Anda di halaman 1dari 14

1.

PENDAHULUAN

Hyl-1 Direct Reduction merupakan satu dari system reduksi biji besi yang masih eksis dan masih memiliki potensi kehandalan dalam memenuhi kebutuhan biji besi untuk umpan steel making. Status Hyl-1 Direct Reduction saat ini menggunakan konsep Hyl-1 Plus, artinya pada satu module menggunakan lima reactor dalam pencapaian produksinya, konsep operasi ini telah berlangsung lebih dari satu tahun dan hampir tidak mengalami kendala selama operasi, justru konsep ini memiliki fleksibilitas operasi, bahkan dapat memperpendek waktu charge-discharge karena satu reactor stand- by.

Pada RKAP tahun 2009, Hyl-1 Direct Reduction ditargetkan beroperasi dengan kapasitas 280 Ton/tahun, target ini pada dasarnya berada di bawah kemampuan desain produksi sekitar 400 Ton/tahun. Angka target operasi ini ditetapkan karena beberapa faktor, seperti : menurunnya performansi alat, baik reactor, gas preheater, air preheater, recycle gas compressor, sebagian reactor quench tower dan inert gas K.O drum. Faktor lain yang cukup signifikan terhadap penurunan target operasi adalah ketersediaan bahan baku.

Kondisi ini mengakibatkan perubahan orientasi penggunaan bahan baku dari 100% pellet (import) menjadi 70% pellet dan 30% lump ore (local dan import), pada tahapan berikut berdasarkan evaluasi, penggunaan bahan baku lokal ini dapat ditingkatkan kapasitasnya menjadi 50% lump ore sampai 80%, namun untuk konsep penggunaan 100% bahan baku local (lump ore) yang bersifatlate rit e masih harus dilakukan kajian secara komprehensif, agar potensi penggunaan bahan baku lokal ini dapat diaplikasikan di Hyl-1.

Equipmen Hyl-1 Direct Reduction sebagian telah mengalami penurunan performance, kondisi ini dapat dieliminasi dengan melakukan improvement proses dengan menggunakan konsep partial oksidasi. Dengan mengaplikasikan Partial oksidasi pada Reaktor Hyl-1 dapat menurunkan temperature operasi di Gas Preheater, dan proses pembentukan gas pereduksi pada effluence chamber di inlet reactor (Combustion Chamber) dengan injeksi oksigen, maka persamaan reaksinya menjadi sebagai berikut : CH 4+

O 2- -- --> 2H2O + CO

Dari kondisi proses yang saat ini berlangsung, perlu dilakukan evaluasi ulang terhadap kestabilan proses akibat tidak tercapainya beberapa parameter proses dan equipment. Secara keseluruhan kendala lain berpotensi muncul dan dapat berakibat pada ketidakberhasilan dalam pencapaian target produksi yang sudah ditetapkan dalam RKAP tahun 2009. Factor lain yang cukup berpengaruh terhadap kelangsungan operasi Hyl-1 yakni banyaknya equipmen yang harus direkondisi sesuai dengan kebutuhan operasi, sehingga secara kolektif kemungkinan pencapaian produksi menjadi menurun.

Berdasarkan factor dan kondisi di atas, maka perlu dilakukan kajian menyeluruh baik secara proses, equipment, maupun bahan baku. Dengan dilakukannya kajian yang komprehensif memungkinkan pencapaian target produksi dan efisiensi, terutama dalam penggunaan energy maupun potensial saving yang didapat.

Upaya peningkatan efisiensi dan produktifitas pada system reduksi di Hyl-1 Direct Reduction, dengan mempertimbangkan secara kalkulasi mass balance, energy balance dan kinetic dengan aplikasi Partial Combustion, pada dasarnya memiliki potensi untuk menerapkan pola Zero Reformer (ZR), di mana konsep ini Hyl-1 beroperasi dengan tidak menggunakan Reformer dan tidak menggunakan Air Preheater.

2. PERMASALAHAN

Dalam rangka pencapaian produktifitas dan efisiensi pada Hyl-1 Direct Reduction, perlu dilakukan kajian secara komprehensif yang dapat dilakukan dengan mengevaluasi ulang terhadap potensi pembentukan gas proses pereduksi dengan tanpa menggunakan
Reforming System. Salah satu konsep pemicu pembentukan gas pereduksi adalah dengan menginjeksikan oksigen di Combustion Chamber atau yang biasa disebut sebagai partial combustion, sehingga flowrate gas proses dan oksigen harus didapatkan dengan

besaran yang cukup untuk mereduksi biji besi dalam reactor yang berkapasitas 250 ton/reaktor

Potensi penghematan yang cukup memberikan daya tarik adalah penggunaan 100% bahan baku lump ore lokal (Sebuku), karena sifat kebanyakan bahan baku lump ore lokal adalah laterite, maka kajian terhadap penggunaan bahan baku ini harus dilakukan secara komprehensif pula.

