Anda di halaman 1dari 51

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

BAB I
PENDAHULUAN
Diabetes mellitus ( DM ) merupakan salah satu penyakit metabolik bersifat progresif yang disebabkan oleh defisiensi hormon insulin secara absolut atau relatif atau karena penurunan kualitas hormon insulin sehingga terjadi keadaan hiperglikemia ( kadar gula darah tinggi ) yang kronik disertai kelainan metabolik. Gaya hidup seperti pola makan yang tidak seimbang, kurang aktivitas serta stres memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap defisiensi hormon insulin ini. Hal-hal tersebut menyebabkan sel beta pankreas tidak mampu memproduksi insulin yang cukup untuk mengolah asupan makanan yang berlebihan. Umur merupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh besar terhadap prevalensi diabetes maupun gangguan toleransi glukosa. Prevalensi ini meningkat seiring dengan bertambahnya usia seseorang. WHO menyebutkan bahwa setelah seseorang mencapai usia 30 tahun maka kadar glukosa darahnya akan naik 1 2 mg% / tahun pada saat puasa dan akan meningkat 5,6 13 mg% pada 2 jam PP. Diabetes melitus pada lanjut usia umumnya adalah diabetes tipe yang tidak tergantung insulin ( NIDDM ). Di Indonesia sendiri, prevalensi DM pada lanjut usia mencapai 15,9-32,73%. Dimana saat ini diperkirakan sekitar 5 juta lebih penduduk Indonesia yang berarti 1 dari 40 penduduk Indonesia menderita diabetes.

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

BAB II
PEMBAHASAN
Definisi Menurut American Diabetes Association ( ADA ) 2005, diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik peningkatan konsentrasi glukosa darah ( hiperglikemia ) yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Selain itu juga terdapat ketidaknormalan dalam metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Orang dengan DM tidak mempunyai daya produksi atau merespon insulin, suatu hormon yang diproduksi oleh sel pankreas yang sangat berperan dalam metabolisme glukosa dalam sel tubuh. Hiperglikemia kronik pada DM berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung, dan pembuluh darah. Epidemiologi Berbagai penelitian epidemiologi menunjukan adanya kecenderungan peningkatan angka insidens dan prevalensi DM tipe-2 di berbagai penjuru dunia. World Health Organization (WHO) memprediksi adanya peningkatan jumlah penderita diabetes ( diabetisi ) yang cukup besar untuk tahun-tahun mendatang sehubungan dengan perubahan cara hidup termasuk cara makan ( adanya obesitas ), serta kurangnya aktivitas ( kurang olah raga ). Diabetes juga meningkat dengan pertambahan usia. Pada tahun 2000 prevalensi DM pada usia < 20 tahun adalah 0,19%, pada usia > 20 tahun 8,6%, dan pada usia > 65 tahun 20,1%. Prevalensi ini sama pada laki-laki maupun perempuan pada semua tingkat usia tetapi sedikit lebih tinggi pada laki-laki > 60 tahun. Berdasarkan data badan pusat statistik Indonesia ( 2003 ) diperkirakan penduduk Indonesia yang berusia diatas 20 tahun sebesar 133 juta jiwa, dengan prevalensi DM pada daerah urban sebesar 14,7% dan daerah rural 7,2%, maka diperkirakan pada tahun 2003 terdapat diabetesi sejumlah 8,2 juta di daerah urban dan 5,5 juta di daerah rural.
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011 2

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

Diabetes merupakan penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat dan merupakan penyebab utama kebutaan pada orang dewasa akibat retinopati diabetik. Pada usia yang sama penderita diabetes paling sedikit 2,5 kali lebih sering terkena serangan jantung dibanding mereka yang tidak menderita DM. Sekitar 75% penderita diabetes akhirnya meninggal karena penyakit vaskular. Dampak ekonomi pada diabetes jelas terlihat berakibat pada biaya pengobatan dan hilangnya pendapatan. Klasifikasi Klasifikasi Etilogis Diabetes Melitus ( ADA 2005 ) : 1. Diabetes Melitus Tipe 1 (Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut). A. Melalui proses imunologik B. Idiopatik 2. Diabetes Melitus Tipe 2 Bervariasi mulai dari yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin dengan resistensi insulin. 3. Diabetes Melitus Tipe lain A. Defek genetik fungsi sel beta, ditandai dengan mutasi pada : B. C. Kromosom 12, HNF-lalfa (dulu MODY 3) Kromosom 7, glukokinase (dulu MODY 2) Kromosom 20, HNF-4alfa (dulu MODY 1) Kromosom 13, insulin promoter factor 1 (IPF-1,dulu MODY 4) Kromosom 17, HNF-1 (dulu MODY 5) Kromosom 2, Neuro D1 (dulu MODY 6) DNA Mitokondria

Defek genetik kerja insulin: resistensi insulin tipe A, leprechaunism, sindrom Rabson Mendenhall, diabetes lipoatropik. Penyakit Eksokrin Pankreas : Pankreatitis Trauma/pankreatektomi Neoplasma
3

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

D. E. F. G. H.

Cystic Fibrosis Hemokhromatosis Pankreatopati Fibro Kalkulus Akromegali Sindroma Cushing Feokromositoma Hipertiroidisme Aldosteromoma Glukokortikoid Hormon Tiroid Diazoxid Agonis adrenergik Tiazid Dilantin Interferon Alfa Rubella Congenital dan CMV Sindroma Stiff-man Antibody Anti Reseptor Insulin Sindrom Down Sindrom Klinefelter Sindrom Turner Sindrom Huntington Chorea

Endokrinopati :

Karena obat/zat kimia :

Infeksi : Imunologi (jarang) :

Sindroma genetik lain :

4. Diabetes Melitus gestasional (kehamilan) Etiologi & Patofisiologi


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011 4

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

Diabetes mellitus (DM) dapat disebabkan oleh berbagai macam penyebab. Meskipun berbagai lesi dengan jenis yang berbeda, pada akhirnya akan mengarah pada insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada mayoritas penderita diabetes melitus. Diabetes terjadi jika tubuh tidak menghasilkan insulin yang cukup untuk mempertahankan kadar gula darah yang normal atau jika sel tidak memberikan respon yang tepat terhadap insulin. Pengolahan bahan makanan dimulai dari mulut kemudian ke lambung dan selanjutnya ke usus. Didalam saluran pencernaan, karbohidrat dipecah menjadi glukosa, protein dipecah dipergunakan oleh organ-organ di dalam tubuh makanan yang terdiri dari menjadi asam amino dan

lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan itu diedarkan ke seluruh tubuh untuk sebagai bahan bakar. Supaya berfungsi sebagai bahan bakar zat makanan itu harus diolah, dimana glukosa dibakar melalui proses kimia yang menghasilkan energi yang disebut metabolisme. Dalam proses metabolisme insulin memegang peranan penting yaitu memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin adalah suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas, bila insulin tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk sel dengan akibat glukosa akan tetap berada di pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di dalam darah meningkat Diabetes melitus (DM) tipe I atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) adalah penyakit autoimun yang menyebabkan kerusakan imunologik sel-sel yang memproduksi insulin. Sebagian besar DM tipe I terjadi sebelum usia 30 tahun. Para ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan (mungkin berupa infeksi virus coxsackie, rubella, CMV, herpes atau faktor gizi pada masa kanak-kanak atau dewasa awal) menyebabkan sistem kekebalan menghancurkan sel penghasil insulin di pancreas. Infeksi pada sel pancreas menyebabkan timbulnya anti-bodi terhadap sel yang disebut Islet Cell Antibody ( ICA ). Kemudian reaksi antigen ( sel ) dengan anti-bodi ( ICA ) akan menyebabkan hancurnya sel . Untuk terjadinya hal ini diperlukan kecenderungan genetik yang ada kaitannya dengan histokompabilitas ( human leukosit antigen [HLA] ). Pada DM tipe I manifestasi klinis terjadi, jika lebih
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011 5

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

dari 90 % sel penghasil insulin (sel ) mengalami kerusakan permanen sehingga terjadi defisiensi insulin yang berat. Karena insulin dibutuhkan oleh glukosa untuk dapat masuk kedalam sel, maka pada keadaan defisiensi insulin ini glukosa tidak dapat masuk kedalam sel untuk dimetabolisme, akibatnya glukosa akan tetap berada di dalam pembuluh darah sehingga kadar glukosa di dalam darah meningkat. Dalam keadaan seperti ini tubuh akan menjadi lemah karena tidak ada sumber energi dalam sel. Penderita DM tipe 1 ini harus mendapatkan suntikan insulin. Sedangkan pada DM tipe 2 atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM), penyakit ini mempunyai pola familial yang kuat. Terdapat tiga keabnormalan yang terjadi pada DM tipe 2 yaitu, resistensi insulin dan produksi glukosa hati yang berlebihan, sekresi insulin berkurang. Pada DM tipe 2 pankreas tetap menghasilkan insulin, jumlahnya bisa normal, namun terkadang bisa lebih tinggi dari normal. Tetapi reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel berkurang, sehingga glukosa yang masuk sel akan sedikit. Kemudian sel akan kekurangan bahan bakar (glukosa) dan glukosa di dalam pembuluh darah meningkat, sehingga terjadi kekurangan insulin relatif dimana sel beta tidak mampu mengimbangi resistensi ini sepenuhnya. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel beta pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa. Penyebab resistensi insulin pada DM tipe 2 sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi faktor-faktor dibawah ini banyak berperan : Obesitas Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat Kurang gerak badan Faktor keturunan (herediter) Baik pada DM tipe 1 maupun DM tipe 2, kadar glukosa darah jelas meningkat dan bila kadar itu melewati batas ambang ginjal, maka glukosa akan dikeluarkan lewat urin disebut dengan glikosuria. Glikosuria ini akan mengakibatkan diuresis
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011 6

