Anda di halaman 1dari 15

KEARIFAN LOKAL PADA BEBERAPA TRADISI KEJAWEN MASYARAKAT JAWA

BAB I PENDAHULUAN
Masyarakat Jawa adalah masyarakat yang mendiami sebagian besar wilayah di pulau Jawa terutama daerah yang sekarang termasuk wilayah administratif Provinsi Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur. Pada umumnya karakteristik dari masyarakat Jawa adalah menggunakan bahasa daerah yaitu bahasa jawa sebagai bahasa keseharian meskipun kini sudah banyak yang meninggalkannya terutama masyarakat usia produktif, masyarakat perkotaan, masyarakat modern, serta mereka yang merantau di luar daerah yang disebutkan di atas. Selain itu, karakteristik masyarakat Jawa yang telah lama ditinggalkan adalah melakukan beberapa upacara-upacara tradisional dan kebiasaan-kebiasaan tertentu seperti melakukan upacara selapanan (35 hari) untuk memeringati bayi yang baru lahir, melakukan kegiatan puasa semedi (puasa disertai semedi), serta penyelenggaraan pentas wayang kulit semalam suntuk sudah mulai ditinggalkan dengan berbagai alasan, di antaranya karena keagamaan, pengaruh modernisasi, serta adanya rasa bosan terhadap beberapa tradisi tersebut. Menurut buku Konyolnya Orang Jawa karya Budiono Herusatoto, upaya untuk memertahankan identitas budaya Jawa dari kepunahan telah dilaksanakan dengan mengembalikan pelajaran bahasa Jawa sebagai pelajaran wajib yang diajarkan di tingkat SMA pada tahun 2006 bertepatan dengan diselenggarakannya Konggres Bahasa Jawa IV 2006 di Semarang. Upaya ini didasarkan pada pernyataan UNESCO pada 21 Februari 2004 yang menyatakan setiap tahun telah terjadi pengurangan atau lenyapnya salah satu bahasa etnis lokal yang diakibatkan oleh demikian pesatnya laju arus globalisasi melanda ke seluruh negeri di dunia ini. Meskipun beberapa unsur budaya Jawa, salah satunya bahasa Jawa, masih tepelihara dengan baik, namun banyak pihak merasa khawatir bahwa bahasa Jawa sebagai salah satu unsur pembentuk kebudayaan Jawa akan punah karena tidak ada yang mewariskan untuk dituturkan kepada keturunan yang selanjutnya akibat pengaruh globalisasi. Salah satu unsur lain yang menjadi ciri khas budaya Jawa adalah Kejawen. Menurut Wikipedia bahasa Indonesia Kejawen berasal dari kata Jawa sebagai kata benda yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu segala yang berhubungan dengan adat dan kepercayaan Jawa (Kejawaan) walaupun demikian ada pula yang beranggapan bahwa kejawen sendiri adalah agama yang dianut masyarakat suku Jawa pada era modern yang berbeda dari agama yang biasanya dianut, yaitu agama-agama Abrahamic atau agama surga (Islam dan aliran-alirannya serta Kristen dan aliran-alirannya). Untuk pembahasan dalam tugas kearifan lokal ini, saya akan mencoba membahas tentang beberapa kearifan lokal yang terkandung dalam unsur-unsur kejawen sebagai salah satu kebudayaan Jawa yang masih dibawa hingga saat ini.

TUGAS UAS KEARIFAN LOKAL DAN SUCCESS SKILL EDO WIDI VIRGIAN (09/284539/TK/35365)

KEARIFAN LOKAL PADA BEBERAPA TRADISI KEJAWEN MASYARAKAT JAWA

BAB II MAKSUD DAN TUJUAN


Maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengangkat kembali beberapa nilainilai yang terkandung pada beberapa unsur kebudayaan Jawa terutama kejawen sebagai salah satu bentuk kebudayaan Jawa. Pada era modern sekarang ini, banyak nilai-nilai yang berasal dari era sebelumnya terutama nilainilai kebudayaan tradisional yang terkandung dalam beberapa tradisi. Ada yang beranggapan bahwa nilainilai tersebut tidak relevan karena adanya ketidak logisan atau irrasional, ada pula yang beranggapan jika masih menggunakan nilai-nilai tradisional tersebut maka kita dianggap masih ketinggalan zaman atau menolak pembaruan dan ada pula yang bersikap acuh tak acuh atau cencerung cuek. Hal ini mengakibatkan banyaknya terjadi fenomena yang diungkapkan dalam ungkapan Wong jawa kang dudu jawa atau Orang jawa yang bukan jawa dan Wong jawa kang wus ora jawa atau Orang jawa yang sudah tidak berbudaya jawa. Padahal jika kita mau belajar hampir semua nilai-nilai modern mengandung bahkan terinspirasi dari nilai-nilai tradisional yang pada akhirnya dimodifikasi oleh masyarakat sendiri. Begitu pula dengan nilai-nilai yang terkandung dalam kejawen. Meskipun banyak yang mengganggap bahwa kejawen berkaitan dengan ritual-ritual mistis dan bersifat klenik, namun ada beberapa nilai-nilai kearifan yang dapat diambil dari tradisi kejawen tersebut. Sehingga beberapa masalah yang sekarang tengah terjadi di masyarakat dapat dicari penyelesaian yang bersifat kearifan lokal sehingga memberi keuntungan tambahan yaitu menjadikan unsur-unsur kebudayaan kita sebagai media pembelajaran yang positif sehingga dapat menjadi dasar pembangunan berbasis karakter lokal. Dengan ditulisnya essay berupa makalah ini diharapkan pembaca dapat membuka cakrawala pemikirannya tentang kejawen dan tradisi yang berhubungan.

