Anda di halaman 1dari 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Garis-Garis Besar Haluan Negara 1993 menegaskan bahwa titik berat pembangunan jangka panjang adalah pembangunan ekonomi seiring dengan pembangunan sumber daya manusia. Dengan demikian selain pembangunan ekonomi, peningkatan kualitas sumber daya manusia juga menjadi prioritas pembangunan. Salah satu upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah melalui pembangunan kesehatan. Upaya perbaikan kesehatan antara lain dilakukan melalui pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, penyehatan lingkungan pemukiman, perbaikan gizi, penyediaan air bersih, penyuluhan kesehatan serta pelayanan kesehatan ibu dan anak. Perbaikan gizi sebagai salah satu upaya perbaikan kesehatan ikut mempengaruhi peningkatan kualitas sumber daya manusia. Dengan demikian status gizi juga ikut mempengaruhi sumber daya manusia itu sendiri.2 Status gizi merupakan indikator yang sangat penting untuk menilai status kesehatan masyarakat. Dalam Indikator Indonesia Sehat 2010, status gizi merupakan salah satu indikator yang menggambarkan derajat kesehatan masyarakat. Status gizi sebagai salah satu indikator kesehatan masyarakat penting untuk dievaluasi secara periodik agar permasalahan gizi di masyarakat dapat terdeteksi secara cepat dan langkah-langkah pencegahan dan koreksi dapat dilakukan secara lebih dini.2 Status gizi seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti riwayat penyakit, gaya hidup (minum alkohol, merokok dan lainlain) dan lain sebagainya. Merokok menurut Sitepoe dalam Fazwani dan Atik 2005 adalah membakar tembakau kemudian dihisap asapnya baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa. Asap rokok yang dihisap itu mengandung 4000 jenis bahan kimia dengan berbagai jenis daya kerja terhadap tubuh. Beberapa bahan kimia yang terdapat dalam rokok mampu memberikan efek yang mengganggu

kesehatan, antara lain karbonmonoksida, nikotin, tar dan berbagai logam berat lainnya.3 Seseorang dikatakan perokok jika telah menghisap minimal 100 batang rokok. Menurut Departemen Kesehatan Dalam Gizi dan Promosi Masyarakat, Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki tingkat konsumsi rokok dan produksi rokok yang tinggi. Variasi produk dan harga rokok di Indonesia telah menyebabkan Indonesia menjadi salah satu produsen sekaligus konsumen rokok terbesar di dunia.4 Hasil analisis menunjukkan bahwa hasil prevalensi perokok secara nasional sekitar 27,7%. Prevalensi perokok ini khususnya laki-laki mengalami kenaikan menjadi 54,5%. Sedangkan pada perempuan sedikit menurun yaitu 2% pada tahun 1995 menjadi 1,2% pada tahun 2001.8 Angka kekerapan merokok di Indonesia juga tinggi yaitu 60%-70% pada laki laki di perkotaan dan 80%-90 % pada laki-laki pedesaan. Berdasarkan data WHO tahun 2002 di Indonesia menduduki urutan kelima terbanyak dalam konsumsi 215 miliar batang rokok.1 Dari survei secara nasional juga ditemukan bahwa laki-laki remaja banyak yang menjadi perokok dan hampir 2/3 dari kelompok umur produktif adalah perokok. Pada pria prevalensi perokok tertinggi adalah umur 25-29 tahun. Hal ini terjadi karena jumlah perokok pemula jauh lebih banyak dari perokok yang berhasil berhenti merokok dalam satu rentan populasi penduduk. Sebagian perokok mulai merokok pada umur < 20 tahun dan separuh dari laki-laki umur 40 tahun ke atas telah merokok tiga puluh tahun atau lebih, lebih dari perokok menghisap minimal 10 batang perhari, hampir 70% perokok di Indonesia mulai merokok sebelum mereka berusia 19 tahun.4 Dari sisi kesehatan, bahaya rokok sudah tidak terbantahkan lagi. Di samping WHO, lebih dari 70.000 artikel ilmiah membuktikan hal itu. Dampak bahaya rokok memang antik dan klasik, asap rokok merupakan penyebab berbagai penyakit. Dampaknya tidak instant, berbeda dengan minuman keras dan narkoba.21 Salah satu dampak rokok dilihat dari status gizi perokok itu sendiri.

Stavropoulus dkk, dalam penelitiannnya menyimpulkan bahwa perokok memiliki

BMI (Body Mass Index) lebih rendah secara signifikan dibandingkan dengan mantan perokok dan orang yang tidak pernah merokok. Jee, S.H dkk, dalam penelitiannya juga menuliskan bahwa BMI perokok di Jepang lebih rendah dibandingkan bukan perokok. Audi dkk dalam penelitiannya juga menyimpulkan hal serupa.9,22,23 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana hubungan perilaku merokok (merokok dan tidak merokok) dengan BMI (Body Mass Index) mahasiswa Universitas Tanjungpura 2. Apakah ada hubungan antara lamanya merokok dan jumlah rokok yang dikonsumsi dengan BMI (Body Mass Index)

1.3 Tujuan Tujuan dilakukannya penelitian ini ialah: 1. Mengetahui hubungan BMI (Body Mass Index) antara mahasiswa Universitas Tanjungpura perokok dan bukan perokok 2. Mengetahui hubungan lamanya merokok dengan BMI (Body Mass Index) 3. Mengetahui hubungan jumlah rokok dengan BMI (Body Mass Index)

1.4 Manfaat Manfaat dilakukannya penelitian ini ialah: 1. Bagi peneliti sendiri, penelitian ini sangat bermanfaat dalam menambah ilmu pengetahuan. 2. Bagi institusi pendidikan, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi penelitian sejenis di masa akan datang. 3. Bagi pemerintah, hasil ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dalam menyusun perencanaan program kesehatan terutama yang menyangkut tentang rokok, sehingga derajat kesehatan penduduknya lebih meningkat.

Anda mungkin juga menyukai