Dengan konsep Zero Reformer Hyl-1, apakah dimungkinkan jika parameter produksi yang diinginkan dengan konsep ini dapat mencapai produksi rata-rata 1800 ton/hari dengan tingkat metalisasi minimal 90%?.

Hal lain yang perlu analisa lanjutan adalah jumlah CO2 yang terbentuk akibat proses reduksi, di mana pada fase reduksi selanjutnya justru akan mengganggu, sehingga analisa teknis perlu dilakukukan untuk membangun unit CO2 absorber, untuk

mengurangi kandungan gas CO2 dalam gas proses?.


3. TUJUAN PEKERJAAN

Tujuan pekerjaan yang diharapkan pada evaluasi proses Hyl-1 Zero Reformer ini adalah untuk menyatakan bahwa Hyl-1 Zero Reformer dengan partial combustion layak dilakukan dengan mempertimbangkan kapasitas produksi dan tingkat metalisasi yang diharapkan serta dapat menggunakan 100% bahan baku lump ore lokal. 4. RUANG LINGKUP PEKERJAAN

4.1. Melakukan kajian secara komprehensif terhadap proses pembentukan gas pereduksi sesuai dengan kebutuhan proses reduksi dalam reaktor melalui konsep Zero Reformer dengan melakukan :

Membuat perspektif teoritis neraca massa dan energy.

Melakukan analisis neraca massa dan energy kondisi operasi.

Mengevaluasi neraca massa dan energy teoritis dan melakukan interpolasi untuk kondisi operasional.

Mengevaluasi konsumsi energy total dan partial.

Membuat simulasi pola system operasi dan produksi. 4.2. Mengevaluasi CO2c apt u re dalam gas reduksi. 4.3. Melakukan kajian dalam penggunaan 100% bahan baku lump ore lokal. METODA PELAKSANAAN PEKERJAAN

5.1. Studi Lapangan (fact finding)

Studi lapangan dilakukan dalam rangka mendapatkan data-data kondisi aktual dari pola operasi dan produksi Hyl-1. Melalui tahapan ini didapatkan data-data kondisi aktual yang beroperasi dengan menggunakan konsep operasi eksisting baik jumlah total gas reduksi (flowrate, tekanan dan temperature), total produksi (tonage dan metalisasi), penggunaan total energy yang digunakan sebagai pemroduksi gas reduksi dan kondisi peralatan yang dipakai saat ini. 5.2. Evaluasi Komprehensif

Data-data yang didapat dari lapangan diolah dan dianalisis secara komprehensif untuk dijadikan dasar sebagai pembanding antara konsep operasi eksisting dan konsep Zero Reformer, sehingga evaluasi ini meliputi :
o

Evaluasi neraca massa dan energy secara teoritis dan aktual.

Evaluasi neraca massa dan energy dilakukan untuk mendapatkan nilai optimum dalam proses reduksi dengan konsep eksisting dan konsep Zero Reformer (teoritis). Tinjauan ini juga meliputi evaluasi kecepatan reaksi reduksi (kinetic) dan heat transfer dalam reactor, sehingga dapat menyimpulkan bahwa konsep Zero Reformer Hyl-1 layak secara teoritis.
o

Mengevaluasi konsumsi energy total dan partial.

Evaluasi kebutuhan energy pada tahapan ini dapat dijadikan dasar sebagai pembanding antara konsep operasi eksisting dengan konsep ZR (termasuk kebutuhan gas oksigen), di mana perlu dilakukan kajian penggunaan energy secara partial (pada equipmen Reformer, Gas Preheater, Air Preheater, Air Compressor) dan kebutuhan energy secara total, sehingga hasil evaluasi ini dapat menghasilkan perbandingan potensi penghematan energi antara konsep operasi eksisting dan konsep ZR.
o

Membuat simulasi pola system operasi dan produksi.

Guna mendapatkan fleksibilitas operasi, maka perlu disusun suatu simulasi proses dalam konsep Zero Reformer System, kajian ini meliputi system pengoperasian partial combustion dalam hubungannya dengan penggunaan bahan baku lump ore lokal dan pellet import, sehingga perlu dibuatkan parameter yang dapat dijadikan dasar dalam pola pengoperasian konsep ZR untuk mendapatkan pencapaian produktifitas yang optimum. 5.3. Mengevaluasi CO2ca pt u re dalam gas reduksi.

Pada konsep Zero Reformer, potensi terhadap peningkatan kandungan gas CO2 dalam gas pereduksi menjadi besar dan dalam fase tertentu gas CO 2 ini akan berpotensi mengganggu jalannya proses reduksi, sehingga perlu dilakukan evaluasi terhadap penangkapan gas CO2 (capture) dalam system Zero Reformer Hyl-1. 5.4. Melakukan kajian dalam penggunaan 100% bahan baku lump ore lokal.