TUGAS UAS KEARIFAN LOKAL DAN SUCCESS SKILL EDO WIDI VIRGIAN (09/284539/TK/35365)

KEARIFAN LOKAL PADA BEBERAPA TRADISI KEJAWEN MASYARAKAT JAWA

BAB III PEMBAHASAN


Masyarakat adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi yang terjadi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Umumnya, interaksi yang berlangsung dalam masyarakat terjadi dalam jangka waktu tertentu dan dalam lokasi tertentu. Pada kasus masyarakat Jawa, individu-individu yang dimaksud adalah mereka yang merupakan masyarakat suku Jawa yang telah mendiami kawasan di pulau Jawa selama beberapa kurun waktu tertentu. Menurut beberapa antropolog, asal mula individu suku Jawa kemungkinan berasal dari imigran yang berasal dari daerah Pegunungan Tinggi Yunan, Cina. Mereka bermigrasi dari daerah asal menggunakan kapal atau perahu kemudian terdampar di beberapa pulau atau daerah setelah mereka melakukan perjalanan jauh tanpa tujuan (wandering). Kemudian mereka menetap pada daerah atau wilayah dimana mereka terdampar. Hal itu yang mendorong alasan ditemukannya fosil beberapa manusia purba yang diperkirakan berusia sekitar 200.000 tahun lebih terutama di daerah Sangiran dan daerah aliran sungai Bengawan Solo yang ternyata hamper mirip atau menyerupai fosil yang juga ditemukan di China. Selain itu, ada juga yang beranggapan bahwa orang Jawa berasal dari daerah kepulauan Formosa (Taiwan) yang bermigrasi melalui lautan melalui daerah yang kini disebut Filipina dan terdampar di pulau yang kini disebut pulau Jawa. Kemungkinan dari semua migrasi tersebut terjadi pada tahun 1.500-1.000 sebelum masehi. Dengan selisih waktu yang sangat lama jika dibandingkan dengan waktu kita hidup sekarang ini, kemungkinan banyak terjadi perubahan baik dalam perubahan sosial maupun perubahan budaya dalam dinamika masyarakat Jawa sendiri terutama pada era yang sekarang sering disebut era modern ini. Menurut buku Konyolnya Orang Jawa karya Budiono Herusatoto terdapat tiga macam pemikiran yang berputar dalam satu siklus lingkaran dengan arah berlawanan arah jarum jam yaitu: pemikiran modernisme, tradisionalisme, dan posmodernisme. Pemikiran modernisme sendiri adalah pemikiran yang berdasarkan akal atau rasio dan menurut Descartes ,sebagai salah satu tokoh pemikiran modern, adalah kesadaran akal sehingga akal berperan penting dalam memahami kesatuan kenyataan maupun dalam mencapai kebenaran universal. Pemikiran tradisionalisme sendiri adalah model pemikiran yang menurut penganut pemikir modern adalah pemikiran yang tidak masuk akal, irrasional dan tidak empiris atau tidak objektif. Sedangkan pemikiran posmodernisme adalah pola pemikiran baru yang bersifat mengkritisi pola pemikiran lama atau pemikiran sebelumnya yaitu pemikiran modern. Salah satu bentuk kebudayaan yang dilahirkan dengan periode waktu yang lama adalah pemikiran filosofis atau filsafat. Menurut Wikipedia, filsafat adalah suatu studi atau pembelajaran tentang hal-hal dasar dan umum. Dalam hubungannya dengan kebudayaan Jawa terutama dengan kejawen, banyak halhal sederhana terutama hal-hal yang berkaitan tentang kehidupan terkandung di dalam filsafat-filsafat kejawen. Pembahasannya akan dibahas pada paragraf selanjutnya.

TUGAS UAS KEARIFAN LOKAL DAN SUCCESS SKILL EDO WIDI VIRGIAN (09/284539/TK/35365)

