Anda di halaman 1dari 5

Anak Yang Diperdagangkan (Trafficking)

Perdagangan anak merupakan isu krusial lain yang masih memerlukan upaya dari seluruh pemangku kepentingan. Tabel berikut menggambarkan jumlah korban traffiking dewasa dan anak tahun 2004 2 November 2009. Gambar. 7.1
Jumlah Korb an Trafiking Dewasa Dan Anak Di Indonesia, Tahun 2004 s.d Novem r 2009 be
600 500 400 300 200 100 0 103 10 20 04 125 18 2005 200 6 De wasa 2007 Anak 2008 129 334 240 88 55 20 09 187 496 510

Menurut catatan Bareskrim POLRI dari tahun 2004 sampai dengan November 2009, jumlah korban trafficking anak mengalami peningkatan hingga tahun 2009 meskipun jumlah tersebut telah mengalami penurunan mulai tahun 2008. Pada tahun 2004, jumlah anak yang menjadi korban trafficking adalah 10, kemudian meningkat menjadi 18 anak pada tahun 2005, kemudian menginjak tahun 2006 dan 2007 jumlah tersebut mengalami peningkatan yang signifikan menjadi 129 anak pada tahun 2006 dan 240 anak pada tahun 2007. Menurut Bareskrim POLRI data yang disajikan diatas belum bisa menggambarkan dimasyarakat representasi banyak jumlah faktor yang yang sesungguhnya mempengaruhi terjadi sulitnya karena

mengetahui jumlah korban trafficking sesungguhnya. Antara lain adalah karena sifatnya yang tersembunyi dan cenderung menyamarkan korban, serta melewati batas wilayah bahkan lintas negara. Sehingga data tentang trafficking yang diperoleh merupakan kasus yang dilaporkan saja.
1|Pag e

Lebih lanjut Bareskrim mencatat sebaran kasus trafficking pada anak selama periode Januari sampai dengan Oktober 2009 di 11 provinsi seperti dalam tabel 7.1. Tabel.7.1 DATA TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (ANAK) POLDA SE-INDONESIA PERIODE JANUARI-OKTOBER 2009

NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

KORBAN ANAK WILAYAH Sumatera Utara Bangka Belitung Lampung Kepulauan Riau Banten Jawa Barat Jawa Timur Kalimantan Barat Nusa Tenggara Barat Bali Sulawesi Utara Jumlah menunjukkan P 3 2 7 7 13 6 5 1 1 9 54 L 1 1

Tabel 7.1

bahwa korban perdagangan anak, mayoritas

adalah anak perempuan yaitu 98% atau dari jumlah seluruh korban yaitu 55 anak hanya 1 anak laki-laki yang menjadi korban, sedangkan 54 lainnya adalah anak perempuan. Provinsi Jawa Barat menempati urutan pertama yang mempunyai jumlah anak sebagai korban trafficking tertinggi dibanding dengan provinsi lainnya, yaitu sebanyak 13 anak, dimana keseluruhannya adalah anak perempuan. Urutan kedua terbanyak adalah provinsi Sulawesi Utara, yaitu sejumlah 9 anak perempuan yang menjadi korban trafficking. Sedangkan Polda provinsi Nusa Tenggara Barat dan Bali mencatat jumlah anak korban trafficking terendah dibanding provinsi-provinsi lainnya, yaitu masing-masing 1 anak perempuan. Hanya satu provinsi, yaitu Banten, yang mencatat 1 korban anak laki-laki dalam kasus trafficking.

