Anda di halaman 1dari 9

MERANCANG, MENGELOLA, MENERBITKAN, DAN MENULIS PADA JURNAL ILMIAH PERGURUAN TINGGI1

Oleh: Eman Suparman2 Pendahuluan Bagi sivitas akademika, terutama dosen dan mahasiswa pada setiap perguruan tinggi, tersedianya media komunikasi ilmiah berupa jurnal ilmiah merupakan conditio sine qua non. Sudah barang tentu jurnal sebagai salah satu wadah untuk mendesiminasikan berbagai hasil temuan ilmiah, baik di antara sesama anggota sivitas akademika maupun kepada khalayak luas sebagai stakeholders perguruan tinggi. Tanpa itu maka misi perguruan tinggi melalui Tridharma-nya akan sulit dicapai. Akibatnya perguruan tinggi hanya akan menjadi menara gading yang hanya indah dipandang masyarakat, namun sedikit sekali asas manfaatnya bagi penyebarluasan ilmu pengetahuan dan teknologi terhadap masyarakat di sekelilingnya. Merancang dan mengelola jurnal ilmiah pada lingkungan akademik sesungguhnya sesuatu yang tidak telalu mudah, namun juga tidak terlalu sulit. Untuk menyampaikan sebuah hasil karya keilmuan diperlukan suatu alat komunikasi yang mudah dipahami oleh masyarakat secara luas dan bersifat objektif. Model alat komunikasi yang selama ini dianut oleh madzhab ilmiah
1
2

Makalah, disampaikan pada Diskusi Ilmiah tentang Pengelolaan dan Penerbitan Jurnal Ilmiah Fakultas Ekonomi Universitas Trunojoyo, Bangkalan, 26 Nopember 2004. Lektor Kepala pada Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung; Doktor Ilmu Hukum alumnus Program Doktor Ilmu Hukum (PDIH) Universitas Diponegoro Semarang. Tenaga detasering Dikti pada Universitas Trunojoyo Bangkalan 2004.

antara lain dalam bentuk karya tulis (buku, majalah, jurnal, abstrak, proseding, pamflet, leaflet, paper, dsb.) dan oral serta demonstrasi

(masal). Dalam setiap langkah komunikasi tersebut diikuti aturan-aturan yang mengikatnya sehingga dapat dinilai sebagai karya ilmiah (bukan seni atau bentuk pengetahuan lainnya). Di dalam makalah ini tidak semua bentuk komunikasi ilmiah tersebut dikemukakan, dan hanya dibatasi dalam penulisan jurnal atau proseding. Penulisan Jurnal Ilmiah Sampai saat ini informasi ilmiah terutama yang menyangkut hasil-hasil penelitian dianggap mempunyai mutu keilmuan tertinggi dibanding yang disampaikan dengan cara-cara lainnya. Sehubungan dengan itu penghargaan terhadap karya tulis tersebut dalam penilaiannya diberikan bobot tertinggi pula yakni mencapai kredit 15 (bila sendirian, bila bersama penulis lain maka penulis pertama 60 % sedang penulis berikutnya 40%). Hal ini

nampaknya ada hubungannya dengan rangkaian kegiatan yang dilakukan si penulis sejak dari penulisan proposal, penelitian, biaya dan seleksi untuk dapatnya dimuat di dalam jurnal dan waktu. Untuk memuat suatu karya tulis di dalam suatu jurnal ilmiah, memang sampai saat ini belum didapatkan suatu standar yang sama

mengenai mutu tulisan. Umumnya persyaratan tulisan dalam jurnal lebih dititik beratkan kepada keseragaman format yang meliputi banyaknya

halaman ketik, jumlah kata (> 10.000 kata < 30.000 kata untuk jurnal), susunan outline, dan sebagainya. Dengan cara tersebut memang akan

muncul berbagai persoalan teknis, seperti misalnya untuk ilmu-ilmu sosial relatif memerlukan halaman atau jumlah kata lebih banyak

dibandingkan ilmu eksakta. Memang ada beberapa pendapat bahwa suatu artikel baru dapat dimuat apabila bukan merupakan hasil penelitian satu musim atau hasil laboratorium yang dilakukan beberapa minggu. Namun pendapat ini pun sampai saat ini masih merupakan saran yang perlu

mendapatkan perhatian lebih saksama. Untuk mengatasi kesenjangan tersebut dalam bobot keilmuan suatu artikel perlu mendapatkan suatu penilaian sebagai aspek legalitas dari para pakar yang bersangkutan. Dalam etika ilmiah penilaian para pakar/akhli ini dapat dianggap sebagai suatu standar ilmiah karena yang bersangkutan telah mempunyai cukup pengalaman dan pemahaman yang mendalam terhadap masalah tersebut. Legalitas ini disebut sebagai "The statement of the authority". Atas dasar inilah maka bobot suatu jurnal dapat dilihat dari ada atau tidak adanya anggota penilai atau mitra bestari yang tercantum dalam jurnal tersebut yang berfungsi sebagai wasit bagi laik tidaknya suatu artikel dimuat. Setiap artikel yang masuk kepada dewan redaksi sebelum dimuat dalam suatu jurnal hendaknya dikirimkan dahulu kepada minimal dua orang akhli dalam bidangnya dan selanjutnya yang bersangkutan akan mengembalikan kepada dewan redaksi hasil penilainya berupa "diterima" atau "ditolak" dan bila diperlukan dapat juga menyisipkan beberapa

