Anda di halaman 1dari 7

Ruang Lingkup dan Sejarah Psikologi Industri Organisasi

Oleh: Yosefin Nadia Inggrida (2010-070-173)

I.

Definisi PIO menurut Ahli

Guion (dalam Psikologi Industri, 2005) mendefinisikan Psikologi Industri Organisasi (PIO) sebagai ...the scientific study of the relationship between man and the world at work; the study of adjustment people make to the places they go, the people they meet and the things they do in the process of making a living. Definisi Guion ini menekankan pada penyesuaian/ adaptasi yang dilakukan manusia terhadap segala hal yang berhubungan dengan pekerjaan mereka. Lain lagi definisi PIO yang datang dari Blum & Taylor (dalam Psikologi Industri, 2005), yakni ...simply the application or extension of psychological facts and principles to the problem concerning human being operating within the context of business and industry. Blum & Taylor mendefinisikan PIO secara gamblang dan gampang saja, namun tepat mengenai sasaran. Society of Industrial and Organizational Psychology (SIOP, APA Division 4), secarasingkat mengartikan PIO sebagai berikut: Industrial/Organizational Psyachology is both the study of behavior in organizational and work setting and application of the methods, facts, and principles of psychology to individual and groups in organizational and work settings. Definisi dari APA ini idem dengan definisi Blum serta Taylor. Yuwono dkk (2005) menyimpulkan bahwa PIO merupakan suatu subdisiplin dari ilmu psikologi yang mempelajari perilaku manusia dalam suatu konteks organisasi; apakah organisasi profit-oriented, organisasi non-profit-oriented (nirlaba), ataukah organisasi layanan publik; serta pengaruh timbal balik antara individu dan organisasi tempatnya berkarya. II. Pengertian PIO (seluruhnya dari Aamodt, 2010)

Psikologi Industri Organisasi (PIO) adalah cabang ilmu psikologi yang utamanya bertujuan untuk membuat bagaimana para pekerja bisa mencintai pekerjaannya sehingga bisa produktif. Tepatnya, dengan bersenjatakan ilmu tentang perilaku manusia (psikologi), maka PIO bertujuan meningkatkan dignity, self esteem, dan akhirnya performa manusia beserta organisasi tempat dimana ia bekerja. Beberapa bidang psikologi yang turut berperan dalam PIO antara lain adalah Psikologi Pendidikan, Psikologi Sosial, Psikologi Motivasi dan Emosi, dan Manajemen Stress. Banyak materi PIO yang bersinggungan dengan materi Program Bisnis, khususnya Human Resources Management (HRM). Namun ada dua perbedaan mendasar antara keduanya. Pertama, HRM amat menjunjung metode interview yang tak terstruktur menurut mereka itulah cara terbaik untuk memperoleh pekerja terbaik terutama dalam posisi-posisi
1 Tugas 1

