Anda di halaman 1dari 85

1

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Kesehatan merupakan suatu keadaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang sempurna. Dalam perjalnan hidup, masa remaja adalah suatu periode transisi yang memiliki rentang dari masa kanak kanak yang bebas dari tanggung jawab sampai mencapai tanggung jawab masa remaja. Batasan usia remaja adalah 10 sampai 20 tahun. (WHO,2002) Dalam periode ini terjadi perubahan yang sangat pesat dalam dimensi fisik, mental dan sosial. Masa remaja ini juga merupakan periode pencarian identitas diri, sehingga remaja sangat mudah terpengaruh oleh lingkungan. Umumnya proses pematangan fisik lebih cepat dari pematangan psikologisnya. Oleh karena itu sering terjadi ketidakseimbangan yang menyebabkan remaja sangat sensitif dan rawan terhadap stres. (Desti,2010). Tugas tugas perkembangan pada masa remaja yang disertai oleh berkembangnya kapasitas intelektual, stres dan harapan harapan baru yang dialami remaja membuat remaja mudah mengalami gangguan baik berupa gangguan pikiran, perasaan maupun gangguan perilaku.(IDAI,2008). Gangguan emosi dan gangguan perilaku sebagai akibat dari tekanan tekanan yang dialami remaja akibat perubahan fisik atau psikis, perubahan lingkungan sosial, kebimbangan mencari identitas diri, minat dalam pendidikan, minat seks dan perilaku seks atau mulai beradaptasi dengan lawan jenis, sehingga keadaan emosional pun sering mengalami ketidakseimbangan. (Yusuf,2004) . Masa remaja diawali dengan masa pubertas, yaitu masa terjadinya perubahan fisik meliputi penampilan fisik seperti bentuk tubuh dan fungsi fisiologis. Perubahan tubuh disertai dengan perkembangan bertahap dari karateristik seksual primer dan sekunder, misalnya pada remaja putri ditandai dengan menarche ( menstruasi pertama kali) (Kaplan,2002). Ciri khas kedewasaan wanita adalah menstruasi. Pada wanita siklus yang berulang di dalam aksis hipotalamus, hipofisis, dan ovarium menyebabkan pematangan dan pelepasan gamet dari ovarium untuk

persiapan uterus dalam kehamilan jika terjadi fertilisasi. Namun, jika tidak terjadi konsepsi, setiap siklus berakhir dengan perdarahan menstruasi (Heffener,2008) Stres merupakan suatu respons fisiologis, psikologis dan perilaku dari manusia yang mencoba untuk mengadaptasi dan mengatur baik tekanan internal dan eksternal (Sriarti,2008). Stres diketahui merupakan faktor etiologi dari banyak gangguan . Misalnya mengacaukan siklus menstruasi. Namun, hubungan antara stres dan siklus menstruasi ini sangat kompleks dan pemahaman kita mengenai hubungan ini masih sangat terbatas. Stres atau kecemasan dapat mengacaukan siklus menstruasi karena pusat stres di otak sangat dekat dengan pusat pengaturan siklus menstruasi di otak (Riani,2005) Stres dan kecemasan sebagai rangsangan melalui sistem saraf diteruskan ke susunan saraf pusat, yaitu sistem limbik, selanjutnya melalui saraf autonom (simpatis dan parasimpatis) akan diteruskan ke kelenjar kelenjar endokrin.(Sriarti,2008). Neuroendokrin menuju hipofisis melalui sistem prontal mengeluarkan gonadotropin dalam bentuk Folikel Stimulating Hormone (FSH) dan Leutinizing Hormone (LH) dan nantinya akan mempengaruhi terjadinya proses menstruasi (Sherwood,2001). Stres berkelanjutan dapat menyebabkan depresi, yaitu apabila sense of control atau kemampuan untuk mengatasi stres seseorang kurang baik (Desti,2010). Menstruasi adalah suatu proses alami seorang perempuan yaitu proses deskuamasi atau meluruhnya dinding rahim bagian dalam (endometrium) yang keluar melalui vagina bersamaan dengan darah (Wiknjosastro,2007). Siklus Menstruasi adalah jarak dimulainya menstruasi sampai menstruasi berikutnya (Sherwood,2001). Siklus menstruasi berkisar antara 21 35 hari (Wikbjosastro,2007). Hanya 10 15 % wanita yang memiliki siklus 28 hari dan lebih dari 35 hari. Jarak antara siklus yang paling panjang biasanya terjadi sesaat setelah menarche dan sesaat sebelum menopause (Baso,1999). Beberapa studi, menyatakan bahwa prevalensi pada populasi wanita usia 18-55 tahun mengalami gangguan dengan menstruasinya dan juga dari hasil penelitian pelajar lebih sering menunjukkan variasi menstruasi yang bermasalah, seperti menstruasi tidak teratur. Siklus menstruasi yang abnormal

berhubungan dengan stres psikologi (Nepomnaschy, 2007), dan dari hasil penelitian beberapa studi juga menjelaskan bahwa sewaktu stres terjadi aktivasi aksis hipotalamus-pituitari-adrenal bersama-sama dengan sistem saraf autonom yang menyebabkan beberapa perubahan, diantaranya pada sistem reproduksi yakni siklus menstruasi yang abnormal (Nevid,2005; Pinel, 2009; Carlson,

2005; Sriarti, 2008). Dari data beberapa hasil studi dikatakan bahwa pelajar
perawat di Kusyu University dilaporkan sebanyak 34% mengalami menstruasi tidak teratur akibat stress (Onimura dan Yamaguchi, 1996), penelitian di

Jepang, terdapat 63% pelajar mahasiswi mengalami menstruasi tidak teratur (Yamamoto dkk, 2009). Pada remaja suka mengeluh tentang sekolah, misalkan kegiatan belajar, banyaknya tugas tugas, ketakutan menghadapi ujian akhir juga minat terhadap pendidikan jenjang yang lebih tinggi untuk meraihnya dan lain lainnya dapat berpengaruh terhadap siklus menstruasi. Stres dapat menyebabkan terjadinya penekanan pada hormon dan dapat menyebabkan kegagalan ovulasi pada wanita sehingga terjadinya menstruasi (Desti,2010). Faktor yang mempengaruhi ketidakteraturan siklus menstruasi dapat dipengaruhi oleh gaya hidup, gizi, usia dan faktor stres. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan timbul pemikiran untuk mengetahui lebih lanjut dan peniliti tertarik untuk membuktikan kebenaran hasil penelitian-penelitian tersebut di kalangan remaja kelas XII di SMAN 64 Jakarta. Sebelumnya sudah ada beberapa penelitian serupa, tetapi perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah subyek penelitian dan waktu penelitian

I. 2.

Perumusan Masalah Berdasarkan alasan pemilihan judul permasalahan yang diambil dalam penelitian ini adalah Adakah hubungan tingkat stres terhadap siklus menstruasi pada remaja kelas XII di SMAN 64 Jakarta ?

I. 3.

Tujuan Penelitian

I. 3. 1. Tujuan Umum : Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan tingkat stres terhadap siklus menstruasi pada remaja putri kelas XII di SMAN 64 Jakarta. I. 3. 2. Tujuan Khusus : Tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui gambaran tingkat stres pada remaja kelas XII IPA di SMA Negeri 64 Jakarta 2. Mengetahui gambaran tingkat stres pada remaja kelas XII IPS di SMA Negeri 64 Jakarta 3. Mengetahui gambaran siklus menstruasi pada remaja kelas XII IPA di SMA Negeri 64 Jakarta 4. Mengetahui gambaran siklus menstruasi pada remaja kelas XII IPS di SMA Negerri 64 Jakarta 5. Mengetahui hubungan tingkat stres terhadap siklus menstruasi pada remaja kelas XII IPA di SMA Negeri 64 Jakarta 6. Mengetahui hubungan tingkat stres terhadap siklus menstruasi pada remaja kelas XII di SMA Negeri 64 Jakarta 7. Mengetahui hubungan tingkat stres terhadap siklus menstruasi pada remaja kelas XII di SMA Negeri 64 Jakarta 8. Mengetahui hubungan jurusan kelas terhadap tingkat stres pada remaja kelas XII di SMA Negeri 64 Jakarta

I. 4.

Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk: 1. Subjek Penelitian Mengetahui hubungan tingkat stres terhadap siklus menstruasi 2. Diri sendiri

Untuk menambah wawasan tentang ilmu kedokteran khususnya tentang hubungan tingkat stres terhadap siklus menstruasi serta untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah didapat khususnya ilmu CRP (Commmunity Research Program)

3. Tempat dilakukan penelitian Sebagai data yang menggambarkan angka tingkat stres pada remaja kelas XII di institusi tersebut, sehingga diharapkan dapat dilakukan cara mengendalikan dan manajemen stres agar masalah tersebut tidak sampai menyebabkan gangguan yang lebih lanjut.

4. Pemerintah dan Praktisi Kesehatan Sebagai sumber informasi bagi pemerintah dan praktisi kesehatan agar lebih memperhatikan masalah kesehatan psikologis berupa tingkat stres karena mempunyai dampak terhadap gangguan siklus menstruasi. 5. Masyarakat umum Sebagai sumber informasi dan ilmu pengetahuan sehingga diharapkan masyarakat dapat mengatasi, mengelola, mengendalikan stres karena dapat berdampak pada siklus menstruasi. 6. Masyarakat Ilmiah Sebagai data untuk penelitian selanjutnya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. 1.Landasan Teori II. 1. 1.Stres II. 1. 1. 1. Definisi

Stres adalah sekumpulan perubahan fisiologis akibat tubuh terpapar terhadap bahaya ancaman. Stres memiliki dua komponen: 1) perubahan fisiologis. 2) psikologis, bagaimana seseorang merasakan keadaan dalam hidupnya. Perubahan keadaan fisik dan psikologis ini disebut sebagai stresor (pengalaman yang mengiduksi respon stres) (Pinel,2009) Menurut Selye stres digolongkan stmenjadi dua yang berdasarkan atas persepsi individu terhadap yang dialaminya (Rice,1992), yaitu:
a.

Distress (stres negatif) Merupakan stres yang merusak atau bersifat tidak menyenangkan. Stres dirasakan sebagai suatu keadaan dimana inidvidu mengalami rasa cemas, ketakutan, khawatir atau gelisah, sehingga individu mengalami keadaan psikologis yang negatif, menyakitkan dan timbul keinginan untuk menghindarinya.

b.

Eustress (stres positif) Eustress bersifat menyenangkan dan merupakan pengalaman yang memuaskan, frase joy of stress untuk mengucapkan hal hal yang bersifat positif yang timbul dari adanya stres. Eustress dapat meningkatkan kesiagaan mental, kewaspadaan, kognisi dan performasi kehidupan. Eustress juga dapat meningkatkan motivasi individu untuk menciptakan sesuatu, misalnya menciptakan karya seni. Menurut Sriarti (2008) Stres merupakan respon fisiologis, psikologis dan perilaku dari manusia yang mencoba untuk mengadaptasi dan mengatur baik tekanan internal dan ekstrenal. Branon dan Feist (2007) menjelaskan bahwa stres dapat didefinisikan melalui tiga cara yang berbeda, yaitu :
1.

Stimulus, yaitu sebagai respons dan sebagai interaksi yang

menimbulkan stres disebut juga dengan stresor

2.

Respon, yaitu suatu individu yang muncul karena adanya

situasi tertentu yang menimbulkan stres. Respons yang muncul dapat berupa respon fisiologis, seperti: jantung berdebar, gemetar dan pusing serta psikologis, seperti: takut, cemas, sulit tidur, sulit konsentrasi dan mudah tersinggung
3.

Interaksi, yaitu hubungan seseorang dengan stimulus

lingkungannya, individu sendiri merupakan agen aktif yang bisa mempengaruhi akibat dari stresor melalui tingkah laku, kognisi dan strategi emosi. Berdasarkan adanya tuntunan berbagai internal definisi maupun tersebut, eksternal Indri yang (2007) dapat mengemukakan bahwa stres adalah keadaan yang disebabkan oleh membahayakan, tidak terkendali atau melebihi kemampuan individu sehingga individu akan bereaksi baik secara fisiologis maupun secara psikologis dan melakukan penyesuaian diri terhadap menjadi stresor. II. 1. 1. 2. Klasifikasi Stres Struart dan Sundeen (1998) mengklasifikasikan tingkat stres, yaitu: dalam Maramis (2009) situasi yang

1. Stres Ringan Pada tingkat stres ini sering terjadi pada kehidupan sehari hari dan kondisi ini dapat membantu individu menjadi waspada dan bagaimana mencegah berbagai kemungkinan yang akan terjadi 2. Stres Sedang Pada tingkat stres ini individu lebih memfokuskan hal penting saat ini dan mengesampingkan yang lain sehingga mempersempit lahan persepsinya.

3. Stres Berat Pada tingkat sres ini, persepsi individu sangat menurun dan cenderung memusatkan perhatian pada hal hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi stres. Individu tersebut mencoba memusatkan perhatian pada lahan lain dan memerlukan banyak pengarahan. II. 1. 1. 3 Sumber Stres (Stresor) Sumber stres adalah semua kondisi stimulasi yang berbahaya dan menghasilkan reaksi stres. Stress reaction acute (reaksi stres akut) adalah gangguan sementara yang muncul pada seorang individu tanpa adanya gangguan mental lain yang jelas, terjadi akibat stres fisik dan atau mental yang sangat berat, biasanya mereda dalam beberapa jam atau hari. Kerentanan dan kemampuan mengatasi (copying capacity) seseorang memainkan peranan dalam terjadinya reaksi stres akut dan keparahannya (Sunaryo, 2004). Jenis stresor meliputi fisik, psikologis, dan sosial. Stesor fisik berasal dari luar diri individu, seperti suara, polusi, radiasi, suhu udara, makanan, zat kimia, trauma, dan latihan fisik yang terpaksa. Pada stresor psikologis tekanan diri dalam diri individu biasa yang bersifat negatif yang menimbulkan frustasi, kecemasan, dan rasa bersalah, khawatir berlebihan, serta rasa rendah hati, sedangkan stresor sosial yaitu tekanan dari luar disebabkan oleh interakasi individu dengan lingkungannya. Banyak stresor sosial yang bersifat traumatik yang tidak dapat dihindari seperti kehilangan orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, perceraian, masalah keuangan, pindah rumah dan lain lain. Sumber stres bisa berasal dari diri sendiri, keluarga, dan komunitas sosial (Alloy, 2004). Menurut Maramis (2009) dalam bukunya, ada empat sumber atau penyebab stres 1. Frustasi

Frustasi dapat terjadi apabila usaha individu untuk mencapai sasaran tertentu mendapat hambatan atau hilangnya kesempatan dalam mendapatkan hasil yang diinginkan. Frustasi juga dapat diartikan sebagai efek psikologis terhadap situasi yang mengancam, seperti timbul reaksi marah, penolakan maupun depresi 2. Konflik Konflik terjadi ketika individu berada dalam tekanan dan merespons langsung terhadap dua atau lebih dorongan, juga munculnya dua kebutuhan maupun motif yang berbeda dalam waktu bersamaan. Ada 3 jenis konflik yaitu:
a.

