Anda di halaman 1dari 7

Perbandingan Inhibisi Ekstrak Air Daun Teh (Camellia sinensis (L) O.K.

) terhadap Vitamin C pada Fotodegradasi Tirosin yang Diinduksi Ketoprofen dan Kandungan Fenolik Totalnya The Inhibition Effect of Water Extract of Tea Leaf (Camellia sinensis (L) O.K.) Compared to Vitamin C in Tyrosine Photodegradation Induced by Ketoprofen and Its Total Phenolics Compound
Tatang Irianti, Nanang Fakhrudin dan Sigit Hartono Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ABSTRAK Radikal bebas dapat diinduksi oleh ketoprofen, suatu fotosensitiser, melalui reaksi fotosensitisasi. Penelitian ini bertujuan membandingkan pengaruh penghambatan ekstrak air daun teh terhadap vitamin C pada fotodegradasi tirosin yang diinduksi ketoprofen. Selain itu juga menetapkan kandungan fenolik total dalam ekstrak air daun teh (Camellia sinensis (L.) O.K.) melalui metode Follin-Ciocalteu. Terdapat 4 perlakuan uji fotodegradasi, masing-masing diulang enam kali. Setiap kelompok dipajan lampu merkuri selama empat jam. Kelompok P1 terdiri atas 2,0 ml tirosin 0,05%, aquadest ad 5 ml; P2 terdiri atas 2,0 ml tirosin 0,05%, 600 l Rhetoflam (ketoprofen topikal) 1%, aquadest ad 5 ml; P3 terdiri atas 2,0 ml tirosin 0,05%, 600 l Rhetoflam 1%, 100 l ekstrak air daun teh 0,15%, aquadest ad 5 ml; P4 terdiri atas 2,0 ml tirosin 0,05%, 600 l Rhetoflam 1%, 100 l vitamin C 0,15%, aquadest ad 5 ml. Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis diketahui bahwa absorbansi tirosin sisa keempat perlakuan tidak identik. Uji statistik Mann-Whitney menunjukkan bahwa P2 berbeda bermakna dengan P1, P3, P4 (P<0,05), P3>P4. Dengan demikian, kesimpulan penelitian ini adalah 100 l ekstrak air daun teh 0,15% (kandungan fenolik total sebesar 29,64 0,82%EAG) mempunyai aktivitas penghambatan fotodegradasi tirosin 4,03 kali lebih kuat dibanding 100 l vitamin C 0,15%. Kata kunci: Camellia sinensis, ketoprofen, tirosin, antioksidan, radikal bebas, fotodegradasi. ABSTRACT Ketoprofen, a photosensitizer, could induce the production of free radicals. The aim of this research is to compare the inhibition effect of water extract of tea leaf with vitamin C in tyrosine photodegradation induced by ketoprofen and to determine the total phenolics compound in the water extract of Camellia sinensis (L.) O.K. leaf through Follin-Ciocalteu method. There are four groups to be examined, each group is repeated six times. Every groups is exposed to mercury lamp for four hours. P1 contains of 2,0 ml tirosin 0,05%, aquadest ad 5 ml; P2 contains of 2,0 ml tirosin 0,05%, 600 l Rhetoflam (topical ketoprofen) 1%, aquadest ad 5 ml; P3 contains of 2,0 ml tirosin 0,05%, 600 l Rhetoflam 1%, 100 l water extract of tea leaf 0,15%, aquadest ad 5 ml; P4 contains of 2,0 ml tirosin 0,05%, 600 l Rhetoflam 1%, 100 l vitamin C 0,15%, aquadest ad 5 ml. Based on the Kruskal-Wallis test we conclude that tyrosine absorbance of all groups are not identical. Statistical test with Mann-Whitney shows that P2 is significanly different with P1, P3, P4 (P<0,05), P3>P4. So, the conclusion of this research is 100 l water extract of tea leaf 0,15% (with 29,64 0,82%EAG of total phenolics compound) has inhibition activity in tyrosine photodegradation 4,03 times better than 100 l vitamin C 0,15%. Key words: Camellia sinensis, ketoprofen, tyrosine, antioxidant, free radical, photodegradation Alamat Korespondensi: Dr. Tatang Irianti, M.Sc.,Apt. Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Sekip Utara Yogyakarta, 55281. Telp. 0274-6492566, 0812-8022757 E-mail: intanti@ugm.ac.id dan tanti60@hotmail.com

