Anda di halaman 1dari 30

TANTANGAN IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH Triatmanto FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta (e-mail: tribiola@yahoo.com; HP.

0817445655) Abstract: Challenges in the Implementation of Character Education at School. This article discusses challenges in character education at school by integrating it into every lesson. The integrated character education in every lesson in every level of education can be implemented in the instructional materials, processes, and learning evaluation. During the implementation, the selection and synchronization of materials and types of characters to be developed are required in order to prevent the discrepancy or redundancy. In integrated character education, there are internal and external changes. The former come from the curriculum, mindset, teachers, principal, or even bureaucracy. The latter mainly come from the growth and advance of the information technology which can be directly accessed by the students. Due to all of those challenges, two approaches to facing them can be taken. The internal approach can be in the form of improving the understanding of character education by conducting a training/workshop, sharing ideas with others, and synchronizing the policy in education. The external approach can be adopted by placing character education experts in the regulation sector and the mass-media supervisory board in general. Keywords: character education, implementation, challenges

PENDAHULUAN karakter yang kuat dan cerdas. Upaya Tantangan globalisasi menjadikan sekolah maupun orang tua agar murid pendidikan berkarakter m enjadi bagian atau anaknya mencapai nilai akademis penting untuk mewujudkan manusia tinggi sangat kuat, tapi mengabaikan hal-hal yang non akademis. Selanjutnya, yang berkualitas. Istilah ini lebih Baedowi juga manyatakan saat ini tidak gampang diucapkan, tetapi kenyataannya jarang para lulusan termasuk lulusan justru makin sulit untuk dilakukan perguruan tinggi, banyak yang tidak (Suhendang, 2010). memiliki karakter yang kuat dan cerDalam kesempatan lain di Jakarta, das. Selain itu, dikatakan pula bahwa Baedowi, Direktur Jenderal PMPTK saat ini jumlah pendidik yang berkaDepdiknas, m enyatakan bahwa saat ini rakter kuat dan cerdas seperti yang diada kecenderungan masyarakat mau- harapkan juga terbatas jumlahnya. Namun, kita tidak bisa menilai secara pun sekolah sekadar mem acu sisw a untuk memiliki kemampuan akademik tinggi tanpa diimbangi pembentukan

187

188
kuantitatif, hanya bisa diukur dengan kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya kualitatif. dikatakan orang berkarakter jelek. SeDua sum ber di atas, tam paknya mebaliknya, orang yang perilakunya sewakili perasaan kita bahwa, pendidikan suai dengan kaidah moral disebut dekarakter mendesak untuk segera menngan berkarakter mulia (Tim Pendidikdapat perhatian serius. Banyak kasus an Karakter Kemendiknas, 2010: 13). yang lebih ekstrim lain yang Pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilakdaftarnya tidak akan tertampung dalam tulisan sanakan secara sistematis untuk memini. Mulai dari kasus tawuran pelajar bantu peserta didik memahami nilainilai perilaku manusia yang berhudan m ahasiswa, perjokian dalam penerimaan mahasiswa baru atau pegawai bungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungnegeri, penyuapan, makelar kasus dan perkara, perselingkuhan, korupsi dan an, dan kebangsaan yang terwujud dadrama memalukan anggota DPR yang lam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, sebenarnya memiliki latar pendidikan dan perbuatan berdasarkan norma-nortinggi, namun memiliki karakter peri- ma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat (Kemendiknas, 2010: laku yang rendah. Semua itu 116). menggamMenurut Williams, Russell T. & barkan kegagalan pendidikan kita daMegawangi (2010), pendidikan karakter lam membangun karakter bangsa. adalah pendidikan budi pekerti plus, Bahkan bila dicermati, penolakan dan ke- yaitu yang melibatkan aspek pengetakutan yang berlebihan terhadap pe- tahuan (cognitive), perasaan (feeling), laksanaan ujian nasional juga merupa-dan tindakan (action).Dengan demikian, pendidikan karakater dapat diartikan kan cermin kegagalan pendidikan kita. sebagai upaya yang dirancang secara sistematis dan berkesinambungan unPENDIDIKAN KARAKTER tuk membentuk kepribadian peserta diPengertian D alam Kam us Besar Bahasa Indonesia agar memiliki pengetahuan, pera, dik karakter adalah bawaan, hati, jiwa, ke- saan, dan tindakan yang berlandaskan pribadian, budi pekerti, perilaku, perso- pada norma-norma luhur yang berlaku di masyarakat. nalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak. Adapun berkarakter adalah berkeBentuk-bentuk Karakter Macam nilai yang akan dibangun pribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak Menurut Musfiroh dalam diri peserta didik meliputi ber. (2008), karakter mengacu kepada se- bagai hal. Menurut Tim pendidikan Karangkaian sikapattitudes, perilaku be- rakter Kemendiknas (2010:16-18) telah ( ) ( haviors) m otivasi m otivations dan ke- teridentifikasi 80 butir nilai yang dike, ( ), teram pilan skills) Karakter berasal darilompokkan menjadi lima. ( . bahasa Yunani yang berarti to mark atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur,

Cakrawala Pendidikan, Mei 2010, Th. XXIX, Edisi Khusus Dies Natalis UNY

189
Nilai-nilai perilaku dap Tuhan. Nilai-nilai perilaku dap diri sendiri. Nilai-nilai perilaku dap sesama. Nilai-nilai perilaku dap lingkungan. manusia terha- Nilai-nilai kebangsaan. Secara skematis, Tim Pendidikan manusia terha- Karakter Kemendiknas (2010) menggambarkan nilai-nilai luhur dan perimanusia terha- laku berkarakter yang menyangkut olah hati, olah pikir, olah raga, dan manusia terha- olah rasa dan karsa seperti pada Gambar 1.