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

osmotik yang meningkatkan pengeluaran urine ( poliuria ) dan menimbulkan rasa haus ( polidipsia ). Karena glukosa hilang bersama urin, maka pasien mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang semakin besar ( polifagia ) mungkin akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori. Pasien akan mengeluh lelah dan mengantuk. Umur merupakan salah satu faktor mandiri dalam pengaruhnya terhadap perubahan toleransi tubuh terhadap glukosa. Umumnya diabetes pada orang dewasa hampir 90% masuk diabetes tipe 2, dari jumlah tersebut dikatakan bahwa 50% adalah pasien berumur lebih dari 60 tahun. Miller mengatakan bahwa proses menua adalah proses yang mengubah seorang dewasa sehat menjadi seorang tua dan rapuh. Apa yang terjadi dan apa yang bisa menyebabkan keadaan seperti itu, sampai saat ini masih belum ada teori atau pembuktian yang menjelaskan dengan jelas. Tingkat kerusakan yang terjadi dalam tubuh manusia dimulai dari kerusakan sel, kemudian jaringan dan akhirnya kerusakan pada tingkat yang paling tinggi yakni pada tingkat organ sehingga bisa berakibat gangguan fungsi organ. Sebagai contohnya gangguan dalam fungsi homeostasis glukosa. Jadi untuk golongan lanjut usia diperlukan batas glukosa darah yang lebih tinggi dari pada batas yang dipakai untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus pada orang dewasa yang bukan merupakan golongan lanjut usia. Menurut Jeffrey, peningkatan kadar gula darah pada lanjut usia disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: Fungsi sel pankreas dan sekresi insulin yang berkurang Perubahan karena lanjut usia sendiri yang berkaitan dengan resistensi insulin, akibat kurangnya massa otot dan perubahan vaskular. Aktivitas fisik yang berkurang, banyak makan, badan kegemukan. Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress, operasi. Sering menggunakan bermacam-macam obat-obatan. Adanya faktor keturunan.
7

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

Marrow dan Halter mengatakan bahwa KGD 2 jam setelah pembebanan glukosa sebanyak 75gram akan naik 15mg/dl tiap penambahan satu dekade setelah umur 30 tahun. Marrow dan Halter juga mengatakan bahwa patofisiologi gangguan toleransi glukosa pada usia lanjut sampai saat ini masih belum jelas. Timbulnya resistesi insulin pada usia lanjut dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu : a. Perubahan komposisi tubuh Penurunan jumlah massa otot 19% menjadi 12%, peningkatan jaringan lemak dari 13% menjadi 30%, mengakibatkan menurunnya jumlah dan sensitivitas reseptor insulin. b. Penurunan aktivitas fisik Mengakibatkan penurunan jumlah reseptor insulin yang siap berikatan dengan insulin sehingga kecepatan translokasi GLUT 4 mengakibatkan penurunan kecepatan ambilan glukosa. c. Perubahan pola makan Hal ini disebabkan karena berkuranganya gigi geligi sehingga persentase bahan makanan yang berkarbohidrat akan meningkat. d. Perubahan neuro - hormonal Khususnya insulin like growth factor 1 (IGF-1) dan dehydroepiandrosteron (DHEAS) plasma. Konsentrasi IGF 1 akan menurun hingga 50% pada usia lanjut sehingga mengakibatkan penurunan ambilan glukosa karena menurunnya sensitivitas reseptor insulin dan aktivitas insulin. Penurunan DHEAS plasma berkaitan dengan kenaikan lemak tubuh serta menurunnya aktivitas fisik pada lansia. Keempat faktor diatas menunjukan bahwa kenaikan kadar glukosa darah pada usia lanjut akibat resistensi insulin. Faktor Risiko Selain oleh karena penyebab yang telah disebutkan di atas, diabetes melitus juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko, yaitu : usia > 45 tahun
8

juga menurun. Hal ini

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

usia lebih muda, terutama dengan kegemukan ( BB > 120% BB idaman atau IMT > 25 kg/m2 ) kebiasaan tidak aktif hipertensi ( T D 140/90 mmHg ) turunan pertama dari orang tua dengan DM riwayat melahirkan bayi dengan BB > 4kg riwayat DM pada kehamilan ( DM gestasional ) menderita polycyctic ovarial syndrome ( PCOS ) atau keadaan klinis lain yang terkait dengan resistensi insulin. riwayat toleransi glukosa terganggu ( TGT ) dan riwayat glukosa darah puasa terganggu ( GDPT ) sebelumnya kadar lipid abnormal ( kolesterol HDL 35 mg/dl dan atau Trigliserida 250 mg/dl)

Gejala Klinis Pada awal penyakit seringkali tidak dirasakan dan tidak disadari oleh penderita. Beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat perhatian ialah : 1. Keluhan klasik : a). Penurunan berat badan (BB) dan rasa lemah. Penurunan BB yang berlangsung dalam waktu relatif singkat harus menimbulkan kecurigaan. Rasa lemah hebat hal ini disebabkan glukosa dalam darah tidak masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. Sehingga sumber tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga menjadi kurus. b). Banyak kencing Jika peningkatan kadar glukosa darah melewati batas ambang ginjal, maka glukosa akan dikeluarkan lewat urin disebut dengan glikosuria. Glikosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urin ( poliuria). c). Banyak minum

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

Rasa haus amat sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan yang keluar melalui kencing. Untuk menghilangkan rasa haus itu penderita minum banyak. d). Banyak makan Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisasikan menjadi glukosa dalam darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan, penderita selalu merasa lapar. 2. Keluhan lain : a. b. c. d. e. Gangguan saraf tepi/kesemutan Gangguan penglihatan Gatal/bisul Gangguan ereksi Keputihan

Untuk menentukan apakah DM pada lansia baru timbul pada saat tua, pendekatan perlu dimulai dari anamnesis, yaitu seringkali tanpa gejala klasik ( poliuria, polidipsi, dan polifagia ) maupun komplikasinya walaupun glukosa darahnya > 200 mg/dl ( 11,1 mmol/l ) . Pada pemeriksaan fisik, pasien DM yang timbul pada usia lanjut hampir tidak ditemukan adanya kelainan yang berhubungan dengan DM seperti kaki diabetes atau jamur yang tumbuh pada tempat tertentu. Pada lansia, komplikasi makroangiopati ( seperti aterosklerosis ) lebih mudah ditangani daripada komplikasi mikroangiopati. Seringkali penderita datang memeriksakan dirinya ke dokter karena keluhan maupun manifestasi komplikasi DMnya ( komplikasi biasanya timbul bertahun tahun kemudian ) dan bukan oleh karena DMnya sendiri. Umumnya keluhan yang sering timbul tidak spesifik, yaitu penurunan BB, kelelahan, kelemahan, gangguan kognitif, incontinensia urin, infeksi saluran kemih. DM pada lansia seringkali asimtomatik sehingga diagnosanya baru dilakukan bertahun tahun kemudian.

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011

10

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

Tanda dan Gejala Klinis DM pada Lansia Gejala Konstitusional : Kelelahan Penurunan BB tanpa sebab Gejala Kulit : Gejala Mata : Katarak Retinopati Pruritus vulva Intertrigo Infeksi bakteri

Penyembuhan luka yang lambat Gejala Metabolik : Obesitas Hiperlipidemia

Gejala Sistem Saraf : Nyeri Parestesi Hipostesi Neuropati otonomik ( diare, impoten, hipotensi postural, incontinensia ) Cranial nerve palsies Kelemahan otot Neuropati diabetikum, kahexia, dan amiotropi Koma ketotik Gangguan kognitif Gejala Genitourinaria : Proteinuria CKD Incontinesia urin hiperosmolar non-

Osteoporosis Gejala KV : Angina Silent Ischemia MCI TIA Stroke Kaki Diabetes Gangren

Infeksi : ISK Reaktivasi TB Sariawan Vulvovaginitis, balanitis

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011

11

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

Tabel 1 Perbandingan antara DM tipe 1 dengan DM tipe 2 Nama lama Umur (th) Onset Berhubungan dengan Keadaan Kadar insulin Berat badan Pengobatan Riwayat keluarga klinik Berat Tidak ada insulin Biasanya kurus Insulin, diet, olah raga 10% 30-50% kembar identik kena Diagnosis Berbagai keluhan dapat ditemukan pada diabetisi. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan-keluhan seperti yang telah disebutkan di atas. Pada dasarnya, diagnosa DM dapat ditegakkan melalui tiga cara, yaitu : 1. 2. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa darah sewaktu 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakan diagnosis DM. Dengan tes toleransi glukosa oral ( TTGO ), meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibandingkan dengan pemeriksaan glukosa darah puasa, namun memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan 3. Dengan pemeriksaan glukosa darah puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta murah sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis DM. Ringan Insulin cukup/tinggi Biasanya gemuk/normal Diet, olah raga, tablet, insulin 30% 100% kembar identik kena saat di diagnosis DM tipe 1 DM Juvenil Biasa < 40 (tapi tidak selalu) Akut HLA-DR3 & DR4 Ada islet cell antibody DM tipe 2 DM dewasa Biasa > 40 (tapi tidak selalu) Lambat Tidak berhubungan Tidak ada

Kriteria Diagnostik DM :
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011 12

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

1.

Gejala klasik DM + glukosa darah sewaktu 200 mg/dl (11.1 mmol/L). Glukosa sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir, atau

2.

Gejala klasik DM + kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl (7 mmol/L). Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam, atau

3.

Kadar glukosa darah 2 jam pada TTGO 200 mg/dl (11.1 mmol/L). TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan kedalam air. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka

dapat digolongkan kedalam kelompok toleransi glukosa terganggu ( TGT ) atau glukosa darah puasa terganggu ( GDPT ) tergantung dari hasil yang diperoleh. TGT : Glukosa darah plasma 2 jam setelah beban antara 140-199 mg/dl GDPT : Glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dl Para ahli masih berbeda pendapat mengenai kriteria diagnosis DM pada lanjut usia . Kemunduran, intoleransi glukosa bertambah sesuai dengan pertambahan usia , jadi batas glukosa pada DM lanjut usia lebih tinggi dari pada orang dewasa yang menderita penyakit DM. Menurut Kane et al (1989), diagnosis pasti DM pada lanjut usia ditegakkan kalau didapatkan kadar glukosa darah puasa lebih dari 140 mg/dl. Apabila kadar glukosa puasa kurang dari 140 mg/dl dan terdapat gejala atau keluhan diabetes seperti di atas perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO). Apabila TTGO abnormal pada dua kali pemeriksaan dalam waktu berbeda diagnosis DM dapat ditegakkan. Pada lanjut usia sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah puasa secara rutin sekali setahun, karena pemeriksaan glukosuria tidak dapat dipercaya karena nilai ambang ginjal meninggi terhadap glukosa.

