Anda di halaman 1dari 110

OPTIMASI KEGIATAN NELAYAN MELALUI PENGEMBANGAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF SEBAGAI INSTRUMEN PENDUKUNG KEBERLANJUTAN TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

YOGI YANUAR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2007

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Optimasi Kegiatan Nelayan Melalui Pengembangan Mata Pencaharian Alternatif Sebagai Instrumen Keberlanjutan Taman Nasional Karimunjawa adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, November 2007

Yogi Yanuar C 551040164

ABSTRAK
YOGI YANUAR. Optimasi Kegiatan Nelayan Melalui Pengembangan Mata Pencaharian Alternatif Sebagai Instrumen Pendukung Keberlanjutan Taman Nasional Karimunjawa Aturan pengelolaan yang diberlakukan di Zona Pemanfaatan Perikanan Tradisional Tamana Nasional Karimunjawa (TNK) adalah pengaturan pemakaian jenis alat tangkap, sedangkan pada zona budidaya jenis budidaya yang diberlakukan adalah budidaya rumput laut serta keramba jaring apung (WCS, 2004). Metode Linear Goal Programming digunakan untuk menghitung optimasi perikanan tangkap. Nilai-nilai pembatas didasarkan pada analisis tren berdasarkan hasil tangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan selama 7 tahun (1999 2006). Analisis tren juga digunakan untuk menentukan jenis ikan yang menjadi komoditi utama serta musim penangkapan produktif, sedangkan pendapatan agregat nelayan menjadi tolok ukur untuk alokasi unit budidaya rumput laut. Berdasarkan hasil analisis, 4 (empat) jenis ikan yang merupakan komoditi utama nelayan Karimunjawa adalah tongkol (Auxis thazard), tenggiri (Scomberomerus commersoni), teri (Stolephorus sp.) dan ekor kuning (Caesio sp.). Hasil optimasi dari jenis dan jumlah alat tangkap diperlukan pengurangan jumlah alat tangkap dari 617 unit menjadi 276 unit untuk Pancing tonda, 90 unit menjadi 30 unit untuk Bagan, 200 unit menjadi 0 unit untuk Jaring insang dan 2000 unit menjadi 1413 untuk Bubu. Alokasi ruang perairan yang dibutuhkan untuk mengakomodir kegiatan budidaya rumput laut adalah 933 ha. Hal ini berarti diperlukan penambahan luasan areal zona budidaya sebesar 145,087 ha dari yang telah ditetapkan saat ini yaitu 788,213 ha. Penambahan areal budidaya dapat diambil dari relokasi sebagian Zona Pemanfaatan Perikanan Tradisional atau Zona Pemanfaatan Pariwisata yang selama ini belum memberikan dampak ekonomi positif bagi nelayan Karimunjawa. Kata kunci : taman nasional, zona pemanfaatan, optimasi kegiatan perikanan tangkap, budidaya rumput laut

ABSTRACT
YOGI YANUAR. Optimization of Fishermen Activities Through Development of Alternative Economic Resources as an Instrument for Supporting the Sustainability of Karimunjawa National Park The rules undertaken for Traditional Fisheries Use Zone of Karimunjawa National Park is restriction of fishing gears while only seaweed culturing and floating net ramp allowed in Cultures Use Zone (WCS, 2004). Linear Goal Programming method used to calculate the optimization of capture fisheries. Limitation value used for that calculation based on trend analysis of fish catch production in seven years (1999 2006). It also used to determine fish type that become fishermens major commodiiesy and productive catch season, meanwhile fishermen agregate income become basepoint to calculate the allocation of seaweed cultures units. The result shows there are four fish type that are major commodities to local fishermen : tongkol (Auxis thazard), tenggiri (Scomberomerus commersoni), teri (Stolephorus sp.) and ekor kuning (Caesio sp.). Optimization of type and numbers of fishing gears shows there are reduction needed from 617 to 276 units for fish trolls, 90 to 30 units for lift nest, 200 to 0 units for gillnets and 2000 to 1413 units for fish traps. Allocation of watershed area needed for seaweed culturing is 933 ha. This means there are addition needed of 145,087 ha from 788,213 ha allocated now. The addition of this area can be taken by relocating some of Traditional Fisheries Use Zone or Tourism Use Zone which has not apparently give positive impact to the fishermens economic growth. Keywords : national park, use zone, optimization of capture fisheries activities, seaweed culturing.

OPTIMASI KEGIATAN NELAYAN MELALUI PENGEMBANGAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF SEBAGAI INSTRUMEN PENDUKUNG KEBERLANJUTAN TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

YOGI YANUAR

Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains Pada Program Studi Teknologi Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2007

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tesis Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi

: : : :

Optimasi Kegiatan Nelayan Melalui Pengembangan Mata Pencaharian Alternatif Sebagai Instrumen Pendukung Keberlanjutan Taman Nasional Karimunjawa Yogi Yanuar C. 551040164 Teknologi Kelautan

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc Ketua

Dr. Sulaeman Martasuganda, M.Sc Anggota

Diketahui, Program Studi Teknologi Kelautan Ketua, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc

Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc

Tanggal Ujian :

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung, Jawa Barat pada tanggal 11 Januari 1970 sebagai anak pertama dari enam bersaudara, pasangan Bapak Ir. H. Setia Hidayat dan Ibu Hj. Tuti Rusmiati. Pendidikan S-1 diselesaikan tahun 1994 di Universitas Trisakti Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Jurusan Teknik Sipil, Program Pengutamaan Studi Struktur. Aktif bekerja di dunia konstruksi hingga tahun 2002, penulis mendapat kesempatan untuk bekerja sebagai pegawai negeri sipil di Departemen Kelautan dan Perikanan hingga saat ini. Penulis saat ini bekerja sebagai staf di Direktorat Tata Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pada tahun 2004 penulis berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan pada Program Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor. Penulis memilih Program Studi Teknologi Kelautan dan menyelesaikannya pada tahun 2007.

vi

PRAKATA
Puji Syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini merupakan hasil pengamatan kegiatan nelayan di Kepulauan Karimunjawa. Judul Tesis ini adalah Optimasi Kegiatan Nelayan Melalui Pengembangan Mata Pencaharian Alternatif Sebagai Instrumen Pendukung Keberlanjutan Taman Nasional Karimunjawa yang disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Sub Program Studi Perencanaan Pembangunan Kelautan dan Perikanan, Program Studi Teknologi Kelautan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Budy Wiryawan, MSc, selaku Ketua Komisi, dan Bapak Dr. Sulaeman Martasuganda, M.Sc selaku Anggota Komisi. 2. Bapak Prof. Dr. Daniel R. Monintja, Bapak Ir. Ferianto H. Djais, MMA dan saudaraku Miftahul Huda, ST, M.Si yang telah berkenan memberikan rekomendasi sehingga penulis dapat mengikuti program magister ini. 3. Bapak Ir. Sugiono, MURP yang telah memberikan restu dan ijinnya sehingga penulis dapat mengikuti program magister ini. 4. Rekan-rekan di Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jepara, Kantor Cabang Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah, Dinas Perhubungan Karimunjawa dan Kantor Kecamatan Karimunjawa, yang telah memberikan data dan informasi tentang kegiatan nelayan di Karimunjawa. 5. Rekan-rekan di WCS Marine Program Indonesia yang telah berkenan berbagi data dan informasi mengenai Karimunjawa. 6. Rekan-rekan di Direktorat Tata Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang telah memberikan bantuan, dukungan dan menjadi partner diskusi selama penulisan tesis ini. 7. Program COREMAP II yang telah memberikan bantuan penelitian. 8. Teristimewa istriku, yang selalu memberikan doa, semangat dan dorongan, serta anak-anakku yang memberi motivasi dalam penyelesaian studi ini.

vii

9. Kepada orang tuaku dan adik-adikku yang telah memberikan doa serta dukungan yang tak pernah surut. 10. Rekan-rekan Mahasiswa TKL Sub Program Studi PPKP angkatan IV, dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan tesis ini. Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat berguna bagi masyarakat yang membacanya dan menjadi barokah bagi penulis, Amin yaa Rabbal alamin.

Bogor,

November 2007

Yogi Yanuar

viii

DAFTAR ISI
Halaman PRAKATA...........................................................................................................vii DAFTAR GAMBAR...........................................................................................xii DAFTAR TABEL..............................................................................................xiii DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................xiv 1. PENDAHULUAN.............................................................................................1 Latar Belakang .............................................................................................1 Perumusan Masalah......................................................................................2 Tujuan dan Manfaat Penelitian.....................................................................3 2. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................4 Taman Nasional............................................................................................4 Unsur Paradigma Modern Daerah Perlindungan (Philips, 2003 dalam IUCN, 2004)...........................................................................................4 Zonasi/Pemintakatan (Zoning)......................................................................5 Unsur Biaya Dalam Pengelolaan Kawasan Lindung....................................6 Model Bioekonomi.......................................................................................7 Perikanan Skala Kecil...................................................................................7 2.1 Sumberdaya Ikan......................................................................................8 1.1.1 Tongkol (Auxis thazard)..............................................................8 1.1.2 Tenggiri (Scomberomerus commersoni).....................................9 1.1.3 Teri (Stolephorus sp.).................................................................11 1.1.4 Ekor Kuning (Caesio sp.)...........................................................12 2.2 Alat Tangkap..........................................................................................13 1.1.5 Pancing Tonda............................................................................13 1.1.6 Bagan Apung..............................................................................15 1.1.7 Jaring Insang .............................................................................15 1.1.8 Bubu...........................................................................................16 2.3 Budidaya Rumput Laut..........................................................................17 1.1.9 Teknis Produksi..........................................................................18 1.1.10 Persyaratan Lokasi...................................................................18 1.1.11 Sosial, Ekonomi dan Budaya...................................................19 Teknik Optimasi..........................................................................................20 Linear Programming...................................................................................20

ix

Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Pesisir........................................21 2.4 Estimasi MSY pada stok yang telah dieksploitasi berdasarkan data empiris (Sparre dan Venema)..............................................................22 3. METODOLOGI.............................................................................................23 Metode Penelitian ......................................................................................23 Lokasi dan Waktu Penelitian......................................................................23 3.1 Kerangka Pemikiran...............................................................................23 Metode Pengumpulan Data ........................................................................26 Metode Analisis Data..................................................................................27 2. Analisis Tren...................................................................................27 3. Penentuan Jenis Ikan Komoditi Utama...........................................27 4. Penentuan Musim Penangkapan.....................................................28 5. Optimasi Alat Tangkap...................................................................28 6. Analisis Usaha Budidaya Rumput Laut..........................................29 Batasan dan Pengukuran.............................................................................29 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI ................................................31 4.1 Letak dan Luas Kepulauan Karimunjawa .............................................31 4.2 Iklim.......................................................................................................33 4.3 Hidro Oseanografi..................................................................................33 4.4 Ekosistem...............................................................................................34 6.1.1 Ekosistem Terumbu Karang.......................................................34 6.1.2 Ekosistem Padang Lamun dan Rumput Laut.............................36 6.1.3 Ekosistem Mangrove..................................................................37 4.5 Potensi Sumberdaya Perikanan Karimunjawa.......................................37 6.1.4 Ikan Pelagis................................................................................37 6.1.5 Ikan Karang ...............................................................................37 4.6 Zonasi Taman Nasional Karimunjawa...................................................38 6.1.6 Aktifitas di Zona Pemanfaatan Perikanan Tradisional..............39 6.1.7 Aktifitas di Zona Pemanfaatan Budidaya..................................39 4.7 Aktivitas Nelayan...................................................................................40 6.1.8 Perikanan Tangkap.....................................................................40 6.1.9 Perikanan Budidaya...................................................................43 4.8 Prasarana dan Sarana Perikanan............................................................48