Evaluasi yang sangat mendasar dalam proses reduksi ini adalah upaya penggunaan 100% bahan baku lump ore lokal. Dalam konsep penggunaan bahan baku lump ore lokal ini yang mempunyai karakteristik mineralogy lateritic. Evaluasi ini perlu dilakukan lebih komprehensif karena sifat material yang memilikiche mical dan mechanical properties yang berbeda-beda antara produk tambang yang satu dengan tempat lain, diharapkan dapat diatasi dengan proses simulasi untuk mengetahui perilaku material selama proses reduksi dalam reaktor. 6. DELIVERABLE

Deliverable dalam proyek ini berupa kalkulasi, simulasi dan rekomendasi yang berkualitas untuk dapat dijadikan dasar dalam melaksanakan program retrofit Hyl-1 Direct Reduction Plant yang dapat disampaikan berdasarkan schedule sebagai berikut : No. Deliverable Waktu Penyerahan 1 Perhitungan neraca massa dan energy Bulan ke-1 2 Evaluasi Kebutuhan Energy Bulan ke-2 3 Rekomendasi Proses Zero Reformer Bulan ke-2 4 Rekomendasi CO2 capture Bulan ke-3 5 Rekomendasi Pemanfaatan 100% bahan baku lump ore lokal Bulan ke-3 6 Pembuatan Simulasi Proses Reduksi Bulan ke-3 7 Laporan Akhir Bulan ke-3 7. WAKTU DAN AGENDA PELAKSANAAN
No. AKTIFITAS

1 Fact Finding & Pengolahan Data Lapangan

2 Evaluasi & Analisis Neraca Massa & Energy

3 Evaluasi Kebutuhan Energy Total & Partial

4 Evaluasi Pemanfaatan 100% Lump Ore Lokal

5 Evaluasi Konsep Zero Reformer Hyl-1 6 Evaluasi CO 2c ap tur e 7 Pembuatan Simulasi Proses Reduksi 8 Pembuatan Laporan Akhir BULAN-1 BULAN-2 BULAN-3

8. TEAM PELAKSANA Pelaksanaan evaluasi konsep proses Zero Reformer dilakukan dalam satu team dengan proporsi team sebagai berikut : Project Leader : 1 (satu) orang Ahli Utama : 1 (satu) orang Ahli Muda : 1 (satu) orang Administrasi : 1 (satu) orang 9. BIAYA PEKERJAAN

Biaya pekerjaan untuk melaksanakan Proyek Evaluasi Hyl-1 dengan Partial Combustion dan Potensi Zero Reformer ini didasarkan pada kontrak biaya bulanan yang telah disepakati antara PT. Krakatau Steel dengan PT. LAPI ITB pada kontrak No. 47-3 K/KONTRAK/LOG-KS/IX/07 yang telah dibuat amandemen-1 No. 118-3K/AM-I/LOG-KS/VII/08. 10. DATA DAN REFERENSI Hyl-1 Process Reduction PT. Krakatau Steel Contact Person : Ade Sumantri (Divisi Rekayasa Teknik PT. Krakatau Steel) Fax : 0254-371493

http://www.scribd.com/doc/20896079/TOR-HYL-1-ZR

Teknologi Pembuatan Bahan Dasar Besi Baja


Bijih besi yang terdapat di alam pada umumnya mengandung kadar besi Fe masih sangat rendah yaitu sekitar 25 37% Fe. Bijih besi Fe berbentuk Besi-oksida Fe2O3 atau Fe3O4 bercampur dengan material-material ikutan seperti SiO2, Al2O3, CaO, MgO, TiO2,Cr2O3, NiO2, P, S dan H2O.Untuk meningkatkan kadar besi Fe dalam bentuk konsentrat besioksida sampai dengan 5 6-60% Fe diperlukan teknologi benifisiasi atau peningkatan kadar besi Fe melalui berbagai tahapan proses. Tahapan proses Benefisiasi tergantung pada struktur fisik dan sifat kimia bijih besi. Apabila bijih besi memiliki sifat magnetic (bijih Magnetit) berbentuk batuan, dilakukan tahapan proses sebagai berikut : - Crushing I (pemecahan batuan) sampai dengan 10 mesh - Density Separator (pemisahan dengan perbedaan density) - Crushing II (penghalusan) sampai dengan -100 mesh - Grinding Mill sampai dengan 325 mesh - Flotation / Slurry (Pencucian) - Magnetic Separator Bijih besi Magentit berbentuk butiran halus (fines ore), tahapan prosesnya adalah sebagai berikut : - Density Separator - Crushing sampai dengan 100 mesh - Grinding Mill sampai dengan 325 mesh - Flotation / Slurry - Magnetic Separator c. Apabila bijih besi memiliki sifat geothite (bijih Laterit), dilakukan proses: Crushing I - Crushing II sampai dengan 100 mesh - Density Separator - Grinding Mill sampai dengan 400 mesh - Flotation / Slurry (pencucian) - Roasting (pemanggangan) agar menjadi magnetit - Magnetic separator Bijih besi Hematit Fe2O3 kandungan Fe-nya bervariasi (low-high grade) biasanya terdapat bersama pengotor silica dan alumina. Proses benefisiasi untuk peningkatan kadar Fe biasanya melalui metoda floatasi. Untuk mempermudah pemisahan melalui proses kering dengan Magntic separator, pada umumnya bijih besi Hematit diubah menjadi bersifat magnetic melalui proses pemanggangan atau proses oksidasi. Bijih besi Magnetite mempunyai sifat magnet kuat, sehingga proses benefisiasinya menggunakan magnetic separator. Dengan teknik ini maka bijih magnetic dengan kadar Fe dibawah 30% bisa diolah secara ekonomis. Bijih besi Laterite merupakan hasil pelapukan batuan ultra basic, jenis batuannya berupa goethite atau limonite. Kadar Fenya tidak terlalu tinggi karena mengandung air kristal. Pada bijih besi berbentuk Pasir besi (fines iron) jenis mineralnya adalah Titanomagnetite dan bersifat magnet kuat. Kandungan Fe relative rendah karena mengandung Titan oksida. Teknologi pengolahan pasir besi sampai dengan menjadi besi