KEARIFAN LOKAL PADA BEBERAPA TRADISI KEJAWEN MASYARAKAT JAWA

Banyak hal-hal yang menjadi materi pembahasan dari filsafat kejawen. Dalam buku Butir-Butir Budaya Jawa terbitan PT. Citra Lamtoro Gung Persada tahun 1987, filsafat Jawa yang sering dihubungkan dengan kejawen dibagi menjadi dua bagian yaitu pituduh (perintah/petuah/nasehat) dan wewaler (larangan). Masing-masing bagian tersebut terdapat enam subbab yaitu: KeTuhanan Yang Maha Esa, Kerohanian, Kemanusiaan, Kebangsaan, Kekeluargaan, dan Kebendaan. Pembagian pada subbab tersebut didasarkan pada hal-hal yang sangat berkaitan dengan keseharian hidup terutama keseharian hidup KeTuhanan Yang Maha Esa melambangkan bahwa pada dasarnya tradisi Jawa mengakui adanya sang pencipta sebagai sosok yang paling agung dalam dimensi ini, Kerohanian berarti tradisi jawa mengakui adanya roh atau batin yang menggerakkan badan atau raga, kemanusiaan lebih berkaitan dengan bagaimana kita berhubungan dengan sesame, kebangsaan berkaitan dengan bagaimana kita sebagai individu memandang masalah sosial yang lebih besar, kekeluargaan berkaitan dengan bagaimana kita membina lingkungan sosialpaling kecil yaitu keluarga dan kebendaan lebih berkaitan dengan bagaimana kita menjaga nafsu dan hasrat akan hal-hal bersifat kebendaan atau harta. Pada bagian KeTuhanan Yang Maha Esa terkandung 42 pituduh atau bimbingan. Pada bagian pertama tertulis Pangeran iku siji, ana ing ngendi papan, langgeng, sing nganakake jagad iki saisine, dadi sesembahane wong saalam kabeh, nganggo carane dhewe-dhewe atau jika diterjemahkan Tuhan itu satu, ada di mana-mana, abadi, pencipta alam seisinya, dan menjadi sesembahan manusia sejagad raya, dengan memakai tata caranya masing-masing. Butir ini jelas mengakui bahwa kebudayaan Jawa mengakui adanya eksistensi dan sifat abadi yang dimiliki oleh Sang Pencipta dan menghargai adanya perbedaan keyakinan dan agama. Tetapi bagian ini tidak dapat disamakan dengan kalimat sedoyo agami sami mawon atau semua agama sama saja sebab kalimat tersebung mengandung arti untuk menyamakan satu agama dengan yang lain sehingga terkadang menimbulkan kerancuan. Maksud dari filsafat tersebut adalah semua agama pada dasarnya mengajarkan satu hal : kebaikan atau kebajikan. Selain itu terdapat satu pituduh yang sangat dalam berbunyi Pangeran iku adoh tanpa wangenan, cedhak tanpa senggolan atau Tuhan itu jauh tanpa ada batasnya, dan dekat sekali tapi tidak dapat bersentuhan. Kalimat ini membuktikan bahwa filsafat Jawa mengakui akan keabadian dan kekekalan dari Sang Pencipta sendiri dengan metode pendekatan pada kehidupan sehari-hari yaitu kedekatan hubungan antara Sang Pencipta yang juga bersifat tidak terlihat dengan ciptaanNya yang sering merindukan sosok sang Pencipta. Selanjutnya ada pituduh Pangeran iku kuwasa tanpa piranti, akarya alam saisine, kang katon lan kang ora kasat mata atau Tuhan itu berkuasa tanpa menggunakan alat apa pun; pencipta alam seisinya, baik yang tampak maupun yang tidak tampak. Filosofi yang terkandung pada kalimat ini menunjukkan bahwa Sang Pencipta mempunyai kedudukan yang lebih tinggi terhadap ciptaanNya, termasuk mereka masyarakat kelas pekerja yang sering menggunakan alat (piranti) dalam kehidupan kesehariannya. Selain itu pituduh ini juga mengandung makna bahwa Sang Pencipta juga memiliki sifat Maha Melihat dan Maha Mengetahui Segalanya.

TUGAS UAS KEARIFAN LOKAL DAN SUCCESS SKILL EDO WIDI VIRGIAN (09/284539/TK/35365)

KEARIFAN LOKAL PADA BEBERAPA TRADISI KEJAWEN MASYARAKAT JAWA

Ada pula pituduh Beda-beda pandumaning dumadi atau Berbeda-beda pemberian Tuhan kepada ciptaanNya yang dapat disimpulkan sebagai perwujudan lain dari Bhinneka Tunggal Ika namun dalam konteks yang lebih religious sekaligus membuktikan bahwa pada zaman dahulu masyarakat suku Jawa telah melihat berbagai macam perbedaan baik itu perbedaan fisik maupun perbedaan non fisik. Ada juga Pasrah marang Pangeran iku ora ateges ora gelem nyambut gawe, nanging percaya yen Pangeran iku Maha Kuwasa. Dene kasil orane apa kang kita tuju kuwi saka karsaning Pangeran atau Menyerahkan diri kepada Tuhan bukan berarti tidak mau bekerja, melainkan percaya bahwa Tuhan itu Mahakuasa. Sedang berhasil tidaknya apa yang kita lakukan adalah atas kehendak Tuhan. Ini menyimbolkan pituduh ini terdapat kepasrahan yang mendalam terhadap Sang Pencipta atas semua masalah yang dialami dalam keseharian sehingga diharapkan oara oembaca untuk selalu ingat dan pasrah terhadapNya. Adapun pituduh Ing donya iki ana rong warna sing diaranai bener, yakuwi bener mungguhing Pangeran lan bener saka kang lagi kuwasa atau Di dunia ini ada dua macam kebenaran, yaitu benar di hadapan Tuhan dan benar di hadapan yang sedang berkuasa. Kalimat ini membuktikan pada kenyataannya kehidupan masyarakat Jawa dahulunya sudah mengetahui adanya dualisme pada sifat manusia Jawa sendiri terutama di depan khalayak umum khususnya dalam pengadilan. Namun pituduh ini segera dibantah dengan pituduh Bener saka kang lagi kuwasa iku uga ana rong warna, yakuwi kang cocog karo benering Pangeran lang kang ora cocog karo benering Pangeran atau Benar di hadapan yang sedang berkuasa juga ada dua macam, yaitu yang sesuai dengan kebenaran dari Tuhan dan yang tidak sesuai dengan kebenaran Tuhan. Ini berarti kebenaran yang kita ungkapkan di depan khayalak umum sendiri juga memiliki tanggung jawab di hadapanNya. Ini juga diperkuat pituduh Yen cocog karo benering Pangeran iku ateges bathara ngejawantah, nanging yen ora cocog karo benering Pangeran iku ateges titisaning brahala atau Kalau sesuai dengan kebenaran dari Tuhan, itu berarti bathara mengejawantah (dewa yang menjelma), tapi kalau tidak cocok dengan kebenaran dari Tuhan, itu berarti penjelmaan berhala. Yang dimaksudkan berhala di sini adalah segala sesuatu yang menyebabkan kita melupakan sosok Sang Pencipta sebagai sosok yang menguasai segalanya. Dan, terdapat satu pituduh Pangeran iku ora sare atau Tuhan itu tidak tidur. Sebuah pituduh sederhana yang terkenal dan menjadi pituduh paling umum yang sering diajarkan karena pada pituduh ini mempunyai sifat menyadarkan sekaligus menyindir. Menyadarkan berarti bahwa di saat kita sedang mengalami saat-saat terburuk, Dia akan selalu ada untuk menolong. Menyindir bahwa pituduh tersebut ditujukan sebenarnya kepada orang-orang yang percaya akan adanya Sang Pencipta namun masih tidak mau melakukan kegiatan dan hanya sekedar menunggu dengan tidur atau bermalas-malasan. Pada bagian Kerohanian terdapat 25 pituduh. Pada pituduh pertama tertulis Dumadining sira iku lantaran anane bapa biyungira atau Terjadinya dirimu itu melalui adanya ibu-bapakmu. Pituduh ini jelas mewakili seluruh sifat universal semua kearifan lokal dan agama yang ada di dunia.