Olah Hati: Olah Pikir: Cerdas Jujur Bertanggung jawab

Nilai-nilai Luhur dan Perilaku Berkarakter

O lah Raga: Bersih dan Sehat

Olah Rasa dan Karsa:

Peduli Kreatif

Gambar 1. Nilai-nilai Luhur dan Perilaku Berkarakter(Sumber : Tim Pendidikan Karakter Kemendiknas. 2010) treat Davies (2010) menyebutkan ada 52 kalimat yang dapat digunakan untuk mengembangkan karakter anak, enam diantaranya misalnya: (1) how I look is not as important as how I act; (2) I

I am a good sport, I follow the rules, take turns and play fair; (4) it is okay to laugh at funny things, but not to laugh at others; (5) others the way I want them to treat me; (3)

I do not gossip, if I cannot say anything helpful, I do not say anything at all; (6)

Tantangan Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah

190
when I am sad, I help myself feel better by thinking of things that are good in my life. Dengan pertimbangan begitu pentingnya pendidikan karakter bagi bangsa ini, maka Kemendiknas berencana mencanangkan pendidikan karakter di sekolah pada tahun 2010 ini. aktualisasi diri melalui olah rasa untuk meningkatkan sensitivitas dan apresiativitas akan kehalusan dan keindahan seni dan budaya, serta kompetensi untuk mengekspresikannya; beraktualisasi diri melalui interaksi sosial yang membina dan memupuk hubungan timbal balik; demokratis; empatik dan simpatik; menjunjung tinggi hak asasi RENCANA IMPLEMENTASI PENDImanusia; ceria dan percaya diri; DIKAN KARAKTER KEMENDIKmenghargai kebhinekaandalam berNAS 2010-2014 masyarakat dan bernegara; berwaVisi Misi Kemendiknas wasan kebangsaan dengan kesadarDalam Pembinaan Pendidikan Kaan akan hak dan kewajiban warga rakter di Sekolah Menengah Pertama negara; (3) Cerdas intelektual: berTim Pendidikan Krakter Kemendiknas aktualisasi diri melalui olah pikir (2010:9-10) menyatakan visi Depdiknas untuk memperoleh kompetensi dan 2014: kemandirian dalam ilmu pengetaTerselenggaranya Layanan Prima Pendidikan Nasional untuk Membentuk Insan Indonesia Cerdas huan dan teknologi; aktualisasi inKomprehensif. Pemahaman insan Indonesia e rdas adalah insan yang c cerdas komprehensif yaitu cerdas spiritual, cerdas emosional, cerdas sosial, cerdas intelektual, dan cerdas kinestetis. (1) Cerdas spiritual: beraktualisasi diri melalui olah hati/kalbu untuk menumbuhkan dan memperkuat keimanan,ketakwaan dan akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur dan kepribadian unggul; berkepribadian unggul dan gandrung akan keunggulan; bersemangat juang tinggi; mandiri; pantang menyerah; pembangun dan pembina jejaring; bersahabat dengan perubahan; inovatif dan menjadi agen perubahan; produktif; sadar mutu; berorientasi global; pem-

belajaransepanjang hayat; da menjadi rahmat bagi semesta alam; (2) Cerdas emosional dan sosial: ber-

san intelektual yang kritis, kreatif, inovatif dan imajinatif; (4) Cerdas kinestetis: beraktualisasi diri melalui olah raga untuk mewujudkan insan yang sehat, bugar, berdayatahan, sigap, terampil, dan trengginas; serta aktualisasi insan adiraga............... Oleh karena itu, pendidikan karakter mestinya bukan merupakan hal baru, namun merupakan langkah logis

dan harus dilakukan dalam pendidikan di Indonesia. Dengan demikian, pencananan pendidikan karakter oleh Menteri Pendidikan Nasional sebagai penterjemahan keinginan Presiden RI, sebenarnya hanyalah merupakan peringatan bagi seluruh komponen bangsa, terutama yang berkait langsung dengan bidang pendidikan, untuk mengubah pola pikir dan perlakuan yang selama

Cakrawala Pendidikan, Mei 2010, Th. XXIX, Edisi Khusus Dies Natalis UNY

191
ini dianggap masih menonjolkan pencapain kognitif dengan melupakan pencapaian sikap dan moral. Apalagi bila dilihat dalam UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3 ditegaskan bahwa: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang berm artabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, m andiri, dan m enjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dari pernyataan tersebut, jelas bahwa capaian kognitif hanyalah sebagian kecil dari tujuan pendidikan nasional kita. Pendidikan karakter merupakan konsekuensi logis dari proses pendidikan itu sendiri. Pembangunan pendidikan yang dirancang Kemendiknas tahun 2010 melalui Tema pembangunan yang kedua (2010-2014) difokuskan pada penguatan layanan pendidikan. Kemendiknas juga telah menyatakan arah pengembangan pendidikan Nasional dalam visi Depdiknas 2014 yaitu terselenggaranya (1) layanan prima pendidikan nasional, yaitu layanan pendidikan yang; (2) tersedia secara merata di seluruh pelosok nusantara; (3) terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat; (4) berkualitas dan relevan dengan kebutuhan kehidupan bermasyarakat, dunia usaha dan dunia industri; (5) setara bagi warga negara Indonesia dalam m em peroleh pendidikan

berkualitas dengan memperhatikan keberagaman latar belakang sosial-budaya, ekonomi, geografi, dan sebagainya, dan memberikan; (6) kepastian bagi warga negara Indonesia mengenyam pendidikan dan menyesuaikan diri dengan tuntutan masyarakat, dunia usaha dan dunia industri. Untuk mencapai visi tersebut, Kementerian Pendidikan Nasional 20102014 menyusun misi dalam Misi 5K yaitu: M1-Meningkatkan Ketersediaan Layanan Pendidikan, M2-Memperluas Keterjangkauan Layanan Pendidikan, M3-Meningkatkan Kualitas/Mutu dan Relevansi Layanan Pendidikan, M4Mewujudkan Kesetaraan dalam Memperoleh Layanan Pendidikan, dan M5Menjamin Kepastian Memperoleh Layanan Pendidikan.