Teknologi Benefisiasi konsentrat dilakukan dengan Magnetic separator, sedangkan untuk menjadi besi spons secara komersil telah dilakukan menggunakan teknologi SL/RN. Untuk memproses lebih lanjut konsentrat besi-oksida yang telah memiliki kadar Fe sekitar 60-62% menjadi bahan baku proses ironmaking, maka perlu diketahui teknologi ironmaking yang akan digunakan, misalnya teknologi Direct Reduction Iron (DRI) HYL / MIDREX / SLRN dan Direct Smelting COREX/HISMELT serta teknologi Blast Furnace akan memerlukan bahan baku konsentrat besioksida dalam bentuk Pellet atau Sinter, sedangkan teknologi Direct Smelting DIOS atau teknologi Fluidizing-bed dapat langsung menggunakan konsentrat halus sebagai bahan bakunya. Teknologi proses Benefisiasi dan Pelletizing dari bijih besi sampai dengan pellet besi adalah sebagai berikut : A. Proses Peningkatan Kadar Fe (Benifisiasi) A. 1. Proses Penghancuran (Crushing) Bijih besi dalam bentuk batuan dan masih banyak mengandung kotoran dihancurkan sampai dengan ukuran 1 - 10 mm , selanjutnya butiran yang mengandung besi dipisahkan dari butiran silika, alumina dan lain-lain denganperalatan Gravity Separator. Butiran besi yang kadar Fe nya sudah meningkat dihaluskan lagi dengan Crusher sampai dengan ukuran 10 mesh. A.2. Proses Pencucian dan Flotation Sebelum dilakukan penghalusan butiran bijih besi 10 mesh dilakukan proses pencucian didalam Tangki Flotation dan diaduk secara terus-menerus sehingga bijih besi halus akan mengendap sedangkan kotoran akan mengapung. A. 3 .Proses Penghalusan Agar butiran halus bijih besi lebih banyak lagi terpisah dengan kotoran atau mineral- mineral ikutan yang tidak diinginkan, bijih besi dihaluskan lagi sampai dengan 3 75-400 mesh. Selanjutnya dilakukan proses pencucian untuk memisahkan bijih besi dengan silika, alumina, dan material non logam lainnya. A.4. Magnetic separation Sebelum dilakukan proses peningkatan kadar Fe melalui metode pemisahan dengan Magnetic Separator, perlu diketahui dahulu besarnya komposisi Fe2O3 dan Fe3O4 didalam bijih besi halus. Apabila bijih besi bersifat magnet kuat atau hampir 100% mengandung Fe3O4 maka pemisahan dengan magnetic separator dapat langsung dilakukan, agar material-material non magnet dapat dipisahkan dari besi magnetic. Apabila bijih besi banyak mengandung besi Hematit (Fe203), maka bijih besi halus tersebut perlu dilakukan proses Roasting terlebih dahulu sehingga Fe2O3 dapat diubah menjadi Fe3O4 yang bersifat magnetic. Setelah dilakukan magnetic separation akan dihasilkan bijih besi halus dengan kadar Fe sekitar 60-62%. B. Proses Pembuatan Pellet Besi B 1. Proses pencampuran (Mixing) Agar konsentrat besi-oksida halus dapat merekat membentuk gumpalangumpalan (aglomerisasi) yang disebut pellet basah (green pellet) yang mempunyai kekuatan yang cukup kuat untuk dapat dibawa dan diproses lebih lanjut, maka besi-oksida halus tersebut perlu dicampur dengan bahan perekat/ binder yaitu

