Anda di halaman 1dari 11

Evaluasi fungsi ginjal secara laboratorik (Laboratoric evaluation on renal function)

Mohammad Sjaifullah Noer Lab - SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR RSU Dr. Soetomo Surabaya

ABSTRAK
Ginjal normal mempunyai 3 fungsi pokok yaitu: ultrafiltrasi oleh glomerulus, reabsorbsi air dan solut yang difiltrasi dalam tubulus, serta sekresi ion-ion organik dan nonorganik tubulus. Dalam menangani penderita penyakit ginjal diperlukan bantuan pemeriksaan laboratorium. Disamping untuk menetapkan diagnosis penyakitnya, pemeriksaan laboratorium juga berperan untuk memantau fungsi ginjal. Pemeriksaan laboratorium fungsi ginjal mempunyai arti penting agar dokter tidak hanya mampu mengatasi penyakitnya, tetapi juga untuk mengevaluasi fungsi ginjal penderita tidak bertambah parah. Dalam makalah ini dibicarakan secara ringkas beberapa pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan untuk menunjang diagnosis, terapi dan prognosis penyakit.

ABSTRACT
Healthy kidney has three important functions i.e ultrafiltration by glomerulus, reabsorption of water and solute filtered in tubulus, and secretion of organic and non-organic ion in tubules. In handling patients with renal disease, laboratoric examination is needed to establish the diagnosis and evaluate the renal function. Laboratoric evaluation on renal function has an important role to help medical practicians in treating the renal disease and to keep the renal function under good surveillance. This paper presents some important laboratoric examinations to aid the diagnosis, prognosis, and monitoring of patients with kidney disease.

PENDAHULUAN
Ginjal adalah organ ber vaskularisasi tinggi yang menerima kurang lebih 25 % darah cardiac output. Masing-masing ginjal mengandung 1 juta nefron, yang berkembang dalam fetus sejak usia 35 minggu kehamilan.1 Masing-masing nefron terbentuk atas 2 bagian yaitu glomerulus yang terdiri dari bundel kapiler berdinding tipis yang berfungsi sebagai filter, dan sebuah tubulus yang berfungsi untuk mengalirkan cairan ultrafiltrat dari glomerulus. Fungsi ginjal normal ditandai dengan 3 hal pokok yaitu: ultrafiltrasi glomerulus, reabsorpsi air dan solut yang difiltrasi dalam tubulus, serta sekresi ion-ion organik dan nonorganik tubulus.1,2

Gambar 1. Ginjal dan nefron

STRUKTUR GLOMERULUS
Glomerulus terdiri dari kapiler yang memperoleh supply dari arteriole afferent dan dialirkan keluar melalui arteriole efferent. Ultrafiltrasi berlangsung melintasi kapiler glomerulus masuk kedalam ruang Bowman (ruang kemih) dan ultrafiltrat kemudian dialirkan melalui tubulus proksimal. Dinding kapiler glomerulus terdiri 3 lapisan yang unik yaitu sel epitel, membran basal glomerulus dan sel endotel. Sel endotel merupakan lapisan dalam dinding kapiler glomerulus. Sel-sel ini melapisi membran basal glomerulus dan selalu berhubungan langsung dengan darah yang mengalir dalam lumen kapiler. Sitoplasma sel endotel mempunyai banyak bukaan (opening) yang disebut endothelial fenestrations, yang mempunyai diameter antara dari 500 sampai 1000 .1,2 Membran basal glomerulus adalah lapisan tengah dinding kapiler glomerulus. Terdiri dari suatu lapisan berinti padat disebut lamina densa, yang dibungkus oleh lapisan yang kurang padat dibagian dalam oleh lamina rara interna dan dibagian luar oleh lamina rara eksterna. Fungsi membran basal glomerulus adalah sebagai membran yang permeable selektif. Lapisan luar barier filtrasi glomerulus terdiri dari sel-sel epitel, yang melekat pada membran basal glomerulus melalui ekstensi-ekstensi sitoplasma yang dikenal sebagai podosit atau foot processes. Ruang diantara 2 podosit yang berdampingan disebut epithelial slit pores. Pori-pori ini dibungkus oleh membran yang disebut slit diaphragm. Membran basal glomerulus bermuatan negatif berkat adanya glycosaminoglycans.1,2