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011

13

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

Peningkatan TTGO pada lanjut usia ini disebabkan oleh karena turunnya sensitivitas jaringan perifer terhadap insulin, baik pada tingkat reseptor (kualitas maupun kuantitas) maupun pasca reseptornya. Ini berarti bahwa sel-sel lemak dan otot pada pasien lanjut usia menurun kepekaannya terhadap insulin. Cara pelaksanaan TTGO ( WHO,1994 ): Tiga hari sebelum pemeriksaan makan seperti biasa (karbohidrat cukup). Kegiatan jasmani seperti yang biasa dilakukan. Puasa paling sedikit 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan. Diperiksa kadar glukosa darah puasa. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/kg BB (anak-anak). Dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit. Berpuasa kembali sampai pengambilan sample darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa. Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok. Gambar I. Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) :

TTGO

GD 2 Jam pasca pembebanan

200

140-199

< 140

DM

TGT

Normal
14

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

Pemeriksaan Penunjang dan Pemeriksaan Penyaring Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah dan tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Untuk diagnosis DM, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Untuk pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler. Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala/tanda DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, tapi mempunyai resiko DM. Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada orang-orang yang memiliki faktor-faktor risiko yang telah disebutkan sebelumnya. Untuk kelompok resiko tinggi dengan hasil pemeriksaan penyaring negatif, pemeriksaan penyaring diulang setiap tahun. Sedangkan bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor resiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar puasa darah puasa kemudian dapat diikuti dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) standar. Tabel 2. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosa Diabetes Melitus Glukosa darah Plasma vena Darah kapiler darah Plasma vena Bukan DM < 110 < 90 < 110 Belum pasti DM 110-199 90-199 110-125 DM 200 200 126

sewaktu (mg/dl) Glukosa

puasa (mg/dl) Darah kapiler < 90 90-109 110 (dikutip dari konsensus pengelolaan DM tipe 2 di Indonesia, PERKENI 2006)

Penatalaksanaan
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011 15

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

Secara umum, tujuan penatalaksanaan diabetes melitus adalah meningkatkan kualitas hidup diabetisi. Secara khusus, tujuan dari penatalaksanaan ini dapat dibagi menjadi : Tujuan jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah Tujuan jangka panjang : tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas dini DM Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku. Tabel 4. Kriteria Pengendalian DM Baik Sedang Buruk

Glukosa darah puasa (mg/dl) Glukosa darah 2 jam (mg/dl) HbA1C (%) Kolesterol total (mg/dl) Kolesterol LDL (mg/dl) Kolesterol HDL (mg/dl) Trigliserid (mg/dl) IMT (kg/m2) Tekanan darah (mmHg)

80-109 110-144 4-5.9 < 200 < 100 > 45 < 150 18,5-22,9 20-24,9 < 130/80

110-125 145-179 6-8 200-239 100-129 35-45 150-199 23-25 25-27 antara

-126 180 >8 240 130 < 35 200 >25/< 18.5 > 27/< 20 > 160/95

Kriteria diabetes terkendali ditentukan berdasarkan kadar HbA1C. Kriteria glukosa darah terkendali ditentukan berdasarkan kadar glukosa darah kurva harian.

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011

16

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

Pilar Penatalaksanaan DM Pengelolaan DM dimulai dengan terapi gizi medis dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stress berat, berat badan yang menurun cepat, adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan. Terdapat empat Pilar utama pengelolaan DM, yaitu: A. Edukasi Prinsip dasar : Sampaikan informasi secara bertahap, mulai dari yang sederhana baru kemudian yang lebih kompleks. Hindari informasi yang terlalu banyak dalam waktu singkat. Sesuaikan materi edukasi dengan masalah pasien. Libatkan keluarga / pendamping dalam proses edukasi. Berilah nasihat yang membesarkan hati dan hindari kecemasan. Usahakan adanya kompromi tanpa ada paksaan. Diskusikan hasil laboratorium. Berikan motivasi / penghargaan atas hasil yang dicapai.

Materi Edukasi : Apa itu diabetes Faktor pencetus Gejala 1. Keluhan klasik : berat badan turun, banyak kencing, banyak minum, banyak minum. 2. Keluhan lain Diagnosis Pengobatan Komplikasi dan pencegahan
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011 17

: kesemutan, bisul / gatal, gangguan penglihatan, gangguan ereksi, keputihan.

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

B. Terapi gizi medis Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam karbohidrat, protein, dan lemak. Sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut : a. Karbohidrat Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65%total asupan energi. Pembatasan karbohidrat total < 130g/hari tidak dianjurkan. Makanan harus mengandung lebih banyak mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi. Sukrosa tidak boleh lebih dari 10% total asupan energi. Sedikit gula dapat dikonsumsi sebagai bagian dari perencanaan makan yang sehat dan pemanis non-nutrisi dapat digunakan sebagai pengganti jumlah besar gula misalnya permen. Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari. b. Lemak Asupan lemak yang dianjurkan sekitar 25-30% kebutuhan kalori. Tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi. Lemak jenuh < 7% kebutuhan kalori. Lemak tidak jenuh ganda < 10%, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal. Bahan makanan yang perlu di batasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu penuh (whole milk). Anjuran konsumsi kolesterol < 300mg/hari. Usahakan lemak berasal dari lemak tidak jenuh (MUFA/Mono Unsaturated Fatty Acid), membatasi PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh. c. Protein Dibutuhkan sebesar 15 20% total asupan energi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011 18

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

Sumber protein yang baik adalah ikan, seafood, daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produksi susu rendah lemak, kacang-kacangan (leguminosa), tahu, tempe. Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asuapan protein menjadi 0,8g/KgBB/hari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik tinggi. Jika terdapat komplikasi kardiovaskuler, maka sumber protein nabati lebih dianjurkan dari protein hewani. d. Garam Anjuran asupan natrium untuk diabetis sama dengan anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000mg atau 6 7g (1sendok teh) garam dapur. Pembatasan natrium sampai dengan 2400mg atau 6g/hari garam dapur, terutama untuk mereka yang hipertensi. Sumber natrium antara lain garam dapur, vetsin dan soda. e. Serat Seperti masyarakat umumnya, diabetisi dianjurkan mengkonsumsi cukup serat dari kacang kacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat karena mengandung vitamin, mineral, serat dan bahan lain yang baik untuk kesehatan. Anjuran mengkonsumsi serat adalah 25g/hari, diutamakan serat larut. f. Pemanis Pemanis dikelompokan pemanis bergizi dan tidak bergizi. Termasuk pemanis bergizi adalah gula alkohol dan fruktosa. Gula alkohol antara lain isomalt, lacticol, malitol, mannitol, sorbitol dan xylotol, mengandung 2kalori/g. Batasi penggunaan pemanis bergizi . dalam penggunaannya pemanis bergizi perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011 19

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

Fruktosa tidak dianjurkan karena efek samping pada lipid plasma. Pemanis tak bergizi termasuk aspartam, sakarin, acesulfamepotassium, sukralose, neotame. Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (ADI / accepted Daily intake). Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut, dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan idaman. Untuk penentuan status gizi dipakai Body Mass Index = Indeks Massa Tubuh (IMT) : BMI = IMT = BB (kg) {tb (m)}2 Klasifikasi IMT : Berat badan kurang < 18,5 Berat badan normal 18,5-22,9 Berat badan lebih Berat ideal : > 23,0 Dengan resiko 23,0-24,9 Obes grade I Obes grade II 25,0-29,9 > 30,0

IMT = 18,5-22,9 kg/m IMT = 20-24,9 kg/m2

Kebutuhan kalori sesuai untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal. Perhitungan berat badan ideal dengan rumus Brocca : BB ideal = 90% x (TB dalam cm 100) x 1 kg Pada laki-laki yang tingginya < 160 cm atau perempuan yang tingginya < 150 cm berlaku rumus : BB ideal = (TB dalam cm 100) x 1 kg

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011

20

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

C.

Latihan jasmani Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit yang sifatnya sesuai CRIPE.

1) Continuous Latihan harus berkesinambungan dan dilakukan terus-menerus tanpa berhenti. Contoh : bila pilih jogging 30 menit, maka selama 30 menit pasien melakukan jogging tanpa istirahat. 2) Rythmical Latihan olah raga harus dipilih yang berirama, yaitu otot-otot berkontraksi dan relaksasi secara teratur. Contoh : jalan kaki, jogging, berlari, berenang, bersepeda, mendayung, mendayung. Main golf, tennis, atau badminton tidak memenuhi syarat karena banyak berhenti. 3) Interval Latihan dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat, contoh : jalan cepat diselingi jalan lambat, jogging diselingi jalan, dan sebagainya. 4) Progressive Latihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari intensitas ringan sampai sedang hingga mencapai 30-60 menit. 5) Endurance Untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi. Contonh : jogging, jalan (jalan santai/cepat sesuai umur), berenang dan bersepeda. Sasaran Heart Rate = 75-85% dari Maximum Heart Rule = 220 umur (tahun)

Maximum Heart Rate

Hal yang perlu diperhatikan dalam latihan jasmani adalah jangan memulai olah raga sebelum makan. Memakai sepatu yang pas, harus didampingi orang yang tahu mengatasi serangan hipoglikemia, harus selalu membawa permen, membawa tanda pengenal sebagai pasien DM dalam pengobatan dan memeriksa kaki secara cerma t setelah olah raga.