STRATEGI PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DAN TANTANGANNYA Menurut Lickona, dkk (2007) terdapat 11 prinsip agar pendidikan karakter dapat berjalan efektif: (1) mengembangkan nilai-nilai etika inti dan nilai-nilai kinerja pendukungnya sebagai fondasi karakter yang baik; (2) mendefinisikan 'karakter' secara komprehensif yang mencakup pikiran, perasaan, dan perilaku; (3) pendekatan yang komprehensif, disengaja, dan proaktif dalampengembangan karakter; (4) menciptakan komunitas sekolah yang penuh perhatian; (5) memberi siswa kesempatan untuk melakukan tindakan moral; (6) membuat kurikulum akademik yang bermakna dan menantang yang menghormati semua peserta didik, mengembangkan karakter, dan

Tantangan Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah

192
membantu siswa untuk berhasil; (7) konsisten sesuai dengan nilai-nilai inti. mengusahakan mendorong motivasi (Bashori, 2010). diri siswa; (8) melibatkan staf sekolah Oleh karena pendidikan karakter sebagai komunitas pembelajaran dan merupakan konsekuensi logis dari promoral yang berbagi tanggung jawab ses pendidikan itu sendiri, Kemendikdanas (Tim Pendidikan Karakter: 2010:22lam pendidikan karakter dan upaya un- telah mengidentifikasi peluang im24) tuk mematuhi nilai-nilai inti yang sama plementasi pendidikan karakter di seyang membimbing pendidikan siswa; kolah melalui tiga jalur. (9) menumbuhkan kebersamaan dalam kepemimpinan moral dan dukungan PENDIDIKAN KARAKTER DALAM jangka panjang bagi inisiatif pendidik- PEMBELAJARAN an karakter; (10) melibatkan keluarga Pendidikan karakter secara terintedan anggota masyarakat sebagai grasi di dalam pembelajaran dilakukan mitra dengan pengenalan nilai-nilai, memdalam upaya pembangunan karakter; fasilitasi diperolehnya kesadaran akan (11) mengevaluasi karakter sekolah, pentingnya nilai-nilai, dan penginternafungsi staf sekolah sebagai pendidik kalisasian nilai-nilai ke dalam tingkahrakter, dan sejauh m ana siswa m em anilaku peserta didik sehari-hari melalui festasikan karakter yang baik (Bashori, proses pembelajaran, baik yang ber2010). langsung di dalam maupun di luar Dalam pendidikan karakt r penting kelas pada semua mata pelajaran. Pada e sekali dikembangkan nilai-nilai etika dasarnya kegiatan pembelajaran, selain inti seperti kepedulian, kejujuran, ke- untuk menjadikan peserta didik meadilan, tanggung jawab, dan rasa hor- nguasai kompetensi (materi) yang dimat terhadap diri dan orang lain ber- targetkan, juga dirancang untuk mensama dengan nilai-nilai kinerja pendu-jadikan peserta didik mengenal, menyakungnya seperti ketekunan, etos kerjadari/peduli, dan menginternalisasi niyang tinggi, dan kegigihan sebagai lai-nilai dan menjadikannya perilaku. baIntegrasi dapat dilakukan dalam sis karakter yang baik. Sekolah harus substansi materi, pendekatan dan meberkomitmen untuk mengembangkan tode pembelajaran, serta model evakarakter peserta didik berdasarkan ni-luasi yang dikembangkan. Tidak semua lai-nilai dimaksud, mendefinisikannya dalam bentuk perilaku yang dapat diamati dalam kehidupan sekolah seharihari, mencontohkan nilai-nilai itu, substansi materi pelajaran cocok untuk m engkajidan mendiskusikannya, m engsemua karakter yang akan dikembanggunakannya sebagai dasar dalam hu- kan, perlu dilakukan seleksi materi dan bungan antarmanusia, dan sinkronisasi dengan karakter yang akan mengapredikembangkan. Pada prinsipnya semua siasi manifestasi nilai-nilai tersebut di mata pelajaran dapat digunakan sebasekolah dan masyarakat. Semua kom-gai alat untuk mengembangkan semua ponen sekolah bertanggung jawab ter karakter peserta didik, namun agar tihadap standar-standar perilaku yang

dak terjadi tumpang-tindih


Cakrawala Pendidikan, Mei 2010, Th. XXIX, Edisi Khusus Dies Natalis UNY

dan

193
terabaikannya salah satu karakter yang berkewenangan di sekolah/madradan akan dikembangkan, perlu dilakukan sah. pem etaaan berdasarkan kedekatan m a- Kegiatan ekstrakurikuler dapat meteri dengan karakter yang akan dikemngembangkan potensi, bakat dan minat bangkan. secara optimal, serta tumbuhnya keIntegrasi pendidikan karakter bu- mandirian dan kebahagiaan peserta dikan saja dapat dilakukan dalam materi yang berguna untuk diri sendiri, dik pelajaran, namun teknik dan metode keluarga dan masyarakat. Dengan dem engajar dapat pula digunakan sebagai mikian keigiatan ekstrakurikuler dihaalat pendidikan karakter. Membangun rapkan dapat (1) menyediakan sejumindividu yang teliti dapat dilakukan da- kegiatan yang dapat dipilih oleh lah lam proses pengukuran,dan observasi peserta didik sesuai dengan kebutuhan, misalnya, membangun potensi, bakat, dan minat mereka; (2) tanggungjawab menyelenggarakan kegiatan yang memm elalui penugasan, mem bangun kepercayaan diri melalui presentasi dan se- berikan kesempatan peserta didik bagainya. mengespresikan diri secara bebas meNamun sampai saat ini, belum adalalui kegiatan mandiri dan atau kelomupaya di setiap satuan pendidikan un-pok. Kegiatan ekstra kurikuler juga dituk mencoba melakukan kegiatan ini harapkan dapat berfungsi sebagai behingga menghasilkan dokumen otentik. rikut. yaitu Pada tingkat sekolah, kepala sekolah Pengembangan, mengembangkan kemampuan dan harus memfasilitasi hal ini, demikian juga pada tingkat-tingkat birokrasi di kreativitas peserta didik sesuai kependidikan yang berkemampuan