vital di organisasi. Sementara itu PIO lebih saklek dalam hal seleksi karyawan. PIO tidak begitu menyenangi interview tak terstruktur, dan lebih memilih metode-metode formal, seperti analisa tes psikologi, interview terstruktur/ objektif, sampel kerja, biodata, dan pusat assessment. Kedua, HRM mengkaji performa karyawan dari kacamata ekonomi, akunting, dan pemasaran, sementara PIO mengkaji performa karyawan dari aspek humanis yang jauh lebih luas, seperti ongkos transportasi, iklim kerja di kantor, hubungan vertikal dan horizontal dalam organisasi, dan masih banyak lagi. Dibandingkan dengan subdisiplin psikologi yang lainnya, PIO dapat dikatakan sebagai cabang psikologi yang paling kuantitatif. PIO mendasarkan pada penelitian objektif, data empiris, dan statistika. Sebisa mungkin PIO menolak clinical judgement yang tak terstruktur (yang biasa dipakai oleh psikolog klinis dan konselor) dalam assessment calon karyawan. Saat ini pengaruh globalisasi dan modernisasi telah menjalar ke seluruh dunia. Tak heran, semakin banyak orang terseret arus zaman bekerja di sektor formal 9 to 5 setiap harinya. Rata-rata manusia dalam usia produktif menghabiskan waktu 8 jam di kantor, dan kurang lebih 1 jam perjalanan menuju kantor. Dengan mengecualikan waktu tidur, manusia ternyata menghabiskan waktu paling banyak untuk beraktifitas di kantor. Karena bekerja menyedot waktu terbanyak, implikasinya, bekerja pasti juga menyedot daya tenaga, daya pikir, serta mempengaruhi emosi dalam kadar yang paling besar. Psikolog I/O yang secara khusus memikirkan cara-cara membuat suasana kerja paling kondusif bagi para karyawan, tentu amat dibutuhkan. Secara tak langsung, PIO meningkatkan kualitas hidup masyarakat keseluruhan dengan meningkatkan kepuasan kerja serta efektifitas kerja. Jika menelisik usul term Psikologi Industri dan Organisasi (PIO) maka akan ditemukan makna filosofis. Huruf I dari Industri fokus utamanya adalah seputar pekerja; yakni, menentukan kompetensi yang dibutuhkan untuk melakukan suatu pekerjaan, merekrut karyawan yang memiliki kompetensi tersebut, dan meningkatkan kompetensi karyawan melalui berbagai pelatihan. Sementara itu huruf O dari Organisasi berfokus membuat struktur organisasi, dalam kaitannya dengan kebudayaan setempat, agar mampu memotivasi para karyawan untuk bekerja sebaik-baiknya, memberi bermacam-macam informasi penting bagi karyawan, dan merancang kondisi kerja yang nyaman dan aman. Bidang Mayor dalam PIO meliputi: y Personnel Psychology: lingkupnya meliputi analisis pekerjaan, rekruitmen karyawan, menentukan level gaji, melatih karyawan, serta mengevaluasi performa karyawan. Profesional yang bekerja di bidang ini menggunakan tes-tes yang sudah ada, atau menciptakan alat tes baru untuk memilih atau mempromosikan karyawan. Tes-tes yang digunakan terus menerus dianalisa validitasnya. Para psikolog personnel juga harus menganalisa seluk beluk pekerjaan untuk mendapatkan gambaran utuh tentang kegiatan karyawan sehingga bisa menentukan nilai bayar yang pas bagi karyawan di tiap posisi. Selain itu, psikolog personnel mengkaji serta menciptakan berbagai metode untuk melatih dan mengembangkan karyawan.

2 Tugas 1

Organizational Psychology: lingkupnya meliputi isu kepemimpinan, kepuasan kerja, motivasi karyawan, komunikasi dalam organisasi, manajemen konflik, perubahan dalam organisasi, dan group processes dalam organisasi. Para psikolog organizational sering mengadakan survey tentang sikap karyawan untuk mendapat gambaran mengenai kekuatan dan kelemahan organisasi di akar rumput (di mata para karyawan). Biasanya, psikolog organizational bekerja sebagai konsultan yang membuat berbagai usulan pemecahan masalah organisasi. Human Resource/ Ergonomic: lingkupnya meliputi desain lingkungan kerja, interaksi manusia-mesin, ergonomi, serta stress dan kelelahan fisik. Psikolog yang mendalami bidang ini biasanya bekerja sama dengan para insinyur atau mekanik untuk membuat lingkungan kerja yang lebih aman, nyaman, dan efisien. III. Sejarah PIO (seluruhnya dari Aamodt, 2010)