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011

21

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

Perhatikan : Jika gula darah sebelum olah raga < 100 mg/dl, harus terlebih dahulu makan karbohidrat 25-50 g. Jika kadar gula darah > 250 mg/dl, jangan melakukan latihan jasmani berat ( misalnya bulu tangkus, sepakbola,dan lainnya). D. Intervensi farmakologis Intervensi farmakologik ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan TGM dan latihan jasmani. Mengingat pola makan dan pola hidup lansia sudah berbeda dengan usia muda, maka terapi diit dan latihan tidak dapat diharapkan sebagaimana mestinya. Namun demikian, bagaimanapun juga kadar glukosa darah kapan saja lebih dari 165mg% baik akut maupun kronis dapat memudahkan timbulnya berbagai gangguan. Menurut Orimo indikasi pengobatan diabetes usia lanjut apabila kadar glukosa darah puasa 140mg% atau HbA1c >7% atau kadar glukosa darah 2 jam pasca makan 250mg% dan pasien memperlihatkan adanya retinopati diabetik atau mikroalbuminuria. Mengingat farmakokinetik dan farmakodinamik obat pada usia lanjut mengalami perubahan, serta terjadinya perubahan komposisi tubuh, maka dianjurkan dosisi obat yang diberikan dimulai dengan dosis rendah dan kenaikankannya dilakukan secara lambat baik mengenai dosis maupun waktu (start low, go slow). Khusus diabetes mellitus pada lansia yang dimulai sejak umur lebih muda prinsipnya sama dengan diabetes tipe 2, obat yang telah dipakai dan cocok tetap dilanjutkan hanya dosis yang perlu diturunkan mengingat protein binding drug pada usia lanjut sangat menurun, agar tidak sampai terjadi hipoglikemia. Acarbose dan metformin umumnya diberikan bersama sewaktu makan. Sedangkan pada lansia pola makan sering mengalami perubahan, baik waktu, jumlah maupun frekuensi. Sulit membedakan yang mana makan pokok dan makan
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011 22

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

tambahan. Oleh karena itu pemberian acarbose dan metformin untuk lansia masih perlu dipertimbangkan. 1 Penggunaan OHO jenis sulfonilurea (glipizid dan gliburid) dianjurkan sebab reabsopsi lebih cepat, karena adanya non-ionic-binding dengan albumin risiko interaksi obat berkurang demikian pula risiko hiponatremia dan hipoglikemia lebih rendah. Glipizid lebih dianjurkan karena metabolitnya tidak aktif, sedangkan metabolit gliburid bersifat aktif. Obat Hipoglikemik Oral (OHO) Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan : 1. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) yaitu sulfonilurea dan glinid Sulfonilurea : Golongan sulfoniurea terdiri dari 2 generasi : generasi pertama terdiri dari tolbutamid, asetoheksamid, tolazamid dan klorpropamid ; generasi kedua terdiri dari glipizid, gliburid dan glimepirid. Generasi kedua ini 200 kali lebih kuat dari pada generasi pertama. Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang. Cara kerja obat golongan ini masih merupakan ajang perbedaan pendapat, tetapi pada umumnya dikatakan sebagai : Cara kerja utama adalah meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas Meningkatkan performa dan jumlah reseptor insulin pada otot dan sel lemak

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011

23

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

Meningkatkan efisiensi sekresi insulin dan potensiasi stimulasi insulin transport karbohidrat ke sel otot dan jaringan lemak Penurunan produksi glukosa oleh hati.

Farmakokinetik dan dosis derivat sulfonilurea : a. Tolbutamid (Rastinon) Mula kerja cepat dan kadar maksimal dicapai dalam 3-5 jam. Dalam darah tolbutamid terikat protein plasma. Didalam hati obat ini diubah menjadi karboksitolbutamid dan diekresi melalui ginjal. Dosisnya 0,5-3 g dibagi dalam beberapa dosis. Isi tablet 0,5 g. Masa kerja 6-12 jam. b. Asetoheksamid Dalam tubuh cepat sekali mengalami biotransformasi, masa paruh plasma hanya 0,5-2 jam. Tetapi dalam tubuh obat ini diubah menjadi 1-hidroksihekasamid yang ternyata lebih kuat efek hipoglikemianya dari pada asetoheksamid itu sendiri. Selain itu 1hidroksiheksamid juga memperlihatkan masa paruh lebih panjang, kira-kira 4-5 jam, sehingga efek asetoheksamid lebih lama daripada tolbutamid. Kira-kira 10% dari metabolit asetoheksamid diekresi melalui empedu dan dikeluarkan bersama tinja. Dosisnya 0,25-1,25 g, dosis tunggal atau dalam beberapa dosis. Isi tablet 250 mg, 500 mg. Masa kerja 12-24 jam. c. Tolazamid Diserap lebih lambat diusus daripada sediaan lainnya. Efeknya terhadap kadar glukosa darah belum nyata untuk beberapa jam setelah obat diberikan. Masa paruh kira-kira 7 jam. Dalam tubuh tolazamid diubah menjadi p-karboksitolazamid, 4hidroksimetiltolazamid dan senyawa-senyawa lain; beberapa diantaranya memiliki sifat hipoglikemik yang cukup kuat. Tolazamid memiliki sifat khusus yaitu menurunkan resistensi insulin dijaringan hati dan diluar hati serta pemberian jangka panjang dapat memperbaiki resistensi insulin. Dosisnya 100-250
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011 24

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

mg, dosis tunggal atau dalam beberapa dosis. Isi tablet 100 mg, 250 mg masa kerja 10-14 jam. d. Klorpropamid (Diabinese, Tesmel) Cepat diserap oleh usus, 70-80% dimetabolisme dalam hati dan metabolitnya cepat diekresi seluruhnya melalui ginjal. Selain itu klorpropamid juga memiliki sifat retensi natrium, karena itu hatihati pada DM dengan hipertensi pada pemberian jangka panjang. Dalam darah obat ini terikat albumin; masa paruhnya kira-kira 36 jam sehingga efeknya masih terlihat beberapa hari setelah pengobatan dihentikan. Efek hipoglikemik maksimal dosis tunggal terjadi kira-kira 10 jam setelah obat itu diberikan. Efek maksimal pemberian berulang, baru tercapai setelah1-2 minggu. Sedangkan ekskresinya baru lengkap setelah beberapa minggu. Dosisnya 100500 mg, dosis tunggal. Isi tablet 5 mg. Masa kerja 15 jam. Glipizid (Glucotrol XL, Minidiab) Mirip sulfonilurea lainnya dengan kekuatan 100x lebih kuat dari pada tolbutamid, tetapi efek hipoglikemiknya maksimal mirip dengan sulfonilurea lain. Lama kerja 10 16 jam.Dengan dosis tunggal pagi hari terjadi peninggian kadar insulin selama 3x makan, tatapi insulin puasa tidak meningkat.Diabsorpsi lengkap sesudah pemberian secara oral dan dengan cepat dimetabolisme dalam hati menjadi tidak aktif.Metabolit dan kira kira 10% obat yang utuh dieksresikan melalui ginjal. Sifat khususnya dalah menekan produksi glukosa oleh hati. Dosis : 5 20mg / hari. Gliburid / Glibenklamide (Daonil, Euglucon) Cara kerjanya sama dengan sulfonilurea lainnya, lama kerja 12 24 jam. Obat ini 200 kali lebih kuat dari pada tolbutamid, tetapi efek hipoglikemia maksimalnya mirip sulfonilurea lainnya. Dimetabolisme di hati hanya 25% metabolit diekresikan melalui urin dan sisanya diekresi melalui empedu dan tinja. Efektif dalam pemberian dosis tunggal. Dosis : 2,5 15mg /hari. Gliklazid ( Diamicron MR, Diamicron )
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011 25

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

Lama kerja 10 20jam. Efek hipoglikemik sedang, sehingga jarang menimbulkan hipoglikemia. Mempunyai efek antiagregasi trombosit yang poten, sehingga tepat bila digunakan pada DM tipe 2 dengan penyulit angiopati diabetik. Dapat diberikan pada pasien dengan gangguan faal hati dan ginjal ringan. Dosis : 80- 240 mg / hari. Glikuidon (Glunenorm) Efek hipoglikemik sedang, sehingga jarang menimbulkan hipoglikemia.Hampir seluruhnya diekresi melalui empedu dan usus, sehingga dapat diberikan pada pasien dengan kelainan faal hati dan ginjal yang lebih berat. Dosis : 30 120 mg/hari Glimepirid (Amaryl, Gluvas, Amadiab, Metrix) Lama kerja 24 jam. Dosis :0,5 6 mg / hari Efek samping sulfonilurea : Umumnya efek samping tidak lebih dari 5%, sedang reaksi alergi jarang sekali terjadi. Frekuensi efek samping paling rendah yakni tolbutamid. Gambaran gejala pada dasarnya serupa untuk semua derivate sulfonilurea hanya frekunsinya yang berlainan. Gejala gejalanya berupa : Gejala saluran cerna : mual, diare, sakit perut, hipersekresi asam Gejala susunan saraf pusat : vertigo, bingung, ataksia. Gejala hematologik : leukopenia dan agranulositosis. Gejala hipotiroidisme Ikterus obstruktif pada beberapa penderita. Ikterus biasanya bersifat Efek disulfiram dapat ditemukan jika dimakan bersama alkohol. Hipoglikemia, biasanya terjadi pada penderita yang menggunakan lambung yang kadang terasa seperti pirosis substernal didaerah jantung.

sementara dan lebih sering timbul pada pemakaian klorpropamid (0,4%). Gejalanya berupa kemerahan, nyeri kepala, takikardia, mual dan muntah. dosis tidak tepat, tidak makan cukup, atau dengan gangguan fungsi hati atau ginjal. Kecenderungan hipoglikemia pada lansia disebabkan mekanisme kompensasi berkurang dan asupan makanan yang berkurang.
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011 26

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

Penurunan kecepatan ekskresi klorpropamid dapat meningkatkan hipoglikemia. Retensi cairan dan hiponatremi berat dapat disebabkan oleh penggunaan klorpropamid pada orang tua (SIADH yang diinduksi obat). Interaksi obat : Obat obat yang meningkatkan efek hipoglikemia : insulin, alkohol, fenformin, sulfonamid, salisilat dosis besar, fenilbutazon, oksifenilbutazon, probenezid, dikumarol, kloramfenikol, penghambat MAO, guanetidin, anabolik steroid, fenflumarin dan klorfibrat, metildopa, warfarin, kloramfenikol. Propanolol dan penghambat adenoreseptor beta (klonidin) Diuretik tiazid, klortalidon, furosemid, asam etakrinat, dan Sulfonilurea terutama kloropropamid dapat menurunkan menyamarkan tanda dan gejala hipoglikemia. fenitoindapat berefek anatagonis sulfonilurea. toleransi alkohol sehingga timbul efek mirip disulfiram. Glinid : Merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu : Repaglinid (derivat asam benzoate) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. a. Repraglinid (Novonorm) Merupakan derivat asam benzoat. Mempunyai efek antihipoglikemik ringan sampai sedang. Diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Efek samping yang dapat terjadi pada obat ini adalah keluhan gastrointestinal. b. Nateglinid (Starlix)

