Anda di halaman 1dari 2

Mengintip Eksotisme Desa Sawarna Tanggal 18 Agustus yang lalu saya mendapat email yang berisi ajakan dari

teman-t eman semasa kuliah untuk melakukan perjalanan ke sebuah desa bernama Desa Sawarn a. Jujur, nama desa itu baru pernah saya dengar saat itu juga. Bergegas saya men uju mesin pencari tahu untuk mendapatkan informasi seputar desa yang akan kami k unjungi nantinya. Dari apa yang saya dapat, akhirnya saya memutuskan untuk ikut serta dalam perjalanan tersebut. PERJALANAN Jumat sore, seusai membereskan pekerjaan kantor, saya bersiap-siap untuk packing yang dilanjutkan dengan berjalan menuju titik pertemuan yang berlokasi di dunki n donuts sebrang stasiun Tanjung Barat. ELf yang kami sewa pun sudah siap menung gu disana. Perjalanan dimulai kurang lebih pada pukul 21.30 WIB. Pekatnya gelap malam diwarnai oleh cerita-cerita horror yang terus mengalir. serem sih, tapi lu mayan juga untuk membunuh rasa bosan selama perjalanan. Tanjakan berbelok yang c ukup ekstrim ternyata banyak ditemui sepanjang perjalanan. Rasa tegang karena ce rita horror pun berganti dengan ketegangan yang ditimbulkan oleh medan perjalana n yang harus ditempuh. Untuk melepaskan rasa lelah, kami menyempatkan diri untuk beristirahat di warung kopi pinggir jalan atau malah lebih tepatnya pinggir buk it. Dan ternyata, kami bisa menikmati keindahan pantai pelabuhan ratu dari atas bukit itu, yuhuu seru juga. Sekitar setengah jam kemudian, kami melanjutkan perj alanan. Minimnya penerangan pun membuat perjalanan terasa semakin sulit. Kami se mpat tersasar sejauh kurang lebih 8 km dari gerbang masuk menuju Desa Sawarna da n bahkan mobil kami pun sempat keluar dari jalur, tapi untungnya tidak terjadi a pa-apa hingga akhirnya kami bisa tiba di Desa sawarna sekitar pukul 5 pagi. PENGINAPAN Kami menyewa sebuah Homestay bernama Homestay Niken dengan biaya Rp 100.000 perm alam, sudah termasuk dengan makan 3 kali per hari disertai juga dengan cemilan g orengan. Homestay ini merupakan rumah panggung yang terdiri dari 3 kamar tidur d an 2 kamar mandi. Walaupun tidak terlalu besar, fasilitasnya sudah cukup lengkap , mulai dari televisi, kipas angin, dispenser, dan juga colokan listrik. Kasurny a menurut saya juga sangat nyaman dan air kran-nya tidak tercampur oleh asinnya air pantai, jadi masih air menyegarkan. Homestay ini tentu bukan satu-satunya ho mestay yang ada disini, masih terdapat banyak homestay lain yang bisa disewa. Here we Go! Setelah menginjakkan kaki di rumah singgah kami untuk 2 hari kedepan, saya dan b eberapa teman tak sabar untuk menjelajah pantainya. Setelah melewati persawahan, kami dihadapkan pada hamparan pasir dengan semak-semak dan pepohonan. Ada satu pohon besar yang mengingatkan saya dengan Afrika loh. Eh kesannya sudah pernah k e Afrika ya. Tapi bener deh, kalau pernah liat tayangan National Geographic atau sejenisnya, perpaduan antara gurun pasir dan pepohonan yang ada disini sempat m embuat kamu merasa singgah di Afrika :p. Setelah berjalan layaknya musafir, kami disuguhkan oleh indahnya hamparan pantai biru yang membentang. Asiknya dari pan tai ini adalah pasirnya yang sangat halus dan masih belum terjamah banyak orang jadi masih sepi dan bersih. Puas bermain di pantai, rasa lapar membuat kami kembali ke penginapan. Sambil me nikmati sedapnya ikan dan pedasnya sambal di teras, kami melihat beberapa orang asing alias bule berjalan melewati kami menuju arah pantai dengan membawa selaca r. Tidak hanya satu dua orang, tapi lebih dari itu. Penasaran, saya bertanya pad a ibu pemilik penginapan apakah memang sering ada bule yang bermain ke daerah ya ng bahkan saya sebagai orang Indonesia pun baru mengenalnya. Bahkan ternyata, ya

ng 'membuka' daerah Sawarna ini kepada masayarakat luar adalah seorang warga neg ara Australia. Terkesima dengan pantainya yang asik untuk surfing dan belum terj amahnya daerah ini membuatnya membangun sebuah penginapan untuk mengajak teman-t emannya bermain di daerah ini. Penginapan itulah yang kemudian menjadi penginapa n pertama di daerah Sawarna. Tak heran jika memang ada beberapa warga asing yang mengunjungi Sawarna. Setelah mengisi perut, kami melanjutkan perjalanan menuju sebuah goa yang bernam a goa lalay. Dibimbing oleh anak dari pemilik penginapan, kami berjalan melewati persawahan, pedesaan, dan hutan. Setibanya di gua, nampak sekali bahwa itu gua sungguhan yang bahkan jarang dikunjungi orang.

Anda mungkin juga menyukai