Anda di halaman 1dari 16

PENGEMBANGAN PROFESI GURU, KEPALA SEKOLAH DAN PENGAWAS SEKOLAH Hubungi : Dr. H. Sulipan, M.Pd. HP.

085-222-02-9933 email : sulipan@yahoo.com

PENELITIAN TINDAKAN (ACTION RESEARCH) A. Pengertian Penelitian Tindakan Penelitian tindakan adalah penelitian yang berorientasi pada penerapan tindakan dengan tujuan peningkatan mutu atau pemecahan masalah pada suatu kelompok subyek yang diteliti dan mengamati tingkat keberhasilan atau akibat tindakannya, untuk kemudian diberikan tindakan lanjutan yang bersifat penyempurnaan tindakan atau penyesuaian dengan kondisi dan situasi sehingga diperoleh hasil yang lebih baik. Tindakan ini di kalangan pendidikan dapat diterapkan pada sebuah kelas sehingga sering disebut Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research), atau bila yang melakukan tindakan adalah kepala sekolah atau pimpinan lain maka tetap saja disebut penelitian tindakan. Dalam kaitannya dengan istilah Penelitian Tindakan Kelas, di situ terdapat tiga kata yang membentuk pengertian tersebut, yaitu : Penelitian-menunjuk pada suatu kegiatan mencermati suatu objek dengan menggunakan caracara dan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat untuk meningkatkan mutu suatu hal yang menarik minat dan penting bagi peneliti. Tindakan--- menunjuk pada sesuatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu, yang dalam penelitian berbentuk rangkaian siklus kegiatan. Kelas - dalam hal ini tidak terikat pada pengertian ruang kelas, tetapi dalam pengertian yang lebih spesifik. Seperti yang sudah lama dikenal dalam bidang pendidikan dan pengajaran, yang dimaksud dengan kelas' adalah sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama, menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama juga. Dengan menggabungkan batasan pengertian tiga kata inti, yaitu (1) penelitian, (2) tindakan, dan (3) kelas, segera dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Tindakan tersebut diberikan oleh guru atau dengan arahan dari guru yang dilakukan oleh siswa. Kesalahan umum yang terdapat dalam penelitian tindakan guru adalah penonjolan tindakan yang dilakukannya sendiri, misalnya guru memberikan tugas kelompok kepada siswa. Pengutaraan kalimat seperti itu kurang pas. Seharusnya guru menonjolkan kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa, misalnya siswa mengamati proses mencair es yang ditempatkan di panci tertutup dan panci terbuka, atau di dalam gelas. Siswa juga diminta membandingkan dan mencatat hasilnya. Dengan kata lain, guru melaporkan berlangsungnya proses belajar yang dialami oleh siswa, perilakunya, perhatian mereka pada proses yang terjadi, dan sebagainya. B. Prinsip-prinsip Penelitian Tindakan Agar peneliti memperoleh informasi atau kejelasan tetapi tidak menyalahi kaidah yang ditentukan, perlu kiranya difahami bersama prinsip-prinsip yang harus dipenuhi apabila sedang melakukan penelitian tindakan kelas. Adapun prinsip-prinsip dimaksud adalah sebagai berikut. 1. Kegiatan nyata dalam situasi rutin Penelitian tindakan dilakukan oleh peneliti tanpa mengubah situasi rutin. Mengapa? Jika penelitian dilakukan dalam situasi lain, hasilnya tidak dapat dijamin akan dapat dilaksanakan lagi dalam situasi aslinya. Oleh karena itu penelitian tindakan tidak perlu mengadakan waktu khusus, tidak mengubah jadwal yang sudah ada.

2. Adanya kesadaran untuk memperbaiki diri Penelitian tindakan didasarkan atas sebuah filosofi bahwa setiap manusia tidak suka atas hal-hal yang statis, tetapi selalu menginginkan sesuatu yang lebih baik. Peningkatan diri untuk hal yang lebih baik ini dilakukan terus-menerus sampai tujuan tercapai, tetapi sifatnya hanya sementara, karena dilanjutkan lagi dengan keinginan untuk lebih baik yang datang susul menyusul. Dengan kata lain, penelitian tindakan dilakukan bukan karena ada paksanaan atau permintaan dari pihak lain, tetapi harus atas dasar sukarela, dengan senang hati, karena menunggu hasilnya yang diharapkan lebih baik dari hasil yang lalu, yang dirasakan belum memuaskan dan perlu ditingkatkan. 3. SWOT sebagai dasar berpijak Penelitian tindakan harus dimulai dari melakukan analisis SWOT, terdiri dari unsur-unsur S (Strength) - kekuatan, W (Weaknesses) - kelemahan, O (Opportunity) - kesempatan, dan T (Threat) - ancaman. Empat hal tersebut dilihat dari sudut guru yang melaksanakan maupun siswa yang dikenai tindakan. Dengan berpijak pada hal-hal yang disebutkan, penelitian tindakan dapat dilaksanakan hanya apabila ada kesejalanan antara kondisi yang ada pada guru dan juga pada siswa. Tentu saja pekerjaan guru sebelum menentukan jenis tindakan yang akan dicobakan, memerlukan pemikiran yang matang. 4. Upaya empirik dan sistemik Prinsip keempat ini merupakan penerapan dari prinsip ketiga. Dengan telah dilakukannya analisis SWOT, tentu saja apabila guru melakukan penelitian tindakan, sudah mengikuti prinsip empirik (terkait dengan pengalaman) dan sistemik, berpijak pada unsur-unsur yang terkait dengan keseluruhan sistem yang terkait dengan objek yang sedang digarap. Jika guru mengupayakan cara mengajar baru, harus juga memikirkan tentang sarana pendukung dan halhal yang terkait dengan cara baru tersebut. 5. Ikuti SMART dalam perencanaan SMART adalah kata bahasa Inggris artinya cerdas, akan tetapi dalam proses perencanaan kegiatan merupakan singkatan dari lima huruf bermakna. S - Specific, khusus, tidak terlalu umum M- Managable, dapat dikelola, dilaksanakan A - Acceptable, dapat diterima lingkungan, atau - Achievable, dapat dicapai, dijangkau R - Realistic, operasional, tidak di luar jangkauan dan T - Time-bound, diikat oleh waktu, terencana Ketika guru menyusun rencana tindakan, harus mengingat hal- hal yang disebutkan dalam SMART. Tindakan yang dipilih peneliti harus khusus, tidak sulit dilakukan, dapat diterima oleh subjek yang dikenai tindakan dan lingkungan, nyata bermanfaat bagi dirinya dan subjek yang dikenai tindakan. Selain itu yang sangat penting adalah bahwa tindakan tersebut sudah tertentu jangka waktunya. Penelitian tindakan dapat direncanakan dalam waktu satu bulan, satu semester, atau satu tahun. 6. Bukan seperti biasanya, tetapi harus cemerlang Penelitian tindakan harus dapat menunjukkan bahwa tindakan yang diberikan kepada siswa memang berbeda dari apa yang sudah biasa dilakukan. Sesuai dengan prinsip nomer 2, yaitu adanya kesadaran dan keinginan untuk meningkatkan diri, apa yang sudah ada, tindakan yang dilakukan harus berbeda dari biasanya, karena yang biasa sudah jelas menunjukkan hasil yang kurang memuaskan. Oleh karena itu guru melakukan tindakan yang diperkirakan dapat memberikan hasil yang lebih baik.