ULTRAFILTRASI GLOMERULUS
Pada dewasa setiap harinya kedua ginjal mengeluarkan 1,5 2,5 liter kemih. Salah satu fungsi ginjal yang paling penting adalah mengendalikan ekskresi air dan garam (NaCl). Kurang lebih 99% garam yang telah difiltrasi oleh glomerulus akan diabsorbsi kembali (direabsorbsi) oleh tubulus. Output garam dikendalikan untuk mempertahankan kadar garam yang normal dan konstan dalam tubuh. Tubulus renal juga mereabsorbsi zat-zat terlarut seperti misalnya glukosa dan asam amino. Ginjal juga berperan untuk mengatasi kelebihan asam dan kalium.

Terdapat sejumlah kecil zat limbah metabolisme protein terlarut yang harus dikeluarkan melalui ginjal setiap harinya, yaitu gugusan nitrogen, terutama urea. Zat tersebut beracun dan akan tetap berada dalam tubuh bila ginjal gagal menjalankan fungsinya. Fungsi ginjal adalah membuat kemih yang membawa bahan-bahan limbah hasil proses metabolisme tubuh. Dengan mengendalikan kecepatan filtrasi dari zat-zat yang diekskresi ginjal mampu menjaga lingkungan internal (millieu interieur). Proses filtrasi plasma menembus barier filtrasi glomerulus dikendalikan oleh hukum Starling dimana tekanan hidrostatik kapiler glomerulus merupakan faktor utama yang memungkinkan terjadinya ultrafiltrasi plasma dari lumen kapiler ke dalam ruang kemih. Tekanan onkotik plasma dalam lumen kapiler glomerulus dan tekanan hidrostatik dalam kapsul Bowman menahan dan melawan ultrafiltrasi glomerulus.1,3

EVALUASI KLINIK FUNGSI GINJAL


Fungsi ginjal dapat dievaluasi dengan berbagai uji laboratorium secara mudah. Langkah awal dimulai dengan pemeriksaan urinalisis lengkap, termasuk pemeriksaan sedimen kemih. Berbagai informasi penting mengenai status fungsi ginjal dapat diperoleh dari urinalisis. Pengukuran kadar nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin serum berguna untuk evaluasi gambaran fungsi ginjal secara umum. Dalam keterbatasannya kedua uji tersebut mampu membuat estimasi laju filtrasi glomerulus (LFG) yang akurat. Untuk menetapkan LFG yang lebih tepat dapat dilakukan pengukuran dengan klirens kreatinin atau klirens inulin atau penetapan LFG secara kedokteran nuklir. Evaluasi fungsi tubulus diukur melalui pengukuran metabolisme air dan mineral serta keseimbangan asam basa.

Tabel 1. Uji laboratorik yang umum dipakai dalam evaluasi fungsi ginjal pada anak Fungsi glomerulus BUN Kreatinin serum Klirens kreatinin Klirens inulin Fungsi tubulus Metabolisme air Berat jenis kemih Osmolalitas kemih Kapasitas pemekatan kemih maksimal Metabolisme asam basa pH kemih Ekskresi asam kemih Ekskresi amonium kemih PCO2 darah-kemih Ekskresi fraksional dari: bikarbonat kadar bikarbonat serum Fungsi hormon Eritropoietin Hematokrit Hitung retikulosit Vitamin D Kadar 1,25(OH)2D3 serum Kadar kalsium serum

Dari: Kher KK: Evaluation of renal function. In: Kher KK, Makker SP, editors. Clinical Pediatric Nephrology. New York: McGraw-Hill, Inc. 1992, pp.3-22

Kreatinin serum
Kreatinin, hasil metabolisme kreatin dan phosphocreatine, disintesis terutama dalam otot bergaris, juga disintesis dalam hepar, pankreas dan ginjal. Kreatinin secara eksklusif diekskresi melalui ginjal, terutama melalui proses filtrasi glomerulus dan sedikit sekali melalui sekresi tubulus. Kreatinin kemih berasal dari sekresi tubulus pada manusia sehat dan tidak melampaui 10 15 persen, tetapi secara bermakna akan lebih tinggi pada pasien gagal ginjal kronik. Umumnya kecepatan sintesis kreatinin tetap konstan dan kadar dalam serum