atasnya. Disadari variabilitas kualitas pendidik, sekolah, dan akses inform asi, sangat mempengaruhi hasil kegitaan ini, namun dengan koordinasi Kemendiknas, melalui pelatihan dan workshop yang mengacu pada sistem perim basan, hambtan ini dapat dikurangi. PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KEGIATAN EKSTRAKURIKULER Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga

dengan potensi, bakat dan minat mereka. Sosial, yaitu mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial peserta didik. Rekreatif, yaitu mengembangkan suasana rileks, mengembirakan dan menyenangkan bagi peserta didik yang menunjang proses perkembangan. Persiapan karir, yaitu mengembang-

kan kesiapan karir peserta didik. Implementasi pendidikan karakter dalam kegiatan ekstra kurikuler merupakan langkah yang sangat strtegis, namun saat ini, tidak banyak sekolah yang benar-benar mempunyai kegiatan ekstrakurikuler yang memadai. Di banyak sekolah, kegiatan ekstra kurikuler masih dianggap sebapai tempelan
Tantangan Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah

194
kegiatan, sehingga dianggap sebagai nilai-nilai perilaku (karakter) pembikegiatan yang tidak harus diadakan. naan kepesertadidikan. Beberapa sekolah bahk lebih senang an Berbagai hal yang terkait dengan mengadakan les bimbingan tes karakter (nilai-nilai, norma, iman dan dalam ketaqwaan, dan lain-lain) dirancang kegiatan ekstrakurikulernya. Capaian dan diimplementasikan dalam aktivitas rerata skor UN yang tinggi masih di- manajemen sekolah, seperti pengelolaanggap memiliki gengsi lebih tinggi an: siswa, regulasi/peraturan sekolah, daripada prestasi kegiatan yang lain. sumber daya manusia, sarana dan praAnggapan ini tidak saja terjadi pada sarana, keuangan, perpustakaan, pemsekolah, namun juga terjadi pada ma- belajaran, penilaian, dan informasi, sernajeman Kemendiknas di setiap ting- ta pengelolaan lainnya. katan. Hal tersebut dapat dilihat dari Ketiga jalur tersebut dalam implepenghargaan Dinas Pendidikan terha- mentasinya dapat dilakukan dengan dap sekolah-sekolah degan hasil UN seperti berikut. yang tinggi. Menerapkan metode belajar yang melibatkan partisipasi aktif peserta didik dengan diberikan materi pePENDIDIKAN KARAKTER DALAM KEGIATANMANAJEMEN SEKOLAH lajaran yang kongkret, bermakna, Penyelenggaraan pendidikan kaserta relevan dalam konteks kehirakter memerlukan pengelolaan yang dupannya (student active learning, memadai. Pengelolaan yang dimaksud- contextual teaching and learning, inquiry based learning, integrated learnkan adalah bagaimana pembentukan karakter dalam pendidikan direncana- ing). kan , dilaksan akan, dan diken dalikan Menciptakan lingkungan belajar secara memadai pula. yang kondusif (conductive learning community). Sebagai suatu sistem pendidikan, maka dalam pendidikan karakter juga Memberikan pendidikan karakter seterdiri dari unsur-unsur pendidikan cara eksplisit, sistematis, dan berkeyang selanjutnya akan dikelola melalui sinambungan dengan melibatkan asbidang-bidang perencanaan, pelaksana- pek knowing the good, loving the good, an,dan pengendalian. Unsur-unsur pen- dan acting the good. didikan karakter yang akandirencana- Metode pengajaran yang memperkan, dilaksanakan, dan dikendalikan terhatikan keunikan masing-masing sebut antara lain meliputi: peserta didik. nilai-nilai perilaku (karakter) kom- Menerapkan prinsip-prinsip developmentally appropriate practices. petensi lulusan; Membangun hubungan yang sup muatan kurikulum nilai-nilai periportive dan penuh perhatian di kelas laku (karakter); nilai-nilai perilaku (karakter) dalam dan seluruh sekolah. pembelajaran; Model atau contoh perilaku positif. nilai-nilai perilaku (karakter) pendidik dan tenaga kependidikan; dan
Cakrawala Pendidikan, Mei 2010, Th. XXIX, Edisi Khusus Dies Natalis UNY

195
Menciptakan peluang bagi peserta didikan karakter di sekolah seperti didik untuk menjadi aktif dan penuhpada Gambar 2. Dalam model tersebut makna termasuk dalam kehidupan terlihat bahwa, integrasi pendidikan di kelas dan di sekolah. karakter dalam pembelajaran di kelas Mengajarkan keterampilan sosial dan saja tidak cukup. Diperlukan kegiatan emosional secara esensial. ekstrakurikuler dan budaya sekolah Melibatkan peserta didik dalam wa- yang mendukung pendidikan karakter cana moral. Isu moral adalah esensidi sekolah. Keberhasilan pendidikan pendidikan anak untuk menjadi pro-karakter di sekolah akan terlihat dalam sosial, dan moral manusia. perilaku keseharian peserta didik. De Membuat tugas pembelajaran yang ngan kata lain, pendidikan karakter tipenuh makna dan relevan untuk pedak dapat dilakukan di sekolah saja, serta didik. namun diperlukan pembiasaan dan pe Tidak ada peserta didik yang ternerapan perilaku berkarakter di dalam abaikan. kehidupan sehari-hari, baik dalam keSecara visual Tim Pendidikan luarga maupun di lingkungan sosialKarakter Kemendiknas (2010) meng- nya. gambarkan model implementasi penIntegrasi ke dalam KBM pada setiap Mapel Pembiasaan dalam kehidupan keseharian di satuan pendidikan