7. Terpusat pada proses, bukan semata-mata hasil Penelitian tindakan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru atau peneliti untuk memperbaiki atau meningkatkan hasil , dengan mengubah cara, metode, pendekatan atau strategi yang berbeda dari biasanya. Cara, metode, pendekatan atau strategi tersebut berupa proses yang harus diamati secara cermat, dilihat kelancarannya, kesesuaian dengan dan penyimpangannya dari rencana, kesulitan atau hambatan yang dijumpai, dan lain-lain aspek yang berkaitan dengan proses. Sejauh mana proses ini sudah memenuhi harapan, lalu dikaitkan dengan hasil setelah satu atau dua kali tindakan berakhir. Dengan kata lain, dalam melaksanakan penelitian, peneliti tidak harus selalu berpikir dan MENGEJAR HASIL, tetapi mengamati proses yang terjadi. Hasil yang diperoleh merupakan DAMPAK dari prosesnya. C. Model Penelitian Tindakan Ada beberapa ahli yang mengemukakan model penelitian tindakan, namun secara garis besar terdapat empat tahapan yang lazim dilalui, yaitu tahap: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi. Adapun model dan penjelasan untuk masing-masing tahap adalah sebagai berikut. Tahap 1: Menyusun rancangan tindakan Dalam tahap ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, di mana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Penelitian tindakan yang ideal sebetulnya dilakukan secara berpasangan antara pihak yang melakukan tindakan dan pihak yang mengamati proses jalannya tindakan. Cara ini dikatakan ideal karena adanya upaya untuk mengurangi unsur subjektivitas pengamat serta mutu kecermatan amatan yang dilakukan. Dengan mudah dapat diterima bahwa pengamatan yang diarahkan pada diri sendiri biasanya kurang teliti dibanding dengan pengamatan yang dilakukan terhadap hal-hal yang berada di luar diri, karena adanya unsur subjektivitas yang berpengaruh, yaitu cenderung mengunggulkan dirinya. Tahap 2: Pelaksanaan Tindakan Tahap ke-2 dari penelitian tindakan adalah pelaksanaan, yaitu implementasi atau penerapan isi rancangan di dalam kancah, yaitu mengenakan tindakan di kelas. Hal yang perlu diingat adalah bahwa dalam tahap 2 ini pelaksana guru harus ingat dan berusaha mentaati apa yang sudah dirumuskan dalam rancangan, tetapi harus pula berlaku wajar, tidak dibuat-buat. Dalam reflekasi, keterkaitan antara pelaksanaan dengan perenca- naan perlu diperhatikan. Tahap 3: Pengamatan Tahap ke-3, yaitu kegiatan pengamatan yang dilakukan oleh pengamat. Sebetulnya sedikit kurang tepat kalau pengamatan ini dipisahkan dengan pelaksanaan tindakan karena seharusnya pengamatan dilakukan pada waktu tindakan sedang dilakukan. Jadi keduanya berlangsung dalam waktu yang sama. Sebutan tahap 2 diberikan untuk memberikan peluang kepada guru pelaksana yang berstatus juga sebagai pengamat. Ketika guru tersebut sedang melakukan tindakan, karena hatinya menyatu dengan kegiatan, tentu tidak sempat menganalisis peristiwanya ketika sedang terjadi. Oleh karena itu kepada guru pelaksana yang berstatus sebagai pengamat ini untuk melakukan "pengamatan balik" terhadap apa yang terjadi ketika tindakan berlangsung. Sambil melakukan pengamatan balik ini guru pelaksana mencatat sedikit demi sedikit apa yang terjadi. Tahap 4: Refleksi Tahap ke-4 ini merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang sudah dilakukan. Istilah "refleksi" dari kata bahasa Inggris reflection, yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia pemantulan. Kegiatan refleksi ini sebetulnya lebih tepat dikenakan ketika guru pelaksana sudah selesai melakukan tindakan, kemudian berhadapan dengan peneliti untuk mendiskusikan implementasi rancangan tindakan. Istilah refleksi di sini sama dengan "memantul-seperti halnya

memancar dan menatap kena kaca", yang dlam hal ini guru pelaksana sedang memantulkan pengalamannya pada peneliti yang baru saja mengamati kegiatannya dalam tindakan. Inilah inti dari penelitian tindakan, yaitu ketika guru pelaku tindakan mengatakan kepada peneliti pengamat tentang hal-hal yang dirasakan sudah berjalan baik dn bagian mana yang belum. Apabila guru pelaksana juga berstatus sebagai pengamat, maka refleksi dilakukan terhadap diri sendiri. Dengan kata lain guru tersebut melihat dirinya kembali, melakukan "dialog" untuk menemukan hal-hal yang sudah dirasakan memuaskan hati karena sudah sesuai dengan rancangan dan mengenali hal-hal yang masih perlu diperbaiki. Keempat tahap dalam penelitian tindakan tersebut adalah unsur untuk membentuk sebuah siklus, yaitu satu putaran kegiatan beruntun, dari tahap penyusunan rancangan sampai dengan refleksi, yang tidak lain adalah evaluasi. Apabila dikaitkan dengan "bentuk tindakan" sebagaimana disebutkan dalam uraian ini, maka yang dimaksud dengan bentuk tindakan adalah siklus tersebut. Jadi bentuk penelitian tindakan tidak pernah merupakan kegiatan tunggal tetapi selalu berupa rangkaian kegiatan yang akan kembali ke asal, yaitu dalam bentuk siklus. D. Persyaratan Penelitian Tindakan oleh Guru Beberapa hal di bawah ini antara lain merupakan persyaratan untuk diterimanya laporan penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru. 1. Penelitian tindakan kelas harus tertuju atau mengenai hal-hal yang terjadi di dalam pembelajaran, dan berguna untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. 2. Penelitian tindakan kelas oleh guru menuntut dilakukannya pencermatan secara terus-menerus, objektif, dan sistematis, artinya dicatat atau direkam dengan baik sehingga diketahui dengan pasti tingkat keberhasilan yang diperoleh peneliti serta penyimpangan yang terjadi; hasil pencermatan tersebut akan menetukan tindak lanjut yang harus diambil segera oleh peneliti. 3. Penelitian tindakan harus dilakukan sekurang- kurangnya dalam dua siklus tindakan yang berurutan; informasi dari siklus yang terdahulu sangat menentukan bentuk siklus berikutnya. Oleh karena itu siklus yang kedua, ketiga dan seterusnya tidak dapat dirancang sebelum siklus pertama terjadi. Hasil refleksi harus tampak digunakan sebagai bahan masukan untuk perencanaan siklus berikutnya. 4. Penelitian tindakan kelas terjadi secara wajar, tidak mengubah aturan yang sudah ditentukan, dalam arti tidak mengubah jadwal yang berlaku. Tindakan yang dilakukan tidak boleh merugikan siswa, baik yang dikenai atau siswa lain. Makna darim kalimat ini adalah bahwa tindakan yang dilakukan guru tidak hanya memilih anak-anak tertentu, tetapi harus semua siswa dalam kelas. 5. Penelitian tindakan kelas disadari betul oleh pelakunya, sehingga yang bersangkutan dapat mengemukakan kembali apa yang dilakukan, baik mengenai tindakan, suasana ketika terjadi, reaksi siswa, urutan peristiwa, hal-hal yang dirasakan sebagai kelebihan dan kekurangan dibandingkan dengan rencana yang sudah dibuat sebelumnya. E. Sasaran atau objek penelitian tindakan kelas Hal-hal yang dapat diamati sehubungan dengan setiap unsur pembelajaran tersebut antara lain adalah sebagaimana disajikan dalam bagian berikut. Sesuai dengan prinsip bahwa ada tindakan dirancang sebelumnya maka objek penelitian tindakan kelas harus merupakan sesuatu yang aktif dan dapat dikenai aktivitas, bukan objek yang sedang diam dan tanpa gerak. 1. Unsur siswa, dapat dicermati objeknya ketika siswa yang bersangkutan sedang asyik mengikuti proses pembelajaran di kelas/lapangan/ laboratorium atau bengkel, maupun ketika sedang asyik mengerjakan pekerjaan rumah di dalam hati, atau ketika mereka sedang mengikuti kerja bhakti di luar sekolah. 2. Unsur guru, dapat dicermati ketika yang bersangkutan sedang mengajar di kelas, sedang

