Anda di halaman 1dari 13

BAB I PENDAHULUAN I.

1 Latar Belakang Kemapuan penyelenggaraan pelayanan kesehatan suatu bangsa diukur dengan menentukan tinggi rendahnya angka kematian ibu per 1000 persalinan hidup dan angka perinatal dalam 1000 kelahiran hidup. Pembangunan jangka panjang dalam bidang kesehatan diharapkan Angka kematian bayi (AKB) dapat ditekan menjadi 35 per 1000 kelahiran hidup. Untuk mewujudkan hal ini, upaya penurunan kematian perinatal dipandang sebagai suatu langkah strategis. Hal ini karena kematian perinatal mempunyai sumbangan yang besar dalam tngginya jumlah kematian bayi termasuk kelahiran mati (Depkes RI,1990). Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dengan jumlah sampel 278.352 rumah tangga di Indonesia pada tahun 2001 di temukan bahwa kematian neonatal adalah 180 kasus, kelahiran mati sebanyak 115 kasus dan kematian bayi sebanyak 466 kasus. Kesadaran ibu untuk merawat kehamilanya tercermin dari perilakunya dalam memilih pelayanan dan dijelaskan dalam enam model yaitu faktor penolong persalinan, pilihan kelas pelayanan, pilihan untuk operasi Caesar, faktor kedekatan lokasi pelayanan, jenis kelamin penolong persalinan dan alat kontrasepsi . Sementara itu, beberapa variable yang mempengaruhi adalah pendapatan , karakteristik kehamilan(kehamilan Ke), resiko kehamilan, usia ibu, profesi, tingkat pendidikan dan jarak kehamilan. Dari variabel diatas terdapat resiko kehamilan, beberapa faktor yang dapat menyebabkan kehamilan menjadi beresiko untuk terjadinya kelahiran mati adalah 1. Hipertensi 2. Diabetes Melitus 3. Trauma 4. Sepsis 5. Persalinan Abnormal

Berdasarkan latar belakang diatas akan dilakukan penelitian : Hubungan antara Hipertensi pada ibu hamil dengan kematian janin. I.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut di atas, maka yang menjadi

permasalahan dalam penelitian ini adalah : Apakah ada hubungan antara Hipertensi dengan kasus kelahiran mati . I.3 Tujuan a. Tujuan Umum : Untuk menggambarkan hubungan antara hipertensi pada

ibu hamil dengan kasus kelahiran mati. b. Tujuan khusus : Untuk mengetahui hubungan antara hipertensi pada ibu hamil

dengan kasus kelahiran mati.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Definisi Kelahiran Mati Kelahiran mati adalah keluarnya hasil konsepsi dalam keadaan mati yang telah mencapai umur kehamilan 28 minggun atau berat badan lahir lebih atau sama dengan 1000 gram. Program kesehatan bayi baru lahir trcakup didalam program kesehatan ibu . Dalam rencana strategi Making Pregnancy Safer (MPS), target dari dampak kesehatan untuk bayi lahir adalah menurunkan angka kelahiran mati dari 25 per 1000 kelahiran hidup (1997) menjadi 15 per kelahiran hidup (2010) Fetal Death oleh World Helath organization (WHO) adalah suatu kematian dari hasil konsepsi sebelum janin menunjukan tanda-tanda kehidupan sempurna atau keluar dari rahim ibu selama masa kehamilan. Kelahiran mati (kematian janin yang terlambat) dan kematian bayi yang terlalu cepat (kematian bayi pada minggu pertama kehidupan) dikombinasikan dalam suatu kategori yang disebut denga kematian perinatal Kelahir dapat dn mati bagi menjadi 4 golongan : 1. Kematian sebelum masa kehamilan mencapai 20 minggu penuh 2. Kematian sesudah ibu hamil 20 minggu hingga 28 minggu 3. Kematian sesudah masa kehamilan lebih 28 minggu 4. Kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga kelompok diatas. 2.1.1. Faktor Determinan Kelahiran Mati 1. Usia Ibu Usia mempunyai pengaruh terhadap kehamilan dan persalinan ibu. Pada ibu dengan usia < 20 tahun dan > 35 tahun merupakan salah satu faktor determinan kematian janin. Pada usia <20 tahun rahim panggul ibu belum berkembang dengan baik, hingga perlu diperhatikan terjadinya kesulitan dalam persalinan dan ganguan lain. Sedangka untuk ibu dengan usia < 35 tahun tubuh ibu sudah kurang siap menghadapi kehamilan dan persalinan cenderung mengalami hipetensi, obesitas dan diabetes.