mencerminkan kecepatan eliminasi ginjal. Oleh karena itu kenaikan kadar kreatinin serum menunjukkan menurunnya klirens kreatinin dan penurunan LFG. Bahkan pada fungsi ginjal normal, kadang-kadang terlihat kenaikan kadar kreatinin serum, apabila terjadi pelepasan kreatinin dari muskulus dalam jumlah banyak, seperti misalnya crush injury atau rhabdomyolysis. Intake daging matang (well-cooked) dalam jumlah banyak akan meningkatkan kadar kreatinin serum karena terjadi penambahan kreatinin eksogen. Setiap 1 gram daging yang dimakan akan menghasilkan 3.5 sampai 5.0 mg kreatin. Proses cooking merubah sekitar 65% kreatin menjadi kreatinin, yang akan diabsorbsi dari saluran cerna.4 Sebailknya kadar kreatinin serum akan turun pada pasien yang masa ototnya berkurang, akibat malnutrisi atau panyakit otot lanjut. Obat-obat tertentu seperti misalnya cimetidine, trimethoprim, dan probenecid, dapat meningkatkan kadar kreatinin serum melalui proses kompetitif dalam transport kreatinine tubular ginjal. Dalam keadaan stabil (steady state), penurunan LFG sebesar 50% akan melipatduakan kadar kreatinin. Seperti tampak dalam Gambar 2, korelasi antara kreatinin serum dan LFG tidaklah linear.5 Kenaikan kreatinin serum 2 kali lipat dari nilai dasar pada porsi awal dari kurva tersebut menunjukkan penurunan LFG yang lebih besar dibandingkan dengan peningkatan yang sama dari kadar kreatinin absolut bila LFG menurun menjadi derajat sedang atau berat. Misal kenaikan (doubling) kreatinin serum dari 1.0 mg/dL menjadi 2.0 mg/dL mencerminkan penurunan LFG sebesar 50%, sementara kenaikan kreatinin serum dalam jumlah yang sama (misal 1.0 mg/dL), dari 5.0 mg/dL menjadi 6.0 mg/dL, hanya menurunkan LFG sebesar 5%.

Gambar 2. Korelasi kreatinin dan laju filtrasi glomerulus.


(Dari: Shemesh O, Golbetz H, Kris JP, et al. Limitation of creatinine as a filtration marker in glomerulopathic patients. Kidney Int 1985; 28: 830)

Kreatinin serum normal Kadar kreatinin serum rendah pada saat lahir dan meningkat sejalan dengan bertambahnya masa otot anak (Gambar 3).6 Fakta tersebut harus dipahami agar tidak terjadi kesalahan dalam menghitung LFG yang memakai dasar penghitungan kadar kreatinin serum. Sebagai contoh kadar 0.8 mg/dL dianggap normal pada anak yang berusia 4-5 tahun, akan berarti penurunan 50% fungsi ginjal pada bayi baru lahir, dimana kadar kreatinin serum normalnya adalah 0.4 mg/dL. Kadar kreatinin serum normal untuk pria dan wanita yang berusia dari 1 sampai 20 tahun terlihat pada Tabel 2.7

Gambar 3. Mean serum creatinine (mg/dL) pada anak berdasarkan umur.


(dari: Schwartz GJ, Haycock GB, Spitzer A. Plasma creatinine and urea concentration in children: Normal values for age and sex. J Pediatr 1976; 88: 828)

Tabel 2. Kadar kreatinin serum normal (mg/dL) pada anak dari berbagai usia Umur (tahun) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18-20 Wanita 0.35 0.45 0.42 0.47 0.46 0.48 0.53 0.53 0.55 0.55 0.60 0.59 0.62 0.65 0.67 0.65 0.70 0.72 0.05 0.07 0.08 0.12 0.11 0.11 0.12 0.11 0.11 0.13 0.13 0.13 0.14 0.13 0.22 0.15 0.20 0.19 Pria 0.41 0.43 0.46 0.45 0.50 0.52 0.54 0.57 0.59 0.61 0.62 0.65 0.68 0.72 0.76 0.74 0.80 0.91 0.10 0.12 0.11 0.11 0.11 0.12 0.14 0.16 0.16 0.22 0.14 0.16 0.21 0.24 0.22 0.23 0.18 0.17

dari: Schwartz GJ, Haycock GB, Spitzer A. Plasma creatinine and urea concentration in children: Normal values for age and sex. J Pediatr 1976; 88: 828