membimbing siswa-siswa yang sedang berdarmawisata., atau ketika guru sedang mengadakan kunjungan ke rumah siswa. 3. Unsur materi pelajaran, dapat dicermati urutan matri tersebut ketika disajikan kepada siswa, meliputi pengorganisasiannya, cara penyajiannya, atau pengaturannya. 4. Unsur peralatan atau sarana pendidikan, meliputi peralatan, baik yang dimiliki oleh siswa secara perorangan, peralatan yang disediakan oleh sekolah, ataupun peralatan yang disediakan dan digunakan di kelas. 5. Unsur hasil pembelajaran, yang ditinjau dari tiga ranah yang dijadikan titik tujuan yang harus di capai melalui pembelajaran, baik susunan maupun tingkat pencapaian. Oleh karena hasil belajar merupakan produk yang harus ditingkatkan, pasti terkait dengan tindakan unsur lain. 6. Unsur lingkungan, baik lingkungan siswa di kelas, sekolah, maupun yang melingkungi siswa dirumahnya. Informasi tentang lingkungan ini dikaji bukan untuk dilakukan camput tangan, tetapi digunakan sebagai pertimbangan dan bahan untuk pembahasan. 7. Unsur pengelolaan, yang jelas-jelas merupakan gerak kegiatan sehingga mudah diatur dan direkayasa dalam bentuk tindakan. Yang digolongkan sebagai kegiatan pengelolaan misalnya cara mengelompokkan siswa ketika guru memberikan tugas, pengaturan urutan jadwal, pengaturan, tempat duduk siswa, penempatan papan tulis, penataan peralatan milik siswa dan sebagainya. F. Laporan Penelitian Tindakan Selanjutnya apabila guru pelaksana penelitian tindakan kelas sudah merasa puas dengan siklussiklus itu, tentu saja langkah berikutnya tidak lain adalah menyusun laporan kegiatannya. Proses penyusunan laporan ini tidak akan dirasakan sulit apabila sejak awal guru sudah disiplin mencatat apa saja yang sudah ia lakukan. Membuat karya tulis ilmiah laporan penelitian sebetulnya akan jauh lebih mudah dibandingkan dengan menulis artikel, karena lahan tulisan akan sudah dipenuhi dengan penjelasan tentang alasan, tujuan, manfaat dan isi penelitian, kemudian cerita tentang tindakan dengan siklussiklusnya. Pada akhir tulisan tinggal disampaikan hasil penelitian, yaitu keberhasilan yang diperoleh dan hambatan atau kesulitan dalam pelaksanaan, ditutup dengan rekomendasi atau saran. Sistematika laporan penelitian tidak jauh berbeda dengan laporan penelitian yang lain. Satu hal yang sangat dicermati oleh penilai adalah bagaimana siklus dilaksanakan, dan penjelasan tentang proses yang berlangsung. Kesalahan umum yang terjadi, guru hanya menyebutkan sangat sedikit tentang tindakan yang dilakukan, dan langsung menunjukkan data yang dikumpulkan melalui tes. Hasil tes antar siklus dibandingkan dengan atau tapa rumus, kemudian disimpulkan. Dalam penelitian tindakan ini guru tidak diharuskan menonjolkan analisis data, tetapi seperti sudah dikemukakan di depan, sangat menekankan proses. http://sekolah.8k.com/rich_text_8.html

PENELITIAN EKSPERIMEN A. Pendahuluan

Pada waktu melihat prestasi siswanya rendah seorang guru sudah berpikir bagaimana cara mengatasinya. Untuk itu, berdasarkan hasil diklat yang diikutinya, mereka ingin mencoba menerapkan melalui penelitian. Apakah hasil belajar siswa yang diajar dengan metode belajar yang selama ini dilakukan lebih jelek dibandingkan dengan metode baru yang diperoleh waktu diklat. Untuk mencoba guru tersebut tidak memahami jenis penelitian apa yang tepat digunakan untuk mengatasi masalah itu? Belum semua guru menguasai berbagai jenis penelitian. Jenis penelitian yang sering digunakan guru dalam mengatasi masalah pembelajaran adalah penelitian tindakan kelas, penelitian deskriptif, penelitian korelasional, dan penelitian eksperimen. Jenis pendekatan penelitian yang paling tepat untuk merealisasi kegiatan guru dalam membandingkan dua metode pembelajaran terhadap hasil belajar adalah melalui penelitian eksperimen. Apakah penelitian eksperimen itu? Apa tujuannya? Bagaimana cara melakukan yang benar? Bagaimana menulis laporan hasil penelitiannya agar memenuhi syarat dan dapat nilai kreditnya? Marilah kita belajar bersama untuk memahami dan kemudian melaksanakan secara hati-hati dan terarah. Penelitian eksperimen (Experimental Research) merupakan kegiatan penelitian yang bertujuan untuk menilai pengaruh suatu perlakuan/ tindakan/treatment pendidikan terhadap tingkah laku siswa atau menguji hipotesis tentang ada-tidaknya pengaruh tindakan itu bila dibandingkan dengan tindakan lain. Berdasarkan hal tersebut maka tujuan umum penelitian eksperimen adalah untuk meneliti pengaruh dari suatu perlakuan tertentu terhadap gejala suatu kelompok tertentu dibanding dengan kelompok lain yang menggunakan perlakuan yang berbeda. Misalnya, suatu eksperimen dimaksudkan untuk menilai/ membuktikan pengaruh perlakuan pendidikan (pembelajaran dengan metode pemecahan soal) terhadap prestasi belajar matematika pada siswa SMA atau untuk menguji hipotesis tentang ada-tidaknya pengaruh perlakuan tersebut bila dibandingkan dengan metode pemahaman konsep. Tindakan di dalam eksperimen disebut treatment, dan diartikan sebagai semua tindakan, semua variasi atau pemberian kondisi yang akan dinilai/diketahui pengaruhnya. Sedangkan yang dimaksud dengan menilai tidak terbatas adalah mengukur atau melakukan deskripsi atas pengaruh treatment yang dicobakan sekaligus ingin menguji sampai seberapa besar tingkat signifikansinya (kebermaknaan atau berarti tidaknya) pengaruh tersebut bila dibandingkan dengan kelompok yang sama tetapi diberi perlakuan yang berbeda. Apakah perlu kelompok pembanding? Marilah kita renungkan jawaban ini. Di dalam proses yang disebabkan oleh satu macam tindakan/ perlakuan, kita tidak pernah dapat menyatakan bahwa tindakan dan proses itu menghasilkan sesuatu yang lebih baik, kurang baik, dan kita baru dapat menyatakan kalau sudah dibandingkan dengan yang lain. Dari suatu tindakan kita hanya dapat menyatakan bahwa proses ini begini dan begitu itu akan menimbulkan gejala yang begini atau begitu. Gejala itu baru dapat dikatakan lebih baik jika gejala lain menjadi ukuran sebagai pembanding. Oleh karena itu dalam suatu eksperimen ilmiah dituntut sedikitnya dua kelompok, yang satu ditugaskan sebagai kelompok pembanding (control group), sedang kelompok yang satu lagi sebagai kelompok yang dibandingkan (experimental group). Bagaimana cara melaksanakan jenis penelitian eksperimen ini ? Untuk melaksanakan suatu eksperimen yang baik, kita perlu memahami terlebih dahulu segala sesuatu yang berkaitan dengan komponen-komponen eksperimen. Baik yang berkaitan dengan pola-pola eksperimen (design experimental), maupun penentuan kelompok eksperimen dan kontrol, bagaimana kondisi kedua kelompok sebelum eksperimen dilaksanakan, cara pelaksanaannya, kesesatan-kesesatan