4.9 Tata Niaga Perikanan Tangkap Nelayan Karimunjawa.........................48 4.10 Aspek Sosial Ekonomi Budaya Masyarakat Kepulauan Karimunjawa ..............................................................................................................49 6.1.10 Demografi, Pendidikan dan Agama.........................................49 6.1.11 Mata Pencaharian ....................................................................49 6.1.12 Tingkat Kesejahteraan Masyarakat .........................................50 6.1.13 Persepsi Masyarakat Tentang Pengelolaan Taman Nasional...52 5. HASIL ............................................................................................................54 5.1 Tren Produksi Perikanan Tangkap.........................................................54 5.2 Batasan Hasil Tangkapan.......................................................................57 5.3 Optimasi Perikanan Tangkap.................................................................62 6.1.14 Menentukan tujuan.................................................................62 6.1.15 Menentukan nilai-nilai variabel...............................................63 6.1.16 Menentukan nilai-nilai pembatas.............................................63 5.4 Alokasi Budidaya Rumput Laut.............................................................65 6.1.17 Analisis Ekonomi Budidaya Rumput Laut..............................65 6.1.18 Perhitungan Alokasi Area Budidaya Rumputlaut....................68 6. PEMBAHASAN ............................................................................................71 6.1 Efektifitas Optimasi...............................................................................71 6.2 Efektifitas Pengelolaan Taman Nasional...............................................73 6.3 Kebijakan Pengelolaan Di Zona Pemanfaatan Perikanan Tradisional dan Zona Pemanfaatan Budidaya...............................................................76 7. KESIMPULAN...............................................................................................79 DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................81 LAMPIRAN.........................................................................................................84

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1Ikan tongkol (Auxis Thazard).............................................................9 Gambar 2Ikan tenggiri (Scomberomerus commersoni)...................................10 Gambar 3Ikan teri (Stolephorus sp.).................................................................11 Gambar 4Ikan ekor kuning (Caesio sp.)............................................................12 Gambar 5Armada pancing tonda di Karimunjawa.........................................13 Gambar 6Bagian-bagian alat pancing tonda....................................................14 Gambar 7Bagan (Lift net) di Karimunjawa......................................................15 Gambar 8Jaring insang (permukaan dan dasar).............................................16 Gambar 9Bubu di Karimunjawa.......................................................................17 Gambar 10Metode Tali Tunggal .......................................................................19 Gambar 11Kerangka Pemikiran........................................................................24 Gambar 12Orientasi Wilayah Studi...................................................................32 Gambar 13Pola Arus Sepanjang Tahun di Perairan Pulau Jawa bagian Utara.............................................................................................................35 Gambar 14Zonasi Taman Nasional Karimunjawa...........................................41 Gambar 15Demplot Percontohan KJA Kerapu di Karimunjawa..................44 Gambar 16Budidaya rumput laut dengan metode rawai (long line method) yang terdapat di Karimunjawa.................................................................45 Gambar 17 Survey Kondisi Fisik dan Kimia Perairan Pulau Karimunjawa dan Kemujan...............................................................................................47 Gambar 18Produksi Perikanan Nelayan Karimunjawa 1999 - 2006..............56 Gambar 19 Grafik Produksi Tahunan Empat Komoditi Utama....................58 Gambar 20Trend Bulanan Penangkapan Ikan Ekor Kuning.........................59 Gambar 21Trend Bulanan Penangkapan Ikan Tongkol.................................60 Gambar 22Trend Bulanan Penangkapan Ikan Tenggiri.................................60 Gambar 23Trend Bulanan Penangkapan Ikan Teri........................................60

xii

DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.Kebutuhan Data ....................................................................................26 Tabel 2.Data Perikanan pada Gugus Pulau Karimunjawa tahun 2004 .......42 Tabel 3.Jumlah Armada Penangkapan Ikan per Desa di Kepulauan Karimunjawa...............................................................................................43 Tabel 4.Kondisi Fisik dan Kimia Perairan Pulau Karimunjawa dan Kemujan .......................................................................................................................46 Tabel 5.Produksi budidaya rumput laut Karimunjawa..................................47 Tabel 6.Jumlah Penduduk per Desa di Kecamatan Karimunjawa tahun 2003 .......................................................................................................................49 Tabel 7. Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Karimunjawa ................50 Tabel 8.Persentase Produksi dan Nilai Jual Hasil Tangkapan di Kepulauan Karimunjawa...............................................................................................54 Tabel 9.Musim Tangkapan.................................................................................61 Tabel 10.Grafik Musim Penangkapan...............................................................61 Tabel 11.Jenis Alat Tangkap Yang Dioperasikan Nelayan Karimunjawa....61 Tabel 12.Hasil Optimasi Alat Tangkap..............................................................64 Tabel 13.Perbandingan Jumlah Alat Tangkap.................................................64 Tabel 14.Hasil Produksi Rumput Laut Karimunjawa 2004 2005................66 Tabel 15.Analisis Kebutuhan Biaya Produksi Rumput Laut..........................67 Tabel 16.Analisa Kebutuhan Alokasi Areal Budidaya Rumput Laut............70

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Data produksi perikanan Karimunjawa (melalui dermaga perintis dan dermaga rakyat)....................................................................85 Lampiran 2. Status Report Perhitungan Whats Best 8.0...............................93

xiv

1.
Latar Belakang

PENDAHULUAN

Taman Nasional merupakan salah satu bentuk kawasan pelestarian alam yang mempunyai ciri khas tertentu, baik di daratan maupun perairan. Taman nasional memiliki fungsi perlindungan, sistem penyangga kehidupan, pelestarian keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Sebagai kawasan perlindungan alam, taman nasional memiliki ekosistem asli yang dikelola dengan sistem zonasi serta mempunyai fungsi sebagai tempat penelitian, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Selain itu taman nasional juga mempunyai tujuan untuk menjaga keanekaragaman sumberdaya alam hayati maupun keberadaan sumberdaya non-hayati dan menunjang peningkatan kesejahteraan rakyat. Tujuan lainnya adalah sebagai sarana pelestarian lingkungan hidup untuk saat ini dan masa mendatang. Definisi-definisi tersebut di atas merupakan konsep ideal dari sebuah kawasan perlindungan alam atau taman nasional yang menggambarkan sebuah keseimbangan antara kelestarian dan pemanfaatan sumberdaya alam untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa saat ini dilaksanakan oleh Balai Taman Nasional Karimunjawa (BTNKJ), dibawah Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan. Berdasarkan PP No. 68 tahun 1998 Kawasan Taman Nasional Karimunjawa dikelola dengan sistem zonasi yang terbagi kedalam zona inti, zona perlindungan, zona pemanfaatan dan zona lainnya yang disesuaikan dengan kebutuhan pelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya berdasarkan kriteria yang ada. Tujuan utama dari sebuah rencana zonasi seyogyanya meliputi hal-hal berikut : (i) memberikan perlindungan terhadap habitat kritis atau penting, ekosistem serta proses-proses ekologis; (ii) memisahkan kegiatan-kegiatan yang berpotensi konflik; (iii) melindungi kualitas alami dan/atau budaya dari kawasan lindung dengan tetap mengakomodasi spektrum kegiatan pemanfaatan yang dapat

dilakukan; (iv) menyediakan

lokasi-lokasi yang sesuai untuk kegiatan

pemanfaatan seraya meminimalisasi dampak merugikan yang dapat terjadi terhadap kawasan lindung; (v) mempertahankan beberapa area dalam kawasan lindung agar tetap dalam kondisi alaminya, tak terganggu oleh aktivitas manusia kecuali kegiatan penelitian ilmiah atau pendidikan Namun dalam perjalanannya, pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa menghadapi berbagai kendala (pelanggaran terhadap aktifitas di zona inti, pemakaian alat tangkap muroami yang merusak ekosistem terumbu karang), akibat kurang dilibatkannya masyarakat setempat dalam penetapan zona-zona tersebut serta desakan kebutuhan ekonomi. Oleh karena itu pada tahun 2004 BTNKJ melakukan studi sebagai upaya revisi zonasi yang pada prosesnya mellibatkan peran masyarakat setempat dalam penetapan zonasi. Dari hasil studi tersebut, maka kemudian ditetapkan zonasi yang baru melalui SK Dirjen PHKA No. SK.79/IV/Set-3/2005 tentang Revisi Zonasi/Mintakat Taman Nasional Kepulauan Karimunjawa. Hasil revisi zonasi tersebut memperlihatkan perubahan yang signifikan dimana pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa tidak hanya menitikberatkan pada aspek perlindungan tetapi juga memperhatikan realitas masyarakat yang terkait dengan kawasan tersebut, dengan harapan upaya pelestarian berbasis masyarakat akan mengarah pada keberlanjutan dari upaya perlindungan itu sendiri. Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan oleh pengelola TNK adalah bagaimana mengatasi tekanan aktifitas nelayan namun sekaligus dapat memberikan kesempatan kepada nelayan untuk meningkatkan taraf ekonominya. Perumusan Masalah Dengan ditetapkannya zonasi yang baru, maka hal ini merupakan langkah awal yang dilakukan oleh BTNKJ dalam upaya mengelola Taman Nasional secara lebih bijak demi tujuan utama yaitu pelestarian sumberdaya hayati dan ekosistem didalam kawasan dengan tanpa mengesampingkan kepentingan masyarakat setempat. Upaya selanjutnya yang akan dilakukan oleh BTNKJ adalah penyusunan rencana pengelolaan terhadap zona-zona yang telah ditetapkan. Hal ini diperlukan

agar fungsi Taman Nasional dapat terus berkelanjutan dan memberikan manfaat terhadap masyarakat yang berada di kawasan tersebut. Agar aspek keberlanjutan ini dapat dicapai, maka salah satu strategi adalah memberikan peluang mata pencaharian alternatif kepada nelayan yang terkena dampak akibat penetapan zona-zona inti, dimana biasanya mereka melakukan aktivitas penangkapan ikan. Hal ini cukup beralasan, karena dengan adanya alternatif, bila terjadi pengurangan hasil tangkapan yang berarti berkurangnya pendapatan mereka, dapat ditanggulangi dari pendapatan di kegiatan lain. Dengan terjaganya kondisi pendapatan mereka, diharapkan secara psikologis dapat menghindari nelayan dari keinginan untuk melakukan aktifitas di zona inti. Oleh karena itu, dengan memperhatikan relevansi antara upaya yang tengah dilakukan saat ini oleh BTNKJ dengan rencana kegiatan penelitian yang akan dilakukan, maka perumusan masalah yang mendasari penulisan tesis ini adalah untuk mengoptimumkan pendapatan nelayan setempat dari kegiatan perikanan tangkap, serta berapa alokasi lahan perairan yang dibutuhkan agar nelayan mendapatkan penghasilan tambahan dari mata pencaharian alternatif yang diperbolehkan di Zona Pemanfaatan Budidaya. Ruang lingkup pengamatan yang akan dianalisis lebih lanjut untuk menghasilkan suatu skema pengelolaan perikanan meliputi hasil tangkapan, jenis alat tangkap, musim, jenis tangkapan, serta mata pencaharian alternatif dari sektor perikanan budidaya. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penulisan thesis ini adalah menemukan optimasi kegiatan perikanan yang dikombinasikan dengan mata pencaharian alternatif untuk mendukung pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa yang berkelanjutan. Manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi penyusunan strategi dan kebijakan pengelolaan Taman Nasional Karimun Jawa khususnya terhadap pengelolaan kegiatan di zona pemanfaatan perikanan tradisional dan zona pemanfaatan budidaya.