Prediksi LFG dari kreatinin serum Kreatinin serum dapat menggambarkan estimasi LFG, namun gambaran yang lebih tepat didapat dengan memakai salah satu dari beberapa formula dan nomogram. Sebagian besar formula tersebut didasari pada korelasi antara LFG (mL/min/1.73m2) dengan kadar kreatinin serum yang dapat diperoleh dari rumus Schwartz7 sebagai berikut: kXL LFG = ---------Pcr L k = tinggi badan dalam sentimeter. = konstatanta proporsional, yang dihubungkan dengan ekskresi kreatinin per unit ukuran tubuh. Bayi aterm 1 tahun : k = 0.45 1 tahun 13 tahun : k = 0.55 Remaja (13 21 tahun) Laki-laki : k = 0.70 Wanita : k = 0.57 Pcr = kreatinin plasma Schwartz et. al.7 dalam penelitiannya menemukan bahwa nilai k bergantung pada usia yang berhubungan dengan perubahan masa otot yang terjadi selama masa kanak-kanak. Dari rumus tersebut dibuatlah nomogram untuk memudahkan pemakaian di klinik (Gambar 4).

Gambar 4. Nomogram untuk penghitungan klirens kreatinin pada anak berusia 118 tahun
(dikutip dari: Kher KK: Evaluation of renal function. In: Kher KK, Makker SP, editors. Clinical Pediatric Nephrology. New York: McGraw-Hill, Inc. 1992, pp.3-22)

BUN sebagai indikator LFG


Kadar BUN normal pada seorang anak dengan gizi dan hidrasi yang baik dianggap mencerminkan LFG yang normal. Dibandingkan dengan kreatinin serum, BUN agak kurang akurat dalam menilai LFG, oleh karena beberapa faktor ekstra renal yang mempengaruhi kadarnya dalam serum (Tabel 3). Meskipun bebas filtrasi dalam glomerulus, urea mengalami reabsorbsi yang bermakna dalam tubulus renal. Sejumlah urea yang telah difiltrasi direabsorbsi dalam tubulus proksimal, loop of Henle, dan dalam ductus collegentes medulla. Reabsorbsi urea disepanjang tubulus proksimal dan loop of Henle terjadi secara pasif, reabsorbsi dalam duktus collegentes sangat bergantung pada vasopressin. Dalam keadaan antidiuresis atau apabila aliran kemih berkurang, absorbsi urea dalam nefron distal meningkat; menurun bila telah terjadi diuresis. Adanya proses reabsorbsi urea dalam tubulus ginjal menurunkan kegunaan BUN sebagai indikator LFG. Tabel 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar BUN Increased Gastrointestinal hemorrhage Dehydration Increased protein intake Increased protein catabolism Systemic infection Burns Glucocorticoid therapy Early phase of starvation Decreased Decreased protein intake Advanced starvation Liver disease

(dikutip dari: Kher KK: Evaluation of renal function. In: Kher KK, Makker SP, editors. Clinical Pediatric Nephrology. New York: McGraw-Hill, Inc. 1992, pp.3-22)

Laju filtrasi glomerulus


Laju filtrasi glomerulus menunjukkan fungsi filtrasi ginjal. Cara yang paling sering dipakai untuk menghitung LFG dalam klinik adalah dengan menggunakan prinsip klirens. Klirens suatu zat adalah volume plasma yang dibutuhkan untuk membersihkan suatu zat dari glomerulus dalam suatu periode waktu.8 Marker yang digunakan untuk mengukur LFG dengan prinsip ini haruslah bebas filtrasi dalam glomerulus dan tidak direabsorbsi maupun disekresi oleh tubulus renal. Bila marker dengan karakteristik seperti tersebut diatas diberikan, jumlah marker yang difiltrasi oleh glomerulus dalam 1 menit (LFG x P) harus sama dengan jumlah marker yang diekskresi dalam kemih dalam 1 menit (U x V). Maka rumus tersebut dapat ditulis sebagai berikut: LFG x P = U x V LFG P U V = laju filtrasi glomerulus = kadar marker dalam plasma = kadar marker dalam kemih = volume kemih yang dikeluarkan selama masa uji. Selanjutnya rumus tersebut diatas dapat ditulis sebagai berikut: UxV LFG = ----------P