bentonit dan kapur dalam jumlah tertentu. Proses pencampuran bijih besi halus dan binder dilakukan dalam alat pencampur (Mixer) Proses Aglomerisasi Konsentrat bijih besi yang telah dicampur binder dimasukkan secara kontinyu kedalam mesin pelletizing (Disc pelletizer) yang berbentuk setengah drum/bejana yang berputar pada kecepatan tertentu sambil disemprotkan air secara kontinyu. Akibat perputaran ini terjadilah gaya centrifugal menyebabkan partikelpartikel halus saling mendekat dan menekan satu sama lain sehingga terbentuklah gumpalan-gumpalan pellet basah (green pellet) sampai dengan ukuran diameter 12 mm. Pellet basah harus memiliki kekuatan tekan 1-5 kg/pellet dan kuat jatuh 5 kali. Hal ini diperlukan agar tidak pecah selama proses transportasi dan saat penumpukan di dapur pembakaran. Proses Pembakaran Pellet Pellet mentah (green pellet) perlu dikeraskan sehingga menjadi kuat dan tidak pecah didalam tumpukan pellet yang cukup tinggi selama proses reduksi didalam dapur reduksi (HYL, Midrex, Blast Furnace). Pellet mentah dipanaskan pada temperature 250-400 0C selama 5-10 menit pada konveyor berjalan, selanjutnya didalam dapur pembakaran pellet dibakar dari temperature 300-600 0C dan berakhir ketika dapur mencapai temperature 1100-1250 0C. Dengan pembakaran ini maka pellet matang akan mempunyai kekuatan tekan sekitar 250 kg/pellet.\

Skenario Pen2emban2an Industri


1. OPSIPENGEMBANGAN TEKNOLOGI

SKENARIO PENGEMBANGAN I Bijih besi yang berasal dari alam perlu diolah terlebih dahulu sebelum dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan besi spons atau pig iron / terak (slag). Bijih besi dapat diolah menjadi 2 (dua) bentuk, yakni : bentuk Pellet dan bentuk Sinter. Tujuan pengolahan bijih besi menjadi pellet atau sinter tersebut adalah untuk : Proses pemurnian Yakni dalam rangka meningkatkan kandungan Fe dalam mineral oksida besi.Rangkaian proses pemurnian ini disebut dengan istilah : Beneficiating Reformasi bentuk Yakni dalam rangka merubah bentuk bijih besi halus menjadi bentuk gumpalan (aglomerasi). Proses ini disebut dengan istilah : Pelletizing atau Sinterizing Pellet bijih besi biasanya digunakan oleh industri logam baja untuk membuat besi spons dengan menggunakan Plant Reduksi Langsung (DRP) sebagaimana yang dimiliki oleh Krakatau Steel. Sedangkan Sinter bijih besi biasanya digunakan oleh industri logam baja untuk membuat Pig Iron atau Slag dengan menggunakan Dapur/Tanur Tinggi (Blast Furnace). Di Indonesia pabrik pengolahan sinter menjadi pig iron ini belum ada. b. Beneficiating Process Proses benefisiasi secara garis besar terdiri dari beberapa langkah proses, yaitu Crushering Prosess

Bijih besi yang diperoleh dari hasil penambangan biasanya berupa bongkahan besar yang tidak beraturan. Bijih besi ini diperkecil ukurannya dengan menggunakan Hammer Crusher. Proses ini bisa dilakukan langsung jika jenis bijih besinya adalah Hematite dan Magnetite. Untuk jenis bijih besi laterit (karena mengandung unsur H2O) maka perlu dilakukan proses pengeringan dahulu dengan menggunakan dryer sebelum di crusher. Screening Process Bijih besi yang telah diperkecil ukurannya, kemudian disaring / diayak dengan menggunakan peralatan screener. Sehingga diperoleh bijih besi dengan ukuran size yang seragam. Blending Process Proses blending ini bertujuan mencampur bijih besi (hasil ayakan /penyaringan) yang mempunyai kandungan Fe yang berbeda-beda. Sehingga menjadi campuran bijih besi yang homogen. Grindding Process Bijih besi yang telah di blending kemudian di grinding dengan menggunakan peralatan Grinding Mill agar menjadi halus. Bentuk bijih besi yang halus akan mempermudah proses pemisahan antara senyawa oksida besi dengan senyawa lainnya yang bukan besi. Concentrating process Proses konsentrat bertujuan untuk memisahkan dan memurnikan mineral oksida besi dari senyawa mineral lainya atau kotoran. Salah satu teknologi yang biasa dipakai adalah magnetic separador, yaitu pemisahan melalui bantuan magnet. Dengan proses ini maka bijih besi halus akan didominasi oleh mineral oxida besi sehingga kandungan Fe nya dalam bijih besi halus meningkat. b. Pelletizing Process Bijih besi halus dari proses benefisiasi perlu digumpalkan menjadi ukuran yang lebih besar. Bijih besi yang halus tidak dapat langsung diumpankan baik ke Unit Direct Reduction Plant atau ke Blast Furnace Karena akan terjadi lapisan padat dalam peralatan tersebut yang akan mengganggu aliran gas reduktor. Proses penggumpalan (agglomerating) yang dikenal terdiri dari dua macam, yaitu: Sintering Process Bijih besi halus dicampur dengan bubuk cokas yang berfungsi sebagai bahan bakar. Proses pembakaran bijih besi halus mencapai temperature 1300 oC. Proses penggumpalan terjadi karena sebagian bijih besi halus mengalami pelelehan. Dalam proses sintering ini juga dapat ditambahkan batu kapur sehingga terbentuk Fluxed Sinter. Sinter bijih besi yang telah mengandung kapur dapat mengurangi pemakaian batu kapur pada proses Blast Furnace. Pelletizing Process Bijih besi halus dicampur dengan bahan perekat ( kapur, bentonite atau dolomite ) kemudian campuran tersebut di cycling sehingga terbentuk kelereng / bola kecil yang berukuran 9 50 mm atau biasa disebut