2.
Taman Nasional

TINJAUAN PUSTAKA

Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi (pasal 1 butir 14 UU No. 5 Tahun 1990). Unsur Paradigma Modern Daerah Perlindungan (Philips, 2003 dalam IUCN, 2004) Tujuan (Objectives) : Mencakup tujuan sosial, ekonomi, konservasi, rekreasi, restorasi dan rehabilitasi; seringkali ditujukan untuk alasan ilmiah, ekonomi dan budaya, dengan pendekatan yang lebih rasional dalam penetapan daerah perlindungan; pengelolaan ditujukan agar masyarakat setempat mendapatkan manfaat, dan tidak terkena dampak negatif akibat pariwisata; memperhatikan bahwa daerah yang sering disebut sebagai daerah alami/rimba seringkali merupakan tempat-tempat yang penting secara budaya. Pengaturan (Governance) : Dilaksanakan oleh banyak pihak, termasuk berbagai level institusi pemerintah, masyarakat lokal, kelompok pribumi, swasta, LSM dan pihak terkait lainnya Keterkaitan Terhadap Masyarakat Lokal (Relationship to Local People) : Dilaksanakan bersama dengan, untuk dan oleh masyarakat lokal, tidak lagi sebagai pihak pasif dari kebijakan daerah perlindungan melainkan sebagai mitra aktif, atau bahkan sebagai inisiator dan dapat juga sebagai pelaku utama; dikelola untuk memenuhi kebutuhan masyarakat lokal, yang merupakan kebutuhan esensial dari suatu kebijakan daerah perlindungan baik secara ekonomi maupun budaya.

Konteks dan Persepsi (Context and Perceptions) : Dipandang sebagai asset masyarakat, sebagai bagian dari aset nasional; pengelolaan dipandu berdasarkan kewajiban dan tanggungjawab internasional serta kepentingan nasional dan kepentingan lokal, mengarah kepada sistem daerah perlindungan lintas wilayah dan internasional; direncanakan sebagai bagian dari sistem perencanaan nasional, regional dan internasional, dimana daerah perlindungan dikembangkan sebagai bagian dari kelompok daerah perlindungan. Pengelolaan dan Pembiayaan (Management and Finance) : Pengelolaan dilakukan dalam perspektif jangka panjang, dimana pengelolaan merupakan proses pembelajaran; pemilihan, perencanaan dan pengelolaan dipandang sebagai kegiatan politis penting, yang memerlukan sensitifitas, konsultasi dan keputusan yang adil; dikelola oleh sumberdaya manusia dari berbagai bidang keahlian yang terkait; menghormati dan menerapkan pengetahuan masyarakat lokal; dibiayai melalui berbagai sumber pendanaan sebagai bagian atau menggantikan subsidi pemerintah Zonasi/Pemintakatan (Zoning) Dalam buku panduan yang diterbitkan WCPA (World Commission on Protected Areas), Guidelines For Marine Protected Areas, disebutkan bahwa rencana zonasi merupakan landasan utama bagi rencana pengelolaan kawasan lindung. Zonasi merupakan alat yang ampuh untuk menetapkan aturan perlindungan melalui penetapan zona-zona yang merupakan bagian dari area yang lebih luas dengan berbagai pemanfaatan. Di kawasan dengan banyak pemanfaatan (multiple use area) perlu ditetapkan beberapa tujuan (objectives) yang mungkin tidak bisa secara seragam diterapkan untuk keseluruhan kawasan lindung. Tujuan utama dari sebuah rencana zonasi seyogyanya meliputi hal-hal berikut : (i) memberikan perlindungan terhadap habitat kritis atau penting, ekosistem serta proses-proses ekologis; (ii) memisahkan kegiatan-kegiatan yang berpotensi konflik; (iii) melindungi kualitas alami dan/atau budaya dari kawasan

lindung dengan tetap mengakomodasi spektrum kegiatan pemanfaatan yang dapat dilakukan; (iv) menyediakan lokasi-lokasi yang sesuai untuk kegiatan pemanfaatan seraya meminimalisasi dampak merugikan yang dapat terjadi terhadap kawasan lindung; (v) mempertahankan beberapa area dalam kawasan lindung agar tetap dalam kondisi alaminya, tak terganggu oleh aktivitas manusia kecuali kegiatan penelitian ilmiah atau pendidikan. Unsur Biaya Dalam Pengelolaan Kawasan Lindung Dalam buku panduan yang sama, WCPA juga menjelaskan tentang aspek pembiayaan suatu kawasan lindung secara berkelanjutan. Kesulitan dana merupakan kendala utama untuk pembentukan dan pengelolaan suatu kawasan lindung. Di negara berkembang, pemerintah seyogyanya menyadari kewajiban untuk menyediakan dana yang memadai agar tujuan pembentukan kawasan lindung dapat tercapai. Namun di beberapa negara, anggaran pemerintah untuk konservasi cenderung mengalami penurunan seiring dengan penurunan ekonomi nasionalnya disertai meningkatnya jumlah penduduk yang membutuhkan sarana dan prasarana sekolah, rumah sakit serta hal-hal mendasar lainnya. Dengan demikian setiap tahun, pihak pengelola harus menciptakan sumber dana untuk memenuhi kebutuhan anggarannya. Ada dua unsur biaya terkait dengan kawasan lindung yang perlu dipahami, yaitu kompensasi terhadap masyarakat lokal atau keuntungan yang didapat dengan ditetapkannya kawasan lindung; dan biaya pengelolaan kawasan lindung. Unsur biaya pertama dapat bernilai sangat besar, dalam hal ini termasuk kompensasi kepada nelayan yang kehilangan pendapatannya akibat ditutupnya area penangkapan (fishing ground) mereka. Namun jika kawasan lindung berhasil dalam menciptakan kegiatan pariwisata dan memulihkan stok ikan sebagai tujuan utama, maka biaya kompensasi tersebut tidak akan menjadi beban yang perlu dipertimbangkan oleh pengelola, kecuali mungkin dalam masa transisi. Peluang terciptanya hal ini akan lebih besar ketika masyarakatlah yang menginginkan dibentuknya kawasan lindung didaerahnya dan bersedia untuk menanggung sebagian biaya jangka pendek mereka. Namun hal ini baru dimungkinkan apabila keputusan penetapan serta penerapan aturannya datang dari

masyarakat itu sendiri. Bila hal ini tidak terjadi, maka biaya kompensasi akan diperlukan. Model Bioekonomi Model bioekonomi penangkapan ikan biasanya didasarkan pada model biologi Schaefer (1954, 1957) dan model bioekonomi dari Gordon (1954). Clark (1985) kemudian menyebut persamaa tersebut sebagai model Gordon-Schaefer. Menurut Gordon (1954) asumsi dasar yang digunakan dalam model ini adalah permintaan ikan hasil tangkapan dan penawaran upaya penangkapan adalah elastis sempurna. Harga ikan (p) dan biaya marginal upaya penangkapan ikan masingmasing mencerminkan manfaat marginal dari ikan hasil tangkapan bagi masyarakat dan biaya sosial marginal upaya penangkapan. Berdasarkan asumsi tersebut, total penerimaan dari usaha penangkapan (TR) digambarkan dengan persamaan : TR = p. Y Sedangkan total biaya penangkapan (TC) digambarkan dengan persamaan : TC = c. f Penerimaan bersih (keuntungan) dari usaha penangkapan ikan () adalah : = TR TC = p.Y c.f Perikanan Skala Kecil Panayotou (1982) mengklasifikasikan perikanan di dunia ini menjadi dua kelas, yaitu skala kecil atau perikanan tradisional dan perikanan skala besar atau perikanan industri. Dikemukakan pula bahwa sebenarnya tidak ada definisi yang standar atas perikanan skala kecil dan skala besar. Penglasifikasian di beberapa negara sangat beragam, kalau di Indonesia dan Philipina didasarkan atas ukuran kapal, di Thailand didasarkan atas tipe alat tangkap, di Hongkong berdasarkan atas jarak dari pantai dan di Malaysia merupakan kombinasi dari ketiganya. Namun demikian Panayotou (1982) mengemukakan bahwa pembandingan antara perikanan skala besar dan perikanan skala kecil dapat dilakukan dengan melihat teknologi yang digunakan, tingkat modal, tenaga kerja yang digunakan

dan kepemilikan. Perikanan skala kecil biasanya rendah teknologi, labor-intensive dengan rendah modal dan biasanya pemilik adalah yang mengoperasikan kapal. Sedangkan menurut definisi dalam undang-undang Perikanan No. 31 tahun 2004, perikanan skala kecil lebih digambarkan pada subyeknya melalui terminologi nelayan kecil yang didefinisikan sebagai orang yang melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. 2.1 Sumberdaya Ikan 1.1.1 Tongkol (Auxis thazard) Ikan tongkol merupakan famili dari Scombridae, mempunyai bentuk cerutu dengan kulit licin. Sirip dadanya melengkung, ujungnya tirus dan pangkalnya lebar, sirip ekor cagak dengan kedua ujungnya yang panjang dan pangkalnya bulat kecil. Sebelah belakang sirip anal (pinna annalis) dan sirip punggung (pinna pectoralis) terdapat sirip tambahan yang kecil-kecil (Djuhanda, 1981 dalam Wiyono, 2001). Ciri-ciri yang dimiliki oleh tongkol adalah badan memanjang, kaku bulat seperti cerutu. Warma tubuh bagian atas hitam kebiruan dan bagian bawah putih perak. Terdapat dua sirip di bagian punggung, sirip punggung yang pertama berjari-jari keras 10 sedangkan yang kedua berjari-jari keras 11 dan terdapat 6-9 jari-jari tambahan yang letaknya di belakang sirip punggung yang kedua. Sirip dubur berjari-jari lemah 44, diikuti jari-jari sirip tambahan. Badannya tampak diselimuti sisik, kecuali pada bagian belakangnya. Ikan ini mempunyai daging yang kenyal dan gurih serta merupakan perikanan ekonomis penting (Kriswantoro dan Sunyoto, 1986).