Walaupun data tersebut hanya menggambarkan sebagian kecil kasus trafficking secara nasional yang menempatkan anak sebagai korban, dapat terlihat bahwa anak perempuan masih merupakan sasaran utama bagi pihak-pihak yang mengambil keuntungan besar dari bisnis ilegal ini. Melihat kecenderungan data yang tersedia, dapat diperkirakan bahwa anak perempuan masih sangat rentan menjadi korban utama dalam kasus trafficking di provinsi-provinsi lainnya di Indonesia. Hal ini disebabkan antara lain karena budaya patriarki yang masih sangat kuat di Indonesia, yang cenderung membentuk anak perempuan menjadi pasif dan mempunyai sikap nrimo atau menerima apa saja perlakuan orang lain atau apapun yang diputuskan orang lain terhadap dirinya. Beberapa tradisi di Indonesia juga menganggap anak perempuan sebagai obyek dan aset bagi orang tua, sehingga banyak anak perempuan berada pada posisi yang marjinal. Salah satu contohnya adalah tidak dimilikinya akses terhadap dunia pendidikan bagi anak perempuan seluas anak laki-laki, dan cenderungnya anak perempuan dinikahkan dalam usia yang sangat muda. Pendidikan yang rendah dan rentannya pernikahan muda terhadap perceraian dapat menjadi latar belakang rentannya anak perempuan terjebak dalam kasus trafficking.

Hal tersebut diperkuat oleh data yang dikumpulkan oleh IOM Indonesia, IOM telah mencatat korban perdagangan orang pada berbagai negara tetangga yang disinyalir negara-negara tersebut menjadi tujuan perdagangan orang dari Indonesia. Sekitar 19 negara tetangga yang menjadi tujuan perdagangan orang dari Indonesia (tabel 7.2). Tabel tersebut juga menunjukkan bahwa mayoritas korban perdagangan orang baik anakanak maupun dewasa korbanya didominasi perempuan sepertiu ditunjukkan pada tabel 7.2 anak perempuan yang menjadi korban mencapai 82 persen dan perempuan dewasa 91 persen.

Tabel. 7.2 Jumlah Korban Perdagangan Orang menurut Jenis Kelamin, Kelompok Umur dan Negara Tujuan, Maret 2005 s.d September 2009 ANA DEWASA NEGAR K A L P L P TOTA % Malaysia 87 385 197 2,020 L 2,689 75,94 TUJUA
Saudi Arabia Singapore Jepang Syria Kuwait Iraq Suriname Amuritania 6 Taiwan* Jordan Thailand Hongkong** Timur Timor Brunei Darusallam Oman Qatar Arab Emirate Macau Turkey Total 93 Catatan: * Provinsi Cina Administrasi Khusus Cina ** Wilayah Sumber: IOM Indonesia 14 3 4 1 3 1 1 1 41 3 7 1 1 206 49 25 23 11 7 9 1 6 4 4 2 3 2 2 1 1 1 2171 63 28 27 12 10 9 8 7 6 5 4 3 3 2 2 2 1 1 1 2883 1,78 0,79 0,76 0,34 0,28 0,25 0,23 0,2 0,17 0,14 0,11 0,08 0,08 0,06 0,06 0,06 0,03 0,03 0,03 81,4 2

Lebih lanjut IOM juga telah mengidentifikasi korban perdagangan orang berdasarkan tingkat pendidikan korban, (gambar 7.2)

Gambar 7.2
Pe rs e ntas e Jum lah Kor ban Per dagangan Or ang m e nur ut Tingk at Pe ndidik an, M ar e t 2005 s .d Se ptem be r 2009 Universitas/Diploma ; 0,42 No data; 1,84 Drop-out SLTA; 3,87 Tidak Sekolah; 5,59 Drop-out SLTP; 9,23 Drop-out Universitas/Diploma ; 0,13 Sekolah Dasar; 29,77

SLTA; 9,26

SLTP; 19,68

Drop-out Sekolah Dasar; 20,02

Sumber: IOM Indonesia

Dari gambar tersebut menunjukkan bahwa meskipun korban perdagangan orang dari berbagai latar belakang pendidikan, namun latar belakang korban pada umumnya berlatar belakang pendidikan rendah SLTP ke bawah berdasarkan catatan tersebut korban dengan latar belakang pendidikan SD sebesar 29, 77 persen, Droup Out SD sebesar 20,02 persen, SLTP 19,68 persen dan droup out SLTP 9,23 persen. Selebihnya berlatar belakang pendidikan SLTA dan beberapa yang telah berhasil mengenyam pendidikan Universitas/ Diploma atau droup out universitas. Diploma , sementara ada juga yang tidak mengenyam pendidikan atau tidak sekolah.

Anda mungkin juga menyukai