`Approach-approach

conflict,

terjadi

apabila

individu harus memilih satu diantara dua alternatif yang sama sama disukai. Stres muncul akibat hilangnya kesempatan untuk menikmati alternatif yang tidak diambil. Jenis konflik ini biasanya sangat mudah dan cepat diselesaikan.
b.

Avoidance-avoidance conflict, terjadi bila individu Konflik jenis ini lebih sulit diputuskan

diharapkan pada dua pilahan yang sama sama tidak disenangi. menyelesaikan karena masing masing alternatif memiliki konsekuensi yang tidak menyenangkan
c.

Approach-avoidance confilict, adalah situasi dimana individu merasa tertarik sekaligus tidak menyukai atau ingin menghindar dari seseorang atau suatu objek yang sama.
1. Tekanan (presure)

Tekanan terjadi karena adanya suatu tuntutan untuk mencapai sasaran atau tujuan tertentu maupun tuntutan tigkah laku tertentu. Secara umum tekanan mendorong individu untuk meningkatkan performa, mengintensifkan usaha atau mengubah sasaran tingkah laku. Tekanan sering ditemui dalam kehidupan sehari hari dan memiliki bentuk yang berbeda beda pada setiap individu. Tekanan dalam beberapa kasus tertentu dapat menghabiskan sumber sumber daya yang dimiliki dalam proses pencapaian sasarannya. Bahkan bila berlebihan dapat

10

mengarah pada perilaku maladaptive. Tekanan dapat berasal dari sumber internal atau eksternal atau kombinasi dari keduanya. Tekanan internal misalnya adalah sistem nilai, konsep diri dan komitmen personal. Tekanan eksternal misalnya berupa tekanan waktu atau peran yang harus dijalani seseorang, atau juga dapat berupa kompetisi dalam kehidupan sehari hari di masyarakat antara lain dalam pekerjaan sekolah dan mendapatkan pasangan hidup. 2. Krisis Krisis yaitu keadaan mendadak yang menimbulkan stres pada individu, misalnya kematian orang yang disayangi, kecelakaan dan penyakit yang harus dioperasi. Maramis (2009) menyatakan ada empat variabel psikologik yang dianggap mempengaruhi mekanisme respons stres: 1. Kontrol: Keyakinan bahwa seseorang memiliki kontrol terhadap stresor yang mengurangi intesifitas stresor. 2. Prediktabilitas: Stresor yang dapat diprediksi menimbulkan respon stres yang tidak begitu berat dibandingkan stresor yang tidak dapat diprediksi.
3. Persepsi: Pandangan individu tentang dunia dan persepsi

stesor saat ini dapat meningkatakan atau meurunkan intensitas respons stres
4. Respon koping: Ketesediaan dan efektifitas mekanisme

meningkatnya ansietas dapat menambah atau mengurangi respon stres. II. 1. 1. 4. Tahapan stres Sebagai mana dikemukakan Dadang Hawari (2001) mengatakan bahwa Robert J. Van Amberg dalam penelitiannya membagi tahapan tahapan stres sebagai berikut: 1) Stres tahap pertama

11

Tahapan ini merupakan tahapan stres yang paling ringan dan biasanya disertai dengan perasaan perasaan sebagai berikut:

Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting) Penglihatan tajam tidak sebagaimana biasanya Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya, namun tanpa disadari cadangan energi semakin menipis.

1) Stres tahap kedua Dalam tahapan ini dampak/respon terhadap stresor yang semula menyenangkan sebagaimana diuraikan pada tahap pertama mulai menghilang dan timbul keluhan keluhan yang disebabkan oleh cadangan energi yang tidak lagi cukup sepanjang hari, karena tidak cukup waktu untuk beristirahat. Istirahat yang dimaksud antara lain dengan tidur yang cukup, bermanfaat untuk mengisi atau memulihkan cadangan energi yang mengalami defisit. Keluhan keluhan yang sering dikemukakakan oleh seseorang yang berada pada stres tahap kedua adalah :

Merasa letih seaktu bangun pagi yang seharusnya merasa segar Merasa mudah lelah sesudah makan siang Lekas merasa lelah menjelang sore hari Sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman (bowel discomfort) Detakan jantung lebih lebih keras dari biasanya (berdebar debar) Otot otot punggung dan tengkuk merasakan tegang Tidak bisa santai

1) Stres tahap ketiga

12

Apabila

seseorang

tetap

memaksakan

diri

dalam

pekerjaannya tanpa menghiraukan keluhan keluhan yang semakin nyata dan mengganggu, yaitu:

Ganguan lambung dan usus semakin nyata; misalnya keluhan maag, buang air besar tidak teratur (diare) Ketegangan otot otot semakin terasa Perasaan ketidaktenangan dan ketegangan emosional semakin meningkat Gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar untuk mulai masuk tidur (early insomnia) atau terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur (middle insomnia) atau bangun terlalu pagi hari dan tidak dapat kembali tidur (late insomnia)

Koordinasi tubuh terganggu (badan terasa akan jatuh dan serasa mau pingsan).

Pada tahapan ini seseorang harus berkonsultasi kepada dokter untuk memperoleh terapi, atau bisa juga beban stres hendaknya dikurangi dan tubuh memperoleh kesempatan guna menambah suplai energi yang mengalami defisit.

1) Stres tahap keempat Gejala stres tahap keempat, akan muncul:

Untuk bertahan sepanjang baru saja sudah terasa amat sulit Aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan dan mudah diselesaikan menjadi membosankan dan terasa lebih sulit

Yang

semula

tanggap

terhadap untuk

situasi merespon

menjadi secara

kehilangan

kemampuan

memadai (adequate) Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari hari

13

Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi mimpi yang menegangkan. Sering kali menolak ajakan (negativism) karena tiada semangat dan kegairahan

Daya konsentrasi, daya ingat menurun Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat dijelaskan apa penyebabnya

1) Stres tahap kelima Bila keadaan berlanjut, maka seseorang akan jatuh dalam stres tahap kelima, yang ditandai dengan hal hal sebagai berikut:

Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam (psychical dan psychological exhaustion) ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari hari yang ringan dan sederhana gangguan sistem pencernaan semakin berat

(gastrointestinal disorder) timbul perasaan ketakutan, kecemasan yang semakin meningkat, mudah bingung dan panik 1) Stres tahap keenam Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang mengalami serangan panik dan perasaan takut mati. Tidak jarang oarang yang mengalami stres pada tahap ini berulang dibawa ke Instalasi Gawat Darurat bahkan ICCU, meskipun pada akhirnya dipulangkan karena tidak ditemukan kelainan fisik organ tubuh. Gambaran stres tahap keenam ini adalah sebagai berikut: Debaran jantung teramat keras Susah bernapas (Sesak) Sekujur tubuh terasa gemetar, dingin dan keringat bercucuran Ketiadaan tenaga enaga untuk hal hal yang ringan Pingsan atau kolaps

14

Bila dikaji maka keluhan atau gejala sebagaimana digambarkan diatas lebih didominasi oleh keluhan keluhan fisik yang disebabkan oleh gangguan fungsional oragan tubuh, sebagai akibat stresor psikososial yang melebihi kemampuan seseorang untuk mengatasinya

II. 1. 1. 5.

Respon Terhadap Stres 1. Respon Fisiologis Situasi stres mengaktivasi hipotalamus yang selanjutnya mengendalikan dua sistem neuroendokrin, yaitu sistem simpatis dan sistem korteks adrenal. Sistem saraf simpatik berespons terhadap impuls saraf dari hipotalamus, yaitu mengakitivasi berbagai organ dan otot polos yang berada di bawah pengendaliannya. Sebagai contohnya, meningkatkan kecepatan denyut jantung dan mendilatasi pupil. Sistem saraf simpatis juga memberi sinyal ke medula adrenal. Untuk melepaskan epinefrin dan noreepinefrin ke aliran darah. Sistem korteks adrenal diaktivasi jika hipotalamus mensekresi CRF (Corticotropin Releasing Factor), suatu zat kimia yang bekerja padda kelenjar hipofisis yang terletak dibawah hipotalamus. Kelenjar hipofisis selanjutnya mensekresi hormon ACTH (adenocorticotropin hormon), yang dibawa melalui aliran darah ke korteks adrenal. Dimana, ia menstimulasi pelepasan sekelompok hormon, termasuk kortisol, yang meregulasi kadar gula darah. ACTH juga memberi sinyal ke kelenjar endokrin lain untuk melepaskan sekitar 30 hormon. Efek kombinasi berbagai hormon stres yang dibawa melalui aliran darah ditambah aktivitas neural cabang simpatik dari sistem saraf otonomik berperan dalam respons fight or flight (Nevid,2005; Pinel, 2009; Carlson, 2005).

15

Walter Canon (1929) memberikan deskripsi mengenai bagaimana reaksi tubuh terhadap suatu peristiwa yang mengancam. Ia menyebutnya reaksi tersebut sebagai fight or flight respone karena respon fisiologis mempersiapkan individu untuk menghadapi atau menghindari situasi yang mengancam tersebut. Fight or flight respone menyebabkan individu dapat berespon cepat terhadap situasi yang mengancam. Akan tetapi bila keadaan fisiologis dan psikologis yang reaktif terhadap rangsangan tersebut tinggi dan terus menerus muncul dapat membahayakan kesehatan individu (Alloy dkk, 2005; Branon dan Feist, 2007 ; Pinel, 2009). Hans Syle mempelahari akibat yang diperoleh bila stresor terus menerus muncul, yang kemudian mengemukakannya dengan istilah General Adaptation Syndrome (GAS) yang terdiri dari rangkaian tahapan reaksi fisiologis terhadap stresor (Alloy dkk, 2005; Branon dan Feist, 2007 ; Pinel, 2009). 1) Alarm reaction Pada tahap awal ini perlawanan tubuhmelawan stresor yang diarahkan melalui aktivasi sistem saraf simpatis. Aktivasi sistem sistem tubuh untuk kekuatan maksimal dan mempersiapkan mereka untuk respons fight or flight. Adrenalin (epinefrin) dilepaskan, denyut jantung dan tekanan darah meningkat, nafas jadi lebih cepat, dan aktivitas gastriontestinal menurun. Sebagai respon jangka pendek untuk keadaan emergensi , reaksi reaksi fisik ini dapat disesuaikan. 2) Stage of Resistance Pada tahap ini, tahap adaptasi dengan stresor. Seberapa lama tahap ini tergantung pada keparahan stresor dan kemampuan organisme. Jika organisme mampu beradaptasi maka kekuatan melawan pada tahap ini akan berlanjut untuk jangka waktu yang lama. Selama tingkatan ini, seseorang memberikan gambaran

16

tingkatan normal. Akan tetapi, menurut ilmu jiwa, fungsi internal tubuh tidak normal. Stres yang terus menerus akan menyebabkan perubahan neurologis dan hormon. Hipotesis Seyle, menyatakan bahwa ketakutan dalam melawan stres akan menyebabkan perubahan terhadap sistem imun sehingga rentan terhadap infeksi. 3) Stage of Exhaustion Respon fisiologis masih terus berlangsung. Hal ini dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh dan menguras energi tubuh. Sehingga terjadi kelelahan pada tubuh. Stresor yang terus terjadi akan mengakibatkan penyakit dan kerusakan fisiologis dan dapat menyebabkan kematian. Secara umum orang yang mengalami stres mengalami sejumlah gangguan fisik seperti: (Maramis, 2009)
a. Gangguan pada organ tubuh menjadi hiperaktif

dalam salah satu sistem tertentu. Contohnya : tekanan darah naik, sistem pencernaan terganggu seperti terjadi kembung, mual atau diare b. Gangguan pada sistem reproduksi, seperti pada wanita terganggunya siklus menstruasi, impoten pada pria. c. Gangguan pada sistem pernafasan seperti sesak, nafas terasa berat d. Gangguan lainnya seperti migrain, tegang otot sampai timbulnya jerawat 1. Respon Psikologik a. Keletihan emosi, jenuh, mudah menangis, frustasi, kecemasan, rasa bersalah, khawatir berlebihan, marah benci, sedih, cemburu, rasa kasihan pada diri sendiri, serta rasa rendah diri. b. Terjadi depersonalisasi; dalam keadaan stres berkepanjangan, sering dengan keletihan emosi, ada

17

kecenderungan yang bersangkutan memperlakukan orang lain sebaga sesuatu ketimbang seseorang c. Pencapaian pribadi yang bersangkutan menurun, sehingga berakibat pula menurunnya rasa kompeten dan rasa sukses. 1. Respon Perilaku a. Manakala stres menjadi distres, prestasi belajar menurun dan sering terjadi tingkah laku yang tidak diteerima oleh masyarakat. b. Level stres yang cukup tinggi berdampak negatif pada kemampuan mengingat informasi, mengambil keputusan, mengambil langkah tepat. c. Pelajar yang stres berat seringkali banyak membolos atau tidak aktif mengikuti pembelajaran (Yulianti,2004 ; Chomaria, 2009) 1. Coping Stres Coping yaitu bagaimana seseorang berupaya mengatasi masalah atau menangani emosi yang umumnya negatif yang ditimbulkannya. Efek stres dapat bervariasi tergantung pada bagaimana individu menghadapi situasi tersebut. Lazarus dan koleganya mengidentifikasidua dimensi coping

Coping yang berfokus pada masalah (problem focused coping) Yaitu mencakup bertindak secara langsung untuk mengatasi masalah atau mencari informasi yang relevan dengan solusi.