Gambar 1 Ikan tongkol (Auxis Thazard) (Sumber : DKP, 2007) Panjang fork maksimum tongkol kira-kira 100 cm dan beratnya bisa mencapai 14,0 kg. Tongkol termasuk dalam golongan ikan epipelagik yang hidup dalam iklim tropis dengan kisaran temperatur lingkungan perairan antara 18-29 C, dan bisa ditemukan hingga kedalaman 200 m. Sebaran ikan tongkol terdapat pada perairan yang cukup hangat termasuk perairan pulau dan kepulauan dan termasuk spesies yang beruaya jauh. Dari sisi biologi, ikan tongkol banyak ditemui pada perairan terbuka namun tidak pernah terlalu jauh dari garis pantai. Ikan tongkol muda biasanya memasuki perairan pelabuhan dan teluk. Tongkol juga cenderung membentuk kumpulan multispesies dengan ukuran seragam bersama dengan spesies lain dari famili scombridae dengan jumlah 100 5000 individu. Ikan tongkol termasuk komoditi yang memiliki ketersediaan tinggi, dengan waktu minimum penggandaan populasi kurang dari 15 bulan (FAO, 1983). 1.1.2 Tenggiri (Scomberomerus commersoni) Ikan tenggiri merupakan famili dari Scombridae, mempunyai bentuk badan bulat panjang seperti cerutu dan agak pipih. Mulut besar dan terletak di ujung moncong. Mulut dilengkapi dengan gigi-gigi yang kuat dan keras tertancap. Sirip punggung dengan 14-17 duri keras dan terdapat 8-10 sirip tambahan

dibelakang sirip punggung dan sirip dubur. Terdapat garis-garis bengkok yang melintang tubuh. Garis sisi menurun pada akhir dari sirip punggung yang kedua. Termasuk ikan buas, karnivora, predator, makanannya ikan-ikan kecil (sardin, tembang, teri), cumi-cumi. Hidup soliter, namun ikan ini juga hidup dalam kumpulan kecil.di perairan pantai dan lepas pantai. Warna punggung biru abu-abu dan perak kebiru-biruan di bagian sisi. Ban-ban warna gelap, menggelombang melintang badan. Sirip-siripnya berwarna biru keabuan. Ukuran panjang fork maksimum dapat mencapai 240 cm, sedangkan ukuran panjang normal yang biasa ditemui sekitar 60-90 cm.

Gambar 2 Ikan tenggiri (Scomberomerus commersoni) (Sumber : DKP, 2007) Ikan tenggiri merupakan ikan pelagis yang beruaya jauh, meski ada juga ditemukan yang tinggal secara permanen. Kondisi hidup ideal di kedalaman perairan antara 10-70 m. Ikan tenggiri tersebar dari tepi paparan benua hingga ke perairan dangkal di sekitar pesisir pada perairan dengan salinitas yang rendah dan turbiditas yang tinggi. Ikan tenggiri termasuk komoditi yang memiliki ketersediaan menengah, dengan waktu penggandaan populasi 1,4 4,4 tahun.

10

1.1.3 Teri (Stolephorus sp.) Ikan teri merupakan famili dari Clupeidae, memiliki bentuk badan memanjang (fusiform), hampir silindris, atau termampat samping (compressed), perut bulat dengan 3-4 sisik duri seperti jarum yang terdapat diantara sirip dada dan perut. Adanya sisik abdominal yang berujung tajam (abdominal scute) pada lunas tubuhnya, mulutnya lebar dan moncong yang menonjol serta rahang yang dilengkapi dengan dua tulang tambahan (suplemental bones). Di samping tubuhnya terdapat selempang putih keperak-perakan memanjang dari kepala sampai ekor. Sisiknya kecil dan tipis serta sangat mudah lepas. Sirip dorsal umumnya tanpa duri pradorsal, sebagian atau seluruhnya di belakang anus, pendek dengan jari-jari lemah sekitar 16 - 23 buah. Sirip ekor bertipe cagak dan dan tidak bergabung dengan sirip anal serta duri abdominal hanya terdapat antara sirip pectoral dan ventral berjumlah tidak lebih dari 7 buah. Hidup di perairan pantai, membentuk gerombolan besar dan bersifat pemakan plankton. Umumnya tidak berwarna atau agak kemerah-merahan. Ukuran : Umumnya ukuran tubuhnya kecil antara 6 - 9 cm, tetapi ada juga yang dapat mencapai 17,5 cm (Hutomo dkk. , 1987) atau 12-15 cm (Ditjen Perikanan, 1979).

Gambar 3 Ikan teri (Stolephorus sp.) (Sumber : DKP, 2007) Ikan ini bisa ditemukan di hampir seluruh perairan Indonesia, merupakan ikan pelagis dan hidup di kedalaman hingga 50 m. Kumpulan ikan teri sering

11

terlihat di sekitar perairan pesisir memasuki daerah perairan payau/sekitar muara sungai. Ikan teri merupakan komoditi yang memiliki ketersediaan tinggi dengan waktu penggandaan populasi kurang dari 15 bulan. 1.1.4 Ekor Kuning (Caesio sp.) Ikan ekor kuning merupakan famili dari Caesionidae. Berbentuk relatif bulat, badan bagian atas berwarna putih kekuningan atau abu kebiruan, sedangkan bagian sisi dan perut berwarna putih atau agak merah muda. Sirip punggung, anal dan pelvic berwarna putih hingga merah muda. Sirip ekor berukuran cukup besar berwarna kuning. Terdapat dua sirip di bagian punggung, sirip pertama berjari-jari keras 10 dan sirip kedua berjari-jari lunak 14-16. Sirip dubur berjari-jari keras 3 dan berjari-jari lunak 10-12. Panjang total maksimum ekor kuning mencapai 60 cm, merupakan jenis ikan karang, tidak beruaya dan dapat ditemukan hingga kedalaman 60 m dan hidup di iklim tropis.

Gambar 4 Ikan ekor kuning (Caesio sp.) (Sumber : DKP, 2007) Secara biologi, ikan ekor kuning mendiami area pesisir di sekitar bebatuan atau terumbu karang, membentuk kumpulan di tengah kedalaman perairan dan memangsa zooplankton sebagai makanannya. Praktek penangkapan yang biasa dilakukan di Indonesia adalah dengan menggunakan jaring giring (drive-in net), bubu dan jaring insang.

12

2.2 Alat Tangkap 1.1.5 Pancing Tonda Pancing tonda adalah pancing yang diberi tali panjang dan ditarik oleh perahu atau kapal. Pancing diberi umpan ikan segar atau umpan palsu yang karena pengaruh tarikan bergerak di dalam air sehingga merangsang ikan buas menyambarnya.

Gambar 5 Armada pancing tonda di Karimunjawa Pada prinsipnya pancing yang digunakan terdiri dari tali panjang, mata pancing tanpa pemberat. Pancing ini umumnya menggunakan umpan tiruan/umpan palsu. Umpan tiruan tersebut bisa dari bulu ayam, kain-kain berwarna menarik atau bahan dari plastik berbentuk miniatur menyerupai aslinya (misalnya cumi-cumi, ikan dan lain-lain). Konstruksi utama pancing tonda terdiri dari gulungan senar, tali pancing, swivel, pemberat atau tanpa pemberat dan mata pancing, seperti terlihat pada gambar 6.

13

Keterang an: 1. Joran 3. Swivel 5. Papan submarine penyelam board 7. Tali penarik tali pancing tempat menarik hasil 8. Kursi utama tangkapan

2. Tali elastis pancing 4. Tali utama pancing dan 6. Mata umpan

Gambar 6 Bagian-bagian alat pancing tonda (sumber : Martasuganda, 2005) Kapal yang digunakan berskala kecil atau tradisional yang sering digunakan adalah jenis jukung (gambar 11), dengan ukuran rata-rata panjang 7,3 m, dalam 0,55 m dan lebar 0,35 m, dan rata-rata kapal bertonage 1 5 GT. Bahan untuk perahu ini biasanya dari kayu meranti. Jenis mesin yang digunakan adalah motor tempel dengan kekuatan rata-rata 15 PK, dan jumlah tenaga kerja biasanya 1 2 orang saja. Kapal tonda berangkat pada pagi hari untuk berburu gerombolan ikan yang mencari makan dipermukaan. Bila gerombolan terlihat, tonda segera diturunkan dan kecepatan kapal dikurangi. Ujung dari pancing tonda diikatkan pada

14

outrigger dan sebuah bantalan karet terikat pada pancing utama tepat berjarak satu meter dari outrigger dimana pancing terikat. Selanjutnya kapal berlalu melewati gerombolan ikan tersebut, hingga dimangsa oleh ikan, dan secara perlahan kapal diperlambat untuk menarik tonda dengan hasil pancingan. Penondaan dilakukan dengan mengulur tali lebih kurang dua pertiga dari seluruh panjang tali pancing yang disediakan. 1.1.6 Bagan Apung

Gambar 7 Bagan (Lift net) di Karimunjawa 1.1.7 Jaring Insang Jaring insang dasar merupakan alat penangkap ikan berbentuk lembaran jaring empat persegi panjang yang mempunyai ukuran mata jaring merata. Lembaran jaring dilengkapi dengan sejumlah pelampung yang dipasang pada bagian atas dan atau tanpa sejumlah pemberat yang dipasang pada bagian bawah jaring. Pengoperasian jaring insang dilakukan dengan cara hanyut di dasar perairan, tegak lurus di dalam perairan dan menghadang arah gerakan ikan. Ikan sasaran tertangkap pada jaring insang dengan cara terjerat insangnya pada mata jaring atau dengan cara terpuntal badannya pada tubuh jaring.

15

Gambar 8 Jaring insang (permukaan dan dasar) Pada umumnya, yang disebut dengan gill net ialah jaring yang berbentuk persegi panjang, mempunyai mata jaring yang sama ukurannya pada seluruh jaring, lebar lebih pendek jika dibandingkan dengan panjangnya. Dengan kata lain, jumlah mesh depth lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah mesh size pada arah panjang jaring. Berdasarkan cara operasi ataupun kedudukan jaring dalam perairan , maka dapat dibedakan antara lain ; (1) Surface gill net (2) Bottom gill net (3) Drift gill net dan (4) Encricling gill net atau surrounding gill net. 1.1.8 Bubu Bubu merupakan alat tangkap dengan cara memerangkap ikan dengan atau tanpa bantuan umpan dan ikan masuk ke dalam perangkap secara sukarela dan tidak dapat meloloskan diri. Alat ini dirancang sedemikian rupa sehingga pintu masuk merupakan pintu satu arah, sehingga ikan bisa masuk tapi tidak mungkin keluar. Bubu bisa dibuat dari berbagai material seperti kayu, bambu, kawat besi.

16

Gambar 9 Bubu di Karimunjawa Pengoperasian bubu dilakukan secara berkala beberapa hari di lokasi yang sama dan kemudian berpindah tempat selama beberapa hari dan seterusnya. Nelayan secara berkala pula, setiap hari mengangkat bubu untuk mengambil ikan dan mengganti umpan. Bubu bisa dioperasikan hampir disemua jangkauan kedalaman perairan, baik di perairan pedalaman, estuaria atau di perairan pantai, hingga di perairan dengan kedalaman beberapa ratus meter untuk tipe-tipe tertentu. 2.3 Budidaya Rumput Laut Peluang pasar rumput laut sangat besar dan terus membesar seiring dengan bertambahnya pemanfaatan komoditas ini sebagai bahan baku berbagai industri. Sebagai gambaran, permintaan dunia akan Euchema spp. sudah mencapai 559,8 juta ton, sedangkan kemampuan Indonesia memproduksi dan mengekpor komoditas ini pada tahun 2003 hanya sebanyak 40.162 ton (kering) atau hanya 0,007% saja dari permintaan pasar dunia (DKP, 2004).