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011

27

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

Cara kerja hampir sama dengan repaglinide, namun merupakan derivat dari fenilalanin. Diabsorbsi cepat setelah pemberian oral dan diekskresi secara terutama melalui urin. Efek samping yang dapat terjadi pada penggunaan obat ini adalah keluhan infeksi saluran pernapasan atas. 2. Penambah sensitivitas terhadap insulin Tiazolidindion ( Glitazone ) Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.. Saat ini tiazolidindion tidak digunakan sebagai obat tunggal. Monoterapi dengan golongan ini dapat memperbaiki konsentrasi glukosa darah puasa hingga 59 88mg/dL dan HbA1c 1,4 2,6% dibandingkan plasebo. Farmakokinetik : absorbsi dengan cepat dan konsentrasi tertinggi terjadi setelah 1 2 jam dan makanan tidak mempengaruhi farmakokinetik obat ini. Terikat dengan albumin serum. Waktu paruh pioglitazon : 3 7 jam, dan rosiglitazon : 3 4 jam. Diekresikan utama melalui feses. Efek samping : hepatotoksik, infeksi saluran nafas, sakit kepala, anemia dan edem. Kontra indikasi : pada pasien dengan gagal jantung kelas I IV karena dapat meperberat edem / resistensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang diberikan obat golongan ini perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala. Preparat tiazolindidion yang tersedia di Indonesia dan dosis: o Rosiglitazon : Actos, Deculin
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011 28

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

Dosis : 4 8 mg / hari dosis tunggal atau terbagi 2 kali sehari, memperbaiki konsentrasi glukosa puasa sampai 55mg/dL dan HbA1c sampai 1,5% dibandingkan dengan placebo. o Pioglitazon : Avandia Juga mempunyai efek menurunkan glukosa darah bila digunakan sebagai monoterapi atau sebagai terapi kombinasi dengan dosis 45mg dosis tunggal. 3. Penghambat glukoneogenesis Golongan ini terdiri dari Metformin, buformin, dan fenformin. Mekanisme kerjanya berbeda dengan sulfonilurea , obatobat tesebut kerjanya tidak melalui perangsangan insulin tetapi langsung terhadap organ sasaran. Pemberian biguanid pada orang non-diabetik tidak menurunkan kadar glukosa darah; tetapi sediaan biguanid ternyata menunjukan efek potensiasi dengan insulin. Pemberian biguanid tidak menimbulkan perubahan ILA (insulin Like Activity) di plasma, dan secara morfologis sel pulau langerhans juga tidak mengalami perubahan. Pada penelitian in vitro ternyata biguanid merangsang glikolisis anaerob, dan anaerobiosis tersebut mungkin sekali berakibat lebih banyaknya glukosa memasuki sel otot. Biguanid tidak merangsang atau pun menghambat perubahan glukosa menjadi lemak. Pada penderita diabetes yang gemuk, ternyata pemberian biguanid menurunkan berat badan dengan mekanisme yang belum jelas. Penyerapan biguanid oleh usus baik sekali dan obat ini dapat digunakan bersamaan dengan insulin dan sulfonilurea. Sebagian besar penderita diabetes yang gagal diobati dengan sulfonilurea dapat ditolong dengan biguanid. Derivat biguanid : a. Metformin (Gludepatic, Glucophage, Glumin)

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011

29

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

Metformin menurunkan kadar glukosa darah dengan

memperbaiki kepekaan hati dan jaringan perifer terhadap insulin tanpa mempengaruhi sekresi insulin. Metformin meningkatkan pemakaian glukosa oleh usus sehingga menurunkan glukosa darah dan juga diduga menghambat absorpsi glukosa di usus sesudah makan. Konsentrasi tertinggi terdapat dalam usus dan hati, tidak dimetabolisme, tetapi secara cepat dikeluarkan melalui ginjal. Karena cepatnya proses tersebut metformin diberikan 2 3 kali sehari. Mencapai kadar tertinggi dalam darah setelah 2 jam, Penelitian klinik memberikan hasil monoterapi yang dan waktu paruh 2 5 jam. bermakna dalam menurunkan kadar glukosa darah puasa 60 70mg/dL dan HbA1c 1-2% dibandingkan placebo. metformin. Selain dapat mengurangi resistensi insulin metformin juga dapat mencegah penambahan berat badan dan memperbaiki profil lipid sehingga metformin digunakan sebagai terapi awal untuk penderita diabetes dengan dislipidemia. Efek samping berupa gangguan gastrointestinal seperti mual tidak jarang terjadi sehingga untuk mengurangi hal tersebut maka pemberian metformin dimulai dengan dosis kecil dan bersama dengan makanan. Kontra indikasi : pasien dengan gangguan fungsi ginjal (kreatinin serium >1,6), gangguan fungsi hati, cenderung hipoksemia (misalnya penyakit cerebrovaskuler, sepsis, syok, gagal jantung, serta harus hati hati penggunaannya pada lansia). Fenformin
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011 30

Hipoglikemia dan penambahan berat badan, yang

terdapat pada pemakaian sulfonilurea, tidak menjadi masalah pada

Dosis : 250-3000mg/hari (2 3 kali perhari)

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

Fenformin kini telah telah dilarang beredar di Indonesia karena bahaya asidosis laktat. Di Eropa fenformin digantikan dengan metformin yang kerjanya serupa dengan metrormin tetapi diduga lebih sedikit menyebabkan ketoasidosis. 4. Penghambat Glukosidase alfa (Acarbose) Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulen. Terapi kombinasi Sulfonilurea dan Biguanid : Terkadang diperlukan terapi kombinasi antara obat golongan sulfonilurea dengan biguanid. Sulfonilurea mengawali dengan merangsang sekresi pankreas yang memberikan kesempatan pada biguanid untuk bekerja efektif. Kedua duanya mempunyai efek sensitivitas reseptor ; jadi pemakaian keduanya dapat bekerja secara sinergis. Kombinasi ini dapat menurunkan kadar glukosa darah lebih banyak dari pada terapi masingmasing, baik dengan dosis maksimal keduanya atau dengan dosis rendah. Pemakaian kombinasi ini telah dianjurkan sejak awal pengelolaan diabetes, berdasarkan hasil penelitian UKPDS (United Kingdom Prospective Diabetes Study) dan hanya 50% pasien DM tipe 2 yang kemudian dapat dikendalikan dengan pengobatan tunggal metformin atau sulfonilurea sampai dosis tunggal. Cara pemberian OHO, terdiri dari : OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respon kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hampir maksimal Sulfonilurea generasi I & II : 15-30 menit sebelum makan Glimepiride : Sebelum / sesaat sebelum makan
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011 31

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

Repaglinid, Nateglinid : sesaat / sebelum makan Metformin : sebelum / pada saat / sesudah makan karbohidrat Acarbose : bersama suapan pertama makan Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan. Indikasi pemakaian obat hipoglikemik oral : 2. Diabetes setelah umur 40 tahun Diabetes kurang dari 5 tahun Memerlukan insulin dengan dosis kurang dari 40 unit sehari DM tipe II, berat normal atau lebih Insulin Insulin adalah suatu hormon yang dihasilkan oleh sel beta pulau Langerhans kelenjar pankreas. Selsel pulau Langerhans dipersarafi oleh oleh saraf adrenergik dan kolinergik. Stimulasi oleh 2 adrenergik menghambat sekresi insulin, sedangkan 2 adrenergik agonis dan stimulasi refleks vagal akan merangsang sekresi insulin. Bila dirangsang oleh glukosa terjadi sekresi insulin bifasik. Fase pertama (acute insulin secretion respons = AIR), merupakan sekresi insulin yang segera setelah terjadi perangsangan pada sel beta, muncul dan berakhirnya cepat. Puncaknya 1-2 menit dan mempunyai puncak yang tinggi. Fase pertama ini bertujuan mengantisipasi kadar glukosa darah yang biasanya meningkat tajam setelah makan. Kinerja AIR sangat penting dalam metabolisme glukosa karena sangat menentukan terjadinya hiperglikemia darah pascaprandial. AIR yang berlangsung normal, bermanfaat mencegah terjadinya hiperglikemia acute pascaprandial (HAP) atau lonjakan glukosa pasca prandial (postprandial spike). Setelah fase pertama berakhir maka muncul fase kedua, sustained phase atau latent phase . Terjadi peningkatan sekresi insulin kembali yang berlangsung perlahan dan bertahan dalam waktu yang relatif lama. Puncaknya
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011 32

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

akan ditentukan seberapa besar glukosa darah diakhir fase pertama. Apabila sekresi insulin pada fase pertama tidak adekuat maka akan dikompensaiskan oleh fase kedua. Peningkatan produksi insulin pad fase kedua bertujuan memenuhi kebutuhan tubuh agar kadar glukosa darah pascaprandial tetap dalam batas normal. Biasanya, dengan kinerja fase pertama yang normal, disertai pula aksi insulin yang normal di jaringan, sekresi fase kedua juga akan berlangsung normal. Tidak diperlukan ekstra tambahan sintesis dan sekresi insulin pada fase 2 (hiperinsulinemia) dalam rangka mempertahankan keadaan normoglikemia. Ini yang disebut keadaan ideal. Faktor faktor yang berperan dalam pengaturan sekresi insulin

bermacam nutrient, hormon saluran cerna ( gastrin, sekretin, kolesistokinin, peptide vasoaktif saluran cerna, peptide yang merangsang pelepasan gastrin, dan enteroglukogan), hormon pankreas dan neurotansmiter otonom. Glukosa, asam amino, asam lemak dan badan keton merangsang pengeluaran insulin. Glukosa merupakan stimulasi utama untuk sekresi insulin, disamping itu juga merupakan faktor esesnsial untuk bekerjanya stimulant lain. Glukosa secara oral akan lebih efektif dalam memprovokasi sekresi insulin dibanding pemberian secara intravena, karena adanya pengeluaran hormon saluran cerna dan perangsangan aktivitas vagal pada pencernaan glukosa (atau makanan). Insulin dibutuhkan untuk penyerapan glukosa pada otot skelet, otot polos, otot jantung, jaringan lemak, leukosit, lensa mata, humor akuosa dan hipofisis, sedangkan jaringanjaringan yang penyerapan glukosa tidak dipengaruhi oleh insulin adalah otak (kecuali mungkin bagian hypothalamus), tubuli ginjal, mukosa intestinal, eritrosit, dan mungkin juga hati.

