kaisar-kaisar Sasaniyyah lama Persia. Saman Khuda memeluk Islam dan keempat cucunya bekerja pada Khalifah Al Mamun di Khurasan. Karena mereka bekerja baik dan setia, maka Nuh diangkat menjadi gubernur di Samarqand, Ahmad Gubernur Farghana, Yahya Gubernur Syasy, dan Ilyas Gubernur Heart. Dengan demikian mereka memperoleh kekuasaan di Transoxania sehingga pada tahun 263/ 875 M Nash ibn Ahmad diangkat oleh Khalifah Ali Mutamid menjadi gubernur propinsi itu. Wilayah yang kaya ini menjadi jantung kekaisaran Samaniyyah, dan mereka juga mengambil alih tugas-tugas mempertahankan integritas politik Transoxania dan kepentingan-kepentingan komersialnya dari serangan orang-orang pagan Turki yang diam di stepastepa. Dinasti ini kemudian menjadi kekuasaan terbesar di Timur (Iran) dan berkuasa sampai wilayah Kwarazm, Sistan, Afghanistan dan perbatasan India. Pada pertengahan abad ke-10 mulai muncul instanbilitas pemerintahan. Dinasti ini yang terus berkelanjutan sampai akhirnya penguasa terakhirnya, Ismail al Muntashir terbunuh pada tahun 1005 M. 2. Tokoh-tokoh/ Penguasa Dinasti Samaniyyah Berikut ini beberapa tokoh atau penguasa yang pernah berkuasa di Dinasti Samaniyyah : 1) Ahmad I Ibn Asad Ibn Saman, Gubernur Farghana (204/819) 2) Nashr I Ibn Ahmad, semula Gubernur Samarqand (250/864) 3) Ismail I Ibn Ahmad (279/892)

4) Ahmad II Ibn Ismail (295/907) 5) Al Amir As Said Nashr II (301/914) 6) Al Amir Al Hamid Nuh I (331/943) 7) Al Amir Al Muayyad Abdul Malik I (343/ 954) 8) Al Amir AS Sadid Manshur I (350/ 961) 9) Al Amir Ar Ridha Nuh II (365/976) 10) Manshur II (987/997) 11) Abdul Malik II (389/999) 12) Ismail II Al Muntashir (390-395/1000-1005) 3. Kebijakan Pemerintahan Pada tahun 280/803 Ismail Ibn Ahmad menyerang Qarluq di stepastepa di luar Syr Darya, menjarah ibukota mereka, Talas. Dengan menjadikan kekuatan militer mereka disegani di stepa-stepa dan dengan menjadikan ruterute kafilah yang melewati Asia Tengah senantiasa terbuka. Samaniyyah menjamin stabilitas ekonomi wilayah-wilayah mereka melalui wilayahwilayah Samaniyyah itulah didatangkan sebagian besar budak Turki, yang hampir seluruhnya menjadi tentaranya pangeran-pangeran muslim sejak abad ke-9 dan seterusnya. Berdasarkan kemakmuran ini, amir-amir Samaniyyah menjadikan istana mereka di Bukhara sebagai pusat bukan saja ilmu Arab tradisional, namun juga renaisans literatur, kesusasteraan dan bahasa Persia Baru; di bawah kekuasaan Samaniyyah itulah Firdausi memulai versinya tentang epik kebangsaan Iran, Syahnama. Pada tahun 287/900 Ismail memperoleh rasa terimakasih Khalifah Abbasiyyah karena mengalahkan dan menangkap Amr Ibn Layts dari Shaffariyyah, dan diangkat menjadi Gubernur di Khurassan menggantikan Thahiriyyah dan Shaffariyyah. Samaniyyah kemudian menjadi kekuatan terbesar di Timur, Iran dan berkuasa sampai ke wilayah-wilayah seperti Khwarazm dan Shaffariyyah di Sistan, dan memperluas otoritasnya sampai ke dinasti-dinasti lokal di Afghanistan dan perbatasan India.

Di Persia Utara, Samaniyyah bentrok dengan Buwaihiyyah; di sini dukungan khafilah dan Sunni penting artinya, karena Samaniyyah adalah pengikut Sunni yang tegas, dan di Khurasan dan Transoxania mereka menguasai wilayah-wilayah yang menjadi kubu ortodoksi. Pada tahun-tahun pertengahan dari abad ke-10, terlihat pada negara Samaniyyah adanya tanda-tanda ketidakstabilan serangkaian revolusi istana memperlihatkan bahwa kelas militer dan kelas tuan tanah, menentang kebijaksanaan sentralisasi administratif para amir, dan berupaya memegang kendali, pemberontakan-pemberontakan di Khurasan melepaskan propinsi itu dari otoritas langsung Bukhara. Karena itu tidaklah sulit bagi Qarakhaniyyah dan Ghaznawiyyah untuk mengambil alih wilayah-wilayah Samaniyyah pada dasarwarsa terakhir abad ini, dan pelarian terakhir Samaniyyah. Ismail Al Muntashir terbunuh pada tahun 395/1005. 4. Produk Peradaban Kemakmuran ekonomi yang berhasil diciptakan oleh Dinasti Samaniyyah mengantarkan para amirnya untuk menjadikan istana mereka di Bukhara, sebagai pusat bahasa Arab, kesusasteraan dan bahasa Persia Baru. Di bawah kekuasaan dinasti inilah Firdausi memulai tulisannya tentang epik kebangsaan Iran, Syah Nameh.

BAB III PENUTUP

Kesimpulan Dinasti Samaniyyah adalah suatu dinasti yang didirikan oleh seseorang yang bernama Saman Khuda. Dinasti Samaniyyah berkuasa/ memerintah dari tahun 204-395 / 819-1005, Dinasti Samaniyyah berkuasa di daerah Khurasan dan Transoxania.

DINASTI SAMANIYYAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Islam di Persia (Dosen Pengampu : Dra. Hj. Siti Maryam, M.Ag)

Oleh : ANDRI YULIANTO TITIK ARUM A. 07120029 07120032

JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM FAKULTAS ADAB UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2008

Anda mungkin juga menyukai