Coping yang berfokus pada emosi (emotion focused coping) Merujuk pada berbagai upaya untuk mengurangi berbagai reaksi emosional negatif terhadap stres, contohnya dengan mengalihkan perhatian dari masalah, melakukan relaksasi, atau mencari rasa nyaman dengan orang lain.

18

II. 1. 1. 6.

Penatalaksaan Stres Strategi menghadapi stres antara lain dengan

mempersiapkan diri menghadapi stesor dengan cara melakukan perbaikan diri secarapisikis atau mental, fisik dan sosial. Perbaikan secara psikis atau mental yaitu dengan pengenalan diri lebih lanjut, penetepatan tujuan hidup yang lebih jelas, pengaturan waktu yang baik. Perbaikan diri secara fisik dengan menjaga tubuh tetap sehat yaitu dengan memenuhi asupan gizi yang baik, olahraga teratur, istirahat yang cukup. Perbaikan diri secara sosial dengan melibatkan diri dalam suatu kegiatan, acara, organisasi dan kelompok sosial. Mengelola stres merupakan usaha untuk mengurangi atau meniadakan dampak negatif stresor. Dalam mengelola stres dapat dilakukan beberapa

pendekatan antara lain:


1) Pendekatan farmakologi; menggunakan obat obatan yang

berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neurotransmiter disusun saraf pusat otak (sistem limbik). Sebagaimana diketahui sostem limbik merupakan bagian otak yang mengatur alam pikiran, alam perasaan dan perilaku seseorang. Obat yang sering dipakai adalah obat anti cemas (axiolutic) dan anti depresi (anti depressant). 2) Pendekatan perilaku; mengubah perilaku yang menimbulkan stres, toleransi/ adaptabilitas terhadap stres, menyimbangkan antara aktivitas fisik dan nutrisi, serta manajemen perencanaan, organisasi dan waktu.
3) Pendekatan kognitif; mengubah pola pikir individu berpikir

positif dan sikap positif, membekali diri dengan pengetahuan tetntang stres, menyimbangkan aktivitas otak kiri dan otak kanan, serta hipnoterapi.
4) Relaksasi; upaya untuk melepas ketegangan. Ada 3 macam

relaksasi yaitu relaksasi otot, relaksasi kesadaran indera dan

19

relaksasi

melalui

yoga,

meditasi

maupun

transendensi/keagamaan (Yulianti,2004 ; Chomaria,2009).

II. 1. 2.

Siklus Menstruasi

II. 1. 2. 1. Definisi Menstruasi adalah suatu proses alami seorang perempuan yaitu proses deskuamasi atau meluruhnya dinding rahim bagian dalam (endometrium) yang keluar melalui vagina bersamaan dengan darah (Wiknjosastro, 2007). Siklus Menstruasi adalah jarak dimulainya menstruasi sampai menstruasi berikutnya (Sherwood,2001). Siklus menstruasi berkisar antara 21 35 hari. Hanya 10 15 % wanita yang memiliki siklus 28 hari dan lebih dari 35 hari dengan lama menstruasi 3 5 hari, ada yang 7 8 hari. Panajangnya siklus menstruasi ini dipengaruhi oleh usia, berat badan, aktivitas fisik, tingkat stres, genetik, adanya penyakit kronis seperti lupus, diabetes, penyakit kelenjar gondok, penyakit ginjal dan kelainan pada alat reproduksi juga dilihat dari status gizi (Wiknjosastro, 2007).

II. 1. 2. 2. Gambaran Klinis Pada siklus menstruasi menggambarkan suatu interaksi kompleks antara hipotalamus, kelenjar pituitary, ovarium dan endometrium. Siklus menstruasi terdiri dari dua fase, fase di ovarium dan fase di endometrium (Ganong, 2002; Guyton, 2007; Sherwood, 2001; Speroff dan Fritz, 2005; Wiknjosastro, 2007). Menurut Cohen (2003) siklus menstruasi dibagi menjadi lima fase,

20

yaitu: fase awal folikuler, fase akhir folikuler, fase praovulasi dan ovulasi, fase awal luteal dan fase akhir luteal. Kelima fase ini sudah mencakup fase di ovarium dan di endometrium.

Gambar 1. Fase Perkembangan Folikel

a. Fase awal folikel Fase awal folikuler berlangsung 1 sampai 6 hari. Pada fase ini terjadi dua peristiwa yakni hari pertama menstruasi dan permulaan perkembangan folikel. Penurunan estrogen dan progesteron akibat degenerasi korpus luteum sewaktu tidak terjadinya pembuahan terhadap ovum secara simultan menyebabkan terlepasnya endometrium (menstruasi) dan perkembangan folikel folikel baru di ovarium di bawah pengaruh Folicle Simulating Hormone (FSH) dan Leutenizing Hormone 2001). Pada saat seorang anak perempuan lahir, masing masing ovum dikelilingi oleh selapis sel granulosa dan ovum dengan selubung granulosanya disebut folikel primordial. Sesudah pubertas, hormon FSH dan LH dari kelnjar hipofisis anterior mulai disekresikan dalam jumlah besar, seluruh ovarium bersama folikelnya akan mulai berkembang. Perkembnagan folikel dengan meningkatnya ukuran oosit dan sel granulosa menjadi kuboid. Pada saat yang sama, taut erat yag kecil berkembang antara oosit dan granulosa, berfungsi sebagai pertukaran nutrisi, ion ion, dan molekul molekul, juga (LH) yang kembali meningkat akibat dari menghilangnya efek inhibisi dari hipotalamus (Sherwood,

21

memebntuk sakuran protein yang dikenal sebagai connexin yang berguna untuk pertumbuhan dan multipikasi dari sel granulosa (Guyton, 2007). Pada setiap kali menstruasi, seluruh lapisan endometrium terlepas, kecuali suatu lapisan dalam dan tipis yang terdiri dari sel sel epitel dan kelenjar yang akan menjadi bakal regenerasi endometrium. Prostaglandin uterus juga merangsang kontraksi ritmik ringan miometrium. Kontraksi kontrkasi itu membatu mengeluarkan darah dan debris endometrium dari rongga uterus melalui vagina (Sherwood, 2001). b. Fase akhir folikel Fase akhir folikuler berlangsung 7 sampai 14 hari. Pada fase ini terjadi pertumbuhan folikel dari folikel primer menjalani tahap antral. Pertumbuhan awal dari folikel primer menjadi tahap antral dirangsang oleh FSH. Efek awalnya adalah proliferasi yang berlangsung cepat dari sel granulosa, menyebabkan lebih banyak sel sel granulosa. Selain itu, banyak sel sel berbentuk kumparan yang dihasilkan dari intertisium ovarium yang berkumpul dalam beberapa lapisan di luar sel granulosa, membentuk kelompok sel yang disebut sel teka. Sel teka terbagi menjadi dua, yaitu sel teka interna dan eksterna (Guyton, 2007). Sel granulosa dan sel teka, keduanya bekerja sama dalam menghasilkan estrogen. Reseptor LH hanya ada pada sel teka, begitu juga reseptor FSH hanya ada pada sel granulosa pada teka intersitial, yang berlokasi di sel teka interna memiliki kira kira 20.000 reseptor LH di membran selnya yang merangsang jaringan sel teka untuk menghasilkan androgen yang akan mengalami aromatisasi sehingga menjadi estrogen melalui FSH di sel granulosa (Speroff dan Fritz, 2005). Di bawah pengaruh estrogen dan FSH terjadi peningkatan peningkatan jarak folikel pada rongga interseluler granulosa,

22

cairan folikuler ini mengandung estrogen konsentrasi tinggi. pengumpulan cairan ini menyebabkan munculnya antrum di dalam masa sel granulosa, sehingga sel teka dan sel granulosa berproliferasi lebih cepat dengan laju sekresinya mengingat, dan masing masing folikel akan tumbuh menjadi folikel antral. Dibawah pengaruh estrogen yang tinggi, sel sel stroma dan sel sel epitel di endometrium berproliferasi dengan cepat. Permukaan endometrium mengalami epitelisasi kembali dalam waktu 4 sampai 7 hari sesudah terjadinya menstruasi. Sebelum terjadi ovulasi, ketebalan endometrium sangat meningkat karena jumlah sel stroma bertambah banyak, dan karena pertumbuhan kelenjar endotelium serta pembuluh darah yang baru yang progresif ke dalam endometrium (Guyton, 2007). Ruang di folikel matang fase proliferasi ini berlangsung dari akhir menstruasi sampai ovulasi (Sherwood,2001). c. Fase praovulasi dan ovulasi Fase praovulasi dan ovulasi berlangsung 13 sampai 14 hari. Pada fase ini terjadi pertumbuhan folikel yang cepat sebagai persiapan untuk terjasinya ovulasi (Guyton, 2007). Salah satu folikel biasanya tumbuh lebih cepat daripada folikel folikel yang lain, berkembang menjadi folikel matang (de Graaf) ) (Sheerwood, 2001). Pertumbuhan ini di sebabkan oleh ekspansi antrum yang drastis, disamping itu juga pertumbuhan sel teka dan sel granulosa. Antrum menempati sebagian besar di folikel matang. Oosit, yang dikelilingi oleh zona pelusida dan selapis sel granulosa, tergeser secara asimetris ke salah satu sisi folikel yang sedang tumbuh dalam suatu gundukan kecil yang menonjol ke dalam antrum, kemudian menonjol dari permukaan ovarium, membentuk suatu daerah tipis yang mudah pecah (stigma) untuk mengeluarkan oosit saat ovulasi (Guyton, 2007). Folikel - folikel yang mengalami atresia, dan hanya satu folikel yang terus mengalami perkembangan folikel ini tumbuh

23

lebih cepat, menyekresikan lebih banyak estrogen, sehingga menyebabkan suatu efek umpan balik positif dalam folikel tunggal tersebut karena FSH meningkatkan prliferasi sel granulosa dan sel teka, sehingga menghasilkan suatu siklus umpan balik positif yang lain, efek efek inilah yang menyebabkan peningkatan pertumbuhan pada folikel tunggal ini (Guyton, 2007). Selama fase akhir folikuler, estrogen pertama sekali meningkat lambat, kemudian secara cepat dan mencapai puncaknya sebelum ovulasi. Waktu mula lonjakan LH terjadi ketika estrogen mencapai puncak. LH mempunyai efek khusus terhadap sel granulosa dan selteka, yang mengubah kedua jenis sel tersebut menjadi lebih bersifat sel yang menyekresikan progesteron dan sedikit esterogen. Oleh kerena itu, kecepatan sekresi estrogen mulai menurun sebelum ovulasi sementara sejumlah kecil progesteron mulai disekresikan. Sesaat sebelum ovulasi, oosit menyelesaikan pembelahan meiosis pertamanya. Dalam waktu beberapa jam akan berlangsung dua peristiwa yang dibutuhkan untuk ovulasi : 1) sel teka eksterna mulai melepaskan enzim proteolitik dari lizosim yang mengakibatkan pelarutan dinding kapsul dan akibatnya melemahkan dinding, menyebabkan makin membengkaknya seluruh folikel dan degenerasi dari stigma. 2) secara bersama, juga akan terjadi pertumbuhan pembuluh darah baru yang berlangsung cepat kedalam dinding prostaglandin folikel, dan pada saat yang setempat yang sama, (hormon mengakibatkan

vasodilatasi) akan disekresi dalam jaringan folikuler. Kedua efek ini selanjutnya akan mengakibatkan transudasi plasma ke dalam folikel yang juga berperan pada pembengkakan folikel. Akhirnya kombinasi dari pembengkakan folikel dan degenerasi stigma mengakibatkan pecahanya folikel disertai dengan pengeluaran ovum sehingga terjadi ovulasi (Guyton, 2007). Pada saat ovulasi, endometrium mempunyai ketebalan sekitar 3 4 mm, kelenjar endometrium khususnya di daerah

24

servix akan menyekresi mukus yang encer mirip benang. Benang mukus akan tersusun di sepanjang kanalis servikalis, membentuk saluran yang membantu mengarahkan sperma kearah yang tepat menuju ke dalam uterus (Ganong, 2005). d. Fase awal luteal Fase awal luteal berlangsung 14 sampai 21 hari, ruptur folikel pada ovulasi merupakan tanda berakhirnya fase folikel dan mulainnya fase luteal. Folikel yang ruptur dan tertinggal di ovarium mengalami perubahan cepat segera terisi darah ( Sherwood, 2001). Perdarahan ringan dari folikel keldalam rongga abdomen dapat menimbulkan iritasi peritoneum dan nyeri abdomen bawah singkat. Sel sel granulosa dan sel teka yang melapisi folikel mulai berproliferasi dan bekuan darah cepat diganti oleh sel luteal yang kaya lemak dan bewarna kekuningan, membentuk korpus luteum. Lemak pada sel luteal ini sebagai molekul prekursor steroid (Ganong, 2005). Sel sel granulosa dalam korpus luteum mengembangkan sebuah retikulum endoplasma halus yang luas, yang akan membentuk sejumlah besar hormon seks wanita progesteron dan estrogen akan tetapi lebih banyak progesteron (Guyton, 2007). Progesteron bekerja pada endometrium tebal yang sudah dipersiapkan oleh esterogen untuk mengubahnya menjadi jaringan yang kaya pembuluh darah dan glikogen. Fase ini disebut sekretorik, karena kelenjar kelenjar endometrium secara aktif mengeluarkan glikogen, dalam kaitannya dengan pembenntukan lapisan endometrium subur yang mampu menunjang perkembangan mudigah (Sherwood, 2001). e. Fase akhir luteal Fase akhir luteal berlangsung 21 sampai 28 ahri, esterogen dan progesteron yang disekresi oleh korpus luteum mempunyai efek umpan balik yang kuat terhadap hipofisis anterior dalam

25

mempertahankan kecepatan sekresi FSH maupun terhadap LH yang rendah. Selain dari itu sel lutein juga meyekresikan sejumlah kecil hormon inhibin yang juga menghambat sekresi hipofisis anterior, khususnya sekresi FSH, megakibatkan konsentrasi FSH dan LH dalam darah menjadi rendah dan hilangnya hormon ini menyebabkan korpus luteum berdegenerasi secara menyeluruh, terjadi hampir tepat 12 hari setelah korpus luteum terbentuk, yaitu 2 hari sebelum dimulainya menstruasi (Ganong, 2002; Guyton, 2007; Sherwood, 2001; Speroff dan Fritz, 2005; Wiknjosastro, 2007). Proses tersebut menyebabkan penurunan progesteron dan estrogen secara tajam sehingga menghilangkan rangsanganh terhadap endometrium sehingga endometrium mengalami involusi yakni kira kira 65% dari ketebalan semula. Kemudian 24 jam sebelum menstruasi terjadi, pembuluh darah yang berkelok kelok yang mengarah ke lapisan mukosa endometrium akan menjadi vasospastik., mungkkin disebabkan oleh efek degenerasi, seperti pelepasan vasokonstriktor seperti prostaglandin yang terdapat dalam jumlah banyak saat ini. Vasospasme dan hilangnya rangsangan hormonal menyebabkan dimulainya proses nekrosis pada endometrium, khususnya dari pembuluh darah (Sherwood, 2001; Guyton, 2007).