komentar perbaikan. Dewan redaksilah yang akan menggodog lebih lanjut yang menyangkut redaksional maupun formatnya. Selanjutnya tentunya akan muncul pertanyaan dari pembaca bagaimanakah membuat suatu jurnal yang dapat diakui mempunyai mutu ilmiah. Hal ini dimaksudkan pula dalam membantu pembaca untuk

menyalurkan karya ilmiahnya lebih lancar mengingat kurangnya informasi jurnal yang sesuai, lamanya prosedur penerbitan, dan sebagainya. Dari pengamatan penulis dewasa ini ada tiga jenis jurnal yang

berkembang dimasyarakat ilmiah, yakni: (1) Jurnal "bunga rampai", (2) Jurnal dalam bidang sejenis, dan (3) Jurnal profesi keilmuan. Yang

dimaksud dengan Jurnal bunga rampai adalah jurnal yang di dalamnya berisi berbagai macam ilmu baik yang berupa IPTEK keras maupun IPTEK lunak. Penuangan kedua jenis IPTEK itu dilakukan dalam satu wadah, bahkan diisi dengan "pidato-pidato", namun demikian pencantuman manajemen redakturnya kurang profesional. Adapun tipe yang kedua adalah Jurnal dalam bidang sejenis, yaitu jurnal yang Kedokteran, memuat artikel dalam bidang sejenis (umpamanya: Hukum, Peternakan, Ekonomi, dan sebagainya). Jurnal tipe ini

mempunyai bobot lebih baik dibandingkan dengan jenis jurnal yang pertama, karena sudah menunjukkan ciri khas keilmuan tertentu. Akan tetapi, Jurnal tipe yang ketiga (yang disebut juga jurnal profesi) tertentu lebih diutamakan karena dengan demikian akan lebih mudah membantu masyarakat dalam

penelusuran informasi ilmiah dalam bidang tertentu. Contoh jurnal ini antara lain Jurnal Fitopatologi, Jurnal Hukum, Geologi, dan sebagainya. Di luar negeri jurnal tipe yang pertama sudah lama ditinggalkan orang karena dianggap menyulitkan dalam menelusuri bidang keilmuan tertentu secara spesifik. Orang-orang yang memerlukan informasi terpaksa harus menelaah satu persatu artikel yang dimuat di dalamnya untuk mencari informasi yang sesuai dengan tujuan pencariannya. Oleh karena itu pada dewasa ini, jurnal tipe yang ketiga justru yang mendapat perhatian dan

kredibilitas utama. Pada jurnal tipe yang ketiga penelusuran informasi ilmiah telah jauh lebih mudah karena informasi sejenis telah terkumpul pada satu jurnal. Di samping itu informasi tersebut berasal dari kumpulan profesi tertentu yang tidak bercampur dengan informasi dari profesi lainnya. Sebaliknya, di Indonesia ketiga tipe jurnal yang disebutkan di atas, masih berkembang secara seimbang. Hal itu mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: kurangnya informasi permasalahan yang dapat dimuat dalam jurnal, faktor sulitnya pendanaan, sumber daya manusia sebagai nara sumber dan pengelolanya, dan yang tidak kalah menentukan adalah birokrasi dalam proses penerbitan. Sampai saat ini penilain suatu jurnal memang masih belum Dalam

diberlakukan secara ketat setidak-tidaknya di perguruan tinggi.

petunjuk teknis (juknis) yang dikeluarkan oleh Depdikbud. No. 2492/D/C/88 sebagai penjabaran dari SK. Menpan No. 59/1987 disebutkan kretarium majalah ilmiah yang dapat diakui oleh Depdikbud, sebagai berikut: a)

bertujuan untuk

menampung/ mengkomunikasikan

hasil-hasil penelitian

ilmiah dana atau konsep ilmiah dan disiplin ilmu pengetahuan tertentu; b) diterbitkan oleh badan ilmiah/organisasi/ perguruan tinggi dengan unit-

unitnya; c) ditujukan kepada masyarakat ilmiah/ peneliti yang mempunyai disiplin keilmuan yang relevan; d) mempunyai Dewan Redaksi yang terdiri dari para ahli Standard mendapatkan dalam bidangnya; e) Number); f) mempunyai ISSN (International