BUDAYA SEKOLAH: (KEGIATAN/KEHIDUPAN KESEHARIAN DI SATUAN PENDIDIKAN)

KEGIATAN KESEHARIAN DI RUMAH

Integrasi ke dalam kegiatan Ektrakurikuler Pramuka, Olahraga, Karya Tulis, Dsb. Penerapan pembiasaan kehidupan keseharian di rumah yang sama dengan di satuan pendidikan

Gambar 2. Strategi Mikro di Sekolah (Sumber: Tim Pendidikan Karakter Kemendiknas 2010)

Tantangan Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah

196
TAHAPAN DALAM PENDIDIKAN nguatan aspek emosi peserta didik KARAKTER untuk menjadi manusia berkarakter. Menurut Tim Pendidikan Karakter Penguatan ini berkaitan dengan benKemendiknas (2010:19- pengem- tuk-bentuk sikap yang harus dirasakan 21) bangan karakter melalui beberapa ta- oleh peserta didik, yaitu kesadaran hapan, yaitu tahap pengetahuan ( know- akan jati diri (conscience), percaya diri ing), pelaksanaanacting) dan kebiasa- (self esteem), kepekaan terhadap derita ( , an (habit). Karakter tidak terbatas orang lain (emphaty), cinta kebenaran pada (loving the good), pengendalian diri (self control), kerendahan hati (humility). pengetahuan saja. Seseorang yang Moral action merupakan perbuatan atau memiliki pengetahuan kebaikan belum tindakan moral yang merupakan hasil (outcome) dari dua komponen karakter tentu mampu bertindak sesuai dengan lainnya. Untuk memahami apa yang pengetahuannya, jika tidak terlatih (menjadi kebiasaan) untuk melakukan mendorong seseorang dalam perbuatan kebaikan tersebut. Karakter juga men-yang baik (act morally) maka harus jangkau wilayah emosi dan kebiasaan dilihat tiga aspek lain dari karakter, diri. Dengan demikian, diperlukan tigayaitu kompetensi (competence), keinginkomponen karakter yang baik (com- an (will), dan kebiasaan (habit). ponents of good character yaitu ) Dengan demikian, pendidikan kamoral rakter bukan saja membangun pengeknowing (pengetahuan tentang tahuan tentang karakter yang baik, namoral), m oral feeling atau per asaan (penguatan emosi) tentang moral, danmoral action atau perbuatan bermoral. Dim ensi-dim ensi yang termasuk mun juga harus dilanjutkan dengan dalam m oral knowing yang akan m engisi membentuk perasaan dalam diri peserranah kognitif adalah kesadaran moral didik agar memiliki kepekaan rasa ta (m oral awareness pengetahuan tentang ), terhadap hal-hal yang kurang baik dan nilai-nilai m oralknowing m oral values dapat mengimplementasikan karakter( ), penentuan sudut pandang karakter yang baik tersebut dalam ke(perspective hidupan sehari-hari. Secara skematis, taking), logika moral ( oral reasoning gambaran tentang keterkaitan komponm ), keberanian mengambil sikap decision en moral dalam pembentukan karakter ( m aking dan pengenalan diri ( know- tampak pada Gambar 3. ), self ledge). Moral feeling merupakan pe-

Cakrawala Pendidikan, Mei 2010, Th. XXIX, Edisi Khusus Dies Natalis UNY

197
Tuhan Y M E Nilai-Nilai Moral Knowing

Nilai-Nilai

Diri Sendiri

Sesama

Character
N i l -aN i l a i i
Moral Action Moral Feeling

Nilai-Nilai

Kebangsaan

Lingkungan

Nilai-Nilai

Gambar 3. Keterkaitan Komponen Moral dalam Pembentukan Karakter (Sumber: Tim Pendidikan Karakter Kemendiknas: 2010: 21)

TANTANGAN DALAM IMPLEMEN- TANTANGAN DALAM KEBIJAKAN TASI DAN KURIKULUM Secara konseptual, pendidikan kaKarakter merupakan produk yang rakter di sekolah tampaknya sudah cuberupa pengetahuan, sikap dan perikup mapan. Namun dalam pelaksana- laku yang ditunjukkan oleh sesorang. annya, hal itu akan mendapat tanBila pendidikan karakter ini hanya bertangan yang sangat besar. tumpu pada sekolah maka akan gagal. Kegagalan terjadi karena secara kuanTantangan titas dan kualitas, sekolah (khususnya tersebut dapat berasal dari di Indonesia) belum merupakan linglingkungan kungan yang dominan dalam kehiduppendidikan itu sendiri maupun dari luar. Tantangan dari dalam dapat ber-an anak. Hanya sedikit bagian waktu asal dari personal pendidikan maupundalam kehidupannya, anak berada daperangkat lunak pendidikan ( ind set, lam lingkungan dan situasi sekolah. Inm kebijakan pendidikan dan kurikulum). teraksi yang terjadi antara guru dan sisTantangan dari luar berupa perubahan masih sangat terbatas pada jam-jam wa lingkungan sosial secara global yang pelajaran. Belum ada situasi dan kesemmengubah tata nilai, norma, dan bu- patan yang memungkinkan peserta didaya suatu bangsa, menjadi sangat dik dan sekolah berinteraksi di luar jam pelajaran. Kebanyakan waktu anak adaterbuka. Perubahan itu tidak dapat dikendalikan dan dibatasi karena berkembangnya teknologi informasi. lah dalam keluarganya, sehingga keluarga seharusnya berkesempatan lebih banyak untuk mendidik anak-anaknya,