TUGAS UAS KEARIFAN LOKAL DAN SUCCESS SKILL EDO WIDI VIRGIAN (09/284539/TK/35365)

KEARIFAN LOKAL PADA BEBERAPA TRADISI KEJAWEN MASYARAKAT JAWA

Kemudian terdapat suatu pituduh berbunyi Manungsa iku kanggonan sipating Pangeran atau Manusia itu memiliki sifat Tuhan. Hal ini membuktikan bahwa filsafat Jawa merupakan salah satu filsafat tertinggi di dunia yang mengakui adanya sifat-sifat Ilahi yang ada di dalam jiwa manusia yang kemungkinan tidak tampak akibat perbuatan-perbuatan manusia sendiri. Ini diperkuat pituduh Ketemu Gusti iku lamun sira tansah eling atau Pertemuan dengan Tuhan terjadi bila dirimu selalu ingat kepadaNya yang juga mengimplikasikan kita sebagai manusia wajib untuk melakukan suatu ritual yang menandakan kerinduan kita kepada sang Pencipta karena ada pituduh Gusti iku dumunung ana atining manungsa kang becik, mula iku diarani Gusti ku bagusing ati atau Tuhan itu berada dalam hati manusia yang suci, karenanya Tuhan disebut pula sebagai hati yang suci. Untuk pituduh tentang kehidupan terdapat pituduh Cakra manggilingan atau juga dikenal sebagai hidup itu bagaikan roda yang terus berputar. Filsafat terkenal ini jelas berarti bahwa kehidupan itu akan terus mengalami siklus untuk setiap individu yang menjalaninya karena juga ada pituduh Jaman iku owah gingsir atau Jaman itu serba berubah. Ada pula pituduh Kahanan donya ora langgeng, mula aja ngegungake kesugihan lan drajatira, awit samangsa ana wolak-waliking jaman ora ngisin-isini atau Keadaan di dunia ini tidak abadi, oleh karena itu jangan mengagung-agungkan kekayaan dan derajatmu, sebab bila sewaktu-waktu terjadi perubahan keadaan Anda tidak akan menderita aib. Pituduh ini mewajibkan kita untuk selalu merendah diri terhadap apa yang telah kita raih di dunia ini. Pituduh tersebut juga diperkuat Kahanan kang ana iki ora suwe mesti ngalami owah gingsir, mula aja lali marang sapadha-padhaning tumitah atau Keadaan yang ada ini tidak lama pasti mengalami perubahan, oleh karena itu jangan melupakan sesame hidup yang berarti kita wajib untuk mengembangkan kepedulian sosial kita kepada masyarakat. Pada bagian Kemanusiaan dimana terdapat 174 pituduh dibuka dengan pituduh Rame ing gawe sepi ing pamrih, memayu hayuning bawana atau Banyak bekerja, tanpa menuntut balas jasa, menyelamatkan kesejahteraan dunia. Falsafah ini tidak hanya dikenal sebagai pituduh saja tetapi juga digunakan sebagai paribasan (peribahasa) yang sangat dikenal dalam pelajaran bahasa Jawa. Filosofi dari pituduh ini adalah mengajak kita untuk bekerja dengan tulus dengan memikirkan imbalan (upah) saat pekerjaan kita sudah selesai dan juga memikirkan kesejahteraan masyarakat atau komunitas di sekitar kita. Selain itu, ada pituduh lain yang berhubungan dengan pekerjaan (karya) yaitu Manungsa sadrema nglakoni, kadya wayang upamane atau Manusia sekedar menjalani, diibaratkan laksana wayang. Pituduh ini mengajak kita untuk bekerja dengan inisiatif dan bukan sekedar bekerja layaknya seorang yang biasa disuruh-suruh (buruh). Ada pula pituduh Jer basuki mawa beya atau Kalau ingin selamat (berhasil) harus ada biayanya (pengorbanan). Pituduh yang juga dikenal sebagai slogan provinsi Jawa Timur ini menyadarkan pada kenyataan bahwa semua usaha yang dilakukan itu pada dasarnya butuh biaya atau pengorbanan yang jumlahnya tidak sedikit. Selain itu juga ada Ngudi laku utama kanthi sentosa ing budi atau Berusaha berbuat baik dengan budi yang sentosa. Pituduh ini mengajarkan untuk selalu berbuat baik dengan niat yang baik pula.