yang dapat mempengaruhi hasil eksperimen, cara pengumpulan data, dan teknik analisis statistik yang tepat digunakan. Hal itu semua, para guru dapat mempelajari, mempersiapkan dan melaksanakan kegiatan penelitian itu, tanpa meninggalkan tugas sehari-hari di kelas. B. Mempersiapkan Eksperimen Marilah kita mempersiapkan penelitian eksperimen secara baik. Sebelum peneliti melaksanakan treatment/perlakuan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Sebagai ilustrasi seorang guru akan mengadakan percobaan tentang keampuhan dua metode mengajar dalam bidang Matematika, Mana di antara dua macam metode yang dapat memberikan prestasi belajar yang lebih baik (metode pemahaman konsep atau metode pemecahan soal). Hal ini disebabkan karena selama ini ditemukan oleh guru bahwa penggunaan metode pemahaman konsep yang dilakukan menyebabkan prestasi belajar siswanya belum menggembirakan. 1. Langkah awal dijumpai ada problem terhadap prestasi belajar matematika yang selama ini diajarkan melalui metode pemahaman konsep. Seorang guru matematika sewaktu mengikuti diklat mendapatkan metode baru yaitu metode pemecahan soal", kemudian muncul pertanyaan: manakah di antara dua metode pembelajaran Matematika yang dapat menumbuhkan prestasi belajar lebih baik? 2. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah metode pemecahan soal lebih baik dalam mengembangkan kecakapan matematika dibandingkan dengan pemahaman konsep (untuk mengetahui pengaruh metode pemecahan soal terhadap prestasi belajar matematika). Guru juga dapat mengetahui sikap siswa terhadap metode pembelajaran tersebut. 3. Langkah berikutnya, mencari dasar teori yang berkaitan dengan variabel penelitian (metode pembelajaran pemecahan soal dan pemahaman konsep, serta prestasi belajar). Diupayakan adanya kerangka pemikiran yang mengarah pada simpulan bahwa metode pemecahan soal lebih baik dalam menanamkan pemahaman matematika dibandingkan dengan metode pemahaman konsep. 4. Selanjutnya, perlu dikemukakan hipotesisnya: "Metode pemecahan soal lebih baik dibandingkan dengan metode pemahaman konsep dalam meningkatkan prestasi belajar matematika". Hipotesis ini diperlukan untuk pedoman peneliti dalam merancang lebih lanjut. 5. Langkah awal bagian metode penelitian adalah melakukan pengukuran kepada dua kelompok yang siswanya mempunyai kesamaan kemampuan /IQ dalam matematika. Dari dua kelompok yang sudah mempunyai kesamaan itu dipilih secara acak atau random untuk menentukan mana kelompok kontrol dan mana yang akan ditugaskan sebagai kelompok eksperimen. 6. Menentukan siapa guru yang akan ditugasi untuk mengajar pada masing-masing kelompok tersebut. Bilamana telah mendapatkan guru yang memiliki kualitas yang sama, kemudian dipilih secara acak/random untuk ditugaskan ke kelompok eksperimen/kontrol. Kalau gurunya sama/satu orang, wajib menjaga obyektivitas dalam menerapkan kedua metode tersebut. 7. Persiapkan materi ajar dan rincian tindakan yang akan dilakukan pada metode yang telah ditetapkan untuk kedua kelompok tersebut. Sesudah memahami langkah-langkah tersebut, kita perlu melihat kembali hal hal mendasar yang perlu diperhatikan sebelum eksperimen dilakukan. Kalau semua komponen tersebut sudah dipersiapkan dengan baik dan lengkap barulah mencoba menyusun rancangan/desain eksperimennya.

C. Faktor Yang Perlu Dikontrol Sebelum eksperimen dilaksanakan ada berbagai faktor, variabel, serta kondisi apa saja yang berkaitan dengan kegiatan eksperimen yang perlu diperhatikan. Hal ini untuk mengantisipasi adanya perbedaan sesudah eksperimen itu benar-benar disebabkan oleh metode bukan karena faktor lain. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan antara lain sebagai berikut. a) Latar belakang kebudayaan. Pelajar yang mempunyai kebudayaan yang berbeda besar kemungkinan mempunyai sifat dan kebiasaan yang berbeda pula. Untuk itu perlu diperhatikan agar adanya perbedaan bukan karena faktor ini tetapi faktor metode mengajarnya. Ada siswa yang setiap hari selalu belajar bersama dengan kakak-kakaknya, mengikuti pelajaran tambahan setiap sore, dan sebagainya. b) Dasar matematika; Sebelum eksperimen dimulai siswa masing-masing kelas/kelompok perlu diseimbangkan agar tidak terjadi salah satu kelas terdiri atas siswa yang pandai-pandai, sedang kelas lainnya terdiri atas siswa yang sedang dan kurang pandai. Sehingga adanya perbedaan hasil akhir eksperimen bukan disebabkan oleh metode mengajar tetapi oleh kondisi siswa yang berbeda. c) Ruangan kelas. Ruangan kelas kedua calon kelompok eksperimen dan kontrol itu harus dibuat sedemikian sehingga tidak ada perbedaan kebisingan, kepengapan karena ventilasi yang kurang, tata ruang, dan tata cahaya. d) Waktu belajar: Perlu diperhatikan waktu berlangsungnya jam pelajaran, tidak diperkenankan kelompok eksperimen (E) masuk pagi kelompok control (K) masuk sore atau sebaliknya.Jika kelas E masuk pagi, kelas K harus masuk pagi, kalau kelas E masuk jam 8.00 kelas K tidak boleh masuk jam 12.00, sehingga hasil eksperimen dikotori oleh faktor masuk sekolah. Selain itu, jumlah jam kedua kelas/kelompok harus sama e) Cara mengajar : Metode-metode yang akan dicobakan harus ditetapkan dan dirancang lebih dahulu serta dijalankan secara tertib dan benar. Cara guru mengajar harus sesuai dengan pola yang ditetapkan dalam desain eksperimen yang dipersiapkan. f) Guru/pengajar : Latar belakang pendidikan, serta pengalaman mengajar diupayakan mempunyai tingkat, level, atau derajat yang seimbang. Demikian tingkat kedisiplinan maupun kemampuannya. g) Lain-lain : walaupun peneliti sudah berupaya mengendalikan variabel non eksperimen agar tidak memengaruhi hasil eksperimen, namun sering dijumpai adanya kejadian yang sulit dikontrol dan diprediksi, misalnya: tiba-tiba dijumpai adanya siswa yang suka mengganggu jalannya pelajaran, sehingga mempengaruhi temannya untuk tidak disiplin, atau terganggu konsentrasinya akibat ulah satu atau beberapa temannya. Dapat terjadi pula adanya pemberian bimbingan belajar di luar jam pelajaran, baik oleh anggota keluarga atau yang lain. Perlu disadari bahwa sebenarnya banyak sekali faktor yang mungkin dapat berpengaruh terhadap eksperimen. Oleh karena itu, peneliti eksperimen perlu hati-hati pada setiap langkah agar selalu memperhatikan adanya kemungkinan timbulnya kesesatan, dan ada upaya untuk mengendalikan. D. Kesesatan Dalam Eksperimen Segala sesuatu yang berkaitan dengan kondisi, keadaan, faktor, perlakuan, atau tindakan yang diperkirakan dapat memengaruhi hasil eksperimen disebut variabel. Dalam eksperimen selalu dibedakan adanya variabel-variabel yang berkaitan secara langsung diberlakukan untuk mengetahui suatu keadaan tertentu dan diharapkan mendapatkan dampak/akibat dari eksperimen