Sehingga, bila volume kemih (V) diukur selama masa uji dan kadar marker dalam plasma (P) dan kemih (U) diketahui, maka LFG dapat dihitung dengan mudah. Marker untuk estimasi LFG Marker yang ideal untuk pengukuran LFG adalah marker yang nontoksik, dapat mencapai kadar plasma yang stabil dalam keadaan keseimbangan, tidak terikat pada protein plasma, difiltrasi bebas oleh glomerulus, tidak disekresi dan direabsorbsi oleh tubulus ginjal.1 Klirens inulin Inulin merupakan marker yang ideal karena memenuhi semua persyaratan tersebut, sehingga klirens inulin dipakai sebagai baku emas dalam penghitungan LFG baik pada dewasa maupun pada anak-anak. Pengukuran LFG dengan klirens inulin hanya dipakai dalam riset, karena klirens inulin sulit dilakukan dalam praktek sehari-hari. Prosedur pemeriksaan adalah dengan cara infus inulin selama 3 jam agar diperoleh kadar yang stabil dalam cairan ekstraseluler. Dibutuhkan intake cairan yang banyak. Klirens kreatinin Kreatinin endogen paling sering dipakai untuk menentukan LFG. Meskipun kreatinin bebas filtrasi dalam glomerulus, terdapat sejumlah kecil kreatinin disekresi dalam tubulus. Perlu pengumpulan kemih 24 jam. LFG berhubungan terbalik dengan kadar kreatinin plasma. Prosedur pelaksanaan uji klirens kreatinin Metode klirens kreatinin untuk penentuan LFG membutuhkan pengumpulan kemih yang akurat. Meskipun pengumpulan kemih 24 jam dipakai sebagai metode standard dalam pengukuran klirens kreatinin, pengumpulan kemih jangka pendek (1-2 jam) juga dapat dilakukan. Prosedur pelaksanaannya adalah sebagai berikut. Anak diminta untuk miksi dan mengosongkan buli pada pukul 7 pagi Kemih tersebut dibuang, dan saat itu dicatat sebagai waktu mulainya pengumpulan kemih. Semua kemih yang dikeluarkan dalam 24 jam berikutnya ditampung dan disimpan dalam kulkas atau termos dingin. Pada akhir dari 24 jam pengumpulan (pukul 7 pagi keesokan harinya), anak diminta kencing dan mengosongkan bulinya dan kemih ditampung. Volume kemih tampung dicatat dengan seksama lalu kirim ke laoratorium untuk estimasi kadar kreatinin. Darah untuk estimasi kreatinin sebaiknya diambil pada midpoint dari pengumpulan kemih (lebih kurang 12 jam); apabila pengambilan darah tersebut tidak memungkinan, darah dapat diambil pada akhir dari pengumplan kemih. Klirens kreatinin dihitung dengan memakai rumus: UxV LFG = ----------P Untuk menyeragamkan satuan pengukuran LFG, hasilnya diinterpolasikan terhadap luas permukaan tubuh (mL/Min/1.73 m2) sehingga didapatkan rumus sebagai berikut: Ccr (mL/min/1.73m2) = Ccr Ucr V Pcr SA Ucr (mg/dL) x V (mL) x 1.73 ------------------------------------------Pcr (mg/dL) x 1440 x SA (m2)

= klirens kreatinin = kadar kreatinin = volume kemih yang dikumpulkan dalam 24 jam = kreatinin plasma = luas permukaan tubuh 1440 = jumlah waktu dalam menit dimana kemih ditampung jumlah menit dimana kemih ditampung (24 jam x 60 menit = 1440 menit).

Penentuan LFG dengan radionuclide scans

Penentuan LFG dengan memakai isotop radioaktif semakin sering digunakan pada anak-anak. Metode penentuan LFG ini terutama digunakan untuk bayi baru lahir dan anakanak kecil, bila mengalami kesulitan dalam melakukan penampungan kemih yang akurat. Beberapa radioisotop yang dapat dipakai sebagai marker untuk estimasi LFG dalam klinik, antara lain Tc-diethylenetriaminepentacetic acid (Tc-DTPA), I-iothalate, dan Crethylenediaminetetraacetic acid (Cr-EDTA). Harga normal LFG pada anak LFG lebih rendah pada neonatus dibandingkan dewasa, berkisar antara 20-25 mL/min/1.73m2 (20% dari LFG dewasa). Bayi prematur bahkan mempunyai LFG yang lebih rendah lagi pada saat lahir dibanding bayi aterm. Peningkatan LFG secara cepat terjadi dalam 2 minggu pertama kehidupan; biasanya meningkat dua kali lipat dalam masa itu. LFG menjadi sebanding dengan LFG dewasa tercapai pada akhir dari tahun kedua kehidupan (Gambar 5).