17

Untuk mendorong tumbuhnya industri rumput laut di Indonesia, maka perlu diperhatikan beberapa aspek yaitu teknis produksi, persyaratan lokasi serta aspek sosial ekonomi dan budaya. 1.1.9 Teknis Produksi 10 (sepuluh) aspek-aspek produksi yang penting dalam budidaya rumput laut meliputi : pemilihan lokasi, uji penanaman, penyiapan areal budidaya, pemilihan metode budidaya, penyediaan bibit, penanaman bibit, perawatan selama pemeliharaan, pemanenan, pengeringan hasil panen dan mutu. Pemilihan lokasi perairan laut yang cocok untuk budidaya rumput laut sebaiknya memenuhi persyaratan bioteknis yang mencakup parameter : (1) aksesibilitas dan keterlindungan; (2) iklim (angin dan musim); (3) hidrooseanografi (jenis substrat dasar laut, arus, gelombang pasut, kedalaman); (4) ekosistem (secara alami ditumbuhi rumput laut dan lamun); (5) kualitas air (salinitas, suhu, pencemar, BOD, amoniak, nitrit, fosfat). Pemilihan metode budidaya selain memperhatikan perairan, juga harus memperhitungkan persediaan material yang akan digunakan dalam pembuatan konstruksi seperti jaring, bambu dan tali. Ada 3 macam metode yang dapat digunakan dalam membudidayakan rumput laut di lapangan (field culture) berdasarkan posisi tanaman terhadap dasar perairan, yaitu Metode Dasar, Metode Lepas Dasar dan Metode Apung. Metode tali tunggal apung/tali rawai (FloatingMonoline Method) merupakan metode yang umum digunakan oleh nelayan Karimunjawa. Secara teoritis teknis pemasangan metode tali tunggal apung dapat dilihat pada gambar10. 1.1.10 Persyaratan Lokasi

Selain aspek bioteknis seperti diatas, pada lokasi tersebut, pemanfaatannya tidak boleh melampaui daya dukung perairan. Persyaratan lain adalah adanya penetapan secara hukum lokasi budidaya laut suatu daerah yang dinyatakan sebagai kawasan budidaya dalam rencana umum tata ruang, tentunya setelah melalui kajian kesesuaian lokasi dan daya dukung lingkungan. Pada kawasan

18

Taman Nasional Karimunjawa, lokasi budidaya untuk rumput laut dinyatakan sebagai kawasan pemanfaatan budidaya.

Gambar 10 Metode Tali Tunggal Selain aspek legal formal yaitu dituangkannya kawasan budidaya rumput laut dalam rencana tata ruang atau rencana zonasi, kearifan lokal juga diperlukan sebagai salah satu persyaratan lokasi. Nelayan (pembudidaya rumput laut) umumnya mengindahkan aturan yang berlaku secara lokal (adat istiadat atau hukum adat) ketika akan membuka usaha budidaya rumput laut, misalnya adanya pengakuan kepemilikan kepada pembudidaya yang pertama kali membuka usaha di areal laut tertentu. 1.1.11 Sosial, Ekonomi dan Budaya

Aspek sosial ditekankan pada faktor keamanan menyangkut kelangsungan usaha, yang sebaiknya ditempuh melalui pola pengamanan terpadu, dimana masyarakat diikutsertakan dalam segmen-segmen usaha seperti pembibitan, pemeliharaan atau kegiatan lain yang mendukung usaha tersebut, misalnya kemitraan pembudidaya dengan perusahaan/ swasta di wilayah tersebut. Ditinjau dari aspek ekonomi, kawasan budidaya rumput laut harus merupakan kawasan yang terintegrasi antara peruntukan untuk skala ekonomi

19

lemah dengan mengutamakan masyarakat setempat dengan skala ekonomi menengah dan besar. Ditinjau dari aspek budaya, kegiatan budidaya akan merubah kebiasaan nelayan menjadi rajin, tekun serta lebih kreatif. Dengan demikian pembudidaya dapat mengharapkan penghasilan secara rutin dari usaha ini. (Sumber : DKP, 2004) Teknik Optimasi Kadarsan (1984) menyatakan bahwa untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, suatu usaha perikanan laut harus memiliki faktor produksi yang cukup dan kombinasi yang tepat. Keterbatasan sumberdaya menyebabkan diperlukannya pengaturan atau alokasi sumberdaya agar dapat mencapai keseluruhan atau sebagian tujuan yang diinginkan. Teknik optimasi sering digunakan dalam mengatasi masalah keterbatasan sumberdaya tersebut. Optimasi menurut Beveridge et al. (1970) adalah kemampuan proses untuk mendapatkan gugus kondisi yang diperlukan dalam mencapai hasil terbaik dari situasi yang tertentu. Persoalan optimasi dapat berbentuk maksimalisasi atau minimalisasi. Apabila fungsi kendala ada, dapat berbentuk pertidaksamaan atau persamaan. Linear Programming Linear programming merupakan suatu model umum yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah pengalokasian sumber-sumber yang terbatas secara optimal (Subagyo, et al, 1995). Pada dasarnya persoalan optimasi adalah suatu persoalan untuk membuat nilai suatu fungsi beberapa variabel menjadi maksimum atau minimum dengan memperhatikan pembatasan-pembatasan yang ada. Biasanya pembatasan-pembatasan tersebut meliputi tenaga kerja, uang, material yang merupakan input serta waktu dan ruang. Persoalan programming pada dasarnya berkenaan dengan penentuan alokasi yang optimal daripada sumber-sumber yang langka untuk memenuhi suatu tujuan. Persoalan linear programming adalah suatu persoalan untuk besarnya masing-masing nilai variabel sedemikian rupa sehingga nilai fungsi tujuan

20

(objective function) yang linier menjadi optimum (maksimum atau minimum) dengan memperhatikan batasan-batasan yang ada (Supranto, 1988). Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Pesisir Kondisi sosial ekonomi masyarakat pesisir antara satu kelompok nelayan dengan kelompok nelayan lainnya umumnya sama, tetapi secara prinsipil mungkin ada perbedaan dengan kelompok nelayan pada daerah yang berbeda. Kondisi sosial budaya dan ekonomi masyarakat pesisir di Indonesia berdasarkan hasil penelitian Norimarna (1996), memiliki mobilitas sosial yang tinggi, haus gengsi pribadi dan kelompok, persaingan berdasarkan keahlian dan modal, ketaatan pada peraturan tergantung untung dan rugi pribadi serta suka meniru tapi tidak memberi penghargaan kepada orang yang punya gagasan semula. Selanjutnya Raharjo (1996) mengemukakan bahwa masyarakat pesisir terutama nelayan umumnya memiliki sosial ekonomi terbelakang. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa indikator, misalnya pendapatan yang relatif rendah, kelembagaan sosial budaya dan ekonomi hampir tidak ada yang mau bekerjasama dengan mereka, di wilayah pesisir infrastruktur lemah (baik sosial, fisik, ekonomi), tingkat pendidikan dan kesehatan rendah, dan lain-lain. Sifat dan karakteristik masyarakat pesisir sangat dipengaruhi oleh jenis kegiatan mereka. Menurut Fahrudin (1997) bahwa masyarakat pesisir berbeda dengan masyarakat lainnya. Perbedaan tersebut terletak pada karakteristik aktivitas ekonomi masyarakat pesisir dan latar belakang budaya mereka. Masyarakat pesisir merupakan kumpulan satu kesatuan sistem sosial yang anggota-anggotanya tergantung pada kelimpahan sumberdaya pesisir dan lautan (Adiwibowo, 1995). Masyarakat pesisir mempunyai nilai budaya yang berorientasi hidup selaras dengan alam, sehingga teknologi yang digunakan dalam pemanfaatan sumberdaya adalah adaptif dengan kondisi ekologi wilayah pesisir (Damanhuri dan Adrianto, 1995). Sifat dan karakteristik nelayan berbeda dengan pedagang. Nelayan mempunyai dinamika kehidupan yang dipengaruhi oleh lingkungan, musim dan pasar sehingga kehidupannya pun tidak menentu. Berbeda dengan pedagang misalnya bakul, yang tidak terpengaruh banyak oleh alam dan lingkungan. Mereka

21

dapat berusaha untuk sektor lain jika ikan paceklik karena mereka punya modal untuk usaha lainnya. Digambarkan oleh Prasojo (1993) bahwa pada musim baik, yaitu saat cuaca dan gelombang bersahabat, nelayan sangat sibuk melaut dan menangkap ikan bahkan hasil tangkapannya berlebih. Sebaliknya pada musim paceklik kegiatan melaut berkurang bahkan berhenti sama sekali dan mereka banyak menganggur karena tidak ada pekerjaan alternatif. Untuk itu kehidupan sosial budaya dan ekonomi masyarakat pesisir di perairan Indonesia dibagi atas 3 musim oleh Nontji (1987) yaitu: (a) Musim Timur (Juni September) (b) Musim Barat (Desember Maret) dan (c) Musim pancaroba I (April Mei) dan Musim Pancaroba II (Oktober November). Pendapatan masyarakat pesisir terutama nelayan ditentukan oleh produktivitas alat tangkap, ketrampilan yang dimiliki, dan keuletan mereka serta sistem bagi hasil yang disepakati dengan juragan atau bakul (Syafrin, 1993). Hal ini diperkuat oleh Carner (1984) bahwa pendapatan nelayan tergantung pada kepemilikan alat tangkap, perahu dan alat tangkapnya. 2.4 Estimasi MSY pada stok yang telah dieksploitasi berdasarkan data empiris (Sparre dan Venema) Untuk memperkirakan MSY pada stok yang telah dieksploitasi untuk beberapa lama, nampaknya data runtun waktu dari hasil tangkapan akan tersedia, dimana data tersebut dapat diuji. Walaupun tidak tersedia secara rinci data upaya penangkapan, indikasi adanya peningkatan yang berkelanjutan pada sutau periode waktu dan hasil tangkapan total telah stabil untuk beberapa waktu, maka ini berarti bahwa MSY telah dicapai paling tidak pada struktur eksploitasi saat ini. Sementara itu bila hasil tangkapan telah menurun dari tingkatan yang tinggi sebelumnya dapat berarti bahwa stok telah mengalami penangkapan yang berlebih dan rata-rata hasil tangkapan tertinggi berdasarkan pengalaman yang lalu dapat menyediakan suatu perkiraan yang bebas terhadap MSY. Dalam menginterpretasikan hasil tangkapan berdasarkan runtun waktu seperti disarankan diatas, dibuat satu asumsi bahwa variasi hasil tangkapan disebabkan perubahan upaya penangkapan dan bukan oleh perubahan lingkungan maupun sosial ekonomi.