PENDAHULUAN Manusia mengalami peningkatan paparan polusi lingkungan dari waktu ke waktu. Faktor tersebut dapat memicu penuaan dini maupun mutasi (Cunningham, 2000). Ogura dan Sugiyama (1993) menyebutkan bahwa hal ini disebabkan oleh inisiasi reaksi radikal bebas. Kulit secara alami menggantungkan diri pada antioksidan sebagai pelindung dari pengaruh oksidasi oleh sinar matahari dan polusi (Thiele dkk., 2000). Antioksidan melindungi kulit dengan menetralkan spesies aktif oksigen yang dapat merusak kulit dan komponennya (Shindo dkk., 1994). Antioksidan mampu memberikan perlindungan bila diaplikasikan baik secara sistemik maupun topikal (Pinnell, 2003). Salah satu sumber antioksidan adalah daun teh. Daun teh mengandung senyawa polifenol, khususnya golongan katekin (Farmiati, 2000). Sebagian besar kandungan polifenol teh hijau adalah katekin. Macam polifenol tersebut adalah epikatekin (EC), epikatekin galat (ECG), epigalokatekin (EGC), epigalokatekin galat (EGCG). Senyawa golongan katekin teh mampu menangkap radikal bebas seperti radikal DPPH, anion superoksid, radikal bebas lipid, dan radikal hidroksil (Sang dkk., 2003). Senyawa fenolik atau polifenol merupakan sekelompok metabolit sekunder dengan cincin aromatik, terikat satu atau lebih substituen gugus hidroksi (OH) (Proestos dkk., 2006). Zin dkk. (2004) mengemukakan bahwa senyawa fenolik dianggap sebagai komponen antioksidatif terpenting pada tanaman, memberikan korelasi yang bagus antara konsentrasi fenolik dan aktivitas antioksidan. Pinnell (2003) mendefinisikan radikal bebas sebagai atom atau molekul dengan satu elektron tidak berpasangan. Contohnya adalah anion superoksida, radikal peroksil dan radikal hidroksi. Radikal bebas dan molekul oksigen reaktif, keduanya disebut reactive oxygen species (ROS). Antioksidan adalah senyawa yang mampu menghambat oksidasi (Akyon, 2002). Antioksidan merupakan senyawa pelindung sel melawan efek merusak dari Reactive Oxygen Species (ROS). Ketidakseimbangan antara antioksidan dengan ROS menimbulkan oxidative stress dan memicu kerusakan selular. Oxidative stress berhubungan dengan kanker, penuaan, atherosklerosis, inflamasi (Buhler dan Miranda, 2000). Vitamin C atau asam askorbat merupakan vitamin larut air, mampu sebagai antioksidan.

Vitamin C merupakan suatu agen pereduksi dan antioksidan. Vitamin C memegang peranan penting sebagai antioksidan larut air, bereaksi dengan spesies reaktif pengoksidasi, sehingga kereaktifannya berkurang (Linster dan Schaftingen, 2006). Ketoprofen merupakan fotosensitiser kuat (Hindsen dkk., 2003). Menurut Spielmann dkk. (2000), fotosensitiser setelah mengabsorbsi foton dari radiasi sinar UV/visibel tereksitasi singlet dan triplet. Keadaan tereksitasi singlet dapat menjadi bentuk triplet yang memiliki waktu hidup lebih lama. Keadaan tereksitasi triplet dapat bereaksi baik melalui reaksi tipe I (transfer elektron atau hidrogen radikal, mungkin membutuhkan oksigen ataupun tidak) atau reaksi tipe II (transfer energi dari triplet tereksitasi ke oksigen untuk menghasilkan oksigen tereksitasi singlet). Penelitian mengenai daun teh dan senyawa polifenol sebagai antioksidan, antibakteri telah banyak dilakukan. Namun penelitian mengenai penggunaan daun teh ataupun senyawa polifenol sebagai fotoprotektan melalui reaksi fotosensitisasi ketoprofen belum pernah dilakukan. Atas pertimbangan tersebut, penelitian ini dilakukan. METODOLOGI Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun teh dari perkebunan teh Sabrang Kidul, Purwosari, Girimulyo, Kulon Progo. Sebagai bahan pembanding, digunakan vitamin C (E. Merck). Selain itu, juga digunakan bahan-bahan kimia antara lain adalah tirosin (Wako Pure), ketoprofen topikal merk Rhetoflam 25 mg (Kimia Farma), reagen merkuri sulfat (E. Merck), asam sulfat (E. Merck), natrium nitrit (E. Merck), natrium hidroksida (E. Merck), asam galat, pereaksi Folin-Ciocalteu (E. Merck), natrium karbonat (E. Merck), dan aquadest (Laboratorium Analisis Farmasi Fakultas Farmasi UGM). Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi panci infusa, stopwatch (Nokia 3330), vortex (Maxi Mix Plus TM), neraca analitik (Sartrius BP 221 S), mikropipet (Trasferpette), spektrofotometer (Genesys-10), lampu merkuri (Sankyo Denki 20 watt), dan waterbath (Memmert GmbH + Co. KG), kompor listrik (Robusta), yellow tip, blue tip, dan alat-alat gelas (Pyrex) Laboratorium Bagian Kimia Analisis.