Sejarah perkembangan PIO dinilai masih amat muda, baru seabad usianya. Hal ini tidaklah mengherankan mengingat psikologi sendiri terbilang ilmu yang masih muda juga (lahir sekitar tahun 1897). Para pakar menyepakati bahwa lahirnya PIO ditandai dengan penerbitan buku The Theory of Advertising karangan Walter Dill Scott pada tahun 1903. Selanjutnya pada 1911, 1913, dan 1917 Scott serta Hugo Munsternberg menulis beberapa judul buku yang sehubungan dengan perilaku manusia di dunia bisnis, industri, dan rekruitmen karyawan. Selain Scott dan Murstenberg, beberapa pionir PIO di awal 1900 antara lain adalah James Cattell, Walter Bingham, Marion Bills, dan Lilian Gilbreth. Pada masa ini, istilah Psikologi Industri dan Organisasi (PIO) belum dikenal. Psikologi Ekonomi, Psikologi Bisnis, dan Psikologi Ketenagakerjaan merupakan istilah populer yang merujuk pada PIO. Namun, popularitas PIO sungguh-sungguh mencuat selama Perang Dunia I yaitu tahun 1918 hingga 1920. PIO dimanfaatkan dalam rekruitmen tentara ke berbagai unit, juga dalam penempatan posisi masing-masing tentara. Hal ini dicapai melalui tes Army Alpha dan tes Army Beta, yang menguji kapasitas mental calon tentara. Pada saat bersamaan, John Watson mengembangkan alat tes motorik dan persepsi bagi calon pilot kapal udara, dan Henry Gantt memperbaiki sistem bongkar muat kapal kargo agar lebih efisien. Di luar ranah keilmuwan psikologi, ability test semacam ini juga dilakukan dalam caracara yang lebih informal. Thomas Alpha Edison, seorang penemu, amat memahami pentingnya memilih pekerja yang tepat. Ia pun membuat suatu tes yang dikerjakan oleh sekitar 900 orang pelamar. Namun karena tingkat kesulitan yang amat tinggi, hanya 5% dari pelamar yang diterima oleh Edison. Suami istri Gilbreth merupakan dua tokoh penting dalam perkembangan awal PIO. Mereka menemukan kiat-kiat meningkatkan produktivitas serta mengurangi kelelahan karyawan dengan mempelajari gerakan mereka. Frank Gilberth yang juga memiliki profesi sampingan kontraktor, menemukan cara cerdas untuk memindah-mindahkan bata dengan lebih efisien. Sementara Lillian Moller Gilberth, Ph.D. merupakan konsultan di bidang
3 Tugas 1

industri. Di tengah kesibukan yang luar biasa, pasangan Gilberth harus membesarkan dua belas orang anaknya. Dan, mereka sungguh berhasil! Kisah keluarga Gilberth diangkat dalam novel dan film, Cheaper by the Dozen. Pada dua windu awal perkembangannya, PIO terpusat di Amerika Serikat. Namun semenjak tahun 1920-an, di seluruh dunia muncul juga psikolog-psikolog I/O secara sporadis. Dalam hal ini, Indonesia agak ketinggalan. Perkembangan PIO di Indonesia baru dimulai oleh orang Indonesia sendiri (dan bukannya penjajah Belanda) pada tahun 1950-an. Tahun 1930-an, PIO semakin mengembangkan ruang lingkup bahasannya. Sebelumnya, PIO hanya berfokus pada isu-isu personnel, seperti seleksi dan penempatan karyawan. Pada tahun 1930-an, penelitian Hawthorne seakan memperluas cakrawala pikiran para psikolog I/O. Mereka mulai memperhatikan kualitas lingkungan kerja (termasuk pencahayaan, suhu, kelembapan, musik), serta kebijakan terhadap karyawan (lamanya waktu istirahat, jadwal kerja, gaji, insentif, bonus). Akan tetapi, para psikolog I/O kemudian menemukan suatu anomali, dimana kondisi kerja tidak selalu dapat menjadi prediktor produktivitas karyawan. Ada kalanya, produktivitas meningkat saat kondisi kerja memburuk. Sebaliknya, sering terjadi penurunan produktivitas saat kondisi kerja dibuat senyaman mungkin. Setelah mewawancarai karyawan, ternyata diketahui bahwa mereka mengubah perilaku serta meningkatkan produktivitas karena diperhatikan (oleh manajer maupun peneliti). Fenomena ini dinamakan: Hawthorne Effect. Jadi, kontribusi terbesar yang diberikan oleh penelitian Hawthorne pada batang tubuh PIO adalah inspirasi untuk berfokus pada relasi di tempat kerja serta efek sikap karyawan sendiri. Pada tahun 1960-an, isu mengenai hak-hak tenaga kerja sedang naik daun. Implikasinya, muncullah Civil Rights Legislation, yang menuntut para profesional bidang HR untuk menemukan teknik seleksi yang valid dan adil. Maka permintaan tenaga psikolog I/O pun turut membeludak. Namun sayangnya, karena tuntutan untuk bersikap adil tersebut, teknik seleksi pada masa ini terkesan kaku. Pada masa yang sama, berkembang pula pelatihan sensitivitas serta T-groups untuk manajer. Sementara itu di tahun 1970-an, para pelaku industri dan organisasi semakin memahami bahwa banyak isu penting di tataran organisasi berhubungan dengan kepuasan dan motivasi kerja para karyawan. Pada dasawarsa ini, buku B.F. Skinner yang berjudul Beyond Freedom and Dignity juga amat mempengaruhi eksekusi teknik modifikasi perilaku di organisasi. Tahun 1980-an hingga 1990-an ditandai dengan 4 perubahan besar dalam PIO. Pertama, teknik statistika yang digunakan untuk analisis data semakin canggih dan rumit. Dibandingkan waktu sebelumnya, artikel pada jurnal PIO masa kini dilengkapi teknik statistik yang rumit seperti path analysis, meta-analysis, multivariate anlysis of variance (MANOVA), dan causal modelling. Kedua, muncul kecenderungan mengaplikasi psikologi kognitif pada tataran industri organisasi. Ketiga, terjadi peningkatan perhatian akan efek kerja atas kehidupan rumah tangga dan waktu santai seseorang. Terakhir, ada pembaharuan dalam metode rekruitmen calon pekerja. Pada masa ini, metode yang digunakan para psikolog I/O lebih bebasdan variatif. Mereka menggunakan antara lain tes kepribadian, tes kognisi,
4 Tugas 1