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011

33

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

Berdasarkan sumbernya insulin dibedakan atas inuslin endogen yang dihasilkan oleh pankreas dan insulin eksogen adalah insulin yang disuntikan dan merupakan suatu produk farmasi. Sekarang tersedia insulin dari sapi, babi dan insulin manusia rekombinan (Humulin). Humulin pada umumnya lebih dipilih karena cenderung kurang imunogenik dibanding insulin sapi atau babi, dan dengan demikian resistensi akibat antibodi anti insulin juga berkurang. Prinsip pemberian insulin : Pada keadaan emergency berikan regular insulin. Pada permulaan pemberian insulin, coba injeksi tunggal dengan intermediate acting insulin. Mulai dengan dosis kecil, dinaikkan secara perlahan-lahan. Untuk merubah dosis, tunggu beberapa hari sampai 1 minggu. Jika kontrol sukar, berikan intermediate acting insulin 2 kali sehari. Harus dihindarkan terjadinya hipoglikemia. Indikasi terapi dengan insulin: Semua penyandang DM tipe I memerlukan insulin eksogen karena produksi insulin oleh sel beta tidak ada atau hampir tidak ada. Penyandang DM tipe II tertentu mungkin membutuhkan insulin bila terapi jenis lain tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah. Keadaan stress berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan, infark miokard akut atau stroke. DM gestasional dan penyandang DM yang hamil membutuhkan insulin bila diet saja tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah. Ketoasidosis diabetik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011 34

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

Hiperglikemik hiperosmolar non ketotik Penyandang DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan suplemen tinggi kalori, untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat, secara bertahap akan memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal selama periode resistensi insulin atau ketika terjadi peningkatan kebutuhan insulin. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat. Kontra indikasi atau alergi terhadap obat hipoglikemi oral Jenis dan lama kerja insulin : Berdasarkan lama kerja insulin dibedakan menjadi 4 yakni : 1. Insulin kerja singkat (short acting insulin): Yang termasuk insulin kerja singkat adalah insulin reguler (Crystal Zinc Insulin /CZI) saat ini dikenal 2 jenis CZI, yaitu dalam bentuk asam dan netral. Preparat yang tersedia antara lain : Actrapid, Velosulin, Semilente. Diberikan 30 menit sebelum makan, mencapai puncak 2 4jam, lama kerja 6 8 jam. Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin) Yang digunakan saat ini adalah Netral Protamine Hegedorn (NPH) : Insulatard, Monotard. Awitan 1 3 jam, kerja puncak 6 12 jam, lama kerjanya : 18 2 6jam. Insulin kerja panjang (long acting insulin) Merupakan campuran dari insulin dan protamine : Protamin Zinc Insulin, Ultratard. Diabsorpsi dengan lambat dari tempat penyuntikan sehingga efeknya dirasakan cukup lama. Awitan 4 8 jam, kerja puncak 14 24 jam, lama kerjanya 28 36 jam. Insulin infasik (campuran / premixed insulin) Merupakan kombinasi insulin jenis singkat dan menengah. Preparatnya : Mixtard

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011

35

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

Variasi pemberian insulin dapat diberikan untuk mencapai sasaran glukosa darah : Insulin kerja pendek / kerja cepat saja, diberikan Insulin kerja menengah / panjang saja, diberikan Insulin campuran kerja pendek/cepat dan kerja Insulin kerja menengah/panjang sebagai insulin Insulin kerja pendek / cepat bolus preprandial. 3 kali sehari sebelum makan. 1 2 kali sehari. menengah/panjang 1- 2 kali sehari. basal. Pemilihan cara pemakaian insulin sangat individual dan bergantung pada judegment masingmasing pengelolah, diharapkan sasaran kadar glukosa darah pasien yang dianjurkan dapat tercapai. Cara pemberian insulin : Insulin kerja singkat : IV, IM, SC Infus ( AA / Glukosa / elektrolit ) Insulin kerja menengah / panjang : Jangan IV karena bahaya emboli. Efek samping terapi insulin : 1) Hipoglikemia Merupakan komplikasi yang paling berbahaya dapat terjadi karena ketidak sesuian diit, kegiatan jasmani dan jumlah insulin. 2) Alergi Dapat terjadi apabila pengobatannya terputus putus. Kebanyakan reaksi bersifat lokal, dengan ciri ciri adanya eritem, indurasi, pruritus ditempat injeksi. Manifestasi serius berupa urtikaria difus dan anafilaksis. Dapat pula timbul gangguan pencernaan dan pernapasan dan yang sangat jarang adalah hipotensi yang berakhir dengan kematian. 3) Lipoatrofi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011 36

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

Pada 25 75% pasien yang diberikan insulin konvensional dapat terjadi lipoatrofi yaitu lekukan dibawah kulit tempat penyuntikan akibat atrofi dari jaringan lemak. Hal ini dikaitkan dengan penggunaan sediaan insulin yang tidak murni. Terapinya adalah dengan injeksi berulang kali dengan dosis kecil insulin murni pada bagian tepi dari tempat yang terkena. 4) Lipohipertrofi Lipohipertrofi adalah pengumpulan jaringan lemak subkutan ditempat penyuntikan akibat lipogenik insulin. Regresi terjadi bila tidak lagi disuntikan insulin pada tempat tersebut. 5) Resistensi insulin melalui antibodi Dapat terjadi setiap saat, namun paling sering dalam 6 bulan pertama dimulainya terapi insulin atau kembali terapi insulin. Manifestasi pertama berupa hiperglikemia yang tidak berkurang dengan dosis insulin yang biasa diberikan. 6) Sepsis Inflamasi lokal dan infeksi mudah terjadi bila pembersihan kulit kurang baik. 3. Terapi kombinasi Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan tindakan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi, harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinik dimana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, dipilih terapi dengan kombinasi iga OHO. Untuk kombinasi OHO dengan insulin, yang banyak digunakan adalah kombinasi OHO dengan insulin basal (insulin kerja sedang) yang diberikan pada
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011 37

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut, pada umumnyadapat diperoleh kendali glukosa yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 10 unit, yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka obat hipoglikemik oral dihentikan dan diberikan insulin saja.

Komplikasi Komplikasi Akut

Ketoasidosis diabetic Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan salah satu komplikasi akut DM akibat defisiensi (absolut ataupun relatif) hormon insulin yang tidak dikenal dan bila tidak mendapat pengobatan segera akan menyebabkan kematian.

Patofisiologi KAD adalah suatu keadaan di mana sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa. Gejala dan tanda klinis KAD dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu akibat hiperglikemia dan ketoasidosis. Walaupun sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa, sistem homeostasis tubuh terus teraktivasi untuk memproduksi glukosa dalam jumlah banyak sehingga terjadi hiperglikemia. Selain itu bahan bakar alternatif (asam keton dan asam lemak bebas) diproduksi secara berlebihan. Meskipun sudah tersedia bahan bakar tersebut, sel-sel tubuh masih tetap lapar dan terus memesan glukosa. Hanya insulin yang dapat menginduksi transpor glukosa ke dalam sel, memberi sinyal untuk proses perubahan glukosa menjadi glikogen, menghambat lipolisis pada sel lemak (asam lemak bebas), menghambat glukoneogenesis pada sel hati, dan mendorong proses oksidasi melalui siklus Krebs di mitokondria sel untuk menghasilkan ATP yang merupakan sumber energi utama sel.
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011 38

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

Defisiensi insulin yang menyebabkan ketoasidosis pada manusia ternyata bersifat relatif, karena pada waktu bersamaan juga terjadi penambahan hormon stres yang kerjanya berlawanan dengan insulin. Glukagon, katekolamin, kortisol, dan somatostastin masing-masing naik kadarnya menjadi 450%, 760%, dan 250% dibandingkan dengan kadar normal. Faktor Pencetus 1. Infeksi, merupakan faktor pencetus yang paling sering. Pada keadaan infeksi kebutuhan tubuh akan insulin tiba-tiba meningkat. Infeksi yang biasa dijumpai adalah infeksi saluran kemih dan pneumonia. Jika ada keluhan nyeri abdomen, perlu dipikirkan kemungkinan kolesistitis, iskemia usus, apendisitis, divertikulitis, atau perforasi usus. Bila pasien tidak menunjukkan respons yang baik terhadap pengobatan KAD, maka perlu dicari infeksi yang tersembunyi (misalnya sinusitis, abses gigi, dan abses perirektal). 2. Infark miokard akut. Pada infark miokard akut tejadi peningkatan kadar hormon epinefrin yang cukup untuk menstimulasi lipolisis, hiperglikemia, ketogenesis, dan glikogenolisis. 3. Penghentian insulin. Proses kejadian KAD pada pasien dengan pompa insulin lebih cepat bila dibandingkan dengan pasien yang menghentikan satu dosis insulin depo konvensional (subkutan). 4. Faktor pencetus KAD lain yang tidak terlalu sering ialah pankreatitis, kehamilan, stroke, hipokalemia, dan obat. Manifestasi Klinis Tujuh puluh sampai sembilan puluh persen pasien KAD telah diketahui menderita DM sebelumnya. Sesuai dengan patofisiologi KAD, akan dijumpai pasien dalam keadaan ketoasidosis dengan pernapasan cepat dan dalam (Kussmaul), dehidrasi turgor kulit berkurang, lidah dan bibir kering), kadang-kadang disertai hipovolemia sampai syok.
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011 39

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

Keluhan poliuria dan polidipsia seringkali mendahului KAD, serta didapatkan riwayat berhenti menyuntik insulin, demam, atau infeksi. Muntah-muntah merupakan gejala yang sering dijumpai. Pada KAD anak, sering dijumpai gejala muntah-muntah masif. Dapat pula dijumpai nyeri perut yang menonjol dan hal ini dapat berhubungan dengan gastroparesisdilatasi lambung. Derajat kesadaran pasien bervariasi, mulai dari kompos mentis sampai koma. Bau aseton dari hawa napas tidak selalu mudah tercium. Diagnosis Untuk mendiagnosis KAD dilakukan berdasarkan kriteria diagnosis sebagai berikut : Kadar glukosa > 250 mg% pH<7,35 HCO3 rendah (< 15 meq/L) Anion gap yang tinggi Keton serum positif