Tantangan Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah

198
walaupun Daniel Golem an m engatakan gap kurikulum seakan raksasa yang sebahwa banyak orang tua yang gagal dadang tidur bagi pendidikan karakter. lam mendidik karakter anak-anaknya. Ryan & Bohlin (1999:89-90) menyataKegagalan dikarenakan kesibukan atau kan, terdapat kaitan langsung-sebagai lebih mementingkannya aspek hubungan sebab akibat-antara sistem kognitif pendidikan suatu bangsa dengan maju anak. Semua ini dapat dikoreksi de- atau mundurnya bangsa tersebut. Kengan memberikan pendidikan karakter kuatan pendidikan bukan saja dalam di sekolah membentuk karakter individual, tetapi Pendidikan karakter di sekolah sa-juga karakter bangsa secara keseluruhngat diperlukan, walaupun dasar dari an. pendidikan karakter adalah di dalam Masalahnya, kebijakan pendidikan keluarga. Bila seorang anak mendapat- Indonesia selama ini, lebih memendi kan pendidikan karakter yang baik dari tingkan aspek kecerdasan otak. Barukeluarganya, diharapkan anak tersebut baru ini saja pentingnya pendidikan seterusnya akan berkarakter baik. Na-budi pekerti menjadi bahan pembicaramun, seperti sinyalemen Daniel Gole- an yang luas. Ada yang mengatakan man di atas, ternyata ba nyak orang bahwa kurikulum pendidikan di Indonesia hanya cocok untuk diberikan patua da yang lebih mementingkan aspek kecer- 10-20% otak-otak terbaik. Artinya dasan otak ketimbang pendidikan ka- sebagian besar anak sekolah (80-90%) rakter. tidak dapat mengikuti kurikulum pelaPendidikan karakter di sekolah ti- jaran di sekolah. Akibatnya, sejak usia dak cukup dengan memberikan mata dini, sebagian besar anak-anak akan pelajaran budi pekerti dalam struktur merasa bodoh karena kesulitan mekurikulum. Pemberian mata pelajaran nyesuaikan dengan kurikulum yang budi pekerti atau pendidikan moral ada. Ditambah lagi dengan adanya sisbukan merupakan bagian yang dinilai tem ranking yang telah memvonis anak-anak yang tidak masuk 10 bedalam pendidikan karakter. Pemberian mata pelajaran hanya menkualifikasi- sar, sebagai anak yang kurang pandai. kan pemahaman secara teoritis. TidakSistem seperti ini tentunya berpengaruh ada kaitan logis bahwa penilaian dalam negatif terhadap usaha membangun mata pelajaran budi pekerti (agama, karakter, dimana sejak dini anak-anak Pkn atau sejenis nya) menentukan kua-justru sudah dibunuh rasa percaya litas kepribadian siswa (Doni Kusuma, dirinya 2007: 182-283). Lickona (1991:162Rasa tidak mampu yang berkepan163). jangan akan membentuk pribadi yang menyatakan pentingnya pendidikan tidak percaya diri dan menimbulkan stress berkepanjangan. Pada usia remakaja rakter terintegrasi dalam kurikulum de- keadaan ini biasanya akan mendongan pernyataan Kita akan menyia- rong untuk berperilaku negatif. Maka, nyiakan kesempatan besar, jika kita tidak heran kalau kemudian muncul keliru dalam memanfaatkan kurikulum sebagai kendaraan dalam mengembangkan nilai-nilai dan kepedulian terhadap etika. Bahkan, Lickona m engang-

Cakrawala Pendidikan, Mei 2010, Th. XXIX, Edisi Khusus Dies Natalis UNY

199
perilaku remaja, dan bahkan orang de-kepala sekolah, guru, dan Karyawan, wasa yang senang tawuran, terlibat kriharus memiliki persamaan persepsi tenminalitas, putus sekolah, koruptif, ma-tang pendidikan karakter bagi peserta nipulatif, dan tidak tahu malu. Bahkandidik. Setiap personalia pendidikan perbuatan yang sebelumnya mempunyai perannya masing-masing. dianggap memalukan menjadi biasa terjadi Kepala sekolah sebagai manajer, harus (Williams, Russell T. dan Ratna mempunyai komitmen yang kuat tenruh personalia pendidikan. Di sekolah,

Megawangi, 2010). Sebagian besar, bila tidak dapat dikatakan seluruhnya, kompetensi dasar yang disusun dalam standart isi kurikulum sekolah tidak menuntut secara eksplisit pengem bangan karakter peserta didik. Tidak semua sekolah, bahkan mungkin tidak ada sekolah, yang merumuskan secara eksplisit tentang pencapaian pembangunan karakter peserta didik dalam dokumen kurikulumnya. Capaian karakter mungkin muncul dalam visi misi sekolah, namun dalam terjemahan pencapaian kurikulernya, jarang secara eksplisit dituangkan, baik dalam silabus, maupun rencana pelaksanaan pembelajaran. Oleh karena itu, menjadi tantangan bagi Kemendiknas dan seluruh jajarannya, untuk mendorong sekolah m engeksplisitkan target capaian pembelajaran dari sisi pengem bangan karakter peserta didik. Dorongan tersebut dapat dimulai dari sosialisasi dan pelatihan terbatas dalam hal pengembangan perangkat pembelajaran berbasis pengembanagn karakter, yang dilanjutkan dengan perluasan melalui proses pengimbasan. TANTANGAN PERSONALIA PENDIDIKAN Pendidikan karakter di sekolah tidak dapat berjalan tanpa pemahaman yang cukup dan kosnsisten oleh selu-