biodata, dan interview terstruktur. Selain dari dalam PIO sendiri, tahun 1980-an hingga 1990an diwarnai oleh isu-isu seperti pemangkasan jumlah tenaga kerja, perbedaan suku, agama, dan ras di tempat kerja, diskriminasi gender di tempat kerja, tenaga kerja manula, total quality management (TQM), reengineering, dan penguatan posisi pekerja (paguyuban tenaga kerja), yang tentunya membawa arus perubahan dalam PIO. Kemajuan teknologi di tahun 2000-an membawa dampak yang sangat besar bagi PIO. Tes dan survey diadministrasikan melalui komputer dan internet, rekruitmen calon pekerja dilakukan secara online, pelatihan karyawan memanfaatkan program e-learning (pendidikan jarak jauh), rapat diadakan di cyberspace, bahkan memecat karyawan dilakukan lewat monitor komputer seperti dalam film Up in the Air. Di samping itu, wanita yang pada mulanya didiskriminasi di tempat kerja, kini mulai menunjukkan taring dan cakar mereka. Jumlah karyawan wanita dan pria, secara perlahan namun pasti, mulai berbanding lurus. Tak jarang juga wanita menjadi pemegang tampuk kekuasaan tertinggi dalam organisasi. Hal ini tentu menimbulkan masalah adaptasi yang tidak sederhana. Selain itu, isu perbedaan suku,agama, dan ras malah semakin panas saja. Persaingan ekonomi yang kini sudah mengglobal, turut mengubah peran PIO. Industri skala besar, tidak bisa tidak, melibatkan berbagai negara. Misalnya, suatu perusahaan menggunakan teknologi dari Amerika, tenaga kerja dari Cina, dan bahan baku dari Indonesia. Industri/ organisasi lintas negara seperti ini membutuhkan human relations skills untuk memahami kultur lain dengan baik. Terakhir, ada kecenderungan industri/organisasi untuk membuat jadwal keja yang lebih fleksibel, membuat kebijakan yang ramah terhadap rumah tangga karyawan, mengakomodir fasilitas perusahaan untuk menjaga bayi maupun manula, mengubah struktur keorganisasian agar lebih merata, menaikkan tunjangan kesehatan, serta menaikkan usia pensiun. IV. Tanya Jawab seputar PIO

Pertanyaan yang langsung muncul dalam benak penulis adalah; Bagaimanakah peranan Psikologi Industri Organisasi di Indonesia di masa kini? Sayangnya, pertanyaan ini mendapat jawaban yang pahit. Banyak masalah ketenagakerjaan yang tak lepas dari absensi atau inkompetensi para profesional PIO. Salah satu contoh kasus terbaru adalah protes tenaga kerja di Karawang, yang tidak puas akan jumlah UMR mereka. Tenaga kerja di Karawang, yang mendapat UMR 1.5 juta rupiah merasa iri hati terhadap tenaga kerja di Cikarang, yang mendapat UMR 1.8 juta rupiah), padahal kedua daerah tersebut hanya terpaut jarak 20 kilometer. Akibatnya, para tenaga kerja Karawang melakukan berbagai aksi protes, yang mana menyebabkan macetnya produksi. Kasus ini ditengarai merupakan kesalahan profesional bidang PIO yang bersangkutan, khususnya para psikolog personnel dan psikolog organizational. Mereka lalai dalam memantau kepuasan kerja para pekerja hingga aksi mogok dan protes terlanjur mencuat sebelum sempat diredam. Masih belum diketahui apa alasan yang mendasari perbedaan UMR hingga 300 ribu rupiah tersebut, dan entah mengapa hal ini sepertinya tidak sungguh-sungguh dikaji oleh para profesional PIO yang bersangkutan.