TUGAS UAS KEARIFAN LOKAL DAN SUCCESS SKILL EDO WIDI VIRGIAN (09/284539/TK/35365)

KEARIFAN LOKAL PADA BEBERAPA TRADISI KEJAWEN MASYARAKAT JAWA

Pada sisi yang menyentuh kepribadian seseorang terdapat pituduh Ngelmu kang nyata, karya reseping ati atau Pengetahuan yang benar membuat hati kita senang. Pituduh ini mengajarkan untuk senantiasa mempelajari sesuatu hal yang benar-benar kita sukai atau pituduh untuk menghargai adanya gairah ilmu (passion of knowledge). Selain itu Ati suci marganing rahayu atau Hati suci mengarah ke keselamatan juga merupakan pituduh yang mengajarkan kita untuk menjaga semua sikap dan tindakan dalam kehidupan. Selain itu juga ada Ala lan becik iku dumunung ana awake dhewe atau Baik dan Buruk ada pada diri kita sendiri. Dengan pituduh ini diharapkan kita tidak selalu menyalahkan orang lain untuk setiap hal-hal yang pernah kita lakukan tetapi selalu melihat pada diri sendiri (berkaca pada diri sendiri). Adapula pituduh Sing sapa lali marang kebecikaning liyan, iki kaya kewan atau Barang siapa lupa akan kebajikan orang lain itu seperti berwatak binatang. Mengingatkan kita untuk selalu berterima kasih kepada setiap orang yang telah menolong kita. Selain itu, ada pula pituduh yang member contoh tentang ciri-ciri yaitu Titikane aluhur, alusing solah tingkah budi bahasane lan legawaning ati, darbe sipat ber budi bawaleksana atau Ciri-ciri orang luhur, ialah tingkah laku dan budi bahasa yang halus, keikhlasan hati, dan setia berkorban, tanpa mendahulukan kepentingan pribadi. Untuk pengembangan diri, pituduh yang selaras adalah Ajining dhiri saka lathi dan budi atau Harga diri terletak pada mulut dan budi, Ngundhuh wohing pakarti atau Memetik hasil perbuatannya, Tentrem iku saranane urip aneng donya atau Ketentraman adalah sarana hidup di dunia, Yitna yuwana lena kena atau Siapa waspada akan selamat, yang lengah akan kena bahaya, Becik ketitik ala ketara atau Baik atau buruk akhirnya akan ketahuan juga, Tumrap wong lumuh lan kesed iku prasasat wisa, pangan kang ora bisa ajur iku kena diarani wisa, jalaran mung bakal nuwuhake lelara atau Orang yang malas dan tidak mau belajar itu sama dengan racun, makanan yang tidak dapat dicerna juga disebut racun, sebab hanya akan menimbulkan penyakit, Geni murub iku panase ngluwihi panase srengenge, ewa dene umpama ditikelake loro, isih kalah panas tinimbang guneme durjana atau Api yang menyala itu panasnya melebihi panasnya matahari, namun demikian walau dilipatkan dua umpamanya, ucapan seorang durjana masih juga lebih panas. Pada sisi kebangsaan terdapat 47 pituduh dan pituduh pertama tertulis Bangsa iku minangka sarana kuwating negara, mula aja nglirwakake kebangsanira pribadi, supaya kanugrahan bangsa kang handana warih atau Bangsa itu sebagai sarana untuk kuatnya suatu negara, oleh karena itu jangan mengabaikan rasa kebangsaanmu sendiri, agar memiliki bangsa yang berjiwa ksatria. Pituduh ini jelas menanamkan rasa kebangsaan, nasionalisme dan patriotisme dalam kehidupan kebangsaan. Selain itu, ada pituduh yang menjadi dasar atas wajibnya undang-undang bagi sebuah negara yaitu Negara iku ora guna lamun ora darbe angger-angger minangka pikukuhing negara kang adhedhasar idi kalbune menungsa salumahing negara kuwi atau Negara tidak akan berguna kalau tidak mempunyai undang-undang yang menjadi dasar kuatnya suatu negara, yang sesuai dengan isi jiwa seluruh bangsa itu. Ini diperkuat Desa mawa cara negara mawa tata atau Masing-masing desa dan masing-masing negara itu mempunyai tata cara sendiri-sendiri dan Pathoking negara iku dumunung ana anggeranggering negara atau Pedoman negara itu terletak pada undang-undang negara. Mengenai dasar negara kita atau Pancasila, sebenarnya Pancasila sendiri berawal dari pituduh Dhasaring negara iku ana lima, kapisan pasrah anane negara iki marang Kang Murbeng Dumadi.
TUGAS UAS KEARIFAN LOKAL DAN SUCCESS SKILL EDO WIDI VIRGIAN (09/284539/TK/35365) 7