sering disebut variabel eksperimental atau treatment variable, dan variabel yang tidak dengan sengaja dilakukan tetapi dapat memengaruhi hasil eksperimen disebut variabel noneksperimental. Variabel eksperimental adalah kondisi yang hendak diteliti bagaimana pengaruhnya terhadap suatu gejala. Untuk mengetahui pengaruh varibel itu, kedua kelompok, yaitu kelompok eksperimental dan kontrol dikenakan variabel eksperimen yang berbeda (misalnya metode pemecahan soal untuk kelompok eksperimen dan metode pemahaman konsep untuk kelompok control) atau yang bervariasi. Variabel noneksperimental sebagian dapat dikontrol, baik untuk kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Ini disebut variabel yang dikontrol atau controlled variable. Akan tetapi sebagian lagi dari variabel non-eksperimen ada di luar kekuasaan eksperimen untuk dikontrol atau dikendalikan. Ini disebut variabel ekstrane atau extraneous variable. Dalam setiap eksperimen, hasil yang berbeda pada kelompok eksperimen dan kontrol sebagian disebabkan oleh variabel eksperimental dan sebagian lagi karena pengaruh variabel ekstrane. Oleh karena itu, setiap guru yang akan melakukan eksperimen harus memprediksi akan munculnya variabel pengganggu ini. Adanya perbedaan hasil eksperimen yang dilakukan oleh peneliti/guru/ pengawas dari kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol, bukan secara mutlak disebabkan tindakan yang diberikan, tetapi sebagian lagi karena adanya variabel luar/ekstrane yang ikut mempengaruhinya. Besar kecilnya pengaruh variabel ekstrane yang dapat menyebabkan terjadinya perbedaan dengan yang diobservasi dalam hasil eksperimen disebut kesesatan atau errors. Dalam eksperimen dapat dijumpai adanya dua jenis kesesatan yaitu : (1) Kesesatan konstan, dan (2) Kesesatan tidak konstan (kesesatan kompensatoris). Kesesatan konstan merupakan pengaruh akibat variabel ekstrane, yang selalu ada dalam setiap eksperimen. Variabel ini tidak dapat diketahui, tidak dapat diukur dan sulit untuk dikendalikan, serta tidak mudah untuk diperhitungkan dan dipisahkan dengan perbedaan hasil yang ditimbulkan oleh variabel eksperimen. Sebagai contoh dari kesesatan konstan adalah sebagai berikut. Suatu penelitian eksperimen dilakukan untuk mengetahui pengaruh suatu metode (pemecahan soal) terhadap prestasi belajar matematika. Prosedur eksperimen telah dilaksanakan sesuai dengan metodologi yang benar, maka peneliti berkeyakinan bahwa adanya perbedaan hasil belajar siswa nanti secara mutlak dipengaruhi oleh baiknya metode yang dilakukan. Ia tidak menyadari adanya berbagai variabel yang mungkin dapat mengganggu proses dan hasil eksperimen. Variabel pengganggu kesesatan konstan; misalnya pada kelompok kontrol terdapat siswa yang pada sore hari ikut pelajaran tambahan/privat. Di samping itu, banyak orang tua/keluarga yang peduli sekali terhadap waktu dan kedisiplinan belajar anaknya, sehingga anak itu selalu dibimbing atau diawasi orang tuanya. Ditinjau dari segi guru yang mengajar di kelompok kontrol mempunyai karakteristik kecakapan mengajar, penguasaan bahan ajar, kepribadian, dan pendekatan kepada siswa sangat bagus. Alat untuk mengukur kemampuan siswa baru mampu mengukur sebagian dari kecakapan dan materi yang diajarkan. Variabelvariabel tersebut merupakan variabel luar/ekstrane yang sulit diperhitungkan, sulit dikendalikan, sehingga disinilah muncul adanya kesesatan konstan. Dengan adanya kesesatan itu, berakibat setelah data akhir eksperimen diperoleh dan dianalisis terjadi tidak adanya perbedaan antara hasil belajar matematika bagi siswa kelompok eksperimen yang diberi perlakukan metode A (pemecahan soal) dengan kelompok kontrol yang

menggunakan metode B (pemahaman konsep). Mengapa hal ini terjadi ? Padahal secara teori jelas bahwa metode pemecahan soal lebih baik dibandingkan dengan metode pemahaman konsep. Apa jawabannya? Hal ini terjadi karena banyaknya variabel luar/ekstrane yang muncul pada suatu kelompok tertentu pada saat waktu pelaksanaan eksperimen. Jadi, hasil belajar pada siswa kelompok kontrol telah dicemar oleh varibel ekstrane yang peneliti tidak mampu memperhitungkannya. Padahal kalau eksperimen berjalan dengan mulus tanpa banyak dipengaruhi variabel yang menyesatkan, besar kemungkinan metode yang dicobakan pada kelompok eksperimen akan mampu memberikan hasil belajar yang lebih baik. Kemudian, tindakan apa yang sebaiknya dilakukan guru yang akan melakukan eksperimen? Perlu mempersiapkan secara maksimal berbagai komponen yang berkaitan dengan metode yang akan dieksperimenkan pada bidang materi pelajaran tertentu, baik yang berkaitan dengan metode pembelajaran yang akan diperlakukan, materi pelajaran, guru pelaksana tindakan, siswa yang dikenai tindakan, kondisi/situasi kelas, lingkungan belajar, maupun komponen lain yang mungkin dapat mempengaruhi hasil eksperimen. Selama proses kegiatan ekperimen berlangsung, peneliti perlu memperhatikan adanya variabel lain yang dimungkinkan akan dapat mengganggu. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi munculnya variabel luar yang dapat menyesatkan hasil eksperimen. Kemudian, apa yang dimaksud dengan kesesatan tidak konstan itu? Kesesatan tidak konstan adalah kesesatan yang terjadi pada satu atau beberapa kelompok dalam suatu eksperimen, tetapi tidak terjadi pada satu kelompok lain. Kesesatan pada jenis ini ada kemungkinan untuk dapat diperhatikan atau dikendalikan pada waktu mempersiapkan eksperimen, atau menentukan pola eksperimen. Kesesatan tipe ini dapat dibedakan ke dalam tiga jenis, yaitu: 1). Kesesatan tipe S (Subyek). 2). Kesesatan tipe G (Group), dan 3). Kesesatan tipe R (Replikasi). Untuk mendapatkan pemahaman tentang beberpa tipe kesesatan tersebut di atas berikut ini disampaikan penjelasan singkatnya. 1) Kesesaatan Tipe S Ciri khusus dari kesesatan adalah adanya fluktuasi subyek sampling pada suatu penugasan subjek ke dalam kelompok eksperimen dan kelompok pembanding/kontrol pada suatu eksperimen. Kejadian ini kemungkinan muncul karena dalam salah satu atau kedua kelompok itu terhimpun beberapa orang dalam segi perimbangan menguntungkan salah satu dari kelompok. Misalnya, dalam suatu eksperimen yang ingin diketahui pengaruh metode terhadap hasil belajar matematika pada suatu kelas di sekolah dasar, mungkin sekali secara kebetulan pada kelas pembanding terhimpun siswa yang memiliki IQ yang lebih tinggi dan rajin belajar. Setelah proses eksperimen berakhir, diadakan tes kepada kedua kedua kelompok secara bersamaan. Setelah diadakan analisis statistik dengan menggunakan uji t diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan pengaruh antara metode A dan metode B terhadap hasil belajar matematika pada siswa kelas tertentu pada SD tersebut. Mengapa demikian? Hal ini dapat disebabkan hasil belajar dari kedua kelompok eksperimen (kontrol dan eksperimen) bukan disebabkan oleh pengaruh metode, tetapi karena adanya perbedaan subyek (S) yang ditugasi pada kedua kelompok tersebut. Maka dalam pelaksanaan eksperimen, distribusi subyek yang akan ditugasi pada kelompokkelompok eksperimen harus diseimbangkan, hal ini agar mendapatkan perhatian bagi para peneliti eksperimen pembelajaran.