5 Tugas 1

Di Indonesia, secara umum, hidup karyawan dan buruh sungguh menderita. Paguyuban karyawan dan buruh seakan ingin dibungkam, bahkan dimatikan seutuhnya oleh pihak atasan. Para profesional PIO pun tak berani mengambil sikap, karena hajat hidup mereka sendiri amat tergantung pihak atasan. Masih segar dalam ingatan orang Indonesia, Marsinah, si pahlawan kaum buruh, yang dihajar sampai mati karena menyuarakan permintaan sesama teman karyawan untuk naik gaji beberapa rupiah saja (Perempuan yang, 2011). 18 tahun sudah usia kasus Marsinah, namun kondisi tenaga kerja di Indonesia masih memprihatinkan. Di Papua, karyawan Freeport yang penduduk asli menuntut persamaan gaji dengan karyawan Freeport WNA. Bukannya mendapat tambahan gaji, para karyawan yang tidak puas ini malah dibombardir peluru besi. Labour Market Flexibility (Sistem Pasar Kerja Lentur) merupakan paham terbaru dan terpopuler dalam ketenagakerjaan, yang diterapkan dalam bentuk sistem kerja kontrak dan outsourcing. Sistem seperti ini semakin melemahkan posisi karyawan dan buruh di dalam pekerjaannya. Apalagi saat persaingan semakin ketat, sikut menyikut antara rekan sekerja tak dapat terhindarkan, sehingga paguyuban tenaga kerja sulit terbentuk. Perekonomian yang berorientasi pada penanaman modal asing mengakibatkan upah rendah masih menjadi opsi utama (Perempuan yang, 2011). . Selain upah yang rendah, kondisi kerja yang amat kompetitif (hingga tak lagi sehat), dan pembunuhan perserikatan tenaga kerja, tak dapat dipungkiri bahwa masalah safety para tenaga kerja belum sepenuhnya terjamin baik. Kecelakaan di tempat kerja ibarat makanan sehari-hari, hingga rasanya tak perlu lagi diributkan. Hal ini menunjukkan bahwa peran psikolog human resources/ psikolog ergonomy pun belum terlihat. Paparan di atas menunjukkan kelemahan PIO Indonesia secara gamblang. Beberapa oknum profesional bidang PIO selalu main aman, dengan mendukung para raksasa yakni perusahaan. Peran mereka hanyalah sebagai stampel pengesah segala keputusan dari atas, entah keputusan itu menguntungkan atau membuntungkan para tenaga kerja. Ini sangat bertentangan dengan tujuan PIO yang tertera dalam mukadimah kode etik psikologi, yakni untuk kesejahteraan umat manusia (the well being of human being). Jadi, dalam kajian-kajian dan rekomendasinya, profesional PIO harus menempatkan harkat kemanusiaan sebagai ukuran tertinggi, bukan kesejahteraan per individu dalam organisasi atau kemajuan organisasi semata.

6 Tugas 1

Daftar Pustaka Aamodt, Michael G. (2010). Industrial/Organizational Psychology: An Applied Approach, 6th ed. Belmont: Wadsworth. Alim, Muhammad B. (2009, 1 September). Psikologi Industri Organisasi. Diunduh pada 8 Januari 2012 dari http://www.psikologizone.com/psikologi-industri-organisasi-pio/06 511188. American Psychological Association. (2001). Publication Manual of the American Psychological Association, 5th ed. Washington DC. Edwina, Joanka. (2011, 7 Mei). Perempuan yang Menggetarkan Rezim, Marsinah Pahlawan Kaum Buruh. Rakyat Merdeka. Yuwono, Ino, dkk. (2005). Psikologi Industri & Organisasi. Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.

7 Tugas 1

Anda mungkin juga menyukai