KEARIFAN LOKAL PADA BEBERAPA TRADISI KEJAWEN MASYARAKAT JAWA

Kapindho precaya marang anane manungsa iki saka Kang Murbeng Dumadi. Kaping telu aja sira nglirwakake bangsanira pribadi. Kaping papat sira aja mung kepengin menang dhewe, mula prelu rerembugan amrih becike. Kaping lima kewajiban aweh sandhang kalawan pangan lan uga njaga katentreman lahir kelawan batin atau Dasar negara itu ada lima, pertama. pasrah adanya negara itu kepada Tuhan. Kedua, percaya bahwa manusia ini dari Tuhan adanya. Ketiga, jangan mengabaikan bangsamu sendiri. Keempat, engkau jangan ingin menang sendiri karena itu harus suka berunding bagaimana baiknya. Kelima, berkewajiban memberi sandang-pangan serta ketenteraman lahir-batin atau jika disusun urut menurut pancasila : KeTuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawarahan dan Perwakilan, serta Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Mengenai kepemimpinan, ada pituduh Ratu kang darbe watek ber budi bawa leksana, ambeg paramarta, kusuma rembesing madu, wijiling atapa, iku mesthi dipundhi-pundhi dening para kawula atau Penguasa yang berjiwa besar dan berhati mulia, ambeg paramarta, luhur lahir batin dan gemar prihatin, pasti dijunjung tinggi oleh rakyatnya. Pada pituduh ini terdapat poin-poin seperti darbe watek (berjiwa besar), budi bawa leksana (berhati mulia), ambeg paramarta (punya prioritas), kusuma rembesing madu (luhur lahir batin), wijiling atapa (gemar prihatin). Poin-poin seperti inilah yang menjadi syarat dasar bagi pemimpin yang akan memimpin Indonesia di masa depan nanti. Ini diperkuat pituduh Lamun sira darbe penguwasa aja sira luru aleman, jalaran iku mau bakal ketemu pituwase kang ora prayoga atau Kalau engkau menjadi penguasa janganlah hanya ingin dipujipuji saja, sebab hal yang demikian itu akibatnya tidak baik dan Ratu iku during mesthi kepenak uripe, lamun ora bisa ngawruhi kawulane atau Penguasa itu belum tentu enak hidupnya, kalau tidak mengetahui aspirasi rakyatnya. Pituduh-pituduh ini jelas menambahkan poin lain bahwa jika kita menjadi penguasa atau pemimpin hendaknya menghindari sifat manja berupa hanya ingin pujian saja. Sebab menjadi penguasa atau pemimpin itu butuh kemauan untuk menderita. Ada juga Yen wong becik kang kuwasa, kabeh kang ala didandani lamun kena, dene yen ora kena disingkirake, mundhak nulari (cuplak andheng-andheng) atau Kalau orang baik yang berkuasa, semua yang jelek kalau dapat diperbaiki, sedangkan kalau tidak dapat disingkirkan, agar tidak menular kejelekannya mengadung makna bahwa sebenarnya semua hal itu baik atau bagus namun karena suatu hal mereka menjadi jelek sehingga mereka perlu dikembalikan ke posisi sebelumnya, namun jikalau yang jelek tersebut menolak untuk dirubah maka lebih baik dia dibuang. Sebab pituduh di atas menjadi bukti penguat Lamun ana penguwasa asale saka wong ala, iku ora lawas bakal konangan alane, sebab kabeh mau wis kawaka saka tumindake penguwasa mau atau Jikalau ada penguasa yang berasal dari orang yang tidak baik, tidak lama pasti akan ketahuan jeleknya, sebab semua akan tampak dari tindakan penguasa itu. Juga terdapat pituduh yang berbunyi Kang becik iku lamun ngerti anane bebyaran agung, ing ngarsa asung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani atau Yang baik itu kalau mengerti akan hidup bermasyarakat dan bernegara, maka di depan memberi teladan, di tengah menjadi penggerak, di belakang memberi daya kekuatan. Pituduh yang kini bagiannya menjadi slogan Kementerian Pendidikan Nasional ini memberi contoh teladan kepemimpinan bahwa jika sang pemimpin harus berada di depan maka ia harus menjadi teladan untuk yang di belakang. Jika ia berada di tengah-tengah
TUGAS UAS KEARIFAN LOKAL DAN SUCCESS SKILL EDO WIDI VIRGIAN (09/284539/TK/35365) 8