2) Kesesatan Tipe G Pada suatu eksperimen dapat terjadi adanya variabel-variabel luar yang mempengaruhi satu atau beberapa kelompok siswa dalam suatu kegiatan eksperimen, tetapi tidak menyangkut seluruh kelompok yang digunakan. Dalam suatu eksperimen bidang pembelajaran seorang guru yang ditugasi untuk mengajar dengan metode CTL (eksperimen) sedemikian baiknya sehingga memberikan pengaruh yang sangat sistematis terhadap prestasi belajar siswa, dan sebaliknya di kelas lain, diajar oleh guru yang kurang mempunyai motivasi mengajar, kurang menguasai bahan ajar, dan bahkan kurang disiplin. Demikian pula kalau dalam suatu kelompok eksperimen terdapat siswa yang nakal, dan sering mengganggu temannya waktu pelajaran sedang berlangsung, akan mempengaruhi hasil eksperimen pada kelas tersebut. Kalau hal ini terjadi maka kesesatan tipe G telah mempengaruhi eksperimen, dan hasil eksperimen tersebut akan tercemari. 3) Kesesatan Tipe R Ada pola eksperimen yang dilakukan terhadap beberapa eksperimen yang dilakukan secara serentak dengan menggunakan sampel dari bermacam-macam sub-populasi. Pada eksperimen tersebut disebut Replikasi. Berdasarkan pada istilah inilah kesesatan tipe R ini muncul. Pada eksperimen-eksperimen yang menggunakan metode mengajar yang dilakukan beberapa kali umumnya dikerjakan oleh seorang guru. Akan tetapi, guru lain juga dapat mereplika (mengulangi dalam keadaan yang sama) setelah memahami apa yang dilakukan oleh guru sebelumnya. Kesesatan tipe R ini terjadi bilamana variabel luar memberikan pengaruh secara sistematis terhadap satu replikasi, tetapi tidak memberikan pengaruh pada replikasi yang lain. Metode mengajar yang pernah diberikan sebelumnya mungkin memberikan landasan yang sangat menguntungkan bagi metode yang sedang dicobakan, dan tidak demikian halnya yang ada pada kondisi sebaliknya. Metode yang akan dicobakan ternyata sudah biasa diberikan, sehingga siswa pada sekolah itu akan mendapatkan prestasi belajar yang lebih baik daripada sekiranya mereka diajarkan dengan metode lain. Kalau eksperimen ini dilaksanakan pada suatu sekolah, maka perbedaan pengaruh variabel yang diobservasi dapat dianggap bebas dari kesesatan R itu. Akan tetapi kalau ditinjau dari segi banyaknya replikasi pada suatu eksperimen yang diadakan di beberapa sekolah, mungkin terjadi kesesatan tipe ini dan berpengaruh terhadap rerata dari variabel yang dieksperimenkan. E. Pelaksanaan Eksperimen Sesudah mempersiapkan desain/rancangan eksperimen serta berusaha mengantisipasi berbagai kesesatan yang mungkin dapat mengganggu pelaksanaan dan hasil eksperimen, maka apa yang harus dilakukan agar eksperimen tersebut dapat berjalan dengan baik? Namun, sebelum ke pelaksanaannya perlu dikaji ulang, apakah materi yang akan diajarkan sudah disiapkan dengan baik? Apakah kedua kelompok eksperimen sudah dipersiapkan sesuai prosedur penelitian eksperimen? Dan, guru yang akan melaksanakan sudah dipersiapkan secara memadai dan memiliki kualitas yang seimbang? Kalau semuanya sudah dikaji barulah kita memperhatikan langkah berikut ini. 1. Selama 4 bulan (kalau ini rencana eksperimennya) kelompok A sebagai kelompok eksperimen diberikan materi yang sama dengan kelompok kontrol. Sedangkan metode pembelajaran yang digunakan berbeda. Kelompok A dengan metode pemecahan soal, sedangkan kelompok B

dengan metode pemahaman konsep (umpama ini yang direncanakan). 2. Selama pelaksanaan eksperimen diupayakan semaksimal mungkin agar kesesatan tidak timbul terutama kesesatan yang tidak konstan, baik siswa maupun guru pelaksana, agar tidak mengganggu hasil eksperimen. 3. Selama eksperimen perlu diamati semua perubahan yang terjadi berdasarkan pedoman observasi yang telah dipersiapkan, misalnya aspek perhatian siswa, keberanian siswa berpendapat, kondisi kelas, kedisiplinan siswa, dan lain-lain. 4. Sesudah waktu eksperimen selesai (sesudah 4 bulan), diadakan tes akhir eksperimen. Jenis tes, materi tes serta waktu pelaksanaan tes yang diberikan pada kelompok eksperimen dan kontrol harus sama. 5. Sesudah data dikoreksi dan dianggap lengkap, ditabulasi dan dideskripsikan sesuai dengan tujuan penelitian. Data yang sudah disusun dari kedua kelompok tersebut dianalisis dengan statistik uji t. Kalau kesimpulan menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan, maka perlu dilihat mana Meannya yang lebih besar itulah yang lebih efektif/baik. Kalau Mean pada kelompok eksperimen lebih baik, maka dapat disimpulkan bahwa metode pemecahan soal lebih efektif dalam upaya meningkatkan prestasi belajar matematika yang berarti hipotesis kerjanya diterima. Bagaimana kalau hasil eksperimen ternyata menolak hipotesis kerja? Apakah penelitian itu kemudian tidak berarti dan tidak dapat diajukan untuk mendapatkan kredit pengembangan profesi? Kalau diajukan apakah tidak dapat dinilai sehingga hasil penelitian itu tidak bermanfaat? Kita tidak bisa langsung menjawab ya atau tidak. Perlu dikaji secara hati-hati dengan menggunakan dasar berpikir ilmiah/logika. Coba marilah kita diperhatikan beberapa asumsi berikut untuk direnungkan: 1) Dasar penyusunan hipotesis apakah sudah menggunakan dasar teori serta temuan ilmiah yang relevan? Jawabannya sudah, kalau sudah kita ke alur berikutnya. 2) Bilamana penelitian itu merupakan penelitian eksperimen, apakah persiapan eksperimen sudah dilakukan secara ilmiah menurut dasar-dasar penelitian eksperimen? Jawabannya sudah; baik yang menyangkut penetapan kedua kelompok kontrol dan eksperimen), maupun penetapan pelaksana eksperimen. Kalau sudah, marilah ke pertanyaan berikutnya. 3) Kalau demikian, apakah kondisi-kondisi pada kedua kelompok eksperimen tersebut sudah diperhatikan dengan baik dan seimbang? Jawabannya sudah, waktu masuk sekolah, lingkungan kelas, peralatan/ alat peraga serta bahan ajar yang akan diberikan dan komponen lain yang terkait. Kalau demikian perlu kita lanjut ke pertanyaan selanjutnya. 4) Penyebabnya ada kemungkinan peneliti kurang memperhatikan adanya kesesatan tidak konstan yang ditimbulkan dari berbagai aspek, misalnya adanya siswa yang sering mengganggu salah satu kelompok eksperimen, atau adanya tindakan guru pelaksana eksperimen/kontrol yang kurang serius dalam bertugas, atau di suatu kelas terhimpun siswa yang memiliki potensi dan motivasi belajar yang kuat yang berkaitan dengan materi pelajaran yang dieksperimenkan. Misalnya pelajaran matematika, di suatu kelas terhimpun siswa yang IQ-nya bagus-bagus dan tidak demikian pada kelas yang lain. Kalau hal ini jawabannya tidak dan masalah itu sudah diperhatikan serta sudah dilaksanakan guru pelaku eksperimen/peneliti, maka peneliti perlu mengajukan pertanyaan berikutnya. 5) Kemungkinan peneliti waktu menyusun alat evaluasi belajar hasil eksperimen tidak memperhatikan tingkat validitas dan reliabilitasnya. Artinya ketepatan dan ketelitian alat evaluasinya tidak terpenuhi, atau tingkat keterandalannya belum diperhatikan, atau belum