Jalannya Penelitian Identifikasi tanaman teh dilakukan di Laboratorium Farmakognosi bagian Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi UGM oleh Bapak Djoko Santosa M.Si., menurut buku Flora of Java karangan Backer dan van Den Brink (1962). Daun teh diperoleh dari perkebunan teh Sabrang Kidul, Purwosari, Girimulyo, Kulon Progo pada bulan Februari 2007. Dari pucuk-pucuk daun teh diambil daunnya pada kedudukan 1-4. Daundaun tersebut kemudian dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan di bawah sinar matahari. Setelah kering, simplisia dikecilkan ukurannya. Pembuatan ekstrak air daun teh Ekstrak dalam penelitian ini dibuat dengan metode infundasi. Infusa daun teh dibuat dengan mendidihkan 50 gram simplisia daun teh di dalam 500 ml aquadest pada suhu 90oC selama 15 menit sambil sekali-sekali diaduk. Kemudian dilakukan penyaringan melalui kain flanel sampai diperoleh volume infusa sebanyak 500 ml. Untuk memperoleh sejumlah volume tersebut, ampas dibilas aquadest panas dan disaring, sehingga diperoleh volume 500 ml. Infusa yang didapat kemudian dipekatkan melalui pemanasan di atas penangas air. Pemekatan dihentikan setelah diperoleh ekstrak kental. Perolehan ekstrak kental dihitung rendemennya. Fotodegradasi tirosin a. Analisis Kadar Tirosin Penetapan kadar tirosin yang dilakukan adalah pembuatan kurva baku untuk mengetahui linearitas, menghitung limit deteksi (LOD) dan limit kuantifikasi (LOQ), akurasi dan presisi metode tersebut. Pembuatan kurva baku dilakukan dengan membuat seri kadar (9 kadar) larutan tirosin yaitu dari 0,075mg/ml sampai dengan 0,275 mg/ml kemudian masing-masing ditambahkan larutan NaOH 1,2 N sebanyak 1 ml dan diinkubasi dalam waterbath selama 1 jam dengan suhu 60oC. Selanjutnya ditambahkan 1,5 ml HgSO4 15% dalam H2SO4 5N dan 1 ml NaNO2 0,2%, kemudian divortex. Langkah selanjutnya, absorbansinya diukur dengan spektrofotometer pada operating time dan panjang gelombang 492 nm. Masingmasing konsentrasi dilakukan replikasi sebanyak lima kali. Dari data yang diperoleh dapat dihitung % recovery untuk menentukan akurasi metode sedangkan presisi metode ditetapkan dengan menghitung % koefisien variasi (CV).