2. Paritas Resiko terhadap kesehatan ibu dan anak meningkat pada persalinan pertama, keempat dan seterusnya . Kehamilan yang aman adalah kehamilan kedua dan ketiga. Bila ibu sering melahirkan maka rahim ibu akan semakin melemah, dan perlu diwaspadai adanya gangguan pada kehamilan. 3. Jarak Kehamilan Resiko terhadap kematian ibu dan anak meningkat jika jarak anatra 2 kehamilan <2 tahun atau >5 tahun. Jarak kehamilan yang aman ialah antara 2 -4 tahun. Jarak yang terlalu dekat akan berbahaya karena tubuh ibu belum siap untuk memikul beban yang lebih besar. Jarak yang terlalu lama dimana akan mengakibatkan persalinan berlangsung seperti kehamilan dan persalinan pertama. 4. Riwayat Persalinan Yang Lalu Persalinan yang pernah dialami oleh ibu dengan perdarahan , abortus, partus prematiritas, kematian janin dalam kandungan serta semua kelainan dalam persalinan merupakan faktor resiko tinggi dalam peralinan berikutny. 5. Umur Kehamilan Umur kehamilan dihitung dari pertsms periode menstruasi normal terkahir sampai dengan terjadinya proses kelahirnan janin. Kematian perinatal yang tertingggi terjadi pada umur kehamilan 32 -36 minggu, menurut penelitian Harjono Purwadhi di RSUP Dr Sardjito Yogyakarat tahun 1983. 6.Frekuensi Pemeriksaan Kehamilan Pemeriksaan kehamilan seharusnya dilakukan seawal mungkin yaitu segera setelah tidak hain seama 2 bulan berturut-turut. Pemeriksaan yang sedini mungkin dengan frekuensi yang teratur memungkinkan untuk mendeteksi secara dini kelainan-kelainan yang terjadi selama kehamilan. 7. Riwayat Penyakit Ibu Kesehatan dan pertumbuhan janin dipengaruhi oleh kesehatan ibu. Bila ibu mempunyai penyakit yang berlangsung lama atau merugikan kehamilan maka kesehatan dan kehidupan janin pun terancam . Ibu dengan penyakit seperti diabetes, hipertensi dan anemia merupakan fakor yang memperbesar terjadinya kelahiran mati.

II.2 Hipertensi Hipertensi atau Darah Tinggi adalah keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal atau kronis (dalam waktu yang lama). Hipertensi merupakan kelainan yang sulit diketahui oleh tubuh kita sendiri. Satu-satunya cara untuk mengetahui hipertensi adalah dengan mengukur tekanan darah kita secara teratur. Diketahui 9 dari 10 orang yang menderita hipertensi tidak dapat diidentifikasi penyebab penyakitnya. Itulah sebabnya hipertensi dijuluki pembunuh diam-diam atau silent killer. Seseorang baru merasakan dampak gawatnya hipertensi ketika telah terjadi komplikasi. Jadi baru disadari ketika telah menyebabkan gangguan organ seperti gangguan fungsi jantung, koroner, fungsi ginjal, gangguan fungsi kognitif atau stroke .Hipertensi pada dasarnya mengurangi harapan hidup para penderitanya. Hipertensi selain mengakibatkan angka kematian yang tinggi (high case fatality rate) juga berdampak kepada mahalnya pengobatan dan perawatan yang harus ditanggung para penderita. Perlu pula diingat hipertensi berdampak pula bagi penurunan kualitas hidup. Hipertensi sebenarnya dapat diturunkan dari orang tua kepada anaknya. Jika salah satu orang tua terkena Hipertensi, maka kecenderungan anak untuk menderita Hipertensi adalah lebih besar dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki orang tua penderita Hipertensi. II.2.1 Diagnosis Secara umum seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan darah

sistolik/diastoliknya melebihi 140/90 mmHg (normalnya 120/80 mmHg). Sistolik adalah tekanan darah pada saat jantung memompa darah ke dalam pembuluh nadi (saat jantung mengkerut). Diastolik adalah tekanan darah pada saat jantung mengembang dan menyedot darah kembali (pembuluh nadi mengempis kosong). Sebetulnya batas antara tekanan darah normal dan tekanan darah tinggi tidaklah jelas, sehingga klasifikasi Hipertensi dibuat berdasarkan tingkat tingginya tekanan darah yang mengakibatkan peningkatan resiko penyakit jantung dan pembuluh darah.