tang pendidikan karakter. Kepala sekolah harus mampu membudayakan karakter-karakter unggul di sekolahnya. Pembudayaan karakter bukan saja berupa kebijakan dan atau aturan dengan segala sanksinya, namun juga harus melalui keteladanan perilaku sehari-hari. Keteladanan dalam hal kedisiplinan, tanggungjawab, perilaku bersih dan sehat, serta adil, merupakan sebagian dari pendidikan karakter yang selama ini masih sulit dilakukan. Budaya ewuh pekewuh, kadang menjadi hambatan kultural dalam menciptakan budaya berkarakter tersebut. Oleh karena itu, kepala sekolah sebagai pemimpin puncak di sekolah, memegang peran kunci mewujudkan karakter luhur ter-

sebut. Selain kepala sekolah, guru merupakan personalia penting dalam pendidikan karakter di sekolah. Sebagian besar interaksi yang terjadi di sekolah, adalah interaksi peserta didik dengan guru. Baik melalui proses pembelajaran akademik kurikuler, ko-kurikuler, maupun ekstra-kurikuler. Pemahaman guru tentang pentingnya pendidikan karakter sangat menentukan keberhasilan implementasi pendidikan karakter di sekolah. Selama ini tidak banyak guru yang secara eksplisit telah mendisain kegiatan pembelajarannya untuk mengembangkan pendidikan karakter. Sebagian besar guru masih mendisain
Tantangan Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah

200
pembelajaran itu dalam rangka pencapain aspek kognitif peserta didik. Hal ini dapat terjadi, karena pemahaman guru tentang pendidikan karakter yang terbatas, atau karena penterjemahan tuntutan kurikuler yang tidak mencantumkan capain pembentukan karakter secara eksplisit. Uji yang dilakukan terhadap peserta didik selam a ini, terbatas pada uji kom petensi secara kognitif dan psikomotorik. Oleh karena itu, diperlukan upaya perbaikan pemahaman guru tentang pentingnya pendidikan karakter bagi peserta didik pada setiap pembelajaran yang diberikannya. Hal ini dapat dilakukan m elalui pelatihan dan lokakarya yang dapat melibatkan perguruan tinggi sebagai partner. Kesulitan lain yang mungkin dihadapi guru adalah dalam hal penilaian. Pendidikan karakter merupakan suatu proses yang dimulai dari pemahaman, pembiasaan hingga ke pembudayaan, sehingga menjadi perilaku hidup sehari-hari. Hasil pendidikan karakter tidak dapat secara instan. Karakter yang terbentuk saat ini, mungkin merupakan hasil pendidikan karakter pada masam asa sebelum nya. Bila penilaian karakter yang dit anam kan pada peserta didik saat ini, diuji saat ini juga, mungkin belum menggambarkan hasil pendidikan karakter yang sebenarnya. Hasil pendidikan karakter saat ini, mungkin baru akan menjadi perilaku sehari-hari pada tahun-tahun berikutnya. Uji yang dilakukan diakhir pem belajaran, m ungkin baru m enggam barkan aspek pengetahuan karakter saja. Hambatan yang dihadapi guru bisa bertambah, bila kemudian guru diminta m engevaluasi hasil pem belajarannya

dengan target pendidikan karakter yang telah ditetapkan. Tidak semua guru dapat menyusun perangkat observasi yang menggambarkan karakter peserta didik secara tepat. Perumusan indikator dan deskriptor tentang perilaku disiplin misalnya, dapat sangat bervariasi diantara guru-guru dengan pengalaman hidup yang berbeda. Padahal, satu aspek karakter yang bersifat universal, seharusnya memiliki indikator dan deskriptor yang setara atau bahkan mungkin sama. Apakah semua guru dengan variabilitas tingkat pendidikan, pengalaman hidup, lingkungan sosial dan budaya, memiliki kemampuan yang sama dalam menyusun alat evaluasi karakter peserta didik? Hal ini merupakan tantangan bagi semua pihak yang peduli dengan pendidikan karakter dan masa depan ge-

nerasi penerus bangsa. Perguruan tinggi perlu memainkan perannya, terutama dalam hal peningkatan kualitas guru dalam menyusun alat evaluasi pendidikan karakter di sekolah. TANTANGAN LINGKUNGAN DAN TEKNOLOGI INFORMASI Perubahan lingkungan sosial yang mengglobal, tidak bisa dihindari oleh seluruh masyarakat dunia. Peserta didik yang dahulu hanya merupakan bagian dari masyaraka, suku, atau budaya tertentu; saat ini telah menjadi bagian dari masyarakat dunia. Kasus dan perilaku masyarakat yang sebelumnya hanya menjadi pengalaman hidup masyarakat terbatas, saat ini tidak bisa ditutup lagi. Peserta didik dapat manjadi bagaian masyarakat mana saja dengan segala keberagamannya. Per-

Cakrawala Pendidikan, Mei 2010, Th. XXIX, Edisi Khusus Dies Natalis UNY

201
seubahan kawasan pergaulan dari lokal menjadi global, telah mengubah tata nilai dan norma masyarakat. Perilaku yang sebelum nya tabu dan mem alukan, saat ini dapat menjadi peristiwa yang biasa dan m enjadi bahan pembicaraan. Perubahan tata nilai, bahkan hingga ke tata nilai agama, telah mengubah pengalaman hidup peserta didik, sehingga hasil pendidikan pasti akan dipengaruhi oleh perubahan-perubahan tersebut. Guru dan sekolah tidak bisa lagi membatasi pergaulan peserta didiknya pada satu sisi kehidupan yang diperbolehkan.Guru dan sekolah m enghadapi tantangan pola pergaulan global peserta didik yang hampir tidak bisa dikendalikan dan dikenali. Sistem informasi berteknologi tinggi yang memungkinkan anak menggunakan sebagian waktunya untuk mengakses informasi sendiri, memberi peluang sangat besar bagi anak memperoleh informasi tanpa seleksi. Media televisi, menurut Davies (2010) telah menyebabkan kepribadian anak menjadi individualistis, agresif, permisif, m engenal kata-kata jorok, pengetahuan seks lebih awal, penyalahgunaan obat, merokok, dan lebih suka menyelesaikan persoalan dengan kekerasan, perilaku tidak aman dan tidak sehat, serta kecenderungan obesitas karena junkfood. Lickona (1992) terdapat sepuluh tanda perilaku manusia yang menunjukkan arah kehancuran suatu bangsa, yaitu (1)meningkatnya kekerasan di kalangan remaja; (2) ketidak jujuran yang membudaya; (3) tingginya rasa tidak hormat terhadap orang tua, guru dan figur pemimpin; (4) pengaruh teman