26

Gambar 2. Siklus Menstruasi dan Perubahan Hormon

II. 1. 2. 3. Regulasi Neuroendokrin Sewaktu Menstruasi Proses ovulasi bukan hanya dipengaruhi oleh suatu kerja sama yang harmonis antara korteks serebri, hipotalamus, hipofisis dan ovarium, melainkan juga dipengaruhi oleh kelenjar tiroid, korteks adrenal dan kelenjar kelenjar endokrin lain (Wiknjsasatro,2007; Guyton, 2007). Aktifitas saraf menyebabkan pelepasan GnRH (Gonadotropin Releasing Hormone) dengan cara pulsatil terutama terjadi di dalam mediobasal hipotalamus khususnya di nukleus arkuata. intensitas Banyak GnRH pusat dan saraf dalam sistem pulsatil. limbik otak menghantarkan sinyak ke nuklues arkuatus untuk modifikasi frekuensi Hipotalamus menyekresikan GnRH secara beberapa menit yang terjadi setiap 1

27

samapai 3 jam. Pelepasan GnRH secara pulsatil menyebabkan pengeluaran LH dan FSH secara pulsatil juga (Guyton,2007). Rangkaian peristiwa akan diawali oleh sekresi FSH dan LH yang menyebabkan produksi estrogen dan progesteron dari ovarium dengan akibat perubahan fisiologi uterus. Estrogen dan progesteron juga mempengaruhi produksi GnRH spesifik sebagai mekanisme umpan balik yang mengatur kadar hormon gonadotropik (Price, 2002; Sherwood, 2001; Guyton.2007). Estrogen menghambat hipotalamus dan hipofisis anterior melalui umpan balik negatif. Terhadap hipotalamus, esterogen bekerja secara langsung menghambat sekresi GnRH akibatnya pengeluaran FSH dan LH yang dipicu oleh GnRH menjadi tertekan, tetapi efek primernya terhadap hipofisis anterior yakni menurunkan kepekaan sel penghasil gonadotropin terutama penghasil FSH (Guyton, 2007). Melalui umpan balik positif kadar estrogen yang rendah dan meningkat pada fase awal folikel menghambat sekresi LH, tetapi kadar estrogen yang tinggi pada saat puncak sekresi estrogen pada akhir fase folikel merangsang ssekresi LH dan menimbulkan lonjakan LH. Konsentrasi estrogen plasma yang tinggi bekerja langsung pada hipotalamus untuk meningkatkan frekuensi denyut sekresi GnRH, sehingga meningkatkan sekresi LH dan FSH. Kadar tersebut juga bekerja langsung pada hipofisis anterior untuk secara spesifik meningkatkan kepekaan sel penghasil LH terhadap GnRH. Efek yang terakhir merupakan penyebab lonjakan sekresi LH yang jauh lebih besar daripada sekresi FSH pada pertengahan siklus (Sherwood,2001; Ganong,2005; Guyton 2007). LH berfungsi memicu perkembangan korpus luteum dan merangsang korpus luteum untuk mengeluarkan hormon steroid, terutama progesteron. Estrogen konsentrasi tinggi merangsang sekresi LH, progesteron yang mendominasi fase luteal,

28

dengan kuat menghambat pertumbuhan folikel baru sehingga sistem reproduksi dapat dipersiapkan untuk menunjang ovum yang baru dilepaskan. Jika tidak terjadi pembuahan maka korpus luteum akan mengalami regresi yang akhirnya akan menyebabkan penurunan hormon steroid secara tajam, mengakibatkan lenyapnya efek inhibisi dari hormon FSH dan LH sehingga sekresi kedia hormon ini meningkat. Di bawah pengaruh kedua hormon ini, sekelompok folikel baru kembali mengalami proses pematangan (Sherwood, 2001; Guyton,2007). II. 1. 2. 4. Faktor yang Mempengaruhi Siklus Menstuasi Banyak penyebab kenapa siklus haid menjadi panjang atau sebaliknya. Penanganan kasus dengan siklus haid yang tidak normal, tidak berdasarkan kepada panjang atau pendeknya sebuah siklus haid, melainkan berdasarkan kelainan yang dijumpai : 1. Fungsi hormon terganggu Haid terkait erat dengan sistem hormon yang diatur di otak, tepatnya di kelenjar hipofisa. Sistem hormonal ini akan mengirim sinyal ke indung telur untuk memproduksi sel telur. Bila sistem pengaturan ini terganggu, otomatis siklus haid pun akan terganggu. 2. Kelainan Sistemik Tubuhnya sangat gemuk atau kurus dapat mempengaruhi siklus haidnya karena sistem metabolisme di dalam tubuhnya tak bekerja dengan baik, atau wanita yang menderita penyakit diabetes, juga akan mempengaruhi sistem metabolisme sehingga siklus haidnya pun tak teratur.

29

3. Stress Stress akan mengganggu sistem metabolisme di dalam tubuh, karena stress, wanita akan menjadi mudah lelah, berat badan turun drastis, bahkan sakit-sakitan, sehingga metabolisme terganggu. Bila metabolisme terganggu, siklus haid pun ikut terganggu. 4. Kelenjar Gondok Terganggunya fungsi kelenjar gondok/tiroid juga bias menjadi penyebab idak teraturnya siklus haid. Gangguan bisa berupa produksi kelenjar gondok yang terlalu tinggi (hipertiroid) maupun terlalu rendah (hipertiroid), yang dapat mengakibatkan sistem hormonal tubuh ikut terganggu. 5. Hormon prolakin berlebih Hormon prolaktin dapat menyebabkan seorang wanita tidak haid, karena memang hormon ini menekan tingkat kesuburan. Pada wanita yang tidak sedang menyusui hormone prolaktin juga bisa tinggi, buasanya disebabkan kelainan pada kelenjar hipofisis yang terletak di dalam kepala (Sahara, 2009). II. 1. 2. 5. Gangguan Siklus Menstruasi Gangguan siklus menstruasi disebabkan

ketidakseimbangan FSH dan LH sehingga kadar estrogen dan progesteron tidak normal. Biasanya gangguan siklus menstruasi yang sering terjadi adalah sikkus menstruasi yang tidak teratur atau jarang dan perdarahan yang lama atau abnormal, termasuk akibat sampingan yang ditimbulkannya, seperti nyeri perut, pusing mual atau mutah (Wiknjosastro, 2007).

a. Menurut jumlah perdarahan

30

1) Hipomenorea Perdarahan menstruasi yang lebih pendek atau lebih sedikit dari biasanya. 2) Hipermenorea Perdarahan menstruasi yang lebih banyak atau lebih lama dari biasanya ,atau lebih dari 8 hari . a. Menurut Siklus atau Durasi perdarahan 1) Polimenorea Siklus menstruasi lebih pendek dari biasanya atau kurang dari 21 hari. 2) Oligomenorea Siklus menstruasi lebih panjang atau lebih dari 35 hari 3) Amenorea Keadaan tidak ada menstruasi untuk sedikitnya 3 bulan berturut turut. II. 1. 2. 6. Hubungan Stres dengan Siklus Menstruasi Stresor diketahui merupakan faktor etiologi dari banyak penyakit. Salah satunya menyebabkan stres fisiologis yaitu gangguan pada siklus menstruasi. Kebanyakan wanita mengalami sejumlah perubahan dalam siklus menstruasi selama masa reproduksi. Dalam pengaruhnya terhadap pola menstruasi, stres melibatkan isistem neuroendokrinologi sebagai sistem yang besar peranannya dalam reproduksi wanita (Sriarti,2008). Gangguan pada pola menstruasi ini melibatkan mekanisme regulasi integratif yang mempengaruhi proses biokimia dan seluler tubuh termasuk otak dan psikologis. Pengaruh otak dalam reaksi hormonal terjadi melalui jalur hipotalamus hipofisis ovarium yang meliputi multiefek dan mekanisme kontrol umpan balik. Pada keadaan stres terjadi aktivasi pada amygdala pada sistem limbik. Sistem ini akan menstimulasi pelepasan hormon dari hipotalamus yaitu Corticotropic Releasing Hormone (CRH). Hormon ini secara langsung akan menghambat sekresi GnRH

31

hipotalamus dari tempat produksinya di nukleus arkuata. Proses ini kemungkinan terjadi melalui penambahan sekresi opioid endogen. Peningkatan Adenocorticotropin CRH akan menstimulasi (ACTH) pelepasan darah.

Hormone

kedalam

Peningkatan kadar ACTH akan menyebabkan peningkatan kadar kortisol darah. Pada wanita dengan gejala amenore hipotalamik menunjukan keadaan hiperkortisolisme yang disebabkan adanya peningkatan CRH dan ACTH. Hormon hormon tersebut secara langsung dan tidak langsung menyebabkan penurunan kadar GnRH, dimana melalui jalan ini maka stres menyebabkan gangguan silkus menstruasi (Nevid,2005; Pinel, 2009; Carlson, 2005; Sriarti, 2008). ACTH akan merangsang kelenjar adrenal untuk

menyekresikan kortisol. Kortisol berperan dalam menghambat sekresi LH oleh pusat aktivasi otak. Kortisol menekan pulsatil LH dengan cara menghambat respons hipofisis anterior terhadap GnRH (Breen dan Karsxh,2004). Selama siklus menstruasi, peran hormon LH sangat dibutuhkan dalam menghasilkan hormon estrogen dan progesteron, yang memiliki peran peranan penting selama siklus menstruasi yang secara normal terjadi pada wanita setiap bulannya (Wiknjsastro, 2007; Guyton,2007; Ganong, 2005; Speroff dan Fritz,2005; Sherwood,2001). Pengaruh hormon kortisol ini menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan hormon yang berpengaruh terhadap siklus menstruasi, biasanya siklus menstruasi menjadi tidak teratur (Breen dan Karsch,2004).

Stress

Aktivasi Amygdala

32

Respon neurologis

Hipotalamus

Respon Hormonal

CRH

Hipofisis

ACTH Menstimulasi Kelanjar Adrenal

Respon Stres

CRH ACTH

GnRH

Cortisol

LH BAGAN 1. Neuroendokrin Kaskade Stres II. 1. 3. Remaja

II. 1. 3. 1. Definisi

33

Istilah Adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere (kata Belanda, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolescence, seperti yang dipergunakan saat ini mempunyai arti yang luas mencakup kematangan mental, emosional, spasial dan fisik. Piaget mengatakan bahwa secara psikologis masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang kurangnya dalammasalah hak (Sumiati,2009). Menurut Monks (1999) remaja adalah individu yang berusia 12- 21 tahun yang sedang mengalami masa peralihan dari masa anak anak ke masa dewasa, dengan pembagian 12 15 tahun masa remaja awal, 15 18 tahun masa remaja pertengahan dan 18 21 tahun masa remaja akhir (Sarwono,2007). Hurlock (1999) mengatakan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak kanak ke masa dewasa, dimulai saat anak secara seksual matang dan berakhir saat ia mencapai usai matang secara hukum. Berdasarkan apa yang telah dikemukan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa remajaadalah individu yang berusia 12 21 tahun yang sedang mengalami masa peralihan dari masa kanak kanknya ke masa dewasa.