mencakup seluruh materi pelajaran. Atau, waktu pelaksanaan evaluasi/tes akhir tidak dilakukan bersamaan, sehingga siswa pada salah satu kelas mendapatkan bocoran dari kelas lain. Kalau jawabannya juga tidak, maka lanjutkan ke pertanyaan yang ke-6. 6) Jika demikian ada kemungkinan cara analisis datanya tidak tepat, tidak mengikuti teknik analisis statistik eksperimen sesuai dengan pola yang digunakan. Dimulai dari koreksi hasil post test/evaluasi akhir, tabulasi sampai penggunaan pada analisis dengan teknik statistiknya harus benar, kesalahan tanda koma saja dapat mengakibatkan dari ada perbedaan menjadi tidak ada atau sebaliknya. Bilamana hal ini juga sudah dilaksanakan dengan statistik dan prosedur analisis yang tepat dan hati-hati oleh peneliti. maka tinggal kemungkinan/ alternatif atau asumsi terakhir. 7) Kalau keenam hal di atas sudah dilaksanakan dengan baik, hati-hati dan juga tidak melakukan penyimpangan, maka kemungkinan terakhir yaitu adanya kesesatan konstan yang tidak mungkin peneliti mampu untuk mengatasi/menghilangkan, tetapi peneliti juga tidak mencoba mengurangi kesesatan ini. Kondisi itu misalnya, pada salah satu kelompok sebagian besar siswa pada sore hari mengikuti pelajaran tambahan, banyak dibimbing saudara/orang tuanya pada malam hari, budaya disiplin belajar telah tertanam pada sebagian siswa, alat/sarana/media belajar siswa lengkap atau sebaliknya pada kelompok lain banyak anak yang malas belajar dan faktor lain yang dapat berpengaruh terhadap hasil belajar. Untuk itu, bilamana hasil penelitiannya menolak hipotesis dan peneliti mampu memberi alasan/bahasan yang logis dan argumentasi yang jelas, dan kuat maka hasil penelitian tersebut tetap dapat diajukan dan bahkan mungkin mempunyai nilai/kredit atau dapat diusulkan/diajukan untuk kenaikan jabatan/ pangkat pengembangan profesi. Justru kalau hasil penelitian menolak, hipotesisnya dibangun dengan mempunyai dasar kuat dan data lapangan yang dihasilkan secara faktual memang mendukung adanya, maka akan dapat menumbuhkan pemikiran baru, konsep baru yang dapat mengarah ke pembentukan teori baru kalau penelitian lanjutan untuk memperkuat hasil penelitian tersebut dilakukan. Akibatnya, diperolehnya konsep baru, preposisi baru akan dapat mengembangkan teori baru dan meninggalkan teori lama. Memang jarang dijumpai adanya peneliti yang demikian atau peneliti tidak berani menyampaikan hasil penelitiannya bilamana hasil analisis tidak menerima hipotesis kerjanya, karena peneliti belum mampu memberikan alasan yang mendasar atas ditolaknya hipotesis tersebut. Sesudah dipahami bagaimana mempersiapkan/menyusun rancangan eksperimen, melaksanakan serta faktor apa yang harus dikendalikan agar tidak mengganggu hasil eksperimen, perlu dipelajari beberapa jenis eksperimen mana yang paling sesuai bagi guru yang akan mencoba metode pembelajaran dalam upaya memperbaiki hasil belajar siswa. Dipersilahkan Anda membaca bagian berikut ini. F. Desain Eksperimen Apakah desain eksperimen itu? Desain eksperimen adalah suatu rancangan percobaan dengan setiap langkah tindakan yang terdefinisikan, sehingga informasi yang berhubungan dengan atau diperlukan untuk persoalan yang akan diteliti dapat dikumpulkan secara faktual. Dengan kata lain, desain sebuah eksperimen merupakan langka-langkah lengkap yang perlu diambil jauh sebelum eksperimen dilakukan agar data yang semestinya diperlukan dapat diperoleh sehingga akan membawa ke analisis obyektif dan kesimpulan yang berlaku dan tepat menjawab persoalan yang dibahas.

Sebagai contoh, untuk meneliti pengaruh metode pemecahan soal terhadap prestasi belajar matematika, perlu dipersiapkan rancangan/proposal penelitian. Untuk itu, perlu jawaban atas pertanyaan-pertanyaan berikut: a. Persoalan apa yang menjadi pusat perhatian peneliti sehingga harus melakukan penelitian dengan penelitian eksperimen? b. Bagaimana mempersiapkan kelompok eksperimen dan kontrol? c. Karakteristik metode pembelajaran apa yang akan dibandingkan? d. Variabel tergantung (dependent) apa yang menjadi pusat perhatian peneliti dan apa instrumen pengukurnya? e. Apa teori dasar yang harus dipersiapkan? f. Berapa lama eksperimen akan dilakukan? g. Metode analisis apa yang tepat digunakan? h. Bagaimana mengurangi kesesatan pada kedua kelompok? Pertanyaan di atas memberi gambaran bahwa suatu desain untuk mengerjakan suatu eksperimen perlu dipikirkan selengkap dan serinci mungkin, agar dapat dipakai pegangan dalam pelaksanaannya. Dalam penelitian eksperimen kita tidak terkonsentrasi pada satu jenis desain/ pola eksperimen saja. Ada tiga desain yang disajikan, guru dapat memilih alternatif mana yang paling tepat untuk mencoba suatu tindakan tertentu bilamana kondisi siawa/kelas/sekolah mengalami masalah. Setiap pola/desain eksperimen mempunyai kelemahan dan kebaikannya, namun peneliti harus mampu memilih desain eksperimen yang dapat dilaksanakan dan paling minim mengandung resiko kelemahan. Sebenarnya lebih dari 8 (delapan) desain eksperimen yang dapat kita pelajari, namun berikut ini hanya disampaikan beberapa desain eksperimen yang sering digunakan guru dalam memperbaiki hasil belajar siswa, yaitu: 1) Treatments by Levels Designs, 2) Treatment by Matched Groups Designs, dan 3) Matched Subjects Designs. Untuk mendapatkan gambaran yang agak jelas berikut ini diuraikan secara singkat ketiga desain eksperimen tersebut. 1. Treatment by Levels Designs. Desain ini memberikan dasar-dasar pengamatan stratifikasi yang lebih baik. Kita sadari bahwa pada setiap kelompok/kelas selalu dijumpai adanya siswa yang masuk kelompok tinggi dan rendah, ada siswa-siswa yang pandai dan kurang pandai, maka melalui desain ini stratifikasi itu perlu mendapat perhatian dalam menentukan kelompok kontrol dan eksperimen. Kondisi semacam ini dalam pelaksanaan suatu eksperimen perlu diperhatikan agar tidak banyak mengganggu hasil akhir eksperimen. Untuk itu, dalam persiapan eksperimen, peneliti harus menentukan dua kelompok yang di dalamnya terdistribusi siswa yang berkemampuan yang seimbang. Walupun demikian bukan berarti bahwa desain ini sudah terbebas dari kesesatan, masih juga dapat terjadi bilamana tidak memperhatikan pelaksana/guru pelaku tindakan baik di kelompok eksperimen atau di kelompok kontrol. Pengulangan juga terjadi kalau tidak diperhatikan kemungkinan pengulangan metode pada kedua kelompok itu. Di samping itu, juga perlu diperhatikan variabel lain yang dapat berpengaruh terhadap hasil eksperimen, maka persiapan perlu dilakukan sebaik-baiknya.