baya terhadap perilaku kekerasan; (5) meningkatnya kecurigaan dan kebencian; (6) penggunaan bahasa yang memburuk; (7) penurunan etos kerja; (8) menurunnya tanggung jawab individu dan warga negara; (9) meningginya perilaku merusak diri; dan (10) semakin kaburnya pedoman moral (Ary Ginanjar Agustian dalam Zuchdi, 2009: 38). Ary Ginanjar Agustian (2009:39-40) menyatakan bahwa bangsa Indonesia saat ini mengalami tujuh krisis, yaitu krisis kejujuran, tanggung jawab, tidak berepikir jauh ke depan, disiplin, kebersamaan, keadilan dan kepedulian Media informasi juga menjadi contoh bagi anak-anak. Sayangnya, contoh buruk cenderung lebih mudah mereka ikuti dibanding teladan yang baik. Kurangnya kesempatan orang tua mendampingi anak dan terbatasnya penge-

tahuan orang tua terhadap pendidikan, semakin menjerumuskan anak-anak ke jurang degradasi kepribadian. Sangat sulit mendidik anak untuk jujur ketika banyak sekali penipuan, korupsi, manipulasi, dalam pengalaman hidupnya. Sangat sulit mendidik anak untuk bekerja keras, ketika pengalaman hidupnya menunjukkan tanpa bekerja keraspun dapat hidup layak bahkan bermewah-mewah. Sangat sulit mendidik anak supaya berbuat adill, ketika berita di mass media menayangkan begitu runyamnya sistem penegakan hukum di negeri ini. PENUTUP Sebagai penutup, kutipan yang ditulis Williams, Russell T. dan Ratna Megawangi (2010) rasanya sangat tepat: pendidikan karakter adalah suatu yang

Tantangan Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah

202
urgent untuk dilakukan. Kalau kita pe- DAFTAR PUSTAKA duli untuk meningkatkan mutu lulusan Bashori, Khoiruddin. 2010. Menata SD, SMP dan SMU, maka tanpa penUlang Pendidikan Karakter Bangsa. didikan karakter adalah usaha yang siahttp://www.mediaindonesia.com sia. Berikut kata-kata bijak dari pemikir diunduh tanggal 20 Maret 2010. besar dunia. Mahatma Gandhi menyebutkan salah satu dosa fatal adalah http://www.republika.co.id . education without character (pendidikanNovember tanpa karakter). Martin Luther King 2008. Dirjen: Pendidikan Cendepernah berkata: Intelligence plus characrung Cari Nilai Tinggi. Diunduh ter.that is the goal of true 20 Maret 2010. education (Kecerdasan plus karakter .itu adalah http://www.republika.co.id : Maret tujuan akhir dari pendidikan sebenar- 2010. Majelis Guru Besar Bahas Pendidiknya). Juga, Theodore Roosevelt yang mengatakan: To educate a person in an Berkarakter Indonesia. Diunduh mind and not in morals is to educate a 20 Maret 2010. m enace to society(Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bu- Koesoema, Doni. 2007. Pendidikan Kakan aspek m oral adalah ancam an m ararakter, Strategi Mendidik Anak di bahaya kepada masyarakat). Zaman Global. Jakarta: Grssindo. Pendidikan karakter di sekolah tidak akan berhasil baik bilamana du- Leah, Davies. 52 Character Building Thoughts for Children. http://wwkungan lingkungan yang berupa kehidupan masyarakat dan teknologinya w.kellybear. com/TeacherArticltidak membantu. Taya ngan televisi es/ TeacherTip52.html diunduh dan tanggal 20 Maret 2010. media informasi lainnya yang saat ini menjadi dunia keseharian anak, perlu _______. Children and Television. http:mendapatkan pengaturan waktu dan //www.kellybear.com/Teacher kualitasnya agar bersahabat dengan Articles/TeacherTip8.html pendidikan karakter. Untuk itu diperludiunduh tanggal 20 Maret 2010. kan sosok di bidang regulasi dan pengawasan penyiaran.yang benarLickona, Thomas. 1991. Educating for benar memahami pendidikan. Character. How Our School can Teach Respect and Responsibility. UCAPAN TERIMA KASIH New York: Bantam Books. Terima kasih saya ucapkan kepada Dewan Redaksi Jurnal Cakrawala PendiRyan, Kevi & Bohlin, K.E. 1999. Building dikan yang telah memberi saran yang Character in Schools. Practical Ways berharga bagi perbaikan artikel ini. to Bring Moral Instruction to Life. Terim a kasih juga saya ucapkan kepada San Francisco: Jossey-Bass. staf Jurnal Cakrawala Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.

Cakrawala Pendidikan, Mei 2010, Th. XXIX, Edisi Khusus Dies Natalis UNY

203
Tim Pendidikan Karakter Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama. Tidak diterbitkan. Williams, Russell T. dan Ratna Megawangi. 2010. Kecerdasan Plus Karakter http://ihf-org.tripod.com. . diunduh tanggal 20 Maret 2010. Zuchdi, Darmiyati. 2009. Pendidikan Karakter, Grand Design dan Nilai-nilai Target. Yogyakarta: UNY Press.

Tantangan Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah

Anda mungkin juga menyukai