II. 1. 3. 2. Ciri ciri masa Remaja

34

Menurut Havighurst ciri ciri masa remaja antara lain (Hurlock, 1999) : 1. Masa remaja sebagai periode penting Remaja mengalami perkembangan fisik dan mental yang cepat dan perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan pembentukan sikap, nilai dan minat baru. 2. Masa remaja sebagai periode peralihan Peralihan merupakan perpindahan dari satu tahap perkembangan berikutnya, dengan demikian dapat diartikan bahwa apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekas pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan datang, serta mempengaruhi pola perilaku dan sikap yang baru pada tahap berikutnya. 3. Masa remaja sebagai periode perubahan Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan perubahan fisik. Perubahan fisik yang terjadi dengan pesat diikuti dengan perubahan perilaku dan sikap yang juga berlangsung pesat. Perubahan fisik menurun, perubahan sikap dan perilaku juga menurun. 4. Masa remaja sebagai usia bermasalah Setiap periode mempunyai masalah sendiri sendiri, namun masalah masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki laki maupun anak perempuan. Ada dua alasan bagi kesulitan ini, yaitu: a. Sepanjang masa kanak kanak, masa anak anak sebagian diselesaikan oleh orang tua dan guru guru, sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah. b. Remaja merasa mandiri. Sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan orangtua dan guru guru. 1. Masa remaja sebagai masa mencari identitas

35

Pencarian identitas dimulai pada akhir masa kanak kanak, menyesuaikan diri dengan standar kelompok lebih penting daripada bersikap individualistis. Penyesuain diri dengan kelompok pada remaja awal masih tetap penting bagi anak laki laki dan anak perempuan, namun lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri dengan kata lain ingin menjadi pribadi yang berbeda dengan orang lain. 2. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan Anggapan stereotype budaya bahwa remaja adalah anak anak yang tidak rapi, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak dan perilaku merusak, menyebabkan orang dewasa yang harus membimbing dan mengatasi kehidupan remaja muda takut bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal. 3. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik Remaja pada masa ini melihat dirinya sendiridan orang lain sebagai mana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya , terlebih dalam hal cita cita. Semakin tidak realistik cita citanya ia semakin menjadi marah. Remaja akan sakit hati dan kecewa apabila orang lain mengecewakannya atau kalau ia tidak berhasil mencapai tujuan yang ditetapkannya. 4. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa Semakin mendekati usia kematangan, para remaja gelisah untuk meninggalkan streotip belasan tahun dan memberikan kesan bahwa mereka hampir dewasa, remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa yaitu merokok, minum minuman keras, menggunakan obat obatan terlarang dan terlibat dalam perbuatan seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberi citra yang di inginkan. Sesuai dengan pembagian usia remaja terdapat tiga tahap proses perkembangan yang dilalui remaja dalam proses menuju kedewasaan, disertai dengan karateristiknya, yaitu: (Desmita, 2005)

36

1. Remaja awal (12 15 tahun) Pada tahap ini, remaja masih merasa heran pada perubahan perubahan yang terjadi pada dirinya dan dorongan dorongan yang menyertai perubahan perubahan tersebut. Mereka mulai mengembangkan pikiran pikiran baru, cepat tertarik lawan jenis dan mudah terangsang. Keadaan ini menyebabkan remaja sulit mengerti dan dimengerti orang dewasa. 2. Remaja madya (15 18 tahun) Pada tahap ini remaja berada dalam kondisi kebingungan karena masih ragu harus memilih yang mana, peka atau peduli, ramai ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, dan sebagainya. 3. Remaja akhir (18 21 tahun ) Tahap ini adalah masa mendekati kedewasaan yang ditandai dengan pencapaian : a. Minat yang semakin mantap terhadap fungsi fungsi intelek
b. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan

orang oang lain dan mendapatkan pengalaman pengalamn baru c. Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi. d. Dapat menyeimbangkan kepentingan sendiri dengan orang lain e. Tumbuh dinding pemisah antara diri sendiri dan masyarakat umum. Perkembangan maturitas seks sekunder wanita, sebagai berikut (Pardede,2008) : 1. < 9 tahun Pra Pubertas 2. 10- 11 tahun pada remaja

37

Rambut pubis mulai tumbuh jarang, sedikit berpigmen, lurus batas medial labia Payudara dari papila menonjol sebagai bukit kecil, diameter areola bertambah 3. 12- 13 tahun Rambut pubis lebih hitam, mulai keriting jumlah bertambah Payudara dan areola membesar tidak ada pemisah garis bentuk 4. 14- 15 tahun Rambut pubis kasar, lenih hitam, keriting, banyak tapi lebih sedikit dari orang dewasa Areola dan papila terbentuk bukit kedua 5. > 16 tahun Rmabut pubis segitiga wanita dewasa menyebar ke permukaan medial paha Payudara bentuk dewasa, papila menonjol, areola merupakan bagian dari garis umum bentuk payudara II. 1. 3. 3. Remaja dan Orangtua Orang tua berperan penting dalam emosi remaja, baik yang memberi efek positif maupun negatif. Hal ini menunjukan bahwa orang tua masih merupakan lingkungan yang sangat penting bagi remaja (Yusuf, 2004). Remaja sering mengalami dilema sangat besar anatra mengikuti kehendak orangtua atau mengikuti keinginannya sendiri. Situasi ini dikenal sebagai keadaan ambivalensi dan dalam hal ini akan menimbulkan konflik pada diri remaja. Konflik ini mempengaruhi remaja dalam usahanya untuk mandiri, sehingga sering menimbulkan hambatan dalam penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya, bahkan dalam beberapa kasus tidak jarang remaja menjadi frustasi dan memendam kemarahan yang mendalam pada orangtuanya tahu orang lain ada disekitarnya.

38

Keadaan frustasi tersebut dapat membahayakan dirinya dan oranglain di sekitarnya (Mutadin, 2002) Penelitian BKKBN pada umumnya masalah antara orangtua dan anak bukan hal hal yang mendalam seperti ekonomi, agama atau sosial. Tetapi hal sepele seperti pakaian dan penampilan, tugas tugas rumahtangga (Desmita, 2005)

II. 1. 3. 4. Remaja dan Lingkungan Sosial Lingkungan sosial remaja meliputi teman sebaya, masyarakat dan sekolah mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi remaja, karena selain sekolah adalah lingkungan kedua dimana remaja banyak melakukan berbagai aktivitas dan menjalain hubungan sosial dengan teman temannya (Needlman,2004). Masalah yang dialami remaja yang bersekolah lebih besar dibandingkan remaja yang tidak bersekolah. Hubungan dengan guru dan teman teman disekolah, mata pelajaran yang berat di sekolah menimbulkan konflik yang cukup berat bagi remaja. Dari semua perubahan sosial yang terjadi dalam sikap dan perilaku sosial, yang paling menononjol adalah hubungan antara remaja dengan teman sesama jenis ataupun lawan jenis, hal ini biasanya mencapai puncak pada tahun tahun tingkat menengah sekolah atas. Pada masa remaja, hubungan sosial mengambil peran yang semaki penting bagi remaja. Remaja mulai memperluas pergaulan sosialnya dengan teman teman sebayanya (peers). Remaja lebih banyak berada di luar rumah dengan teman teman sebayanya. Karena itu, dapat dimengerti bahwa pengaruh teman teman sebaya pada sikap, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga (Hurlock,1999).

39

Empat cara khusus bagaimana terjadinya perubahan kelompok teman sebaya dari masa kanak kanak ke masa remaja:
1. Remaja menghabiskan banyak waktu dengan teman sebaya

dibandingkan anak anak. Pada usia 12 tahun, remaja awal mulai menjauhkan diri dari orang dewasa dan menghabiskan waktu dengan teman sebaya. Selama masa remaja pertengahan, remaja menghabiskan waktu dua kali lebih banyak bersama teman temannya dibandingkan dengan orang tua dan orang dewasa lainnya.
2. Remaja berusaha menghindari pengawasan yang ketat dari

orang tua atau guru dan ingin mendapatkan kebebasan. Mereka mencari tempat untuk bertemu dimana mereka tidak terlalu diawasi. Meskipun di rumah, remaja mendapatkan privasi dan tempat dimana mereka dapat bercerita dengan teman temnnya tanpa didengar orang tua dan saudara saudaranya.
3. Remaja mulai banyak beraksi dengan teman sebaya dari jenis

kelamin yang berbeda. Walaupun anak perempuan dan anak laki laki berpartisipasi dalam kegiatan kelompok persahabatan yang berbeda selama masa pertengahan kanak kanak tetapi pada masa remaja, meningkat sejalan dengan menjauhkan remaja dari orangtua mereka.
4. Selama masa remaja, kelompok teman sebaya menjadi lebih

menyadari nilai nilai perilaku dari sub budaya remaja yang lebih besar. Mereka juga mengidentifikasikan diri dengan kelompok pergaulan tertentu (crowds), yaitu kelompok dengan reputasi untuk nilai nilai, sikap, dan aktivitas tertentu. II 1. 3. 5 Stres Pada Remaja Ada empat faktor yang dapat membuat remaja menjadi stres, yaitu penggunaan obat obatan terlarang, kenakalan remaja, pengaruh negatif dan masalah akademis (Windle & Mason, 2004).

40

Garfinkel (dalam Walker, 2002) mengatakan secara umum penyebab stres pada remaja ialah: 1) Putus dengan pacar 2) Perbedaan pendapat dengan orang tua 3) Bertengkar dengan saudara perempuan dan laki laki 4) Perbedaan pendapat antara orang tua 5) Perubahan status ekonomi pada orang tua 6) Sakit yang diderita oleh anggota keluarga 7) Masalah dengan teman sebaya 8) Masalah dengan orang tua Ada tiga faktor yang sapat menyebabakan remaja menjadi stres, yaitu: (Walker, 2002)
1. Faktor biologis, yaitu:

a. Sejarah depresi dan bunuh diri di dalam keluarga


b. Penggunaan alkohol dan obat obatan terlarang di

dalam keluarga c. Siksaan secara seksual dan fisik di dalam keluarga


d. Penyakit yang serius yang diderita remaja atau

anggota keluarga
e. Sejarah

keluarga atau individu dari kelainan

psikiatris seperti kelainan makan, skizoprenis, manik depresif, gangguan perilaku dan kejahatan f. Kematian salah satu anggota keluarga
g. Ketidakmampuan

belajar atau ketidakmampuan

mental atau fisk h. Perceraian orang tua i. Konflik dalam keluarga


1. Faktor kepribadian, yaitu:

a. Tingkah laku impulsif, obsesif dan ketakutan yang tidak nyata b. Tingkah laku agresif dan antisosial c. Penggunaan dan ketergantungan dan obat terlarang

41

d. Hubungan sosial yang buruk dengan orang lain, menyalahkan diri sendiri dan merasa bersalah e. Masalah dengan tidur atau makan
1. Faktor psikologis dan sosial, yaitu: a. Kehilangan orang yang dicintai, seperti kematian

teman atau anggota keluarga, putus cinta, atau kepindahan teman dekat atau keluarga b. Tidak dapat memenuhi harapan orang tua c. Tidak dapat menyelesaikan konflik dengan anggota keluarga, teman sebaya, guru, yang dapat mengakibatkan kemarahan, frustasi dan penolakan
d. Pengalaman yang dapat membuatnya merasa rendah

diri dapat mengakibatkan remaja kehilangan harga diri atau penolakan e. Pengalaman buruk seperti hamil atau masalah keuangan Sedangkan menurut Needlman (2004) ada beberapa sumber stres yang dialami remaja : 1. Biological stress Pada umumnya perubahan fisik pada remaja terjadi sangat cepat, dari usia 12 14 tahun pada remaja perempuan dan antara 13 dan 15 tahun pada remaja laki laki. Tubuh remaja berubah sangat cepat, remaja merasa bahwa semua orang melihat dirinya. Jerawat juga dapat membuat remaja stres, terutama bagi mereka yang mempunyai pikiran sempit tentang kecantikan yang ideal. Saat yang sama, remaja menjadi sibuk di sekolah dan bersosialisasi, sehingga membuat remaja kekurangan 2. Family stress Salah satu sumber utama stres pada remaja adalah hubungannya dengan orang tua, karena remaja merasa tidur. Hasil dari penelitian, bahwa kekurangan tidur dapat menyebabkan stres

42

bahwa mereka ingin mandiri dan bebas, tetapi di lain pihak mereka juga ingin diperhatikan. 3. School stress Tekanan dalam masalah akademik cenderung tinggi pada dua tahun terakhir di sekolah, keinginan untuk mendapat nilai tinggi atau keberhasilan pada bidang tertentu di mana remaja selalu berusaha untuk tidak gagal, ini semua dapat menyebabkan stres. 4. Peer stress Stres pada kelompok teman sebaya cenderung tinggi pada pertengahan tahun sekolah. Remaja yang tidak diterima rendah 5. Social stress Remaja tidak mendapat tempat pada pergaulan orang dewasa, karena mereka tidak diberikan kebebasan mengukapkan pendapat mereka, tidak boleh membeli alkohol secara legal, tidak bisa mendapat bayaran tinggi dari yang dikerjakannya dan sebagainya. Pada saat yang sama mereka tahu bahwa mereka semua nantinya akan mewarisi masalah besar kehidupan sosial, seperti masalah ekonomi yang tidak stabil. Ini dapat membuat remaja menjadi stres II. 1.Kerangka Teori Stresor pada remaja oleh teman temannyabiasanya akan menderita, tertutup dan mempunyai harga diri yang

Stres

Respons Psiklogis

Respons Fisiologis

Respons Perilaku

43

Sistem Pernapasan dan Kardiovaskular

Sistem Pencernaan dan Perkemihan

Sistem Endokrin dan Reproduksi

Gangguan Tidur

Siklus menstruasi

Keterangan : Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti

II. 2.Kerangka Konsep Variabel Independen Tingkat Stres 1. 2. 3. 4. 5. II. 1.Hipotesis Penelitian
1. H0: Tidak ada hubungan tingkat stres terhadap siklus

Variabel Dependen

Normal Ringan Sedang Berat Sangat berat

Siklus Menstruasi 1. Teratur 2. Tidak teratur

menstruasi pada remaja kelas XII di SMA Negeri 64 Jakarta H1: Ada hubungan tingkat stres terhadap siklus menstruasi pada remaja kelas XII di SMA Negeri 64 Jakarta 2. H0: Tidak ada hubungan tingkat stres terhadap siklus menstruasi pada remaja kelas XII IPA di SMA Negeri 64 Jakarta

44

H1: Ada hubungan tingkat stres terhadap siklus menstruasi pada remaja kelas XII IPA di SMA Negeri 64 Jakarta 3. H0: Tidak ada hubungan tingkat stres terhadap siklus menstruasi pada remaja kelas XII IPS di SMA Negeri 64 Jakarta H1: Ada hubungan tingkat stres terhadap siklus menstruasi pada remaja kelas XII IPS di SMA Negeri 64 Jakarta 4. H0: Tidak ada hubungan jurusan kelas terhadap tingkat stres pada remaja kelas XII di SMA Negeri 64 jakarta H1: Ada hubungan jurusan kelas terhadap tingkat stres pada remaja kelas XII di SMA Negeri 64 Jakarta

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. 1Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasi analitik dengan pendekatan cross sectional (potong lintang) dengan pengukuran variabel yang dilakukan satu saat hanya satu kali dengan cara melihat dan mengobservasi hubungan antara variabel bebas (tingkat stres) dengan variabel terikat (siklus menstruasi) pada remaja kelas XII di SMAN 64 Jakarta. III. 2Lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan di SMAN 64 Jakarta dan berlangsung pada bulan Agustus sampai November 2011 III. 3Subjek Penelitian 1. Populasi Semua siswi kelas XII di SMAN 64 Jakarta

45

2. Sampel Sampel adalah bagian dari populasi, dalam penelitian ini merupakan semua siswi di SMAN 64 Jakarta yang berjumlah 146 siswi. 3. Kriteria Inklusi 1. Siswa yang hadir pada hari pengisian kuesioner 2. Sudah mengalami menstruasi 3. Sehat 4. Normoweight

1. Kriteria ekslusi 1. Tidak Hadir 2. Didiagnosis penyakit kronis (kanker, kelainan kelenjar gondok, diabetes, lupus, penyakit liver, penyakit ginjal) 3. Didiagnosa mengalami gangguan pada alat reproduksi dan pernah operasi pada alat reproduksi 4. Obesitas 5. Overweight 6. Underweight 7. Atlit atau memiliki aktivitas fisik berat 8. Sedang mengkonsumsi obat obatan (Obat hormonal, NSAID, Kortikosteroid III. 4. Teknik Sampling Teknik sampling adalah proses seleksi sampel yang digunakan dalam penelitian dari populasi yang ada sehingga jumlah sampel akan mewakili keselurahan populasi yang ada (Hidayat,2007). Pemilihan teknik sampling menggunakan non - probability sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak memberi kesempatan sama setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sudigdo,2008).