Green Pellet. Selanjutnya green pellet tersebut dipanaskan hingga mencapai temperature 1200 oC sehingga menjadi bentuk Pellet yang stabil dan keras. Grindding Process Bijih besi yang telah di blending kemudian di grinding dengan menggunakan peralatan Grinding Mill agar menjadi halus. Bentuk bijih besi yang halus akan mempermudah proses pemisahan antara senyawa oksida besi dengan senyawa lainnya yang bukan besi. Concentrating process Proses konsentrat bertujuan untuk memisahkan dan memurnikan mineral oksida besi dari senyawa mineral lainya atau kotoran. Salah satu teknologi yang biasa dipakai adalah magnetic separador, yaitu pemisahan melalui bantuan magnet. Dengan proses ini maka bijih besi halus akan didominasi oleh mineral oxida besi sehingga kandungan Fe nya dalam bijih besi halus meningkat. b. Pelletizing Process Bijih besi halus dari proses benefisiasi perlu digumpalkan menjadi ukuran yang lebih besar. Bijih besi yang halus tidak dapat langsung diumpankan baik ke Unit Direct Reduction Plant atau ke Blast Furnace Karena akan terjadi lapisan padat dalam peralatan tersebut yang akan mengganggu aliran gas reduktor. Proses penggumpalan (agglomerating) yang dikenal terdiri dari dua macam, yaitu: Sintering Process Bijih besi halus dicampur dengan bubuk cokas yang berfungsi sebagai bahan bakar. Proses pembakaran bijih besi halus mencapai temperature 1300 oC. Proses penggumpalan terjadi karena sebagian bijih besi halus mengalami pelelehan. Dalam proses sintering ini juga dapat ditambahkan batu kapur sehingga terbentuk Fluxed Sinter. Sinter bijih besi yang telah mengandung kapur dapat mengurangi pemakaian batu kapur pada proses Blast Furnace. Pelletizing Process Bijih besi halus dicampur dengan bahan perekat ( kapur, bentonite atau dolomite ) kemudian campuran tersebut di cycling sehingga terbentuk kelereng / bola kecil yang berukuran 9 50 mm atau biasa disebut Green Pellet. Selanjutnya green pellet tersebut dipanaskan hingga mencapai temperature 1200 oC sehingga menjadi bentuk Pellet yang stabil dan keras.
Magister Sistem Teknik Teknologi Industri Kecil dan Menengah 7

SKENARIO PENGEMBANGAN II Bijih besi yang diperoleh dari hasil penambangan langsung dimanfaatkan dengan menggunakan teknologi Direct Smelting yang menggunakan batubara sebagai bahan pereduksi. Pada umumnya proses direct smelting mempunyai persyaratan penggunaan bahan baku yang lebih longgar dibandingan dengan penggunaan proses direct reduction. Direct smelting dapat langsung menggunakan fines ore (bijih yang belum diproses) sehingga harganya lebih murah karena tidak memerlukan proses pengolahan beneficiating dan pelletizing atau sintering. Oleh karena itu, teknologi direct smelting dapat menerima jenis bahan baku bijih besi laterit yang kadar Fe nya lebih rendah dibandingan hematite dan magnetite. Pengembangan teknologi proses direct smelting relatif baru di kembangkan di beberapa negara. Dari alternatif pilihan teknologi : Corex, Hismelt, DIOS, AISI Romelt dan Ausmelt, baru Corex yang sudah dioperasikan secara komersial. Teknologi tersebut masih mempunyai kelemahan di beberapa sisi, antara lain : efisien energi masih rendah, gas buang belum dapat dimanfaatkan (ditransfer ke metal bath) untuk peleburan atau reaksi reduksi. Masalah lain adalah tingginya konsumsi refractori pada smelter akibat turbulensi dari slag, dan lain lain. Indonesia telah mempunyai Direct Reduction Plant (yang dimiliki oleh PT.Krakatau Steel) dengan kapasitas 2,3 juta ton besi spons. Pemanfaatan kapasitas tersebut masih di bawah 50 %. Oleh karena itu, pengembangan skenario yang pertama akan lebih banyak memberikan manfaat ketimbang skenario yang kedua yang hanya bersandar pada pertimbangan lebih rendahnya kadar Fe pada jenis bijih besi laterite. Atau ada alternatif teknologi lain yang dapat dikembangkan bersama beneficiating dan pelletizing yakni adalah Mni Blast Furnaces.
2. TAHAPAN PENGEMBANGAN INDUSTRI