KEARIFAN LOKAL PADA BEBERAPA TRADISI KEJAWEN MASYARAKAT JAWA

kerumunan yang dia pimpin maka dia harus menjadi penggerak kerumunan tersebut dari kondisi diam atau stagnan dan jika dia di belakang maka dia harus memberi daya atau semangat bagi mereka yang berada di depannya. Bagaimana dengan kondisi sosial di tengah negara? Ada pituduh Penguwasa iku kudu gawe tentrem para kawulane, marga yen ora mengkono bisa dadi kawula ngrebut negara atau Penguasa itu harus membuat tentram rakyatnya, kalau tidak dapat terjadi rakyatnya akan merebut kekuasaan dalam negara itu. Pituduh ini jelas memberi peringatan kepada para penguasa yang mungkin hanya bisa bersenang-senang menikmati jabatannya tanpa memikirkan tanggung jawabnya sebagai penguasa. Sebab, pada dasarnya rakyat membutuhkan penguasa yang bisa mengayomi dan membimbing bukan sekedar penguasa yang besar mulut saja. Mengenai kondisi darurat negara atau perang, sebenarnya filsafat Jawa sendiri memang mengajurkan untuk terjadinya perang. Ini dibuktikan dengan Perang iku becik lamun tujuwane nggayuh kamardikaning negara lan bangsane, lan perang iku ala lamun kanggo njarah-rayah darbeking liyan atau Perang itu baik kalau bertujuan untuk kemerdekaan negara dan bangsa, tetapi jelek kalau perang itu bertujuan merampas harta benda orang ataupun negara lain serta Sing sapa wedi perang iku padha karo wedi marang kasunyatan, jalaran perang iku uga kasunyatan. Yen ora ana perang babar pisan, iku pretandha ing tembe bakal ana perang gedhen atau Barang siapa takut akan adanya perang sama dengan takut terhadap kenyataan, sebab perang itu juga merupakan kenyataan . Jikalau tidak ada perang sama sekali, itu mengandung isyarat bahwa di kemudian hari bakal terjadi perang besar-besaran. Pada bagian Kekeluargaan yang terdiri dari 58 pitutur dimulai dengan pitutur Bapa biyung iku minangka lantaran urip ning ngalam donya atau Ibu bapak itu sebagai perantara hidup di dunia yang menunjukkan bahwa kedua orang tua adalah penuntun bagi anak-anaknya. Kemudian ada Golek jodho aja mung mburu endahing warna. Pala karma aja ngeceh-eceh bandha atau Mencari jodoh jangan hanya mengejar tampang yang cantik rupawan. Pernikahan jangan menghamburkan harta. Ada pula Sing sapa seneng urip tetanggan kelebu janma linuwih. Tangga iku perlu dicedhaki nanging aja ditresnani atau Barang siapa suka hidup bertetangga itu tergolong manusia yang arif. Tetangga itu perlu didekati akan tetapi jangan dicintai mempunyai makna tersirat untuk menghargai rumah tangga orang lain supaya menghindari tindakan perselingkuhan. Kemudian ada Marang garwa kang rujuk gedhon rukun sekarone atau Kepada suami atau istri harus saling rukun bersama-sama yang jelas menyarankan untuk hidup berumah tangga dengan harmonis. Hal ini diperkuat dengan pituduh Kulawarga iku aja digawe serik, jalaran mundhak ringkih adeging kulawarga atau Keluarga itu jangan dibikin sakit hati, sebab dapat menyebabkan lemahnya hidup kekeluargaan. Karena dengan membuat sakit hati pada salah satu anggota keluarga baik suami atau istri atau anak-anak akan meninggalkan bekas yang menjadi trauma di masa depan. Tentang hubungan mertua-menantu juga diatur dalam Maratuwa iku dadi lantarane rabi utawa lakinira atau Mertua itu sebagai lantaran adanya istri atau suamimu mengandung arti sebagai suami atau istri wajib juga menghormati mertua (Parent-In-Law). Juga diperkuat dengan Tresna marang mantu iku padha wae tresna marang putra, jalaran putu iku saka katresnane putra lan mantu atau Sayang

TUGAS UAS KEARIFAN LOKAL DAN SUCCESS SKILL EDO WIDI VIRGIAN (09/284539/TK/35365)

KEARIFAN LOKAL PADA BEBERAPA TRADISI KEJAWEN MASYARAKAT JAWA

terhadap menantu juga sama dengan sayang terhadap anaknya, sebab cucu itu lahir dari hasil percintaan anak dan menantu. Tentang Kebendaan yang terdapat 20 pitutur juga diatur dengan diawali pituduh Darbe bandha iku pratandha bisa nguwasani kahanan donya, mung wae udinen katentremen njaba-njero, lahir timbang kalawan batin atau Mempunyai harta benda itu tandanya dapat menguasai dunia, hanya saja usahakanlah ketentraman lahir-batin yaitu lahir seimbang dengan batin artinya kita memang mempunyai hak untuk memiliki harta tetapi kita juga menyeimbangkannya dengan urusan non harta sehingga tidak menjadi makhluk materialis. Ada pula pituduh Bandha kang resik iku bandha kang saka nyambut karya, lan saka pametu sejene kang ora ngrusakake liyan, dene bandha kang ora resik iku bandha colongan utawa saka nemu duweking liyan kang kawruhan sing duwe atau Harta yang bersih itu harta yang asalnya dari bekerja dan dari hasil lainnya yang tidak merugikan orang lain. Sedang harta yang tidak bersih itu harta curian atau menemu kepunyaan orang lain yang ketahuan oleh yang kehilangan mengandung arti bahwa sudah sewajarnya kita harus bangga bisa hidup dengan hasil kerja dan usaha sendiri yang tidak merugikan orang lain termasuk tidak diambil dari hasil korupsi dan suap atau sogokan. Kemudian juga ada pituduh Kadonyan kang ala iku ateges mung ngangsa-angsa golek bandha donya, ora mikirake kiwa-tengene, uga ora mikirake kahanan baatin atau Keduniaan yang tidak baik itu yang berarti hanya mengejar-ngejar harta benda saja, tidak memikirkan kiri-kanannya serta tidak memikirkan keadaan batin. Maksud dari pituduh ini mengingatkan bahwa tidak selamanya kegiatan keduniawian (hedonisme) itu selalu melupakan kondisi sekitar kita yang mungkin memiliki kondisi yang berbeda dan juga mengingatkan kita bahwa kita tidak selamanya hidup itu harus bersenang-senang atau memikirkan hal-hal duniawi. Juga terdapat pituduh Golek bandha iku sing samadya wae, udinen katentreman njaba-njero atau Mencari kekayaan itu secukupnya saja, usahakan ketentraman lahir-batin. Pituduh ini jelas menyarankan kita untuk menjadi makhluk yang tidak terlalu tamak dalam mengerjar harta atau mengerti akan batasan dalam mengejar harta karena juga ada pituduh Bandha iku dadi kanca lan uga dadi mungsuh atau Harta benda itu menjadi teman dan juga menjadi musuh yang juga dikuatkan Bandha iku anane aneng donya, mula yen mati ora digawa atau Harta benda itu adanya di dunia, karenanya kalau meninggal tidak dibawa. Yang selanjutnya dibahas adalah wewelar. Mengenai wewelar atau larangan, tiap-tiap poin memiliki wewelar yang menjadi ciri-ciri dari masing-masing poin. Alasan pemilihian satu poin satu wewelar dikarenakan wewelar tersebut selain relevan juga karena wewelar tersebut menjadi inti penting dari setiap poin. Untuk poin KeTuhanan memiliki wewelar Aja andhisiki kersa atau Jangan mendahului kehendak Tuhan yang berarti kita tetap memiliki sifat menghargai Tuhan sebagai pengatur segalanya. Untuk poin Kerohanian Aja lali saben ari eling marang Pangeranira, jalaran sejatine sira iku tansah katunggon Pangeranira atau Jangan lupa setiap hari ingat kepada Tuhan, sebab hakikatnya engkau itu selalu dijaga oleh Tuhanmu.
TUGAS UAS KEARIFAN LOKAL DAN SUCCESS SKILL EDO WIDI VIRGIAN (09/284539/TK/35365)