46

Metode yang digunakan sample jenuh yaitu teknik penentuan sampel bila semua anggita populasi digunakan sebagai sampel. III. 5. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah Cross sectional, yaitu desain penelitian dengan pengukuran variabel yang digunakan satu saat hanya satu kali . Peneliti melakukan observasi atau pengukuran variabel pada satu saat tertentu dimana tiap subyek hanyak diobservasi satu kali dan pengukuran variabel subyek hanya dilakukan satu kali. Studi Cross sectional mempelajari hubungan tingkat stres terhadap siklus menstruasi pada remaja kelas XII di SMAN 64 Jakarta.Observasi atau pengukuran terhadap variabel bebas (tingkat stres) dan variabel tergantung ( siklus menstruasi) dilakukan seklai dalam waktu yang sama. III. 6. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel Independen : tingkat stres Variabel Dependen III. 7. Definisi Operasional : siklus menstruasi

Variabel

Definisi

Cara Ukur

Alat Ukur

Hasil Ukur 1. Normal 2. Ringan 3. Sedang 4. Berat 5. Sangat berat

Skala

Stres

suatu

respon Kuesioner Kuesioner DASS- 21

ordinal

fisiologis, psikologis dan perilaku manusia yang mencoba untuk mengadaptasi dan mengatur baik tekanan

47

internal maupun eksternal Siklus Jarak pertama menstruasi sampai datangnya menstruasi berikutnya. waktu Kuesioner Kuesioner hari pertanyaan 1. Normal (21 nominal 35 hari ) 2. Tidak normal ( < 21 hari atau > 35 hari)

menstruasi sejak

III. 8. Instrumen Penelitian Instrumen untuk penelitian ini merupakan data primer yang di ambil melalui 2 kuesioner , yaitu : 1. Kuesioner siklus menstruasi Kuesioner ini berisikan tetang pertanyaan mengenai siklus menstruasi. Pada saat itu juga responden menjawab pertanyaan yang ada dalam kuesioner dan dikembalikan hari itu juga.
2. Kuesioner Depression Anxiety Stress Scale 21 (DASS 21)

Kuesioner DASS adalah 21 butir ukuran kuantitatif untuk mengukur kondisi emosional negatif depresi, kecemasan dan stres.

III. 9. Protokol penelitian III. 9. 1. Pra penelitian Mengajukan surat ijin atau permohonan kepada Kepala Sekolah Menengah Atas Negeri 64 Jakarta untuk meminta ijin melakukan penelitian dengan membagikan kuesioner kepada siswi kelas XII

48

Sosialisasi siklus menstruasi untuk mencatat dan menghitung siklus menstruasi serta sosialisasi stres dan stresor pada remaja.

III. 9. 2. Saat Penelitian Bekerja sama dengan pihak sekolah, dengan mewawancarai kepada seluruh siswi kelas XII di SMAN 64 Jakarta, juga melakukan pengisian kuesioneir penelitian dan mengumpulkan kuesioner pada hari itu juga

III. 9. 3 Pengolahan data Data yang sudah terkumpul selanjutnya diolah dengan

menggunakan sistem komputerisasi perangkat lunak pengoahan data merupakan paket program statistik yang berguna untuk mengolah dan menganalisis data penelitian.

III. 10 Analisis Data Analisis data meliputi analisis univariat dan bivariat. Analisis univariat digunakan untuk mengetahui proporsi frekuensi usia, tingkat stress dan lamanya siklus menstruasi. Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara masing masing variabel bebas dengan variabel terikat. Untuk membuktikanya hipotesis penelitian digunakan uji Chi-Square menggunakan data kategori (nominal dan ordinal). Rumus Chi Square
X2=(f0-fh)E2 Df = (k-1)(b1)

49

Keterangan :

X2 : chi Square (Kai Kuadrat) f0 : Nilai Observasi Fh : Nilai Harapan Df : Degree of freedom (Derajat kebebasan) ((b-1) (k-1)) K : Jumlah Kolom B : Jumlah Baris Keputusan Uji Chi Square, H0 ditolak p < (0,05),artinya ada hubungan bermakna antara variabel dependen dengan variabel independen . H0 diterima apabila p > (0,05), artinya tidak ada hubungan bermakna antara variabel dependen dengan variabel independen.

50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV. 1. IV. 1. 1. Gambaran Umum SMA Negeri 64 Jakarta Lokasi SMA Negeri 64 terletak di Jalan Cipayung Raya, RT 011 RW 02, Keluruhan Cipayung, Kecamatan Cipayung, Kotamadya Jakarta Timur

IV. 1. 2.

Visi dan Misi

1) Visi Unggul dalam akademis dan kepribadian dengan berwawasan global, prima dalam pelayanan, berlandaskan imtaq dan iptek. 2) Misi 1. Melaksanakan menyenangkan. 2. Memberikan layanan khusus bagi siswa berpotensi tinggi. pembelajaran efektif,demokratis, inovati dan

51

3. Membina dan memberi keteladanan dalam ketaqwaan 4. Trampil Mengoperasikan komputer 5. Menyelenggarakan secara intensif kegiatan ektrakurikuler 6. Membina solidaritas dan rasa kebangsaan 7. Membina Tim Seni yang Unggul 8. Mewujudkan menejemen partisipatif,transparan dan akuntabel 9. Mewujudkan kepuasan siswa dan orang tua 10. Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan

IV. 2.

Hasil Penelitian Data dari penelitian ini merupakan data primer yang dilakukan pada tanggal 19 Agustus 2011 dan 30 November 2011 di SMA Negeri 64 Jakarta. Penelitian dilakukan dengan membagikan kuesioner DASS (Depression Anxiety Stress Scale) dan kuesioner siklus menstruasi kepada responden, sebelum pengisian kuesioner dilakukian penyuluhan bertujuan untuk responden mencatat siklus menstruasi 3 bulan terakhir. Berikut ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan di SMA Negeri 64 Jakarta untuk mengetahui hubungan tingkat stres terhadap siklus menstruasi pada remaja kelas XII di SMA negeri 64 Jakarta

IV. 2. 1.

Gambaran Umum Subyek Penelitian Subyek penelitian ini adalah siswa kelas XII di SMA Negeri 64 Jakarta adalah sebanyak 146 siswa, terdapat 90 responden yang memenuhi kriteria penelitian dan semuanya dijadikan sampel penelitian. Dengan kelas IPA sebanyak 79 siswa, terdapat 47 responden yang memenuhi kriteria penelitian dan semua dijadikan sampel penelitian, begitu juga dengan kelas IPS sebanyak 67 reponden, dan terdapat 43 responden ynag memenuhi kriteria penelitian.

52

IV. 2. 2.

Analisis Univariat Analisis ini dilakukan untuk melihat gambaran distribusi frekuensi variabel variabel yang akan diteliti, meliputi tingkat stres dan siklus menstruasi pada remaja kelas XII di SMA Negeri 64 Jakarta. 1) Tingkat Stres pada kelas XII IPA Dari 47 responden yang menjadi subjek penelitian, sebagian besar responden mengalami tingkat stres sedang yaitu sebanyak 17 orang (36,17%) diikuti tingkat stres normal 12 orang (25,53%), tingkat stres berat 9 orang (19,15%), tingkat stres sangat berat 5 orang (10,64%) dan tingkat stres sangat ringan 4 orang (8,51%). Hal ini dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Distibusi tingkat Stres pada kelas IPA Subyek Penelitian

53

2) Tingkat Stres pada kelas XII IPS

Dari 47 responden yang menjadi subjek penelitian, sebagian besar responden mengalami tingkat stres normal yaitu sebanyak 17 orang (37,21%) diikuti tingkat berat 9 orang (20,93%), tingkat sedang 7 orang (16,28%), tingkat ringan 7 orang (16,38%) dan tingkat stres sangat ringan 3 orang (9,30%). Hal ini dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Distibusi tingkat Stres pada kelas IPS Subyek Penelitian 3) Siklus Menstruasi pada Kelas IPA Dari 43 responden yang menjadi subjek penelitian, sebagian besar responden mengalami siklus menstruasi tidak teratur terdapat 27 orang (57,8%) dan diikuti dengan siklus

54

menstruasi teratur sebanyak 20 orang (42,2%). Hal ini dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 3. Distribusi Siklus Menstruasi Kelas IPA Subyek Penelitian 4) Siklus Menstruasi pada Kelas IPS Dari 43 responden yang menjadi subjek penelitian, sebagian besar responden mengalami siklus menstruasi tidak teratur terdapat 21 orang (%) dan diikuti dengan siklus menstruasi teratur sebanyak 22 orang (%). Hal ini dapat dilihat pada gambar 2.

55

Gambar 4. Distribusi Siklus Menstruasi Kelas IPS Subyek Penelitian

IV. 2. 3.

Analisis Bivariat Analisis bivariat ini digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan antara dua variabel (Hastono,2007).

1) Hubungan Antara Tingkat Stres terhadap Siklus Menstruasi Pada Remaja Kelas XII IPA di SMA Negeri 64 Jakarta Tabel 1. Hubungan antara tingkat stres dengan siklus menstruasi Pada Remaja Kelas XII IPA di SMA Negeri 64 Jakarta Siklus Menstruasi Tingkat Stres Normal Ringan Sedang Berat Sangat berat Total 0 20 0 42,6 5 27 100 57,4 5 47 100 100 Teratur N 8 2 9 1 % 66,7 50 52,9 1,1 4 2 8 8 Tidak Teratur N % 33,3 50 47,1 88,9 N 12 4 17 9 Total % 100 100 100 100 0.026 P value

Pada awalnya data yang diperoleh berbentuk tabek B x K, namun karena tidak memenuhi syarat uji chi-square yaitu masih ada sel yang mempunyai nilai expected kurang dari lima. Maka dilakukan penggabungan sel untuk kembali di uji dengan uji chi-square. Peneliti memutuskan untuk menggabungkan kelompok tingkat stres ringan dengan kelompok tingkat stres sedang dan kelompok tingkat stres sedang dengan kelompok tingkat stres sangat berat karena jumlah subjek yang termasuk kelompok tingkat stres ringan dan tingkat stres

56

sangat berat sedikit. Dengan begitu didapatkan data dengan tabel 3 x 2 lalu diuji kembali dengan uji chi-square. Data tersebit layak diuji dengan uji chi-square karena tidak ada nilai expected yang kurang dari lima. Tabel 2. Hubungan antara tingkat stres dengan siklus menstruasi Pada Remaja Kelas XII IPA di SMA Negeri 64 Jakarta Setelah Pengabungan Sel Siklus Menstruasi Tingkat Stres Teratur N Normal Ringan Sedang Berat sangat berat Total 20 42,6 27 57,4 47 100 1 1,1 13 92,9 14 100 11 52,4 10 47,6 21 100 0.004 8 % 66,7 4 Tidak Teratur N % 37,3 N 12 Total % 100 P value

Dari tabel 2 di atas, didapatkan 47 responden yang mengalami tingkat stres normal dengan siklus menstruasi teratur sebanyak 8 orang atau 66,7% dan yang mengalami tingat stres normal dengan siklus menstruasi tidak teratur sebanyak 4 orang atau 37,3%. Sedangkan yang mengalami tingkat stres ringan sedang dengan siklus menstruasi teratur sebanyak 11 orang atau 52,4%, yang mengalami tingkat stres ringan sedang dengan siklus menstruasi tidak teratur sebanyak 10 orang atau 47,6%. Dan yang mengalami tingkat stres berat sangat berat dengan siklus menstruasi teratur sebanyak 1 orang atau 7,1% dan yang mengalami tingkat stres berat

57

sangat berat dengan siklus menstruasi tidak teratur sebanyak 13 orang atau 92,9%. Berdasarkan hasil uji analisis uji statistik chi-square didapatkan p=0,000 dan nilai p< dengan =0,004 sehingga dapat disimpulkan terima H1. Hal ini berarti terdapat hubungan yang bermakna antra tingkat stres dengan siklus menstruasi pada remaja kelas XII IPA di SMA Negeri 64 Jakarta.
2) Hubungan Antara Tingkat Stres terhadap Siklus Menstruasi Pada

Remaja Kelas XII IPS di SMA Negeri 64 Jakarta Tabel 3. Hubungan antara tingkat stres dengan siklus menstruasi Pada Remaja Kelas XII IPA di SMA Negeri 64 Jakarta Siklus Menstruasi Tingkat Stres Normal Ringan Sedang Berat Sangat berat Total 0 22 0 51,2 4 21 100 48,8 4 43 100 100 Teratur N 14 1 4 3 % 87,5 14,3 57,1 33,3 2 6 3 6 Tidak Teratur N % 12,5 85,7 42,9 66,7 N 16 7 7 9 Total % 100 100 100 100 0.001 P value

Pada awalnya data yang diperoleh berbentuk tabek B x K, namun karena tidak memenuhi syarat uji chi-square yaitu masih ada sel yang mempunyai nilai expected kurang dari lima. Maka dilakukan penggabungan sel untuk kembali di uji dengan uji chi-square. Peneliti memutuskan untuk menggabungkan kelompok tingkat stres ringan dengan kelompok tingkat stres sedang dan kelompok tingkat stres sedang dengan kelompok tingkat stres sangat berat karena jumlah subjek yang termasuk kelompok tingkat stres ringan dan tingkat stres sangat berat sedikit.