Menurut WHO, di dalam guidelines terakhir tahun 1999, batas tekanan darah yang masih dianggap normal adalah kurang dari 130/85 mmHg, sedangkan bila lebih dari 140/90 mmHG dinyatakan sebagai hipertensi; dan di antara nilai tsb disebut sebagai normal-tinggi. (batasan tersebut diperuntukkan bagi individu dewasa diatas 18 tahun). II.2.2 Gejala Terjadinya Hipertensi Gejala-gejala hipertensi antara lain pusing, muka merah, sakit kepala, keluar darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal, dan lain-lain. Dampak yang dapat ditimbulkan oleh hipertensi adalah kerusakan ginjal, pendarahan pada selaput bening (retina mata), pecahnya pembuluh darah di otak, serta kelumpuhan. II.2.3 Penyebab Berdasarkan penyebabnya, Hipertensi dapat digolongkan menjadi 2 yaitu : 1. Hipertensi esensial atau primer Penyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini masih belum dapat diketahui. Namun, berbagai faktor diduga turut berperan sebagai penyebab hipertensi primer, seperti bertambahnya umur, stres psikologis, dan hereditas (keturunan). Kurang lebih 90% penderita hipertensi tergolong Hipertensi primer sedangkan 10% nya tergolong hipertensi sekunder. 2. Hipertensi sekunder. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, antara lain kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme), dan lain lain. Karena golongan terbesar dari penderita hipertensi adalah hipertensia esensial, maka penyelidikan dan pengobatan lebih banyak ditujukan ke penderita hipertensi esensial.

Berdasarkan faktor akibat Hipertensi terjadi peningkatan tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara: 1. Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya 2. Terjadi penebalan dan kekakuan pada dinding arteri akibat usia lanjut. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. 3. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat. Oleh sebab itu, jika aktivitas memompa jantung berkurang, arteri mengalami pelebaran, dan banyak cairan keluar dari sirkulasi. Maka tekanan darah akan menurun atau menjadi lebih kecil. Berdasarkan faktor pemicu, Hipertensi dibedakan atas yang tidak dapat dikontrol seperti umur, jenis kelamin, dan keturunan. Pada 70-80% kasus Hipertensi primer, didapatkan riwayat hipertensi di dalam keluarga. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua, maka dugaan Hipertensi primer lebih besar. Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita kembar monozigot (satu telur), apabila salah satunya menderita Hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran didalam terjadinya Hipertensi. Sedangkan yang dapat dikontrol seperti kegemukan/obesitas, stress, kurang olahraga, merokok, serta konsumsi alkohol dan garam. Faktor lingkungan ini juga berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi esensial. Hubungan antara stress dengan Hipertensi, diduga melalui aktivasi saraf simpatis. Saraf simpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas, saraf parasimpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita tidak beraktivitas. Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah secara intermitten (tidak menentu). Apabila stress berkepanjangan, dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti, akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan

lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota. Berdasarkan penyelidikan, kegemukan merupakan ciri khas dari populasi Hipertensi dan dibuktikan bahwa faktor ini mempunyai kaitan yang erat dengan terjadinya Hipertensi dikemudian hari. Walaupun belum dapat dijelaskan hubungan antara obesitas dan hipertensi esensial, tetapi penyelidikan membuktikan bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingan dengan penderita yang mempunyai berat badan normal. II.3 Hipertensi Pada Kehamilan Hipertensi pada ibu dapat mengkibatkan pertumbuhan janin terhambat dalam kandungan dan kelahiran mati. Hal ini di sebabkan karena hipertensi pada ibu akan menyebabkan terjadinya perkapuran didalam placenta, sedangkan bayi memperoleh makanan dan oksigen dari palcenta dalam jumlah yang sedikit. Selain tekanan darah rendah, ibu hamil dapat mengalami tekanan darah tinggi (hipertensi) . Disebut hipertensi bila tekanan darah ibu melebihi 120/80, bahkan bisa mencapai 140/90. Tekanan darah tinggi pun biasanya terjadi bila tekanan darah ibu melonjak dari ukuran yang normal. Misalnya bila tekanan normal darah yang biasanya 110/75 melonjak menjadi 130/90. Hipertensi berbahaya karena pembuluh darah menyempit sehingga asupan makanan ke bayi menjadi sedikit. Tak jarang, hipertensi pada kehamilan bisa membuat janin meninggal, plasenta terputus, pertumbuhan terganggu. Gejala hipertensi adalah pusing dan sakit kepala, kadang disertai bengkak di daerah tungkai, dan tes laboratorium menunjukkan protein yang tinggi dalam urine. Penderita hipertensi bisa sudah mengidap sebelum kehamilan atau hipertensi akibat kehamilan itu sendiri. Kondisi ini disebut dengan preeklamsia dan eklamsia. Preeklamsia biasanya terjadi pada kehamilan lebih dari 20 minggu dan harus segera ditangani agar tak meningkat menjadi eklamsia. Hipertensi yang parah atau ekslamsia ditandai dengan tekanan darah tinggi yang terus meningkat dan kadar protein yang lebih tinggi lagi dalam urine, sehingga menyebabkan