22

3.
Metode Penelitian

METODOLOGI

Pada penelitian ini, metode yang akan digunakan adalah metode deskriptif dengan studi kasus. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, kondisi, sistem pemikiran ataupun suatu peristiwa pada masa sekarang dengan tujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir, 1999). Sedangkan studi kasus, menurut Maxfield adalah penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenan dengan suatu spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Taman Nasional Karimun Jawa, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja dengan mempertimbangkan : 1. Merupakan Taman Nasional yang mencakup wilayah perairan laut dan mulai tahun 2005 diberlakukan sistem zonasi yang baru, yang dalam pengaturan zonanya antara lain memuat zona pemanfaatan perikanan tradisional dan zona budidaya. 2. Mayoritas penduduknya adalah nelayan dengan tingkat kesejahteraan yang rendah. Waktu penelitian dilaksanakan mulai awal bulan Maret 2005 (observasi), periode bulan Juni-Juli 2006 (pengumpulan data, survei dan wawancara) serta bulan Juli 2007 untuk melihat arahan kebijakan pengelolaan terkini. 3.1 Kerangka Pemikiran Seperti telah disebutkan pada bab pendahuluan, bahwa saat ini telah dilakukan revisi zonasi sebagai langkah awal penataan kembali pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa. Disebut sebagai langkah awal, karena hanya dengan zonasi saja tentunya tidak mencukupi untuk dapat menjamin keberlangsungan dari Taman Nasional. Diperlukan rencana pengelolaan yang

23

lebih menyeluruh, meliputi berbagai strategi pendukung yang dapat menjamin bahwa Taman Nasional dapat terus terjaga fungsinya, namun disisi lain masyarakat di sekitar kawasan dapat turut menikmati hasilnya serta timbul kesadarannya untuk turut melindungi serta melestarikan Taman Nasional. Sebagai gambaran, kerangka pemikiran yang mendasari penelitian ini disajikan dalam gambar 3. Taman Nasional Karimunjawa (TNKJ)

Lembaga Pengelola

Masyarakat

Rencana Pengelolaan

Aktivitas di kawasan TNKJ

Zonasi TNKJ

Tekanan aktifitas manusia, Permasalahan biaya, Pelanggaran

Strategi Mendukung Keberlanjutan TNKJ

Optimasi Kegiatan Nelayan

Penentuan Tangkapan Utama

Pengaturan Musim Penangkapan Ikan

Optimasi Alat Tangkap

Pengembangan Kegiatan Alternatif

Gambar 11 Kerangka Pemikiran Dari kerangka pemikiran diatas, dapat dijelaskan bahwa Taman Nasional Karimunjawa dikelola oleh suatu lembaga pengelola yang dalam hal ini adalah

24

Balai Taman Nasional Karimunjawa (BTNKJ), serta diwajibkan memiliki suatu rencana pengelolaan yang diantaranya menyusun Rencana Zonasi. Disisi lain, dalam kawasan Taman Nasional Karimunjawa terdapat masyarakat yang telah menghuni kawasan tersebut serta melakukan berbagai aktivitas, dimana mayoritas adalah berprofesi sebagai nelayan. Meskipun masyarakat telah dilibatkan dalam penyusunan rencana zonasi namun dalam implementasinya menghadapi berbagai permasalahan, antara lain : biaya (terutama untuk pengawasan), tekanan aktifitas manusia yang sulit dikontrol seiring dengan tumbuhnya perekonomian kawasan, serta potensi pelanggaran terhadap zona inti karena kemampuan nelayan lokal yang hanya mampu beroperasi didalam perairan Taman Nasional dan adanya desakan kebutuhan ekonomi yang harus dipenuhi. Permasalahan kebutuhan ekonomi nelayan lokal merupakan permasalahan inti, karena nelayan yang merupakan mayoritas penduduk Karimunjawa merupakan subyek penentu dalam keberhasilan pengelolaan Taman Nasional. Agar implementasi pengelolaan dapat berjalan dengan efektif, maka diperlukan strategi untuk meminimalisir permasalahan yang terjadi agar keberlanjutan fungsi Taman Nasional dapat terus terjaga. Salah satu strategi yang dapat diambil adalah dengan meningkatkan tingkat kesejahteraan nelayan lokal melalui pengembangan mata pencaharian alternatif bagi nelayan. Diakui oleh nelayan bahwa hasil dari perikanan tangkap tidak cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari karena sifatnya yang tidak menentu dan terbatasnya kemampuan serta teknologi. Kemungkinan bagi nelayan untuk menangkap ikan ke luar perairan pulau bukanlah pilihan yang tepat mengingat Kepulauan Karimunjawa terletak di perairan Laut Jawa yang telah diklaim telah mengalami overfishing khususnya untuk jenis ikan pelagis. Maka untuk menghindari terus menurunnya hasil tangkapan ini diperlukan optimasi terhadap jumlah armada penangkapan ikan. Konsekwensi dari hal ini diharapkan dapat meningkatkan jumlah tangkapan per unit, namun disisi lain ada sejumlah nelayan yang terpaksa mengalihkan kegiatannya ke aktifitas yang lain, yaitu budidaya rumput laut atau keramba jaring apung, sebagai alternatif yang dipilih oleh nelayan bagi aturan pengelolaan di zona budidaya.

25

Melihat keterkaitan ini, diperlukan optimasi tidak hanya terhadap jumlah armada tangkap tapi juga terhadap alokasi nelayan di kegiatan budidaya rumput laut, karena apabila tidak diatur luas area dan alokasi area budidayanya, maka kegiatan budidaya rumput laut inipun akan menimbulkan tekanan yang sama besarnya terhadap zona-zona yang dilindungi. Metode Pengumpulan Data Data terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer didapat melalui wawancara. Adapun beberapa data yang dibutuhkan untuk penyusunan tesis ini antara lain : Tabel 1. Jenis Data Kebutuhan Data Kebiasaan penangkapan ikan untuk berbagai jenis alat Data Primer tangkap Persepsi nelayan rumput laut Data Produksi Ikan Data Kependudukan, Perekonomian Lokal Data Sekunder Data Perwilayahan dan pengelolaan kawasan Dinas KP Kab/Prov Kantor Kecamatan Bappeda Kab, WCS, BTNKJ UNDIP, Data pendukung lainnya WCS, DKP, Bappeda Kab Analisis Spasial dan untuk kebiasaan budidaya Nelayan Nelayan Kebutuhan Data Sumber Data Kegunaan Analisis ekonomi, Analisis optimasi Analisis ekonomi, Analisis kebijakan Analisis tren, analisis optimasi Analisis Ekonomi Analisis perwilayahan, Analisis Ekonomi, Kebijakan

26

Pengumpulan data primer dilaksanakan dengan pendekatan diskusi dan tanya jawab dengan stake holder terkait kemudian menyelipkan pertanyaanpertanyaan seputar pelaksanaan dan tahapan kegiatan yang dilaksanakan. Apabila ada jawaban yang dirasa janggal dan tidak sesuai dengan kenyataan dilapangan maka dilakukan cross check silang dengan stake holder lainnya maupun hasil pekerjaan lapangan. Pengumpulan data sekunder dilaksanakan dengan mendatangi instansiinstansi terkait antara lain Departemen Kelautan dan Perikanan, Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Jepara, Bappeda Kabupaten Jepara, Balai Taman Nasional Karimun Jawa, Kantor Kecamatan Karimun Jawa, LSM terkait (WCS) serta kompilasi data dari hasil-hasil kajian/penelitian terdahulu. Metode Analisis Data 2. Analisis Tren Analisis tren dilakukan untuk melihat kecenderungan yang terjadi terhadap hasil produksi perikanan tangkap yang dilakukan oleh nelayan Karimunjawa. Analisa tren ini juga dilakukan untuk melihat musim tangkapan berdasarkan hasil produksi bulanan perikanan tangkap yang dilakukan oleh nelayan Karimunjawa. Interpretasi terhadap hasil produksi perikanan tangkap dibedakan menjadi tiga keadaan yaitu : (1) tetap, berarti hasil produksi yang ada dalam kurun waktu yang diamati bersifat stabil, (2) menurun, berarti hasil produksi telah melampaui kondisi optimal sebelumnya, dan (3) menaik, menunjukkan adanya kemungkinan untuk dieksploitasi minimal pada tingkat eksploitasi maksimum yang pernah dicapai pada kurun waktu yang diamati. 3. Penentuan Jenis Ikan Komoditi Utama Penentuan jenis ikan yang menjadi komoditi utama nelayan Karimunjawa didapatkan dari analisis terhadap jumlah tangkapan dan nilai ekonomi dari hasil tangkapan berbagai jenis ikan selama 7 tahun (1999-2006). Jenis ikan tertentu dikelompokkan sebagai komoditi utama dengan memberikan peringkat pada jenis ikan tangkapan dan berurutan adalah komoditas

27

utama apabila jumlah tangkapan dan nilai ekonominya lebih dari 80% hasil total tangkapan. 4. Penentuan Musim Penangkapan Penentuan musim penangkapan dilakukan pada jenis ikan yang menjadi komoditi utama nelayan Karimunjawa. Penentuan musim penangkapan ini didasarkan pada tren bulanan hasil tangkapan yang terjadi selama 7 tahun (19992006). Bulan-bulan yang memberikan hasil tangkapan diatas 80% hasil tangkapan maksimum diasumsikan sebagai bulan yang optimal untuk beroperasi. Hasil tersebut kemudian akan dibandingkan dengan kondisi musim angin yang terjadi. 5. Optimasi Alat Tangkap Karena model regresi yang akan digunakan dalam penelitian ini bersifat linier dan dengan kondisi batasan (kendala) yang tidak boleh dilampaui maka model optimasi yang dipilih adalah model optimasi berkendala. Dalam penelitian ini metode optimasi yang dipergunakan adalah optimasi dengan menggunakan teknik Linear Programming dengan menggunakan bantuan software Whats Best 8.0 (under Windows) yang merupakan pengembangan dari Lindo konvensional (under DOS). Dalam penelitian ini yang akan dioptimasi adalah jumlah alat tangkap untuk beberapa jenis ikan yang menjadi komoditi utama. Hasil optimasi ini akan memberikan output berupa jumlah alat tangkap optimal dengan asumsi bahwa satu unit alat tangkap dioperasikan oleh satu rumah tangga perikanan (RTP). Berdasarkan output yang dihasilkan akan didapatkan alokasi RTP untuk kegiatan budidaya rumput laut serta kebutuhan luasan area budidaya rumput laut. Fungsi-fungsi pembatas yang akan dimasukkan dalam optimasi ini adalah nilai batas penangkapan yang dalam hal ini adalah estimasi hasil tangkapan untuk jenis ikan komoditi utama seperti yang disarankan Sparre Venema berdasarkan hasil analisis tren, sedangkan fungsi kendala adalah jumlah alat tangkap yang tersedia.

28

Sedangkan fungsi tujuan dari analisis ini adalah memaksimalkan keuntungan, yang bisa digambarkan dengan persamaan sebagai berikut : Z = Cj.Xj Terhadap fungsi kendala : a11x1 + a12x2 + ...+ a1nxn b1 a21x1 + a22x2 + ...+ a2nxn b2
. .

am1x1 + am2x2 + ...+ amnxn bm dimana : Xj Cj bi aij i j 6. = variabel putusan ke-j = parameter fungsi tujuan ke-j = kapasitas kendala ke-i = parameter fungsi kendala ke-i, variabel keputusan ke-j = 1,2,3....m = 1,2,3....n

Analisis Usaha Budidaya Rumput Laut Analisis usaha dilakukan terhadap budidaya rumput laut untuk menghitung

berapa manfaat ekonomi yang dihasilkan oleh pembudidaya apabila usaha ini dilakukan sebagai kegiatan alternatif. Analisis usaha budidaya rumput laut ini akan mencakup analisis biaya produksi, analisis pendapatan serta analisis nilai R/C. Berdasarkan analisis usaha tersebut, kemudian akan dihitung alokasi kebutuhan area perairan untuk usaha budidaya rumput laut berdasarkan hasil optimasi alat tangkap dan jumlah pendapatan yang dibutuhkan nelayan. Selanjutnya hasil tersebut dibandingkan dengan area yang telah ditentukan saat ini di zona pemanfaatan budidaya. Batasan dan Pengukuran Beberapa batasan dan pengukuran dalam penelitian ini adalah : 1. Lingkup wilayah adalah wilayah pengelolaan Taman Nasional sesuai dengan SK Dirjen PHKA No. SK.79/IV/Set-3/2005.