Penatalaksanaan Prinsip penatalaksanaan KAD adalah : 1. 2. 3. 4. Penggantian cairan dan garam yang hilang. Menekan lipolisis pada sel lemak dan glukoneogenesis pada sel Mengatasi stres sebagai pencetus KAD. Mengembalikan keadaan fisiologis normal dan menyadari

hati dengan pemberian insulin.

pentingnya pemantauan serta penyesuaian pengobatan. Dokter harus mempunyai kemauan kuat untuk melakukan evaluasi ketat terutama di awal pengobatan KAD sampai keadaaan stabil. Pengobatan KAD tidak terlalu rumit. Ada 6 hal yang harus diberikan yaitu cairan, garam, insulin, kalium, dan glukosa, serta asuhan keperawatan.
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011 40

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

Cairan/Rehidrasi Dehidrasi dan hiperosmolaritas diatasi secepatnya dengan cairan garam fisiologis. Pilihan berkisar antara NaCl 0,9% atau NaCl 0,45% tergantung dari ada tidaknya hipotensi dan tinggi rendahnya kadar natrium. Pada umumnya diperlukan 1 -2 liter dalam jam pertama. Bila kadar glukosa < 200 mg% maka perlu diberikan larutan mengandung glukosa (dekstrosa 5% atau 10%). Pedoman untuk menilai hidrasi adalah turgor jaringan, tekanan darah, keluaran urin, dan pemantauan keseimbangan cairan. Insulin Insulin baru diberikan pada jam kedua. Pemberian insulin dosis rendah terus menerus intravena dianjurkan karena pengontrolan dosis insulin menjadi lebih mudah, penurunan kadar glukosa lebih halus, efek insulin cepat menghilang, masuknya kalium ke intrasel lebih lambat, dan komplikasi hipoglikemia dan hipokalemia lebih jarang. Sepuluh unit diberikan sebagai bolus intravena, disusul dengan infus larutan insulin regular dengan laju 2-5 U/jam. Sebaiknya larutan 5 U insulin dalam 50 ml NaCl 0,9% bermuara dalam larutan untuk rehidrasi dan dapat diatur laju tetesnya secara terpisah. Bila kadar glukosa turun sampai 200 mg/dl atau kurang, laju larutan insulin dikurangi menjadi 1-2 U/ jam dan larutan rehidrasi diganti dengan glukosa 5%. Pada waktu pasien dapat makan lagi, diberikan sejumlah kalori sesuai kebutuhan dalam beberapa porsi. Insulin regular diberikan subkutan 3 kali sehari secara bertahap sesuai kadar glukosa darah. Kalium Pada awal KAD biasanya kadar ion K+ serum meningkat. Pemberian cairan dan insulin segera mengatasi keadaan hiperkalemia. Perlu diperhatikan terjadinya hipokalemia yang fatal selama pengobatan KAD. Untuk mengantisipasi masuknya ion K+ ke dalam sel serta mempertahankan kadar K serum dalam batas normal, perlu diberikan kalium. Pada pasien tanpa kelainan ginjal serta tidak ditemukan gelombang

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011

41

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

T yang lancip pada gambaran EKG, pemberian kalium segera dimulai setelah jumlah urin cukup adekuat. Glukosa Setelah rehidrasi awal dalam 2 jam pertama, biasanya kadar glukosa darah akan turun. Selanjutnya dengan pemberian insulin diharapkan terjadi penurunan kadar glukosa sekitar 60 mg% per jam. Bila kadar glukosa mencapai 200 mg% maka dapat dimulai infus yang mengandung glukosa. Perlu diingat bahwa tujuan terapi KAD bukan untuk menormalkan kadar glukosa tetapi untuk menekan ketogenesis. Bikarbonat Saat ini bikarbonat hanya diberikan bila pH < 7,1 atau bikarbonat serum < 9 mEq/1. Walaupun demikian komplikasi asidosis laktat dan hiperkalemia yang mengancam tetap merupakan indikasi pemberian bikarbonat. Pengobatan umum meliputi antibiotik yang adekuat, oksigen bila PO2< 80 mgHg, heparin bila ada KID atau bila hiperosmolar berat (> 380 mOsm/1). Pemantauan merupakan bagian yang terpenting dalam pengobatan KAD mengingat penyesuaian terapi perlu dilakukan selama terapi berlangsung. Untuk itu perlu pemeriksaan : Kadar glukosa darah per jam dengan alat glukometer. Elektrolit setiap 6 jam selam 24 jam selanjutnya tergantung keadaan. Analisis gas darah, bila pH < 7 waktu masuk, periksa setiap 6 jam sampai pH > 7,1 selanjutnya setiap hari sampai stabil. Tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi pernapasan, dan temperatur setiap jam. Keadaan hidrasi, keseimbangan cairan. Kemungkinan KID.

Pemantauan : Kadar glukosa darah tiap jam dengan alat glukometer Elektrolit setiap 6 jam selama 24 jam, selanjtnya tergantung keadaan Analisa gas darah; bila pH<7, waktu masuk periksa setiap 6 jam, sampai pH>7,1. Selanjutnya setiap hari sampai stabil Tekanan darah, nadi, frekuensi napas dan temperatur tiap jam
42 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

Keadaan hdrasi, balans cairan Waspada terhadap kemungkinan DIC Antibiotika yang sesuai Oksigen bila pO2<80mmHg Heparin bila terdapat DIC, atau bila hiperosmoler berat (>380mOsm/l) Komplikasi Dalam pengobatan KAD dapat timbul keadaan hipoksemia dan sindrom gawat napas dewasa (adult respiratory distress syndrome, ARDS). Patogenesis terjadinya hal ini belum jelas. Kemungkinan akibat rehidrasi yang berlebih, gagal jantung kiri, atau perubahan permeabilitas kapiler paru. Hipertrigliseridemia dapat menyebabkan pankreatitis akut. Pada evaluasi lebih lanjut keadaan ini membaik, menunjukkan hal ini disebabkan perubahan metabolik akut selama KAD. Infark miokard akut dapat merupakan faktor pencetus KAD, tetapi dapat juga terjadi pada saat pengobatan KAD. Hal ini sering pada pasien usia lanjut dan merupakan penyebab kematian yang penting. Selain itu masih ada komplikasi iatrogenik, seperti hipoglikemia, hipokalemia, hiperkloremia, edema otak, dan hipokalsemia yang dapat dihindari dengan pemantauan yang ketat dengan menggunakan lembar evaluasi penatalaksanaan ketoasidosis yang baku.

Pengobatan umum :

Hipoglikemi Etiologi hipoglikemia pada diabetes melitus (DM) 1. 2. Hipoglikemia pada DM stadium dini. Hipoglikemia dalam rangka pengobatan DM a. Penggunaan insulin b. Penggunaan sulfonilurea c. Bayi yang lahir dari ibu pasien DM. 3. Hipoglikemia yang tidak berkaitan dengan DM a. Hiperinsulinisme alimenter pascagastrektomi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011 43

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

b. Insulinoma c. Penyakit hati berat d. Tumor ekstra Pankreatik: fibrosarkoma, karsinoma ginjal e. Hipopituitarisme. Faktor Predisposisi Faktor predisposisi terjadinya hipoglikemia pada pasien yang mendapat pengobatan insulin atau sulfonilurea: 1. Faktor-faktor yang berkaitan dengan pasien pengurangan/keterlambatan makan kesalahan dosis obat latihan jasmani yang berlebihan perubahan tempat suntikan insulin penurunan kebutuhan insulin penyembuhan dari penyakit nefropati diabetik hipotiroidisme penyakit Addison hipopituitarisme hari-hari pertama persalinan penyakit hati berat gastroparesis diabetik

2. Faktor-faktor yang berkaitan dengan dokter pengendalian glukosa darah yang ketat pemberian obat-obat yang mempunyai potensi hipoglikemik penggantian jenis insulin.

Patogenesis Pada waktu makan cukup tersedia sumber energi yang diserap dari usus.

Kelebihan energi disimpan sebagai makromolekul dan dinamakan fase anabolik. Enam puluh persen dari glukosa yang diserap usus dengan pengaruh insulin akan disimpan di hati sebagai glikogen, sebagian dari sisanya akan disimpan di jaringan lemak dan otot sebagai glikogen juga. Sebagian lagi dari
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011 44

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

glukosa akan mengalami metabolisme anaerob maupun aerob untuk energi seluruh jaringan tubuh terutama otak. Sekitar 70% pemakaian glukosa berlangsung di otak. Otak tidak dapat menggunakan asam lemak bebas sebagai sumber energi. Pencernaan dan penyerapan protein akan menimbulkan peningkatan asam amino di dalam darah yang dengan bantuan insulin akan disimpan di hati dan otot sebagai protein. Lemak diserap dari usus melalui saluran limfe dalam bentuk kilomikron yang kemudian akan dihidrolasi oleh lipoprotein lipase menjadi asam lemak. Asam lemak ini akan mengalami esterifikasi dengan gliserol membentuk trigliserida yang akan disimpan di jaringan lemak. Proses tersebut berlangsung dengan bantuan insulin. Pada waktu sesudah makan atau sesudah puasa 5-6 jam, kadar glukosa darah mulai turun, keadaan ini menyebabkan sekresi insulin juga menurun, sedangkan hormon kontraregulator, yaitu glukagon, epinefrin, kortisol, dan hormon pertumbuhan akan meningkat. Terjadilah keadaan sebaliknya (katabolik), yaitu sintesis glikogen, protein, dan trigliserida menurun sedangkan pemecahan zat-zat tersebut akan meningkat. Pada keadaan penurunan glukosa darah yang mendadak, glukagon dan epinefrinlah yang sangat berperan. Kedua hormon tersebut akan memacu glikogenolisis, glukoneogenesis, dan proteolisis di otot dan lipolisis di jaringan lemak. Dengan demikian tersedia bahan untuk glukoneogenesis, yaitu asam amino terutama alanin, asam laktat, piruvat, sedangkan hormon kontraregulator yang lain berpengaruh sinergistik terhadap glukagon dan adrenalin tetapi perannya sangat lambat. Secara singkat dapat dikatakan, dalam keadaan puasa terjadi penurunan insulin dan kenaikan hormon kontraregulator. Keadaan tersebut akan menyebabkan penggunaan glukosa hanya di jaringan insulin yang sensitif dan dengan demikian glukosa yang jumlahnya terbatas hanya disediakan untuk jaringan otak. Walaupun metabolit rantai pendek asam lemak bebas, yaitu asam asetoasetat dan asam P hidroksi butirat (benda keton) dapat digunakan oleh otak untuk memperoleh energi, tetapi pembentukan benda-benda keton tersebut memerlukan waktu beberapa jam pada manusia. Karena itu
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011 45