Gambar 5. Perubahan harga normal LFG dari bayi sampai akhir masa kanak-kanak. Uji Laju Fitrasi Glomerulus memakai marker cystatin C. Akhir-akhir ini telah dikembangkan sebuah marker baru dalam mengevaluasi laju fitrasi glomerulus yaitu dengan mengukur kadar cystatin C dalam serum. Cystatin C adalah protein berbasis nonglycosylate yang diproduksi secara konstan oleh semua sel berinti. Cystatin C bebas filtrasi dalam glomerulus dan dikatabolik dalam tubulus renal sehingga tidak disekresi maupun direabsorbsi sebagai suatu molekul utuh. Oleh karena kadar cystatin C serum tidak bergantung umur, jenis kelamin dan masa otot maka cystatin C dapat dipakai sebagai marker yang lebih baik dibandingkan dengan kadar kreatinin serum dalam mengukur laju fitrasi glomerulus. Coll E et al.9 melaporkan bahwa kadar cystatin C serum lebih sensitif (93.4%) dibandingkan kadar creatinin serum (86.8%) dalam menentukan laju filtrasi glomerulus pada fungsi ginjal normal. Cystatin C serum juga meningkat labih tinggi (100%) dibandingkan kreatinin serum (92.15%) dalam menentukan laju filtrasi glomerulus pada penurunan fungsi

10

ginjal dimana kadar cystatin C serum telah menunjukkan peningkatan pada laju filtrasi glomerulus sebesar 88 mL/min/1.73m2, sedangkan kadar kreatinin serum baru meningkat setelah laju filtrasi glomerulus 75 mL/min/1.73m2. Dapat disimpulkan bahwa cystatin serum sangat bermanfaat untuk mendeteksi secara dini adanya penurunan fungsi ginjal. Dalam penelitiannya Ylien EA et al.10 membuktikan bahwa cystatin C mempunyai korelasi yang lebih kuat dibandingkan kreatinin dalam mengukur laju filtrasi glomerulus yang menggunakan klirens 51Cr-EDTA. Ylien EA membuktikan bahwa cystatin C serum lebih akurat dibandingkan kreatinin serum dalam menegakkan diagnosis penurunan laju fitrasi glomerulus pada anakanak, sedangkan Bkenkamp A11 melaporkan bahwa tidak seperti kreatinin, cystatin C serum mampu menggambarkan fungsi ginjal pada anak tanpa tergantung umur, gender, tinggi badan maupun komposisi tubuh.

UJI EVALUASI FUNGSI TUBULUS


Tubulus renal berfungsi menjaga keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa dengan cara mengatur reabsorpsi air dan solut dari ultrafiltrat glomerulus, sekresi ion organ beracun (toxic organic ions), dan ekskresi ion hidrogen yang dihasilkan oleh aktivitas metabolik. Pemeriksaan berat jenis kemih dan pH sering dipakai untuk menilai fungsi tubulus dan disamping itu juga dipakai untuk melihat daya pemekatan tubulus dan mekanisme asidifikasi kemih. Osmolalitas kemih merupakan metode yang lebih tepat untuk mengukur daya asidifikasi kemih dibanding berat jenis, oleh karena berat jenis kemih sangat dipengaruhi oleh adanya protein, glukosa, obat-obat, media kontras dalam kemih. Uji daya asidifikasi kemih maksimal dilakukan pada pasien yang tidak mampu memekatkan kemihnya dan mengalami poliuria. Berat jenis kemih pasien dengan poliuria biasanya rendah dengan berat jenis 1.010. Akibat hilangnya air yang berlebih-lebihan, akan terjadi hipernatremi. Uji ini didisain untuk membedakan pasien-pasien poliuria karena rendahnya kadar vasopressin (diabetes insipidus sentral) atau karena respon tubular terhadap vasopressin tidak adekuat (diabetes insipidus nefrogenik). Penentuan respon terhadap pitressin atau DDAVP penting dalam membedakan berbagai jenis poliuria. Pasien dengan diabetes insipidus sentral menunjukkan penurunan volume kemih, peningkatan osmolalitas kemih dan rasio osmolalitas urine dan serum setelah pemberian DDAVP lebih dari 1,5. Kurangnya respon terhadap DDAVP dan/atau pitressin berarti diabetes insipidus nefrogenik. Mempertahankan keseimbangan asam basa adalah fungsi tubulus yang penting. Regulasi keseimbangan asam basa oleh ginjal terdiri dari reabsorbsi bikarbonat yang telah difiltrasi oleh glomerulus, sekresi ion hidrogen dan pembentukan bikarbonat baru. Pasien dengan asidosis tubular renal menunjukkan gambaran asidosis metabolik hiperchloremik dengan anion gap yang normal dan pH kemih tinggi > 5.5.