29

2.

Kelompok masyarakat yang menjadi sasaran penelitian adalah masyarakat nelayan yang bermukim di wilayah lokasi studi, yaitu Pulau Karimunjawa, Pulau Parang dan Pulau Nyamuk.

3.

Biaya (cost) adalah biaya rata-rata per bulan atau per tahun yang dikeluarkan untuk biaya usaha, diukur dalam rupiah.

30

4.

GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

4.1 Letak dan Luas Kepulauan Karimunjawa Kepulauan Karimunjawa secara geografis terletak 45 mil laut atau sekitar 83 kilometer di barat laut kota Jepara, dengan ketinggian tempat 0-605 m dpl. Secara geografis terletak antara 50 4039" - 50 55' 00" LS dan 1000 05' 57" - 1100 31' 15" BT, yang mempunyai luas wilayah 169.800 ha, terdiri dari luas daratan 7.120 ha dan luas perairan 162.680 ha. Secara administratif wilayah ini termasuk ke dalam wilayah administratif Kecamatan Karimunjawa Kabupaten Dati II Jepara, Jawa Tengah. Kecamatan Karimunjawa terbagi atas 3 desa, yaitu : Desa Karimunjawa, Desa Kemujan, dan Desa Parang. Kepulauan Karimunjawa merupakan gugusan pulau-pulau yang jumlahnya 27 pulau, namun hanya lima pulau yang berpenghuni, yaitu Pulau Karimunjawa, Pulau Kemujan, Pulau Parang, Pulau Nyamuk, dan Pulau Genting dengan jumlah penduduk kurang lebih 7.900 jiwa. Pulau Karimunjawa menjadi pusat kecamatan yang berjarak 83 km dari Kota Jepara. Kepulauan Karimunjawa dapat dijangkau dengan sarana transportasi udara dan laut. Transportasi udara ditempuh melalui Bandara Ahmad Yani Semarang menuju Bandara Dewadaru di Pulau Kemujan, tetapi pada saat ini penerbangan ke Karimunjawa sudah tidak beroperasi lagi untuk umum dan hanya digunakan secara terbatas. Transportasi laut ditempuh dengan menggunakan kapal ferry yaitu KM. Muria dan KM. Kartini I. KM. Muria berlayar dua kali seminggu dari Pelabuhan Kartini di Jepara dengan waktu tempuh selama enam jam, sedangkan KM. Kartini I berlayar empat kali seminggu dari Pelabuhan Tanjung Mas di Semarang dan Pelabuhan Kartini di Jepara dengan rata-rata waktu tempuh selama tiga jam. Sedangkan Semarang-Jepara dapat ditempuh dengan perjalanan darat menggunakan mobil atau bis selama 1,5 jam.

31

Gambar 12 Orientasi Wilayah Studi (Sumber : WCS (2004), Google Earth (2006)) 32

Transportasi antar pulau sampai saat ini masih mengandalkan perahuperahu kecil milik nelayan. Selain kapasitasnya kecil dan daya tempuhnya lama, kapal-kapal ini tidak bisa beroperasi jika musim barat (badai) tiba sekitar bulan Desember hingga Maret. 4.2 Iklim Iklim dan cuaca di Indonesia dipengaruhi oleh dua angin musim, yaitu muson barat dan timur (musim kemarau dan musim hujan) yang mencirikan iklim di Indonesia. Musim kemarau (musim timur) terjadi pada bulan Juni hingga September dan musim hujan (musim barat) terjadi pada bulan Desember hingga Maret. Peralihan pada kedua musim tersebut adalah musim pancaroba (Dinas Kelautan dan Perikanan Jepara, 2006) Iklim di Kepulauan Karimunjawa termasuk tipe C dengan curah hujan rata-rata 3.000 mm per tahun, dengan suhu rata-rata 26-30 C, suhu minimum 22 dan suhu maksimum 34. Kelembaban nisbi antara 70-85% dengan tekanan udara berkisar pada 1.012 mb (DKP, 2004). Cuaca di Karimunjawa secara umum tenang dan konsisten sepanjang tahun. Angin bertiup dari utara atau barat laut. Perairan secara umum tenang, hal ini menunjukkan bahwa kepulauan ini terlindung oleh massa daratan dari berbagai sisi. 4.3 Hidro Oseanografi Kondisi Hidrologi, di Kepulauan Karimunjawa tidak terdapat sungai besar yang aliran airnya permanen, namun terdapat lima mata air besar, yaitu Kapuran (Pancuran Belakang), Legon Goprak, Legon Lele, Cikemas dan Nyamplungan. Sungai-sungai tersebut kecil dan sempit dengan dinding terjal dan pola aliran memancar dari arah pusat perbukitan yang bermuara di perairan laut sekitar pulau. Pada musim penghujan sumber air tersebut melimpah. Sumber air untuk memenuhi kebutuhan air bersih penduduk Pulau Karimunjawa umumnya masih menggunakan sumber mata air yang ada dan sumur yang dibangun dengan kedalaman 3 12 meter. Sampai saat ini belum ada instalasi air bersih yang menangani pengelolaan air di Pulau Karimunjawa.

33

Sedangkan di Pulau Kemujan tidak terdapat sumber air yang besar. Penduduk umumnya mendapatkan air dengan membuat sumur sampai pada kedalaman 20 m dan umumnya terletak di bagian tengah dan selatan pulau. Arus di perairan Kepulauan Karimunjawa pada musim barat/barat laut berasal dari laut Cina Selatan yang menyeret massa air laut menuju ke Laut Jawa sampai kearah timur yaitu Laut Flores, Laut Banda, Laut Arafura dan sebaliknya pada musim tenggara. Kecepatan arus permukaan rata-rata berkisar antara 8-24 cm/detik. Kondisi ini sangat mempengaruhi kehidupan perairan, terutama ekosistem terumbu karang (Supriharyono, 2003). 4.4 Ekosistem 6.1.1 Ekosistem Terumbu Karang Pada umumnya tipe dasar perairan di Kepulauan Karimunjawa mulai dari tepi pulau adalah pasir, makin ke tengah dikelilingi oleh gugusan terumbu karang mulai dari kedalaman 0.5 meter hingga kedalaman 20 meter. Ekosistem terumbu karang terdiri dari tiga tipe terumbu, yaitu terumbu karang pantai (fringing reef), penghalang (barrier reef) dan beberapa taka (patch reef). Tipe substrat dasar perairan berupa pasir berlumpur dan lumpur berpasir. Pulau-pulau kecil yang ada di Gugus Pulau Karimunjawa umumnya dikelilingi oleh terumbu karang tepian (finging reefs) dengan kedalaman 0.5 5 meter yang juga merupakan habitat bagi berbagai jenis biota laut. Jenis-jenis karang yang dapat ditemukan di gugusan kepulauan Karimunjawa termasuk ke dalam jenis karang keras (hard coral) seperti karang batu (massive coral), karang meja (table coral), karang kipas (gorgonian), karang daun (leaf coral),, karang jamur (mushroom coral). Gugusan terumbu karang di Kepulauan Karimunjawa merupakan gugusan terumbu karang tepi dengan kedalaman 0.5 5 meter, terdapat 63 genera dari 15 famili karang keras berkapur (scleractinian) dan tiga genera non-scleractinian yaitu Millepora dari kelas Hydrozoa, Heliopora dan Tubipora dari kelas Anthozoa (WCS, 2004). Penutupan karang keras berkisar antara 6,7% hingga 68,9% dan indeks keragaman berkisar antara 0,43 hingga 0,91.

34

Gambar 13 Pola Arus Sepanjang Tahun di Perairan Pulau Jawa bagian Utara (Sumber : Purwandani, 2004) 35

Kondisi terumbu karang di Kepulauan Karimunjawa secara umum mempunyai rata-rata penutupan sekitar 40-50%. Faktor utama rendahnya persen penutupan karang adalah bencana alam. Hal ini dapat dilihat dari gundukan pecahan karang mati yang cukup luas (coral rubble) di beberapa lokasi seperti di P. Burung, P. Krakal Besar, P. Krakal Kecil, Karang Kapal, P. Bengkoang dan P. Menyawakan. Selain itu, pada umumnya rataan karang di bagian barat cenderung tinggi tingkat kerusakannya akibat gelombang musim barat yang keras dan ekploitasi yang tinggi oleh masyarakat, sehingga hanya jenis karang tertentu saja yang dapat bertahan (misalnya jenis Porites yang masif). Berdasarkan hasil pengamatan dan beberapa kajian yang pernah dilakukan di perairan Kepulauan Karimunjawa, kondisi terumbu karang mengalami kerusakan akibat penggunaan potas/bom, jangkar perahu, patah terinjak yang diakibatkan oleh wisatawan ataupun penggunaan alat tangkap seperti bubu atau muroami, namun pada beberapa lokasi telah terjadi recovery yang ditandai dengan tumbuhnya cabang-cabang baru pada karang. 6.1.2 Ekosistem Padang Lamun dan Rumput Laut Ekosistem padang lamun di Karimunjawa memiliki pola penyebaran yang mengelompok berdasarkan kesamaan jenis atau spesies. Sugiarianto (2000) menemukan delapan spesies lamun di tiga lokasi yaitu: Pancuran, Legon Lele dan Ujung Gelam. Berdasarkan hasil survey, padang lamun dapat dijumpai di tujuh lokasi, yaitu di sekitar Pulau Karimunjawa, Pulau Kemojan, Pulau Genting, Menjangan Besar, Pulau Menjangan Kecil, Alang-alang dan Legon Nipah ditemukan enam spesies dari empat famili. Kondisi ekosistem padang lamun di sekitar Tanjung Pundak Pulau Karimunjawa mengalami kersusakan yang disebabkan oleh berbagai aktivitas manusia seperti alur pelayaran, pembuangan limbah tambak udang, dan pengerukan dermaga. Berdasarkan hasil survey dilapangan, menunjukkan bahwa ekosistem padang lamun yang terdapat di perairan Gugus Pulau Karimunjawa didominasi oleh Enhalus sp, Thallasia, Syrongodium, Thalosodenrum, dan Chimodecea.