Pengembangan teknologi industri baja direncanakan dengan pendekatan konservatifprogressive.Pendekatan tersebut mengandung makna kehati-hatian namun tetap maju. Pengembangan industri baja berbasis sumber daya alam lokal mempunyai tantangan yang cukup besar. Tantangan tersebut terutama berhubungan dengan masalah investasi yang besar serta belum ada data yang benar-benar akurat mengenai deposit baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Oleh karena itu, menjadi terlalu optimis dan beresiko jika pengembangan diorientasikan langsung melalui pendirian pabrik berskala besar dan terintegrasi. Meskipun

masalah pasar boleh dikatakan cukup kondusif, karena pasar di dalam negeri sendiri terbuka sangat lebar namun hal itu belum cukup dijadikan dasar untuk membangun industri baja hulu terpadu di tahap awal. Ada 2 (dua) bahan dasar baja (besi kasar) yang dibutuhkan oleh industri baja nasional. Pellet diperlukan oleh industri baja milik negara (PT. Krakatau Steel) untuk mensubtitusi pemakaian pellet impor, dan Pig iron bisa digunakan baik oleh industri baja swasta maupun industri baja milik negara (selama ini juga kebutuhan pig iron masih harus di impor). Industri pig iron di luar negeri pada umumnya berskala besar (kapasitasnya di atas 1 2 juta ton). Oleh karena itu investasi yang diperlukan untuk membangun industri tersebut menjadi sangat besar. Sehingga perlu disiasati lebih dahulu mengembangkan mini blast furnace. Pembuatan pig iron dengan teknologi mini blast furnace dapat menjembatani sementara pemenuhan kebutuhan pig iron nasional. Teknologi tersebut tersedia untuk skala kapasitas kecil, yakni untuk kapasitas 100.000 atau 150.000 ton. Secara sistematis, rencana tahap pengembangan teknologi industri baja hulu adalah sebagai berikut : Tahap Pertama Pengembangan Teknologi Benefiaciating Dan Pelletizing Melalui Pembangunan Pabrik Pellet. Pada tahap awal ini, kapasitas pabrik yang direncanakan adalah sebesar 600.000 ton pertahun. Dengan skala kapasitas tersebut tidak terlalu sulit baik untuk memperoleh bahan baku iron ore maupun untuk memasarkan pelletnya. Dalam pabrik ini disediakan teknologi beneficiating dan pelletizing. Sehingga bijih besi yang mengandung Fe tidak terlalu besar (kurang dari 50 %) juga bisa diolah (concentrating) untuk menjadi pellet. Fasilitas teknologi beneficiating yang disediakan dapat mengantisipasi terjadinya variasi kualitas bijih besi. Untuk pendirian pabrik sebagaimana dimaksud di atas, diperlukan investasi sekitar 12 Juta $ US. Tahap Kedua Pengembangan Teknologi Mini Blast Furnace Melalui Pembangunan Pabrik Pig Iron Dan Coke Making Plan. Pabrik pig iron dengan teknologi mini blast furnace yang berkapasitas 100.000 150.000 ton memerlukan investasi antara 18 20 Juta $ US. Sedangkan pabrik coke making plant dengan kapasitas 100.000 ton memerlukan investasi 5 Juta $ US. Pada tahap ini, bersamaan dengan pendirian pabrik pig iron maka kapasitas pabrik pellet sudah perlu ditingkatkan menjadi 1.200.000 Juta ton. Sehingga jika ada 2 (dua) unit mini blast furnace yang dikembangkan tidak akan sampai mengganggu supply pellet yang sudah berjalan. Dengan adanya industri pig iron di dalam negeri maka dapat dikembangkan dua opsi, yakni : apakah hasil produksi pig iron tersebut dipersiapkan untuk memasok kebutuhan industri-industri peleburan baja yang ada di dalam negeri atau dapat juga dikembangkan industri iron making secara terintegrasi sehingga dapat membantu mengisi pasar baja lokal. Pendirian industri iron making memerlukan investasi sekitar 30 $ US per ton produk. Tahap Ketiga Pengembangan Teknologi Corex atau Dios untuk pembuatan pig iron. Skala kapasitas minimal yang masih ekonomis untuk teknologi tersebut adalah 650.000 ton. Oleh karena itu, jika pada tahap awal dipilih kapasitas minimal tersebut maka untuk pengembangannya dapat ditingkatkan menjadi dua kali lipat sehingga menjadi 1,3 Juta ton. Investasi yang diperlukan sekitar 350 400 Juta $ US untuk kapasitas 650.000 ton. Pada tahap ini, kapasitas dari industri pellet perlu ditingkatkan lagi sehingga minimal menjadi 2.000.000 sampai dengan 3.000.000 ton. Melalui rencana pengembangan teknologi dan industri baja secara bertahap sebagaimana dimaksudkan di atas maka faktor-faktor resiko yang mungkin timbul dapat dieliminasi sekecil mungkin. Sehingga pengembangan industri baja hulu secara perlahan tapi pasti dapat memberikan manfaat yang optimal. Memang rencana pengembangan tersebut belum dapat mengatasi semua masalah serta ketergantungan pada bahan baku impor. Namun industri baja nasional akan berkembang semakin kuat dan mempunyai daya saing