b. Pengukuran fotodegradasi tirosin Pada tahap ini ada lima kelompok (P1 ,P2, P3, P4 dan P5) yang lama penyinaran berbeda (1, 2, 3, 4 dan 5 jam) yang menyebabkan degradasi tirosin optimum. Komposisi larutan dengan perlakuan tersebut adalah sama yaitu campuran 2,0 ml tirosin 0,05%, 600,0 l larutan Rhetoflam 1% dan aquadest ad 5,0 ml. Masing-masing kelompok dibuat larutan blangko (tanpa tirosin). Setelah itu, masing-masing kelompok dimasukkan ke dalam kotak penyinaran yang berukuran 73,5 x 48 x 26,5 cm. Di dalam kotak dilengkapi dengan lampu UV C 20 watt 1 buah. Jarak antara tabung dengan lampu 10 cm dan tirosin sisa ditetapkan absorbansinya. Tabung yang telah disinari diambil dan dimasukkan dalam tabung reaksi sebanyak 1,0 ml. Kemudian ditambahkan larutan natrium hidroksida 1,2 N sebanyak 1,0 ml dan diinkubasi dalam waterbath selama 1 jam dengan suhu 60oC. Setelah 1 jam, ditambahkan 1,50 ml merkuri sulfat 15% dan 1,0 ml natrium nitrit, kemudian divortex. Langkah selanjutnya, diukur absorbansinya sesuai dengan operating time (OT) dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 492 nm. Pengaruh Ekstrak Air Daun Teh dan Vitamin C terhadap fotodegradasi tirosin Pada tahap ini, penelitian dibagi menjadi empat kelompok perlakuan dan tiap kelompok diulang enam kali. Kelompok satu berisi 2,0 ml tirosin 0,05% dan aquadest ad 5,0 ml (P1), ke-2: 2,0 ml tirosin 0,05%, 600,0 l larutan Rhetoflam dan aquadest ad 5,0 ml (P2), ke-3: 2,0 ml tirosin 0,05%, 600,0 l larutan Rhetoflam, 100,0 l ekstrak 0,15% dan aquadest ad 5,0 ml (P3), ke-4: 2,0 ml tirosin 0,05%, 600,0 l larutan Rhetoflam, 100,0 l Vitamin C 0,15%, dan aquadest ad 5,0 ml (P4) dan masing-masing dengan blanko (tanpa tirosin) dengan lama penyinaran 4 jam. Selanjutnya dilakukan proses seperti pada fotodegradasi tirosin. Pengukuran Kadar Fenolik Total a. Pembuatan larutan induk asam galat Sebanyak 100,0 mg asam galat ditimbang seksama, dimasukkan labu takar 100,0 ml. Selanjutnya dilarutkan aquadest hingga batas. Larutan ini disebut larutan induk (Li) asam galat 0,1%(b/v). b. Pembuatan kurva baku asam galat Kurva baku dibuat dengan mengambil masing-masing 10; 20; 30; 40; 50; 60; 70; 80; 90 l larutan Induk (Li) dan dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml. Selanjutnya, larutan induk ditambah c.

400 l reagen Folin-Ciocalteu, dibiarkan selama 58 menit. Kemudian ditambah 4 ml NaCO3, aquadest sampai volume 10 ml dan dibiarkan selama 2 jam. Selanjutnya dilakukan pengukuran dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 750 nm. Dari data absorbansi diperoleh persamaan kurva baku dengan menggunakan regresi linier. Sebanyak 100,0 mg ekstrak kental daun teh ditimbang seksama, dilarutkan secukupnya dengan aquadest panas. Larutan dimasukkan labu takar 10,0 ml, ditambah aquadest sampai tanda batas dan disaring. Dari filtrat yang diperoleh, kemudian diambil sebanyak 25 l dan dimasukkan labu takar 10,0 ml. Analisis dilanjutkan sebagaimana perlakuan pada pembuatan kurva baku asam galat. Pengukuran dilakukan replikasi sebanyak enam kali. Kandungan fenolik total dinyatakan sebagai gram ekivalen asam galat dalam 100 gram berat kering ekstrak (g EAG/100 g). HASIL DAN PEMBAHASAN Pengumpulan bahan daun teh (Camellia sinensis (L.) O.K.) diperoleh dari perkebunan Sabrang Kidul, Purwosari, Giri Mulyo, Kulon Progo, Yogyakarta pada Februari 2007 (waktu sore hari). Pembuatan serbuk hanya daunnya pada kedudukan 1-4. Daun-daun dicuci dengan air mengalir. Proses pengeringan dilakukan melalui pemanasan di bawah sinar matahari, ditutup kain hitam (waktu 2 hari). Daun segar yang semula berwarna hijau berubah warna menjadi kecoklatan. Simplisa kering diperkecil ukurannya dengan cara diremas. Pembuatan ekstrak dengan cara infundasi 50 gram simplisia daun teh diperoleh 13,47 gram ekstrak kental (26,94%b/b) berwarna coklat, lengket dan berbau khas.