2. Treatment by Matched Group Designs Desain eksperimen ini merupakan desain yang paling banyak digunakan para guru dalam menguji keampuhan suatu metode pembelajaran dibandingkan metode lain. Data untuk persiapan dengan desain eksperimen ini dapat diperoleh dari dokumen atau memberikan pretest kepada siswa yang akan dijadikan subyek penelitian. Persoalan pokok yang perlu dipikirkan lebih awal pada matching group adalah faktor-faktor yang harus diseimbangkan agar kelompok-kelompok yang mengikuti eksperimen dapat berjalan pada kondisi eksperimental tanpa dipengaruhi faktor ekstrane. Prinsipnya semua faktor yang dipandang dapat mempengaruhi/mengotori pengaruh tindakan/ treatment harus di-matched/ dijodohkan sebelum tindakan atau eksperimen dilakukan. Misalnya prestasi belajar dan kecerdasan /inteligensi dipandang akan berpengaruh pada hasil eksperimen, maka kedua faktor itu harus di-matched. Cara melakukan matching dapat dilakukan dengan menguji perbedaan kelompok-kelompok yang dicoba akan menjadi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan analisis t-test. Bilamana ada perbedaan antara kedua kelompok itu eksperimen tidak dapat diteruskan, berarti kedua kelompok itu harus menunjukkan adanya kesamaan. 3. Matched Subjects Designs Desain ini berlandaskan pada adanya matched subjects pada dua kelompok yang dipersiapkan untuk eksperimen. Pada matched groups, yang dipakai dasar adalah menjodohkan kedua kelompok itu dengan perhitungan seluruh subyek yang ada pada tiap kelompok, sedang matched subjects yang dijodohkan tiap-tiap subyek pada kelompok yang satu dengan subyek pada kelompok yang lain. Pada matched subjects dapat dijodohkan dengan sistem: a) nominal pairing, b) ordinal pairing, atau c) combined pairing. Pada Nominal pairing yang dipasang-pasangkan seperti jenis kelamin, jenis pekerjaan orang tua, sedang ordinal pairing yang dipasang-pasangkan adalah intelegensi, prestasi belajar, atau tingkat pendidikan. Sedangkan pada combined pairing, yang dipasang-pasangkan adalah kombinasi antara nominal dan ordinal pairing. Pada pelaksanaannya sangat tergantung pada pelaku eksperimen, sistem apa yang akan dipakai. Desain ini mempunyai kepekaan (sensitivitas) yang lebih tinggi dibandingkan dengan desain lainnya dalam mendeteksi perbedaan pengaruh tindakan/treatment, apalagi kalau mampu memperhatikan faktor-faktor lain yang dapat mencemari hasil eksperimen. G. Laporan Penelitian Kegiatan paling akhir dan sering tertunda-tunda serta menjemukan adalah menyusun laporan hasil penelitian. Agar tidak tertunda dan tetap segar untuk menyusun laporan dapat dimulai sejak peneliti melaksanakan kegiatan eksperimennya. Apa yang harus ditulis awal, penelitiannya saja baru dimulai? Kalau kita memperhatikan materi yang akan ditulis pada laporan hasil penelitian itu, harus diingat rancangan/proposal penelitian yang sudah disusun sejak awal. Rancangan penelitian yang sudah lengkap dan terstruktur secara sistematis, akan memberikan bahan dasar laporan yang sangat berharga dan mengurangi beban waktu penyusunan laporan. Tiga bab dari lima bab pada laporan sudah ada di dalam rancangan/proposal penelitian, walaupun masih perlu dipertajam, disempurnakan dan dilengkapi sesuai dengan apa yang akan dilaksanakan peneliti. Oleh karena itu, sambil melaksanakan eksperimen guru/peneliti dapat mengawali menyusun laporan pada bab pendahuluan, kajian teori dan pustaka, serta bab metode penelitiannya. Bab atau bagian baru dan lebih membutuhkan pemikiran peneliti dan belum ada di proposal adalah Bab IV yang menyajikan hasil penelitian dan pembahasan. Bab ini baru dapat ditulis

kalau kegiatan pengumpulan data dan kegiatan eksperimennya sudah selesai. Semua data dari proses sampai hasil akhir eksperimen harus disajikan pada bagian ini. Cara menyajikan dapat dalam bentuk tabel, grafik, skema atau bagan, dan bertujuan untuk mempermudah pembaca memahmi makna yang disampaikan peneliti. Hasil analisis data didasarkan pada hasil yang diperoleh dari tes materi pelajaran serta angket pada akhir pelajaran/eksperimen. Untuk menyusun laporan penelitian, guru diharapkan memahami sistematika penulisan yang sudah ditetapkan, seperti yang terlampir pada bagian akhir dari hand-out ini. Pada prinsipnya sistematika pembahasan mengandung tiga bagian pokok yaitu, bagian awal, bagian inti dan bagian pendukung. Agar karya ilmiah jenis penelitian ini memenuhi syarat untuk dinilai angka kreditnya, diwajibkan ada pengesahan dari kepala sekolah dan guru pengusul/peneliti. H. Penutup Penelitian eksperimen merupakan jenis penelitian yang dapat dilaksanakan oleh guru di samping penelitian tindakan kelas. Kalau dilakukan dengan hati-hati dan cermat besar kemungkinan akan mendapatkan kepuasan tersendiri, baik dalam bidang akademik maupun ilmu pengetahuan yang diperoleh. Guru sering sekali memperoleh ilmu baru, mendapat metode baru yang dapat dicobakan untuk mendapatkan gambaran secara jelas perbedaan yang diakibatkan, terlebih kalau mampu mengendalikan variabel pengganggu pelaksanaan eksperimen. Untuk itu mempelajari berbagai jenis penelitian sangat penting dalam mengantarkan guru dalam meningkatkan/ mengembangkan profesinya secara nyata dalam menghayati berbagai masalah yang dihadapi sehari-hari di kelas. Dengan penguasaan penelitian eksperimen akan dapat melengkapi tugas guru dalam upaya mengantarkan para siswanya untuk mendapatkan prestasi yang lebih baik. Selamat mencoba untuk melakukan penelitian eksperimen yang sesuai dengan disiplin ilmu yang sedang ditekuni dan dikembangkan.

Anda mungkin juga menyukai