berkurangnya jumlah urine. Gejala yang muncul pada ibu adalah penglihatan menjadi kabur, perut terasa sakit atau panas, sakit kepala, denyut nadi yang cepat, serta bengkak terjadi di kaki, wajah, dan tangan. Risiko eklamsia sangat besar, ibu bisa mengalami kejang-kejang hingga tak terselamatkan, gagal ginjal, dan kerusakan hati. Pada janin, aliran darah ke janin berkurang sehingga mengalami gangguan pertumbuhan. Jika jiwa ibu terancam, biasanya keselamatan ibu lebih diprioritaskan. Sedangkan bayi akan dikeluarkan dengan proses induksi untuk menghasilkan persalinan normal. Hipertensi harus dikontrol. Jika terkontrol, penyakit ini tak jadi masalah. Berikut cara mengontrolnya: 1. Konsultasi secara rutin ke dokter. Ceritakan masalah/riwayat tekanan darah tinggi yang ibu alami, sehingga dokter dapat melakukan pengawasan ketat. Setiap kontrol biasanya dokter akan memeriksa tekanan darah. 2. Konsumsi obat-obatan hipertensi obat secara untuk teratur. janin Biasanya sehingga tak dokter perlu sudah takut

mempertimbangkan mengonsumsinya.

keamanan

3. Lakukan diet secara baik sehingga penambahan bobot selama kehamilan akan terkontrol dengan baik. Penambahan BB ibu hamil sebaiknya tidak lebih dari 2 kg per bulan. 4. Hindari makanan yang dapat meningkatkan hipertensi seperti makanan yang asin-asin.

BAB III PEMBAHASAN

Data yang dikumpulkan berasal dari data sekunder. Data sekunder dikumpulkan melalui observasi pada dokumen-dokumen di Rumah Sakit yang terkait dengan permasalahan ini pula. Dalam hal ini yaitu Rumah Sakit Swasta Promediak Pontianak Tabel 2.1 Jumlah Kelahiran NO 1 2 3 4 5 Tahun 2010. KASUS Hipertensi dengan lahir mati Hipertensi dengan kelahiran normal Normal dengan lahir mati Normal dengan kelahiran normal Jumlah Sumber data: Rekam Medik RSS Promedika Pontianak HIPERTENSI
L a h i r m a t i

JUMLAH 1 9 3 380 393

Jumlah

380

389

Jumlah

10

383

393

Proporsi kasus Proporsi Kontrol Odd kasus Odd kontrol Odd Ratio

1/4

= 0,25

9 / 389 = 0,023 0,25 / 1 0,25 0,023 / 1 0,023 0,33 / 0,024 = 0,33 = 0,024 = 13,75

Kesimpulan : dari hasil diatas didapatkan hasli bahwa Ibu dengan hipertensi mempunyai peluang 13 kali untuk mengalami kelahiran mati.

BAB IV PENUTUP IV.1 Kesimpulan 1. Terdapat hubungan antara Hipertensi pada Ibu Hamil dengan kasus lahir mati 2. Diketahui terdapat 1 kasus kelahiran mati dengan riwayat hiperrtensi pada ibunya 3. dari hasil diatas didapatkan hasli bahwa Ibu dengan hipertensi mempunyai peluang 13 kali untuk mengalami kelahiran mati. IV.2 Saran 1. Konsultasi secara rutin ke dokter. Ceritakan masalah/riwayat tekanan darah tinggi yang ibu alami, sehingga dokter dapat melakukan pengawasan ketat. Setiap kontrol biasanya dokter akan memeriksa tekanan darah. 2. Konsumsi obat-obatan hipertensi obat secara untuk teratur. janin Biasanya sehingga tak dokter perlu sudah takut

mempertimbangkan mengonsumsinya.

keamanan

3. Lakukan diet secara baik sehingga penambahan bobot selama kehamilan akan terkontrol dengan baik. Penambahan BB ibu hamil sebaiknya tidak lebih dari 2 kg per bulan. 4. Hindari makanan yang dapat meningkatkan hipertensi seperti makanan yang asin-asin.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes, RI. 1993. Pedoman Pemantauan Kesehatan Ibu dan Anak. Direktorat Bina Kesehatan Keluarga : Jakarta Viktor, Analisis faktor pada kelahiran mati di Kabupaten Tapanuli Utara, 2007

Anda mungkin juga menyukai