Linearitas metode analisis dilakukan dengan menguji proporsionalitas konsentrasi analit (tirosin) terhadap absorbansi. Larutan tirosin dengan kadar 0,075; 0,100; 0,125; 0,150; 0,175; 0,200; 0,225; 0,250 dan 0,275 mg/ml diukur absorbansinya pada panjang gelombang 492 nm. Hasil yang diperoleh kemudian dianalisis linearitasnya secara regresi untuk mendapatkan kurva baku dan diketemukan persamaannya y =. 2,496x + 0,0542; r2 = 0,9978 dan r = 0,9989 (x = Kadar tirosin (mg/ml) dan Y = Absorbansi). Berdasarkan perhitungan batas deteksi dan batas kuantitasi, diperoleh hasil LOD = 9,94 g/ml dan LOQ = 0,033 mg/ml. Dari data diatas memiliki nilai koefisien korelasi (rhitung = 0,9989), lebih besar dari rtabel untuk n = 9 (derajat kebebasan = 7); P = 0,95 sebesar 0,666; hal ini berarti garis regresi tersebut linier. Pada konsentrasi tirosin 0,119; 0,141 dan 0,160 mg/ml mempunyai CV 1,16; 1,34 dan 0,67% (semua pengujian presisi memberikan nilai kurang dari 2%), sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa metode pengukuran tirosin ini telah memenuhi kriteria cermat dan seksama. Selanjutnya, hasil perhitungan menunjukkan bahwa seluruh hasil uji akurasi (recovery) memiliki nilai di antara 90% hingga 110% yaitu 99,43 1,16; 100,73 1,35 dan 98,36 0,66. Pengaruh lama penyinaran (0, 60, 120, 180, 240 dan 300 menit) terhadap fotodegradasi tirosin menunjukkan bahwa nilai absorbansi terkecil ditunjukkan pada perlakuan 4 jam. Maka diambil kesimpulan, waktu optimum yang dikehendaki adalah t = 4 jam. Kurva pengaruh lama penyinaran terhadap absorbansi tirosin sisa dapat dilihat pada Gambar 1.

0.8 0.75 0.7

Absorbansi

0.65 0.6 0.55 0.5 0 60 120 180 240 300

dengan ketoprofen tanpa ketoprofen

waktu Gambar 1. Kurva Pengaruh Lama Penyinaran Terhadap Fotodegradasi Tirosin dengan dan tanpa ketoprofen

Gambar 2. Mekanisme pembentukan radikal tirosil (Spielmann et al., 2000)

Gambar 3. Oksidasi tirosin oleh oksigen singlet (Spielmann et al., 2000)