PENUTUP
Ginjal adalah organ kompleks yang bertugas untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, keseimbangan asam basa, dan ekskresi produk sisa nitrogen. Pemeriksaan fungsi ginjal memerlukan pemahaman cara bekerjanya. Untuk mendapatkan hasil yang akurat dalam pengukuran fungsi ginjal, perlu dilakukan pemeriksaan fungsi glomerulus dan tubulus. Pengukuran kadar BUN dan kreatinin serum akan menyempurnakan estimasi laju filtrasi glomerulus. Pengukuran estimasi klirens kreatinin dapat menggunakan rumus Schwartz, terutama pada anak-anak kecil dimana penampungan kemih yang akurat sering mengalami kesulitan. Saat ini sedang dikembangkan uji fungsi ginjal dengan memakai marker baru yaitu cystatin C. Urinalisis dan pengukuran elektrolit serum merupakan komponen penting dalam mengevaluasi fungsi ginjal; yang dapat memberikan informasi tentang fungsi pemekatan kemih dan asidifikasi kemih. Pemeriksaan lebih lanjut tentang fungsi tubulus seperti misalnya kemampuan pemekatan kemih maksimal dan ekskresi amonium dan titratable acid, membutuhkan pemeriksaan yang lebih detail.

11

PUSTAKA ACUAN
1. Kher KK: Evaluation of renal function. In: Kher KK, Makker SP, editors. Clinical Pediatric Nephrology. New York: McGraw-Hill, Inc. 1992, pp.3-22. 2. Woo KT, editor. Structure and function. In: Clinical Nephrology. Singapore: World Scientific. 1999: pp. 1-12. 3. Woo KT, editor. Renal investigations. In: Clinical Nephrology. Singapore: World Scientific. 1999: pp. 21-33. 4. Levey AS. Measurement of renal function in chronic renal disease. Kidney Int 1990; 38:167. 5. Shemesh O, Golbetz H, Kris JP, et al. Limitation of creatinine as a filtration marker in glomerulopathic patients. Kidney Int 1985; 28: 830. 6. Schwartz GJ, Haycock GB, Spitzer A. Plasma creatinine and urea concentration in children: Normal values for age and sex. J Pediatr 1976; 88: 828. 7. Schwartz GJ, Haycock GB, Edelmann CM, et al. A simple estimate of glomerular filtrattion rate in children derived from body length and plasma creatinine. Pediatrics 1976; 58: 259. 8. Jose PA, Felder RA. Clinical testing and evaluation of glomerulus filtration. In: Barakat AY, editor. Renal disease in children: clinical evaluation and diagnosis. New York: Springer-Verlag 1990, pp. 72-83. 9. Coll E, Botey A, Alvarez L, Poch E, Quintol L, Saurina A, Vera M, Piera C, Darnell A. Serum cystatin C as a new marker for noninvasive estimation of glomerular filtration rate and as a marker for early renal impairment. Am J Kidney Dis, 2000; 36: 29-35. 10. Ylien EA, Ala-Houhala M, Harmoinem APT, Knip M. Cystatin C as a marker for glomerular filtration rate in pediatric patients. Pediatr Nephrol 1999; 13: 506-9. 11. Bokenkamp A, Donanetzki M, Zinlk R, Schumann G, Byrd D, Brodehl J. Cystatin C a new marker of glomerular filtration rate in children independent of age and height. Pediatrics 1998; 101 : 875-85.

Anda mungkin juga menyukai