10

KEARIFAN LOKAL PADA BEBERAPA TRADISI KEJAWEN MASYARAKAT JAWA

Untuk Poin Kemanusiaan ada wewelar Aja lali marang kebecikaning liyan atau Jangan lupa akan kebaikan orang lain. Untuk poin kebangsaan Aja seneng yen lagi darbe penguwasa, serik yen lagi ora darbe penguwasa, jalaran kuwi bakal ana bebendune dhewe-dhewe atau Jangan hanya senang kalau sedang mempunyai kekuasaan, sakit hati kalau sedang tidak mempunyai kekuasaan, sebab hal itu akan ada akibatnya sendiri-sendiri. Untuk kekeluargaan Aja mung rumangsa bisa, nanging ora bisa rumangsa atau Jangan hanya merasa pandai tapi tidak pandai merasa. Untuk poin kebendaan Aja sira mung seneng lelaku kanggo golek drajat lan pangkat wae, jalaran bisa mlesedake sira pribadi atau Jangan hanya menjalani tapa brata untuk mencari drajat dan pangkat, sebab dapat menggelincirkan dirimu sendiri.

BAB IV KESIMPULAN
1. Filsafat kejawen terbentuk dalam kurun waktu yang sangat lama. Oleh karena itu banyak pembahasan yang dibahas dalam filsafat tersebut.

TUGAS UAS KEARIFAN LOKAL DAN SUCCESS SKILL EDO WIDI VIRGIAN (09/284539/TK/35365)

11

KEARIFAN LOKAL PADA BEBERAPA TRADISI KEJAWEN MASYARAKAT JAWA

2. Banyak pitutur yang mengalami pergeseran atau maksud di kemudian hari karena terjadi kesalahan pemahaman. 3. Banyak pitutur yang memiliki nilai-nilai yang sejalan dengan beberapa nilai-nilai yang sudah ada termasuk nilai-nilai agama. 4. Nilai-nilai kejawen tidak hanya berkaitan dengan urusan jiwa atau spiritualitas tetapi juga urusan raga.

BAB V MANFAAT DAN FUNGSI


Manfaat dan fungsi dari essay makalah ini adalah =

TUGAS UAS KEARIFAN LOKAL DAN SUCCESS SKILL EDO WIDI VIRGIAN (09/284539/TK/35365)

12

KEARIFAN LOKAL PADA BEBERAPA TRADISI KEJAWEN MASYARAKAT JAWA

1. Menyadarkan kembali banyak nilai-nilai yang terkandung dalam kebudayaan Jawa terutama kejawen yang selaras dengan nilai-nilai beberapa agama dan kehidupan modern. 2. Mengubah paradigma terhadap nilai-nilai kejawen yang tak selalu berkaitan dengan hal-hal mistis dan klenik. 3. Menjabarkan kembali apa itu nilai-nilai yang dianggap nilai-nilai Jawa dan menjelaskannya secara ilmiah sehingga dapat mengubah pola piker yang ada di tengah masyarakat. 4. Menjadi inspirasi untuk memotivasi masyarakat dan lingkungan. 5. Menjadi semacam shock therapy untuk mereka yang masih terperangkap dalam pola pikir sempit terhadap nilai-nilai kejawen. 6. Menjadi dasar bagi pembangunan berbasis karakter lokal (local character development)

LAMPIRAN GAMBAR

TUGAS UAS KEARIFAN LOKAL DAN SUCCESS SKILL EDO WIDI VIRGIAN (09/284539/TK/35365)

13

KEARIFAN LOKAL PADA BEBERAPA TRADISI KEJAWEN MASYARAKAT JAWA

Gambar 1: TOGOG. Tokoh Pewayangan Jawa yang menjadi simbol sikap konyol, ketidakwarasan dan ketidakbijaksanaan.

Gambar 2: SEMAR, tokoh pewayangan Jawa yang menjadi simbol kebajikan, kebijaksanaan, dan kearifan. Merupakan antipasti dari tokoh Togog.

TUGAS UAS KEARIFAN LOKAL DAN SUCCESS SKILL EDO WIDI VIRGIAN (09/284539/TK/35365)

14

KEARIFAN LOKAL PADA BEBERAPA TRADISI KEJAWEN MASYARAKAT JAWA

Gambar 3: Gunungan. Gunungan merupakan simbol dari gunung yang menggambarkan bahwa tanah Jawa memiliki banyak sekali gunung yang dikeramatkan. Gunungan sendiri juga merupakan perwujudan lain dari keTuhanan.

TUGAS UAS KEARIFAN LOKAL DAN SUCCESS SKILL EDO WIDI VIRGIAN (09/284539/TK/35365)

15

Anda mungkin juga menyukai