Serial ISSN

diedarkan secara nasional. Untuk sulit karena setiap tinggal

sesungguhnya tidaklah terlalu

pengelola jurnal atau majalah yang ingin

mendapatkan ISSN

mengajukan permohonan kepada Pusat Dokumentasi Ilmiah Indonesia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PDII-LIPI) yang beralamat di Jalan Jenderal Gatot Subroto 10, Jakarta. Dalam pengajuan tersebut harus disamapaikan pula alasan-alasan dan contoh edisi sebelumnya. Dengan demikian jurnal atau majalah yang sudah mendapatkan ISSN berarti sudah terdaftar dalam bank data majalah dunia karena oleh PDII-LIPI akan

dilaporkan kepada Pusat ISDS (International Serial Data System). Selanjutnya untuk mendapatkan akreditasi suatu jurnal diperguruan tinggi perlu didaftarkan ke Departemen Pendidikan Nasional, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti). Pengakuan suatu jurnal dipertimbangkan berdasarkan kriterium antara lain: keteraturan terbit,

keajegan format, dewan redaksi, minimal tiga tahun terbit, spesifikasi keilmuan, sasaran atau target, dan lain-lain. Contoh jurnal yang sudah mendapatkan pengakuan adalah "Hukum dan Pembangunan" yang

dikelola dan diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas Indonesia Jakarta (Format Dewan Redaksinya dapat dilihat pada lampiran). Sebagai tambahan informasi bahwa ada perbedaan prinsip antara

ISSN dengan ISBN (International Standard Book Number). ISBN adalah nomor unik yang diberikan untuk setiap buku, satu nomor untuk setiap judul buku. Nomor ini amat besar manfaatnya terutama bagi pedagang buku. Dengan menggunakan nomor ini pesanan buku akan menjadi lebih cepat dan kesalahan penulisan judul dan identifikasi buku lainnya dapat dihindari. ISBN diberikan pada setiap: judul baru dan judul dengan edisi baru. Untuk judul yang dicetak ulang, digunakan ISBN yang ada. Akan tetapi untuk edisi baru diberikan ISBN baru. Untuk buku berjilid, setiap jilid mendapat ISBN. Di samping itu diberikan juga ISBN untuk jilid lengkap. Jadi untuk buku berjilid, terdapat dua ISBN, satu untuk setiap jilid dan satu untuk jilid lengkap. Untuk mendapatkan ISBN ini dapat dimintakan ke Perpustakaan Nasional RI, Jl. Salemba Raya 28 A Jakarta Pusat. Adapun persyaratannya sama dengan untuk mendapatkan ISSN.

Penulisan dalam proseding Dalam suatu pertemuan ilmiah (seminar, lokakarya, dsb.) umumnya hasil-hasilnya akan dirangkum oleh suatu tim dalam bentuk buku yang dikenal sebagai proseding. Mengingat karya tulis ini merupakan hasil

kegiatan ilmiah dalam kepanitiaan maka isinya meliputi: - Daftar Isi

- Kata pengantar - Makalah lengkap peserta - Diskusi - Kesimpulan - Lampiran: Susunan panitia; Pidato/sambutan; Tanda hadir peserta. Dengan demikian proseding akan dapat memberikan lengkap mengenai perkembangan keilmuan maupun informasi

lembaga (profesi).

Sampai sekarang penghargaan terhadap bobot makalah yang masuk proseding relatif kecil (kreditnya 2-3), sehingga dalam seminar-seminar yang akan datang "dianjurkan" untuk tidak membuat proseding (komunikasi pribadi dengan Dr. Mien A. Rifai, APU dari LIPI). Dengan demikian panitia akan menseleksi makalah-makalah yang berbobot untuk selanjutnya dimuat dalam majalah/jurnal ilmiah yang bersangkutan. Dalam kenyataanya beberapa permasalahan sering muncul dalam pembuatan suatu proseding yakni: - Sering terbitnya terlambat sehingga arti makalah menjadi kadaluwarsa. - Kekurangan dana sehingga tidak terbit. - Panitia sudah bubar sehingga data-data selama persidangan tidak akurat lagi dan sulitnya koordinasi. - Alasan teknis lainnya. SENARAI BACAAN Anonim. 1989. Petunjuk Penggunaan ISBN/ISSN. PDII-LIPI. 3h. Anonim. 1989. Penjelasan dan petunjuk pelaksanaan peraturan baru tentang angka kredit bagi tenaga pengajar di P.T. Fak. Pertanian Unibraw. 8 h.

Gembong Tjitrosoepomo. 1980. Tatacara Laporan Ilmiah Secara Tulis. Fak. Biologi UGM, Yogyakarta. 12h. F. Rumawas. 1981. Metodologi Penelitian. IPB. 71 h.

Lampiran Format Dewan Redaksi Jurnal Penanggung Jawab: Dekan FP-Unibraw Dewan Penyunting: Terdiri dari para pakar dalam bidangnya Dewan Redaksi: Ketua: Anggota: Administrasi: Informasi Umum Alamat Readaksi. Jadwal Penerbitan. Penyerahan Naskah. Penerbitan Naskah.

Anda mungkin juga menyukai