58

Dengan begitu didapatkan data dengan tabel 3 x 2 lalu diuji kembali dengan uji chi-square. Data tersebut layak diuji dengan uji chi-square karena tidak ada nilai expected yang kurang dari lima. Tabel 4. Hubungan antara tingkat stres dengan siklus menstruasi Pada Remaja Kelas XII IPS di SMA Negeri 64 Jakarta Setelah Pengabungan Sel Siklus Menstruasi Tingkat Stres Teratur N Normal Ringan Sedang Berat sangat berat Total 22 51,2 21 48,8 47 100 3 23,1 10 76,9 13 100 5 35,7 9 64,3 14 100 0.001 14 % 87,5 2 Tidak Teratur N % 12,5 N 16 Total % 100 P value

Dari tabel 4 di atas, didapatkan 43 responden yang mengalami tingkat stres normal dengan siklus menstruasi teratur sebanyak 14 orang atau 87,5% dan yang mengalami tingat stres normal dengan siklus menstruasi tidak teratur sebanyak 2 orang atau 12,5%. Sedangkan yang mengalami tingkat stres ringan sedang dengan siklus menstruasi teratur sebanyak 5 orang atau 35,7 yang mengalami tingkat stres ringan sedang dengan siklus menstruasi tidak teratur sebanyak 9 orang atau 64,3%. Dan yang mengalami tingkat stres berat sangat berat dengan siklus menstruasi teratur sebanyak 3 orang atau 23,1% dan yang mengalami tingkat stres berat sangat berat dengan siklus menstruasi tidak teratur sebanyak 10 orang atau 76,9%. Berdasarkan hasil uji analisis uji statistik chi-square didapatkan p=0,000 dan nilai p< dengan =0,001 sehingga dapat disimpulkan terima

59

H1. Hal ini berarti terdapat hubungan yang bermakna antra tingkat stres dengan siklus menstruasi pada remaja kelas XII IPS di SMA Negeri 64 Jakarta.
3) Hubungan Antara Tingkat Stres terhadap Siklus Menstruasi Pada

Remaja Kelas XII di SMA Negeri 64 Jakarta Tabel 5. Hubungan antara tingkat stres dengan siklus menstruasi Pada Remaja Kelas XII di SMA Negeri 64 Jakarta Siklus Menstruasi Tingkat Stres Normal Ringan Sedang Berat Sangat berat Total 0 42 0 46,7 9 48 100 53,3 9 90 100 100 Teratur N 22 3 13 4 % 78,6 27,5 54,2 22,2 6 8 11 14 Tidak Teratur N % 21,4 72,7 45,8 77,8 N 28 11 24 18 Total % 100 100 100 100 0.000 P value

Pada awalnya data yang diperoleh berbentuk tabek B x K, namun karena tidak memenuhi syarat uji chi-square yaitu masih ada sel yang mempunyai nilai expected kurang dari lima. Maka dilakukan penggabungan sel untuk kembali di uji dengan uji chi-square. Peneliti memutuskan untuk menggabungkan kelompok tingkat stres ringan dengan kelompok tingkat stres sedang dan kelompok tingkat stres sedang dengan kelompok tingkat stres sangat berat karena jumlah subjek yang termasuk kelompok tingkat stres ringan dan tingkat stres sangat berat sedikit. Dengan begitu didapatkan data dengan tabel 4 x 2 lalu diuji kembali dengan uji chi-square. Data tersebut layak diuji dengan uji chi-square karena tidak ada nilai expected yang kurang dari lima.

60

Tabel 6. Hubungan antara tingkat stres dengan siklus menstruasi Pada Remaja Kelas XII di SMA Negeri 64 Jakarta Setelah Pengabungan Sel Siklus Menstruasi Tingkat Stres Teratur N Normal Ringan Sedang
Berat-Sangat Berat

Tidak Teratur N % 6 8 11 23 48 21,4 72,7 45,8 85,2 53,3 N

Total % 100 100 100 100 100

P value

% 78,6 27,3 54,2 14,8 42,6

22 3 13 4 42

28 11 24 27 90

0.000

Total

Dari tabel 6 di atas, didapatkan 90 responden yang mengalami tingkat stres normal dengan siklus menstruasi teratur sebanyak 22 orang atau 78,6% dan yang mengalami tingat stres normal dengan siklus menstruasi tidak teratur sebanyak 6 orang atau 21,4%. Sedangkan yang mengalami tingkat stres ringan dengan siklus menstruasi teratur sebanyak 3 orang atau 27,3%, yang mengalami tingkat stres ringan dengan siklus menstruasi tidak teratur sebanyak 8 orang atau 72,7%. Tingkat stres sedang dengan siklus menstruasi teratur sebanyak 13 orang atau 54,2%, sedangkan yang mengalami tingkat stres sedang dengan siklus menstruasi tidak teratur sebanyak 11 orang atau 45,8 %. Dan yang mengalami tingkat stres berat sangat berat dengan siklus menstruasi teratur sebanyak 4 orang atau 14,8 % dan yang mengalami tingkat stres berat sangat berat dengan siklus menstruasi tidak teratur sebanyak 23 orang atau 25,2%. Berdasarkan hasil uji analisis uji statistik chi-square didapatkan p=0,000 dan nilai p< dengan =0,000 sehingga dapat disimpulkan terima H1. Hal ini berarti terdapat hubungan yang bermakna antra tingkat stres dengan siklus menstruasi pada remaja kelas XII di SMA Negeri 64 Jakarta.

61

4) Hubungan Antara Jurusan Kelas terhadap Tingkat Stres Pada

Remaja Kelas XII di SMA Negeri 64 Jakarta Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara jurusan kelas dengan tingkat stres pada remaja kelas XII di SMA Negeri 64 Jakarta, maka dilakukan uji kolmogorov-Smirnov dikarenakan variabel independen (jurusan kelas) terdiri dari 2 kategori dan variabel dependen (tingkat stres) terdiri dari 5 variabel. Hasil analisis antara jurusan kelas dengan tingkat stres didapatkan nilai (p=0,497) artinya tidak terdapat hubungan antara jurusan kelas terhadap tingkat stres. IV. 3. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan mengambil data menggunakan kuesioner, dan didapatkan 90 responden yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Dari hasil penelitian diperoleh data tentang tingkat stres pada remaja kelas XII IPA. Didapatkan tingkat stres sedang yaitu sebanyak 17 orang (36,17%) diikuti tingkat stres normal 12 orang (25,53%), tingkat stres berat 9 orang (19,15%), tingkat stres sangat berat 5 orang (10,64%) dan tingkat stres sangat ringan 4 orang (8,51%). Tentang tingkat stres pada remaja kelas XII IPS, didapatkan tingkat stres normal yaitu sebanyak 17 orang (37,21%) diikuti tingkat berat 9 orang (20,93%), tingkat sedang 7 orang (16,28%), tingkat ringan 7 orang (16,38%) dan tingkat stres sangat ringan 3 orang (9,30%). Menurut Syamsu pada remaja suka mengeluh tentang sekolah, misalkan kegiatan belajar sehari hari yang banyak menguras tenaga dan pikiran, banyak tugas dari guru, ketakutan terhadap mengahadapi Ujian Akhir Semester maupun Ujian Akhir Nasional dan lain lain. Dan besarnya minat pendidikan sangat berpengaruh terhadap tingkat stres karena mereka merasa adanya tekanan persaingan ketat demi tercapainya cita cita. Hasil penelitian tentang siklus menstruasi pada remaja kelas XII IPA di SMA Negeri 64 Jakarta sebagian besar mengalami siklus

62

mentruasi tidak teratur terdapat 27 orang (57,4%) dan diikuti dengan siklus menstruasi teratur sebanyak 20 orang (42,6%). Pada remaja kelas XII IPS sebagian besar mengalami siklus menstruasi teratur sebanyak 22 oarng (51,2%) diikuti dengan siklus menstruasi tidak teratur sebanyak 21 orang (48,8%). Menurut Sriarti Stresor diketahui merupakan faktor etiologi dari banyak penyakit. Salah satunya menyebabkan stres fisiologis yaitu gangguan pada siklus menstruasi. Gangguan pada pola menstruasi ini melibatkan mekanisme regulasi intergatif yang mempengaruhi proses biokimia dan seluler tubuh termasuk otak dan psikologis. Pengaruh otak dalam reaksi hormonal terjadi melalui jalur hipotalamus hipofisis ovarium yang meliputi multiefek dan mekanisme kontrol umpan balik. Pada keadaan stres terjadi aktivasi pada amygdala pada sistem limbik. Sistem ini akan menstimulasi pelepasan hormon dari hipotalamus yaitu Corticotropic Releasing Hormone (CRH). Peningkatan CRH akan menstimulasi pelepasan Adenocorticotropin Hormone (ACTH) kedalam darah. Peningkatan kadar ACTH akan menyebabkan peningkatan kadar kortisol darah. Pada wanita dengan gejala amenore hipotalamik menunjukan keadaan hiperkortisolisme yang disebabkan adanya peningkatan CRH dan ACTH. Hormon hormon tersebut secara langsung dan tidak langsung menyebabkan penurunan kadar GnRH, dimana melalui jalan ini maka stres menyebabkan gangguan silkus menstruasi Hasil uji statistik menggunakan uji chi-square menunjukan bahwa ada hubungan yang bermakna p = 0,004 (p<0.05) antara tingkat stres terhadap siklus menstruasi pada remaja kelas XII IPA dan ada hubungan bermakna p=0,001 (p<0,05) anatara tingkat stres terhadap siklus menstruasi pada remaja kelas XII IPS. Dari gambaran umum hubungan tingkat stres dengan siklus menstruasi pada remaja kelas XII didapatkan nilai p=0,000 yang berarti ada hubungan bermakna. Dengan demikian Hasil penelitian menunjukan H0 ditolak dan terima H1.

63

Hasil

uji

statistik

menggunakan

uji

kolmogorov-smirnov

menunjukan bahwa nilai p=0,497 yang berarti tidak ada hubungan bermakna antara jurusan kelas dengan tingkat stres pada remaja kelas XII. Dengan demikian, hasil penelitian menunjukan H0 diterima. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian deskriptif dari Atik Mahbubah dalam studi kasusnya di kelurahan sidoarjo kabupaten pacitan pada wanita usia 20 29 tahun menemukan adanya hubungan stres dengan siklus menstruasi. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Desty Nur di Universitas Sebelas Maret Surakarta pada Mahasiswa tingkat II dan tingkat IV Keperawatan didapatkan hubungan stres dengan pola menstruasi didaptkan menstruasi teratur.
Pada saat sekarang ini, telah banyak fakta yang mengungkapkan hubungan antara stres dengan menstruasi yang merupakan masalah kesehatan bagi wanita (Kaplan and Manuck, 2002). Berdasarkan data wawancara dari beberapa studi, menunjukkan bahwa siklus menstruasi yang abnormal berhubungan dengan stres psikologi (Nepomnaschy, 2007), dan dari hasil penelitian beberapa studi juga menjelaskan bahwa sewaktu stres terjadi aktivasi aksis hipotalamus-pituitari-adrenal bersama-sama dengan sistem saraf autonom yang menyebabkan beberapa perubahan, diantaranya pada sistem reproduksi yakni siklus menstruasi yang abnormal (Chrousos dkk, 2004; Kanjantie dan Phillips, 2006). Dari data beberapa hasil studi dikatakan bahwa pelajar perawat di Kusyu University dilaporkan sebanyak 34% mengalami menstruasi tidak teratur akibat stress (Onimura dan Yamaguchi, 1996), penelitian di Jepang,

hasil penelitian

tersebut 62 responden

mengalami stres ringan dan 43 responden mengalami siklus

terdapat 63% pelajar mahasiswi mengalami menstruasi tidak teratur (Yamamoto dkk, 2009). IV. 4. Keterbatasan Penelitian

64

Penelitian ini tidak terlepas dari berbagai kelemahan mengingat adanya keterbatasan dalam hal variabel dan jumlah sampel, karena banyaknya batasan yang dilakukan oleh penelti. Secara teoritis stresor pada remaja dapat karena faktor biologis, faktor kepribadian dan faktor psikologis dan sosial serta faktor yang mempengaruhi siklus menstruasi seperti penyakit kronis, obat obatan, status gizi, berat badan, gaya hidup, gangguan hormonal, dll. Dikarenakan keterbatsan wkatu dan tenaga dalam pengambilan data serta banyaknya faktor yang memepengaruhi dari variabel penelitian sehingga masih banyak yang hal hal yang belum diteliti.