Gambar 4. Reaksi pembentukan warna pada Millon Test Pada saat pemejanan dengan lampu merkuri (UV C) terjadi pembentukan radikal tirosin yang diinduksi oleh ketoprofen. Tirosin dapat menjadi radikal tirosil jika bereaksi dengan senyawa reaktif, seperti oksigen singlet. Reaksi fotodegradasi tirosin dimulai dari absorpsi foton oleh ketoprofen. Selanjutnya, Spielmann et al. (2000) menyatakan ketoprofen menjadi spesies elektron tereksitasi, yakni triplet dan singlet. Keadaan eksitasi triplet dari ketoprofen melibatkan dua macam tipe reaksi, yaitu proses transfer hidrogen atau elektron (reaksi tipe I) dan transfer energi dari triplet tereksitasi ke oksigen yang dapat menghasilkan oksigen singlet (reaksi tipe II). Pada reaksi tipe I, adanya transfer hidrogen dari ketoprofen menyebabkan pembentukan radikal bebas. Radikal bebas ini selanjutnya akan menarik atom hidrogen pada gugus hidroksil tirosin, kemudian membentuk radikal tirosil yang reaktif. Hal ini menyebabkan degradasi tirosin akan semakin besar dan tirosin sisa semakin kecil. Reaksi tipe ini dapat dilihat pada Gambar 2. Pada reaksi tipe II, yaitu reaksi pemindahan energi kepada oksigen oleh ketoprofen. Pemindahan energi ini menyebabkan perubahan arah spin elektron terluar dari oksigen. Perubahan tersebut menyebabkan susunan elektronik molekul oksigen juga berubah, yakni dari triplet menjadi singlet. Secara termodinamika, energi molekul 1O2 lebih tinggi daripada molekul 3 O2 (oksigen triplet). Akibatnya, molekul 1O2 memiliki reaktivitas yang lebih besar daripada molekul 3O2. Molekul selanjutnya bereaksi dengan tirosin. Mekanisme reaksi ini dapat dilihat pada Gambar 3. Untuk deteksi senyawa tirosin sisa digunakan metode millon (millon test). Metode ini merupakan metode spesifik untuk pengujian tirosin, satusatunya asam amino yang memiliki gugusan fenol. Pada metode millon, mula-mula gugus fenol pada tirosin dinitrasi dengan asam nitrat dalam larutan. Asam nitrat diperoleh dari reaksi natrium nitrit dengan asam sulfat (Aroca et al., 1993). Tirosin ternitrasi (nitrotirosin) akan bereaksi membentuk kompleks garam dengan ion Hg(I) dan Hg(II), membentuk senyawa berwarna

merah. Larutan berwarna merah ini selanjutnya dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 492 nm dengan operating time 23 menit. Reaksi pembentukan warna dapat dilihat pada Gambar 4. Pengaruh ekstrak air daun teh dan vitamin C terhadap fotodegradasi tirosin Hasil pengukuran absorbansi tirosin sisa pada berbagai kelompok perlakuan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Absorbansi tirosin sisa pada masingmasing kelompok perlakuan setelah penyinaran 4 jam diukur pada 492 nm Absorbansi perlakuan Replikasi P1 P2 P3 P4 0,5 0,5 0,6 0,5 Rerata 82 41 74 74 0,0 0,0 0,0 0,0 Standar Deviasi 04 04 08 07 Standar Deviasi 0,6 0,6 1,1 1,2 Relatif (%) 02 96 51 07 Keterangan : P1 : Tirosin, P2 : Tirosin dengan penambahan ketoprofen, P3 : Tirosin dengan penambahan ketoprofen dan ekstrak air daun teh, P4 : Tirosin dengan penambahan ketoprofen dan vitamin C Berdasarkan uji ANAVA dan Tukey antara P2, P3 berbeda secara signifikan dengan mean difference (I-J) dari hasil perhitungan diketemukan 0,50333 (lebih besar dari tabel 0,05) dengan tingkat kepercayaan 95%. Dari hasil perhitungan yang dilakukan terhadap absorbansi dari P3, P4 dan P2, maka diperoleh efek penghambatan 100 l ekstrak air daun teh 0,15% lebih baik dari vitamin C 0,15% yaitu sebesar 4,03 kali. Juga terbukti bahwa ekstrak air daun teh dan vitamin C dapat menghambat reaksi fotodegradasi tirosin yang diinduksi ketoprofen (mampu berperan sebagai fotoprotektor). P3 P 2 = 0,674 0,541 = 4,03 kali P 4 P 2 0,574 0,541 Penentuan Kadar Fenolik Total Data konsentrasi asam galat (9 kadar, dari 0,1005 s/d 0,9045 mg/100ml) terhadap absorbansi pada panjang gelombang 750 nm untuk menghitung konsentrasi fenolik total dan diperoleh persamaan regresi y = 1,146x 0,037 (x = Kadar asam galat dalam mg/100 ml dan y = Absorbansi ). Selanjutnya mempunyai nilai koefisien korelasinya (rhitung = 0,99) lebih besar dari rtabel