karena telah didukung oleh basis yang kuat. Di samping strategi pengembangan ke hulu, langkah-langkah penguatan industri baja nasional juga perlu dibarengi dengan peningkatan teknologi terutama pada industriindustri peleburan.

http://www.scribd.com/doc/7524508/1 1.2.2.1 COREX Peningkatan diperkirakan permintaan baja di Asia akan memberikan peluang untuk pendirian baja baru pembuatan teknologi dalam preferensi untuk teknologi tradisional dari tungku blast terpadu. Kedua rute pengolahan baru akan reduksi langsung dari bijih besi (DRI) untuk memproduksi bahan baku, sebagai alternatif untuk memo, untuk Electric Arc Furnace (EAF), dan proses peleburan langsung. Proses pengurangan peleburan tidak memerlukan penggunaan batubara atau kokas besi scrap, melainkan dapat menggunakan bijih besi atau DRI dan termal batubara langsung. Sejumlah Direct Smelting proses untuk produksi langsung logam panas dari bijih besi atau DRI sedang dikembangkan di seluruh dunia. Hal ini didorong oleh keinginan untuk: * Kemampuan untuk memanfaatkan lebih murah dan bahan baku yang lebih berlimpah seperti bijih bara dan non-diaglomerasi non-coking, * Ukuran tanaman yang lebih kecil dan ekonomi, * Biaya modal berkurang dan masalah lingkungan melalui penghapusan oven kokas dan sinter / tanaman pelet. Manfaat adalah: * Logam panas yang kompetitif, * Fleksibilitas operasi, dan * Produk dapat diberi makan ke EAF untuk pembuatan baja. Logam yang dihasilkan dari proses tersebut merupakan produk kelas premium yang memiliki nilai tinggi di gunakan untuk sebuah perusahaan baja EAF dibandingkan dengan bahan DRI alternatif. Pada tahap ini proses peleburan hanya langsung yang beroperasi komersial adalah proses COREX dengan tanaman yang beroperasi di Afrika Selatan, Korea, India dan Amerika Serikat. Proses COREX adalah proses dua tahap. Pada langkah pertama bijih besi berkurang dalam tungku shaft. Pada langkah kedua bijih besi berkurang dilebur dalam gasifier melter menggunakan energi yang dihasilkan dari gasifikasi (dan pembakaran parsial) batubara. Mengurangi gas yang dihasilkan dalam tahap kedua digunakan dalam tungku poros. Batubara yang digunakan dalam proses COREX harus memberikan panas untuk devolatilisasi dari batubara, gasifikasi dari char dan mencairnya besi berkurang dari poros reduksi. Hal ini juga harus menyediakan gas cukup untuk poros pengurangan untuk mengurangi umpan bijih besi. Batubara paling cocok untuk digunakan dengan proses COREX memiliki udara yang kering tetap kadar karbon 55-70%. Banyak batubara dari Cekungan Bowen di Queensland yang cocok untuk proses COREX dan beberapa tambang saat ini menyediakan tanaman POSCO di Korea. Hal ini untuk memastikan aliran gas baik dalam gasifier melter dan mengurangi carry over batubara dan / atau char. Jumlah batubara halus (minus 5 mm materi) yang diumpankan ke proses COREX harus diminimalkan. Oleh karena itu semua bara harus berukuran atau diaglomerasi sebelum digunakan. Ada banyak alternatif untuk mencapai kadar minimum denda tergantung pada fasilitas di pelabuhan muat pelabuhan, debit dan COREX tanaman . Fleksibilitas dari terminal ekspor batubara Queensland memungkinkan ukuran dan pencampuran batubara di pelabuhan muat untuk memenuhi kebutuhan operator COREX . http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/212063136.pdf

http://geowana.wordpress.com/page/2/ http://geowana.wordpress.com/2008/11/ http://www.mesin-janabadra.co.cc/2009/09/proses-pengolahan-baja.html http://blog.sivitas.lipi.go.id/blog.cgi?isiblog&1136659596&&&1036008802&&1256510866&adil001 http://mas-maryanto.blogspot.com/2009/02/baja-kandungan-teknik-pembuatannya.html http://community.gunadarma.ac.id/blog/view/id_8387/title_teknik-material/ http://geowana.wordpress.com/2008/11/ http://geowana.wordpress.com/page/2/

Anda mungkin juga menyukai