BAB V PENUTUP

V. 1.

Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan terdapat hasil penelitian hubungan antara tingkat stres terhadap siklus menstruasi pada remaja kelas XII di SMA Negeri 64 Jakarta yang diperoleh, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Ada hubungan antara tingkat stres terhadap siklus menstruasi pada remaja kelas XII IPA di SMA Negeri 64 Jakarta

65

2. Ada hubungan antara tingkat stres terhadap siklus menstruasi pada remaja kelas XII IPS di SMA Negeri 64 Jakarta 3. Ada hubungan antara tingkat stres terhadap siklus menstruasi pada remaja kelas XII di SMA Negeri 64 Jakarta 4. Tidak ada hubungan antara jurusan kelas terhadap stingkat stres pada remaja kelas XII di SMA Negeri 64 Jakarta

V. 2.

Saran 1. Bagi remaja yang mengalami tingkat stres tidak normal agar lenih meningkatkan pengetahuan mengenai penatalaksaan stres. 2. Bagi remaja yang mengalami siklus menstruasi tidak teratur, sebaiknya perlu intervensi secara psikologis maupun klinis lebih lanjut lagi 3. Bagi lingkungan keluarga ataupun pendidikan perlunya

pendekatan keluarga, psikoterapi serta pendekatan agama agar tidak bertambahnya tingkat stres pada remaja. 4. Bagi masyarakat luas agar menambah pengetahuan mengenai stres dan siklus menstruasi serta penatalaksanaannya 5. Bagi masyarakat ilmiah perlunya penelitaian lebih lanjut antara tingkat stres dengan variabel lainnya.

66

DAFTAR PUSTAKA Alloy, L.B, Riskind, J.H, and Maros, M.J. 2004. Stress and Pshysical Disorder : Abnormal Psychology. Edisi 9. New York: Mc GrawHill. Hal 211 215 Baso, Zohra Andi dan Judy Raharjo. 1999. Kesehatan Reproduksi, cetakan ketiga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Breen L.M and Karsch F.J. 2004. Does cortisol inhibite pulsatile Leutinizing Hormone secretion on hypothalamus or oituitary level? Endocrinology Branon L, Feist J. 2007. Health Psychology. 6th Ed. California: Belmon. Hal 97 130 Carlson, N.R. 2005 Faoundation of Physiological Psycology. 6th Ed. MA: Permission Departemen. Hal 502 506 Chomaria Nurul. 2009. Tips jitu praktis mengusir stres. Yogyakarta: Diva Press

67

Cohen H. 2003. McGill Medicine Menstrual Cycle Homepage. Muson Medical Informatic Project. http://211--ww2011.campusmcgill.ca:8889/dir.menstrualcycke.html. [18 Juni 2011] Depression Anxiety Stres Scales (DASS), 2010. DASS FAQ (Frequently Asked Questions). Dari: http://www2.psy.unsw.edu.au/groups/dass/DASSFAQ.htm#_14.What_does_t he_ stres scale_mea [28 mei 2011] Desmita. 2005. Psikologi perkembangan. Bandung: PT. Rakyat Rosdakarya Desti, Nur. 2010. Hubungan stres dengan pola menstruasi. Surabaya. Fakultas Kedokteran UNS Ganong,William.F. 2002. Buku ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta: Buku Kedokteran EGC Guyton,Arthur.C. 2007. Buku ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: Buku kedokteran EGC Indri, Kemala. 2007. Stres pada remaja. Medan, Fakultas Kedokteran USU Hawari. 2001. Manajemen Stres, cemas dan depresi. Jakarta: FKUI Hurlock, Elizabeth. 1999. Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Jakarta: Penerbit Erlangga Heffener Linda, Schust Danny. 2008. At a Glance Sistem Reproduksi, edisi 2. Jakarta: Erlangga Kaplan, J.R., Manuck, S.B., 2002. Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Psikiatri Klinis. Edisi 7. Jilid 1&2. Jakarta: Binarupa Aksara Maramis, W.F. 2009. Catatan Ilnu Kedokteran Jiwa. Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press Mutadin Z. 2002. Kemandirian sebagai kebutuhan psikologis pada remaja. http://www.e-psikologi.com/remaja.htm [07 September 2011]

68

Needlman

R.

2004.

Adolesence

stres.

http://www.drspock.com/article/0.1510.7961.00.html [12 Agustus 2011] Neilniven. 2000. Psikologi Kesehatan : pengantar untuk perawat dan profesi kesehatan. Edisi 2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Hal 121-137 Nepomnaschy, P.A., Sheiner, E., Mastorakos, G., Arck, P.C., 2007. Stress, Immune Function, and Womens Reproduction. Ann NY Acad Sci. 1113: 350 364. Nevid Jeffry, Rathus Spencer, Greence Beverly. 2005. Psikologi Abnormal. Edisi 5. Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Hal 135-139 Onimura, K., Yamaguchi, K., 1996. The Menstrual Disturbance and Stres in Nursing Students. Memoirs Kusyu U. Sch. Health Sci. 23: 37 46. Pardede. 2008. Tumbuh Kembang anak dan Dewasa. Jakarta: Sagung Seto. Hal 138-167 Pinel, J. P. J. 2009. Biopsikologi. Edisi 7. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal 557-565 Sarwono S.W. 2007. Psikologi remaja. Edisi revisi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: Buku Kedoktreran EGC Speroff, L and Fritz, M.A. 2005. Clinical Gynecologic and Endocrinology and Infertility. 7th Ed. Panama: Lippicott Williams and Wilkins. Hal 187 225 Sriarti mei 2011] Sudigdo Sastroasmoro. 2008. Dasar dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi 3. Jakarta: Sagung Seto Aat. 2008. Tinjauan tentang stres.

http://digilib.unsri.ac.id/.../TINJAUAN%20TENTANG%20STRES.pdf... [14

69

Sumiati, Dinarti, et all. 2009. Kesehatan Jiwa Remaja dan Konseling. Jakarta: TIM Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Hal 213-223 Tri Suwarni. 2009. Hubungan antara tingkat kecemasan dengan siklus haid pada siswi kelas 2 SMA Negeri 1 Karanganyar. Surakarta. Fakultas Kedokteran UNS Walker J. 2002. Teens in distress series Adolesence stress and depresion. http://www.extension.umn.edu/distribution/youthdevelopment/DA3083.html [10 Agustus 2011] Wiknjsastro. 2007. Ilmu Kandungan dan Kebidanan. Jakarta: Pustaka Sarwono Prawiroharjo Windle M and Mason A. 2004. General of Behavior and emotional problems among adolesence. Jurnal of emotional and behavioral Yusuf LN, Syamsu. 2004. Psikologi anak dan remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya Yayasan

LAMPIRAN

70

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian

Lampiran 2. Surat izin Penelitian

71

Lampiran 3. Lembar informed consent

72

Lampiran 4. Kuesioner Siklus Menstruasi

Lampiran 5. Kuesioner DASS 21

73

74

Lampiran 6. Data Output Analisis Univariat a. Gambaran Tingkat Stres pada Remaja Kelas XII IPA di SMA Negeri 64 Jakarta

75

stresIPA Cumulative Frequency Valid normal ringan sedang Berat sangat berat Total 12 4 17 9 5 47 Percent 25.5 8.5 36.2 19.1 10.6 100.0 Valid Percent 25.5 8.5 36.2 19.1 10.6 100.0 Percent 25.5 34.0 70.2 89.4 100.0

76

b. Gambaran Tingkat Stres pada Remaja Kelas XII IPS di SMA Negeri 64 Jakarta

stresIPS Cumulative Frequency Valid normal ringan sedang Berat sangat berat Total 16 7 7 9 4 43 Percent 37.2 16.3 16.3 20.9 9.3 100.0 Valid Percent 37.2 16.3 16.3 20.9 9.3 100.0 Percent 37.2 53.5 69.8 90.7 100.0

c. Gambaran Siklus Menstruasi pada Remaja Kelas XII IPA di SMA

Negeri 64 Jakarta

77

siklusmens Cumulative Frequency Valid teratur tidak teratur Total 20 27 47 Percent 42.6 57.4 100.0 Valid Percent 42.6 57.4 100.0 Percent 42.6 100.0

d. Gambaran Siklus Menstruasi pada Remaja Kelas XII IPS di SMA Negeri 64 Jakarta

78

siklusmens Cumulative Frequency Valid Teratur tidak teratur Total 22 21 43 Percent 51.2 48.8 100.0 Valid Percent 51.2 48.8 100.0 Percent 51.2 100.0

Lampiran 7. Crosstab tingkat stres dengan siklus menstruasi pada kelas XII IPA tabel BxK

79

stresIPA * siklusmens Crosstabulation siklusmens teratur stresIPA normal Count Expected Count % within stresIPA Ringan Count Expected Count % within stresIPA sedang Count Expected Count % within stresIPA Berat Count Expected Count % within stresIPA sangat berat Count Expected Count % within stresIPA Total Count Expected Count % within stresIPA 8 5.1 66.7% 2 1.7 50.0% 9 7.2 52.9% 1 3.8 11.1% 0 2.1 .0% 20 20.0 42.6% tidak teratur 4 6.9 33.3% 2 2.3 50.0% 8 9.8 47.1% 8 5.2 88.9% 5 2.9 100.0% 27 27.0 57.4% Total 12 12.0 100.0% 4 4.0 100.0% 17 17.0 100.0% 9 9.0 100.0% 5 5.0 100.0% 47 47.0 100.0%

Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 11.039a 13.501 8.760 47 df 4 4 1 sided) .026 .009 .003

a. 5 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,70.

Lampiran 8. Crosstab tingkat stres dengan siklus menstruasi pada kelas XII IPA tabel BxK dengan pengabungan sel

80

stresIPA_2 * siklusmens Crosstabulation siklusmens teratur stresIPA_2 normal Count Expected Count % within stresIPA_2 ringan-sedang Count Expected Count % within stresIPA_2 berat-sangat berat Count Expected Count % within stresIPA_2 Total Count Expected Count % within stresIPA_2 8 5.1 66.7% 11 8.9 52.4% 1 6.0 7.1% 20 20.0 42.6% tidak teratur 4 6.9 33.3% 10 12.1 47.6% 13 8.0 92.9% 27 27.0 57.4% Total 12 12.0 100.0% 21 21.0 100.0% 14 14.0 100.0% 47 47.0 100.0%

Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 10.865a 12.564 7.720 47 df 2 2 1 sided) .004 .002 .005

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,11.

Lampiran 9. Crosstab tingkat stres dengan siklus menstruasi pada kelas XII IPS tabel BxK

81

stresIPS * siklusmens Crosstabulation siklusmens teratur stresIPS Normal Count Expected Count % within stresIPS Ringan Count Expected Count % within stresIPS Sedang Count Expected Count % within stresIPS Berat Count Expected Count % within stresIPS sangat berat Count Expected Count % within stresIPS Total Count Expected Count % within stresIPS 14 8.2 87.5% 1 3.6 14.3% 4 3.6 57.1% 3 4.6 33.3% 0 2.0 .0% 22 22.0 51.2% tidak teratur 2 7.8 12.5% 6 3.4 85.7% 3 3.4 42.9% 6 4.4 66.7% 4 2.0 100.0% 21 21.0 48.8% Total 16 16.0 100.0% 7 7.0 100.0% 7 7.0 100.0% 9 9.0 100.0% 4 4.0 100.0% 43 43.0 100.0%

Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 17.701a 20.771 10.028 43 df 4 4 1 sided) .001 .000 .002

a. 8 cells (80,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,95.

Lampiran 10. Crosstab tingkat stres dengan siklus menstruasi pada kelas XII IPS tabel BxK dengan pengabungan sel

82

stresIPS_2 * siklusmens Crosstabulation siklusmens teratur stresIPS_2 normal Count Expected Count % within stresIPS_2 ringan-sedang Count Expected Count % within stresIPS_2 berat-sangat berat Count Expected Count % within stresIPS_2 Total Count Expected Count % within stresIPS_2 14 8.2 87.5% 5 7.2 35.7% 3 6.7 23.1% 22 22.0 51.2% tidak teratur 2 7.8 12.5% 9 6.8 64.3% 10 6.3 76.9% 21 21.0 48.8% Total 16 16.0 100.0% 14 14.0 100.0% 13 13.0 100.0% 43 43.0 100.0%

Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 13.896a 15.236 13.302 43 df 2 2 1 sided) .001 .000 .000

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,35.

Lampiran 11. Crosstab tingkat stres dengan siklus menstruasi pada kelas XII tabel BxK

83

stres * siklusmens Crosstabulation siklusmens teratur stres normal Count Expected Count % within stres Ringan Count Expected Count % within stres sedang Count Expected Count % within stres Berat Count Expected Count % within stres sangat berat Count Expected Count % within stres Total Count Expected Count % within stres Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 25.853a 30.205 19.449 90 df 4 4 1 sided) .000 .000 .000 22 13.1 78.6% 3 5.1 27.3% 13 11.2 54.2% 4 8.4 22.2% 0 4.2 .0% 42 42.0 46.7% tidak teratur 6 14.9 21.4% 8 5.9 72.7% 11 12.8 45.8% 14 9.6 77.8% 9 4.8 100.0% 48 48.0 53.3% Total 28 28.0 100.0% 11 11.0 100.0% 24 24.0 100.0% 18 18.0 100.0% 9 9.0 100.0% 90 90.0 100.0%

a. 2 cells (20,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,20.

Lampiran 12. Crosstab tingkat stres dengan siklus menstruasi pada kelas XII tabel BxK dengan pengabungan sel

84

stres_2 * siklusmens Crosstabulation siklusmens teratur stres_2 normal Count Expected Count % within stres_2 ringan Count Expected Count % within stres_2 sedang Count Expected Count % within stres_2 berat-sangat berat Count Expected Count % within stres_2 Total Count Expected Count % within stres_2 22 13.1 78.6% 3 5.1 27.3% 13 11.2 54.2% 4 12.6 14.8% 42 42.0 46.7% tidak teratur 6 14.9 21.4% 8 5.9 72.7% 11 12.8 45.8% 23 14.4 85.2% 48 48.0 53.3% Total 28 28.0 100.0% 11 11.0 100.0% 24 24.0 100.0% 27 27.0 100.0% 90 90.0 100.0%

Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 24.662a 26.622 17.793 90 df 3 3 1 sided) .000 .000 .000

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,13.

85

Lampiran 12. Uji Kolmogrov-Smirnov jurusan dengan tingkat stres pada kelas XII
Frequencies Kelas stres Ipa Ips Total N 46 44 90

Test Statisticsa stres Most Extreme Differences Absolute Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Grouping Variable: kelas .175 .000 -.175 .829 .497

Anda mungkin juga menyukai