untuk n = 9; P = 0,95 sebesar 0,666, sehingga persamaan kurva baku di atas dapat digunakan untuk menghitung kadar fenolik total dalam ekstrak air buah makutadewa. Kadar fenolik total diekspresikan dengan % b/b ekivalen asam galat (EAG) karena belum diketahuinya struktur kimia senyawa fenolik yang ada pada ekstrak air daun teh. Kandungan fenolik total rata-rata 0,74 mg/100ml yang diekspresikan pada ekstrak adalah 29,64 0,82 %EAG dengan CV 2,78%. KESIMPULAN Ekstrak air daun teh 0,15% sebanyak 100 l dapat menginhibisi fotodegradasi tirosin yang diinduksi ketoprofen 4,03 kali lebih baik daripada 100 l vitamin C 0,15%. Sedangkan kandungan fenolik total rata-rata ekstrak air daun teh 0,74 mg/100ml yang diekspresikan 29,64 0,82% b/b ekivalen asam galat.

Ucapan Terima Kasih Kami ucapkan terima kasih kepada Laboratorium Biologi Farmasi dan Kimia Farmasi Fakultas Farmasi UGM yang memberikan fasilitas penelitian ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Siluh dan Effendy yang telah membantu berjalannya penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Akyon, Y., 2002, Effect of Antioxidant on the Immune Response of Helicobacter pylori, Clin Microbiol Infect, 8, 438441. Buhler, D.R. dan Miranda, C., 2000, Antioxidant Activities of Flavonoids, Department of Enviromental and Molecular Toxicology, Oregon State University. Cunningham, W.J., 2000, Photoaging, in Elsner, P., Maibach, I., (eds.), Cosmeceuticals: Drugs vs. Cosmetics, 1st ed., 13-34, Marcel Dekker, Inc., New York, NY. Hindsen, M., Zimerson, E., dan Bruze, M., 2003, Photoallergic Contact Dermatitis from Ketoprofen in Southern Sweden, J Exog Dermatol, 2, 92. Javanmardi et al. (2002), Antioxidant Activity and Total Phenolic Content of Iranian ocimum accessions, Food Chemistry, 83, 547 550.

Kahkonen et al. (1999), Antioxidant activity of Extracts Containing Phenolic Compounds, J. Agric. Food Chem., 47, 3954-3962 Linster, C.L. dan Schaftingen, 2006, Review Article Vitamin C: Biosynthesis, Recycling and regulation in Mammals, the FEBS journal, University Catholique de Louvaian, Belgium. Pinnell, S.R., 2003, Cutaneous Photodamage, Oxidative Stress, and Topical Antioxidant Protection, J Am Acad Dermatol, 48, 1-19. Proestos, C., Sereli, D., dan Komaitis, M., 2006, Determination of Phenolic Compounds in aromatic Plant by RPHPLC and GC-MS, J. Food Sci., 94, 44-52. Sang, S., Tian S., Wang, H., Stark, R.E., Rosen, R.T., Yang, C.S., dan Ho, C.T., 2003, Chemical Studies of the Antioxidant Mechanism of Tea Catechins : Radical Reaction Products of Epicatechin with Peroxyl Radical, J Bioorganic & Medical Chemistry, 1, 3371-3378. Shindo, Y., Witt, E., Han, D., Epstein, W., dan Packer, L., 1994, Enzymic and Nonenzymic Antioksidants in Epidermis and Dermis of Human Skin, J Invest Dermatol, 102, 122124. Spielmann, H., Muller, L., Averbeck, D., Balls, M., Brendler-Schwaab, S., Castel, J.V., Curren, R., de Silva, O., Gibbs, N.K., Liebsch, M., Lovell, W.W., Merk, H.F., Nash, J.F., Neumamm, N.J., Pape, W.J.W., Ulrich, P., dan Vohr, H.W., 2000, The Second ECVAM Workshop on Phototoxicity Testing, ATLA 28, 777-814. Thiele, J.J., Dreher, F., Packer, L., 2000, Antioxidant Defense Systems in Skin, in Eisner P., Maibach, H.I. (Eds), Cosmeceuticals: Drugs vs. Cosmetics, 145-187, Marcel Dekker, New York. Zin, Z.M., Hamid, A.A., Osman, A., dan Saari, N., 2004, Antioxidative Activities of Chromatographic Fractions Obtained from Root, Fruit, and Leaf of Mengkudu (Morinda citrifolia L.), Food Chem., 94, 169-178.

Anda mungkin juga menyukai