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

ketogenesis bukan merupakan mekanisme protektif terhadap terjadinya hipoglikemia yang mendadak. Selama homeostatis glukosa tersebut di atas berjalan, hipoglikemia tidak akan terjadi. Hipoglikemia terjadi jika hati tidak mampu memproduksi glukosa karena penurunan bahan pembentuk glukosa, penyakit hati, atau ketidakseimbangan hormonal. 1. Manifestasi Klinis Fase I, gejala-gejala akibat aktivasi pusat autonom di hipotalamus sehingga hormon epinefrin dilepaskan. Gejala awal ini merupakan peringatan karena saat itu pasien masih sadar sehingga dapat diambil tindakan yang perlu untuk mengatasi hipoglikemia lanjut. 2. Fase II, gejala-gejala yang terjadi akibat mulai terganggunya fungsi otak, karena itu dinamakan gejala neurologis. Penelitian pada orang bukan diabetes menunjukkan adanya gangguan fungsi otak yang lebih awal dari fase I dan dinamakan gangguan fungsi otak subliminal. Di samping gejala peringatan dan neurologis, kadang-kadang hipoglikemia menunjukkan gejala yang tidak khas. Kadang-kadang gejala fase adrenergik tidak muncul dan pasien langsung jatuh pada fase gangguan fungsi otak. Terdapat dua jenis hilangnya kewaspadaan, yaitu akut dan kronik. Yang akut, misalnya pada pasien DMTI dengan glukosa darah terkontrol sangat ketat mendekati normal, adanya neuropati autonom pada pasien yang sudah lama menderita DM, dan penggunaan bloker yang nonselektif. Kehilangan kewaspadaan yang kronik biasanya ireversibel dan dianggap merupakan komplikasi DM yang serius. Sebagai dasar diagnosis dapat digunakan trias Whipple, yaitu hipoglikemia dengan gejala-gejala saraf pusat; kadar glukosa kurang dari 50 mg%; dan gejala akan menghilang dengan pemberian glukosa. Faktor-faktor yang dapat menimbulkan hipoglikemia berat dan berkepanjangan adalah kegagalan sekresi hormon glukagon dan adrenalin (pasien telah lama menderita DM), adanya antibodi terhadap insulin, blokade Gejala-gejala hipoglikemia terdiri dari dua fase, yaitu:

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011

46

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

farmakologik ( bloker nonselektif), dan pemberian obat sulfonilurea (obat anti DM yang berkhasiat lama). Pemeriksaan Penunjang Penatalaksanaan Pengobatan harus cepat dilakukan. Bila pasien masih sadar, tindakan dapat dilakukan oleh pasien itu sendiri dengan minum larutan gula 10-30 g. Pada pasien tidak sadar diberikan bolus dekstrosa 15-25 g. Bila tindakan tersebut belum dapat dilakukan, dioleskan madu atau sirup ke mukosa pipi. Bila hipoglikemia terjadi pada pasien yang mendapatkan terapi insulin, maka selain dekstrosa dapat juga digunakan suntikan glukagon 1 im , lebihlebih bila suntikan dekstrosa iv sulit dilakukan. Bila koma hipoglikemia terjadi pada pasien yang mendapat sulfonilurea sebaiknya pasien tersebut dirawat di rumah sakit, karena ada risiko jatuh koma lagi setelah suntikan dekstrosa. Pemberian dekstrosa diteruskan dengan infus dekstrosa 10% selama 3 hari. Monitor glukosa darah setiap 3-6 jam sekali dan kadarnya dipertahankan 90-180 mg%. Hipoglikemia karena sulfonilurea ini tidak efektif dengan pemberian glukagon. Sebagian kecil pasien tidak berespons terhadap pengobatan di atas dan tetap tidak sadar walaupun kadar glukosa darah sudah di atas normal. Pada pasien ini biasanya terjadi edema serebri dan perlu pengobatan dengan manitol atau deksametason. Dosis manitol 1,5-2 g/kg BB diberikan setiap 6-8 jam. Dosis awal deksametason 10 mg bolus dilanjutkan 2 mg setiap 6 jam. Pasien tetap mendapat infus dekstrosa 10% dan glukosa darah dipertahankan sekitar 180 mg%, di samping dicari penyebab koma yang lain. Hindari fluktuasi kadar glukosa yang besar karena akan memperberat edema serebri. Bila koma berlangsung lama, perlu diberikan insulin dalam dosis kecil. Prognosis Kematian dapat terjadi karena keterlambatan dalam pengobatan. Komplikasi Kronis Pemeriksaan glukosa darah sebelum dan sesudah suntikan dekstrosa.

Mikrovaskular:
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011 47

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

Gangguan pada mata yaitu Retinopati diabetik proliferatif proliferatif damn macular edema

/ non

Neuropati diabetik pada saraf sensorik atau motorik (mono- dan polineuropati), serta neuropati saraf otonom Nefropati diabetik Penyakit jantung koroner Penyakit pembuluh darah tepi ( ganggren ) Penyakit serebrovaskular Gastrointestinal ( gastroparesis, diare ) Genitourinary ( uropati / disfungsi seksual ) Kelainan pada kulit Mudah infeksi Katarak Glaukoma

Makrovaskular:

Lain-lain

BAB III
KESIMPULAN
Diabetes adalah suatu sindroma yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah disebabkan oleh karena adanya kelainan pada sel beta pancreas. Pada DM tipe 1 terdapat kerusakan pada sel beta akibat reaksi autoimun sehingga terjadi defisiensi insulin absolut sehingga diperlukan suntikan insulin, sedangkan pada DM tipe 2 kadar glukosa darah meningkat karena adanya resistensi insulin, sekresi insulin yang kurang serta produksi glukosa hati yang berlebihan akibat gaya hidup yang salah seperti pola makan yang tidak seimbang, kurang aktivitas serta stres memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap defisiensi hormon insulin ini. Prevalensi DM pada lansia semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Patofisiologi DM pada lansia belum dapat dijelaskan seluruhnya, namun dapat didasarkan faktor faktor yang muncul oleh karena proses perubahan menuanya
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011 48

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

sendiri seperti : perubahan komposisi tubuh, penurunan aktivitas fisik, perubahan gaya hidup, perubahan neuro- hormonnal, dan meningkatnya stres osidatif. Pada banyak lansia dengan DM, pengendalian kadar glukosa lebih ditujukan untuk meminimalkan komplikasi jangka panjang. Prinsip utama pengelolahan DM, adalah untuk mempertahankan kadar glukosa dalam batas normal untuk mencegah dan mengontrol gejala dan mengurangi resiko berkembangnya komplikasi. Diabetes sudah merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21. Oleh karena itu, upaya pencegahan dan pengelolahan diabetes perlu mendapat perhatian yang serius. Jika tidak, penyakit tersebut dapat menyebabkan terjadinya komplikasi, seperti ketoasidosis metabolik, hiperglikemia, Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Nonketotik, dan hipoglikemia, penyakit pembuluh darah tungkai, impotensi, penyakit jantung, stroke (berisiko 2-4 kali lebih tinggi), tekanan darah tinggi, gagal ginjal, kerusakan sistem saraf, dan gangguan pada mata. Sehingga angka kematian akibat DM menjadi tinggi. Gambaran klinis pasien diabetes mellitus sangat mudah diketahui antara lain, banyak makan (polifagia), banyak minum (polidipsia), dan sering buang air kecil (poliuria). Pada penderita diabetes mellitus sering terjadi penurunan berat badan yang drastis, mudah lelah, kram, impotensi, gangguan penglihatan, gatal-gatal, bisul, keputihan, TBC, penyakit ginjal, penyakit jantung koroner, dan stroke. Untuk mengetahui lebih jelas apakah Anda terkena diabetes mellitus atau tidak, sebaiknya dilakukan pemeriksaan kadar gula darah secara teratur. Meskipun diabetes ini tidak dapat disembuhkan, penderita dapat

menanggulanginya dengan cara diet (pengaturan makanan), gerak badan/olah raga, mengonsumsi obat antidiabetes, transplantasi pankreas, serta penyuluhan pada penderita dan keluarga.

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011

49

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

DAFTAR PUSTAKA 1. Hendromartono. Nefropati Diabetik .Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editor : Aru W. Sudoyo, dkk. Jilid III Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006 ; 1920-1923. 2. Pandelaki, Karel. Retinopati Diabetik .Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editor : Aru W. Sudoyo, dkk. Jilid III Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006 ; 1911-1915. 3. Perkeni (2006), Konsensus pengelolaan dan pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Di Indonesia. 4. Power AC. Diabetes Melitus. Dalam : Harrisons principles of internal Medicine. Jilid II. Edisi 16. US. McGraw-Hillcompanies,inc. 2005. hal: 21522180

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011

50

Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia

Fenny Fenorica (406107054)

5. Rochmah, Wasilah. Diabetes Mellitus pada Usia Lanjut. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editor : Aru W. Sudoyo, dkk. Jilid III Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI 2006; 1937 1940. 6. R. Djokomoeljanto. Endokrinologi pada Usia Lanjut. Dalam : Buku Ajar Geriatri. Editor : R. Boedi-Darmojo , dkk. Edisi III. Jakarta : Penerbit FKUI. 2004 ; 297-299. 7. Soegondo S, Soewondo P, Subekti I. Penatalaksanaan Diabetes Melitus terpadu. Cetakan kelima. FKUI. Jakarta. 2005 8. Schteingatr D E. Diabetes Melitus, dalam : Price SA, Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jilid II. Edisi 6. Jakarta. EGC. 2006. hal; 1259-1272 9. Suyono S, Gustaviani R, Soegondo S, Yunir E. Metabolik Endoklrin Diabetes Melitus. Dalam: Buku Ajar Ilmu penyakit dalam. Jilid III. Edisi IV. FKUI. Jakarta. 2006 10. www.gizi.net 11. www.medicastore.com 12. www.pdpersi.co.id 13. www.majalah-farmacia.com

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 30 Mei 20011 02 juli 2011

51

Anda mungkin juga menyukai