36

Potensi rumput laut di Kepulauan Karimunjawa didominasi 3 filum dan 10 genus, yaitu filum Chlorophyta terdiri dari 2 genus, filum Phaeophyta terdiri dari 3 genus, dan filum Rhodophyta terdiri dari 5 genus (Anonim, 1988). Beberapa jenis rumput laut yang ditemukan pada saat survey antara lain : Caulerpa, Dictyota, Padina Sargassum, Turbinaria, Ulva, Jania, Amphiroa, Halimeda spp. dan sebagainya. 6.1.3 Ekosistem Mangrove Ekosistem mangrove di Karimunjawa menyebar di seluruh kepulauan dengan luasan yang berbeda-beda. Pulau-pulau yang memiliki ekosistem mangrove adalah P. Karimunjawa, P. Kemujan, P. Cemara Kecil, P. Cemara Besar, P. Krakal kecil, P. Krakal Besar, P. Merican, P. Menyawakan dan P. Sintok. Ekosistem mangrove terluas terdapat di P. Kemujan dan P. Karimunjawa seluas 396,90 ha (BTNKJ, 2002). 4.5 Potensi Sumberdaya Perikanan Karimunjawa 6.1.4 Ikan Pelagis Ikan-ikan pelagis penting di Karimunjawa adalah ikan Tongkol (Auxis sp.), Tenggiri (Scomberomerus sp.) dan Teri (Stolephorus sp.) . Penangkapan ikan-ikan pelagis ini umumnya terjadi di musim timur untuk jenis ikan Teri dan di musim barat untuk kelompok ikan Tongkol dan Tenggiri. (BTNKJ, 1988). 6.1.5 Ikan Karang Ikan karang yang ditemui di perairan Karimunjawa merupakan jenisjenis yang biasa hidup pada perairan yang cenderung tenang, dengan arus yang tidak terlalu kencang. Kondisi terumbu karang yang memiliki rataan yang luas dengan dasar perairan yang landai namun dangkal juga menyebabkan jenis-jenis ikan yang ditemui di Karimunjawa cenderung seragam. Pada perairan dangkal Karimunjawa ditemukan 43 famili ikan karang, terutama ikan-ikan yang berasosiasi erat dengan terumbu karang. Dalam satu kali penyelaman selama 60 menit, dapat ditemukan 69 sampai 141 spesies ikan karang.

37

Berdasarkan hasil survey di lapangan, perairan Kepulauan Karimunjawa memiliki keanekaragaman yang cukup tinggi akan jenis ikan hias, jenis yang dominan ditemui antara lain dari famili : Apogonidae, Achanthuridae, Bleuniidae, Centriscidae, Holocanthidae, Holocentridae, Fistularidae, Gobiidae, Haemulidae,Muraenidae, Balistidae, Labridae, Monacanthidae, Nemipteridae, Lethrinidae, Pomacanthidae, Pomacentridae, Scarjdae, Scorpaenidae, dan Zanclidae. Kepadatannya tergantung dari presentase penutupan terumbu karang yang ada di perairan. Selain ikan karang hias, terdapat juga beberapa jenis yang dapat dikonsumsi, antara lain : Ekor Kuning (Caesio erythrogaster), Pisang-pisang (Caesio chrysozona), Kerapu (Epinephelus sp.), Kakap (Lutjanus sp.). Lencam (Lethrinus sp.) Kakatua (Callyodon sp.) dan Beronang (Siganus sp.). (WCS, 2004). 4.6 Zonasi Taman Nasional Karimunjawa Taman Nasional Karimunjawa dikelola dengan sistem zonasi dengan mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan melalui SK Dirjen PHKA No. SK.79/IV/Set3/2005 tentang Revisi Zonasi/Mintakat Taman Nasional Kepulauan Karimunjawa, sebagai berikut :

Zona Inti : seluas 444,629 hektar meliputi sebagian perairan P. Kumbang, perairan Taka Menyawakan, perairan Taka Malang dan Perairan Tanjung Bomang

Zona Perlindungan : seluas 2.587,711 hektar meliputi

hutan tropis

dataran rendah dan hutan mangrove, serta wilayah perairan P. Geleang, P. Burung, Tanjung Gelam, P.Sitok, P. Cemara Kecil, P.Katang, Gosong Selikur, Gosong tengah.

Zona Pemanfaatan Pariwisata : seluas 1.226,525 hektar meliputi perairan P. Menjangan Besar, P. Menjangan kecil, P. Menyamakan, P. Kembar, sebelah timur P. Kumbang, P.Tengah, P. Bengkoang, Indonor dan Karang Kapal.

Zona Pemukiman : seluas 2.571,546 hektar melalui P. Karimunjawa, P. Kemujan, P. Parang dan P. Nyamuk.

38

Zona Rehabilitasi : seluas 122,514 hektar meliputi perairan sebelah Timur P. Parang, sebelah Timur P. Nyamuk, sebelah Barat P. Kemujan dan sebelah Barat P. Karimunjawa.

Zona Budidaya seluas 788,213 hektar meliputi perairan P. Karimunjawa, P.Kemujan, P. Menjangan Besar, P. Parang dan P. Nyamuk. Zona Pemanfaatan Perikanan Tradisional : seluas 103.883,862 hektar meliputi seluruh perairan di luar zona yang telah ditetapkan yang berada di dalam kawasan TN Karimunjawa.

6.1.6 Aktifitas di Zona Pemanfaatan Perikanan Tradisional Secara bertahap wilayah perairan yang berlaku di zona pemanfaatan perikanan tangkap harus mempertimbangkan beberapa aspek yang berhubungan dengan kematian (mortalitas) ikan. Mortalitas pada perikanan tertentu secara fungsional berhubungan dengan empat faktor yaitu: jumlah satuan penangkapan yang turut serta menangkap, kemampuan menangkap, jumlah waktu penangkapan, tersebarnya aktifitas penangkapan di daerah perikanan pada musim tertentu. Aktifitas yang boleh dilakukan di zona pemanfaatan perikanan adalah pemanfaatan perikanan tradisional dan kegiatan budidaya dalam karamba. Aktifitas yang tidak boleh dilakukan di zona pemanfaatan perikanan tangkap adalah semua yang dilarang pada zona inti (1-5) dan introduksi jenis biota serta penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan (Muroami, Jaring Ambai, Jaring Pocong, Cantrang dan Sianida). Pembangunan sarana dan prasarana harus dilakukan dengan ijin khusus. 6.1.7 Aktifitas di Zona Pemanfaatan Budidaya Kawasan perairan yang diperuntukkan sebagi daerah perikanan tangkap dan budidaya perikanan, misalnya budidaya rumput laut, keramba jaring apung dan budidaya kerapu bibit alami. Aktifitas yang boleh dilakukan di zona pemanfaatan budidaya adalah kegiatan yang berhubungan dengan budidaya rumput laut, keramba jarring apung, budidaya kerapu bibit alami.

39

Sedangkan aktifitas yang tidak boleh dilakukan adalah secara sengaja atau tidak sengaja mengambil, mengganggu atau memindahkan biota baik yang masih hidup atau mati beserta bagian-bagiannya. 4.7 Aktivitas Nelayan 6.1.8 Perikanan Tangkap Perikanan tangkap merupakan matapencaharian dominan penduduk, dengan hasil tangkapan umumnya di jual langsung (terutama ke pengumpul/juragan, dan sebagian kecil ke TPI/PPP), dengan kegiatan pengolahan adalah pengeringan ikan teri hitam dalam jumlah terbatas. Hasil perikanan tangkap mengalami penurunan, sedangkan kegiatan perikanan budidaya dilakukan dalam skala kecil dan terbatas pada budidaya rumput laut. Kepulauan Karimunjawa memiliki karakteristik masyarakat yang sebagian besar adalah nelayan tangkap, Desa Karimunjawa (33,5%), Desa Kemujan (30,28%), dan Desa Parang (64,57%). Kondisi ini mengakibatkan tingginya ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya hayati laut. Hal paling utama yang dirasakan masyarakat saat ini adalah adanya penurunan hasil tangkapan. Penurunan hasil tangkap diakibatkan oleh pola penangkapan ikan yang tidak lestari, yaitu pengoperasian alat-alat tangkap yang memiliki efektifitas daya tangkap yang tinggi dengan selektifitas yang rendah seperti penggunaan jaring muroami dan sianida.

40

Gambar 14 Zonasi Taman Nasional Karimunjawa (Sumber : WCS Marine Program Indonesia (2005))

41

Melihat dari kondisi geografis Pulau Karimunjawa dapat dikatakan bahwa Pulau Karimunjawa mempunyai potensi usaha perikanan yang besar, baik usaha penangkapan maupun budidaya. Jumlah penduduk yang terjun ke usaha nelayan (perikanan tangkap dan budidaya) setiap tahun menunjukkan perkembangan yang meningkat, sejalan dengan bertambahnya armada penangkapan serta terbukanya pasar yang dapat menyerap hasil produksi nelayan setempat sehingga perlu pengelolaan dan pengaturan untuk mendapatkan hasil yang optimal dan menunjang aspek keberlanjutan sumberdaya perikanan. Ikan dan hasil laut yang diperoleh sebagian besar dijual untuk memperoleh uang tunai, sedangkan sebagian kecil sisanya digunakan untuk konsumsi keluarga sendiri. Potensi jenis tangkapan terdiri dari kelompok ikan pelagis, ikan demersal, udang-udangan, cumi-cumi dan ikan karang. Potensi terbesar berasal dari kelompok ikan pelagis.

Tabel 2. No.

Data Perikanan pada Gugus Pulau Karimunjawa tahun 2004 Jumlah Alat Tangkap (Unit) 18 90 617 Produksi/Trip (Kg) 100 100 25 Jenis Ikan Tangkapan Dominan Ikan karang Teri Tongkol Tenggiri Ikan karang Ikan karang

Jenis Alat Tangkap Muroami Bagan Pancing tonda

1 2 3

dan

5 Jaring insang 200 10 6 Bubu 2000 0,5 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Jepara, 2006 Hasil tangkapan umumnya di jual

langsung

(terutama

ke

pengumpul/juragan, dan sebagian kecil ke TPI/PPP). Hasil perikanan tangkap mengalami penurunan, sedangkan kegiatan perikanan budidaya dilakukan dalam skala kecil dan terbatas pada budidaya rumput laut.

42

Tabel 3. Jumlah Armada Penangkapan Ikan per Desa di Kepulauan Karimunjawa Karimunjawa Desa Kemojan Parang 7 112

No. Armada Penangkapan 1. Tanpa Perahu (Unit) 9 2. Perahu Tanpa Motor (Unit) 3 3. Motor Tempel (Unit) 72 36 4. Kapal Motor (Unit) 284 295 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Jepara, 2006

Yayasan Taka pada tahun 2004 telah melakukan kajian dan penelitian yang dilakukan di lima lokasi pemantauan di Taman Nasional Karimunjawa. Dari lima lokasi pengamatan, tiga lokasi diindikasikan sebagai lokasi pemijahan ikan. Lokasi-lokasi tersebut adalah Taka Menyawakan, P. Kumbang dan Karang Tengah. Lokasi pemijahan di TN Karimunjawa merupakan daerah target penangkapan bagi nelayan. Aktifitas ini masih berlangsung hingga saat ini terutama di P. Burung, Taka Menyawakan, P. Kumbang dan Gosong Karang Tengah. 6.1.9 Perikanan Budidaya Aktifitas perikanan budidaya di dalam kawasan Taman Nasional Karimunjawa dengan ditetapkannya zonasi revisi pada tahun 2005 berarti hanya membolehkan kegiatan budidaya pada dua jenis kegiatan yaitu Keramba Jaring Apung dan Rumput Laut. Hal ini merupakan kesepakatan bersama yang tertuang dalam buku zonasi yang menceritakan keseluruhan proses penentuan zonasi terutama bagaimana besarnya peran serta masyarakat dalam penentuan zonasi serta arahan-arahan pengaturan didalamnya. 4.7.1.1 Keramba Jaring Apung (KJA) Pembuatan satu demplot percontohan budi daya laut dengan karamba jaring apung (KJA) yang dilakukan dan diprakarsai oleh Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanlut) Jateng di Kepulauan Karimunjawa dan mini hatchery untuk memproduksi benih-benih ikan karang yang lokasinya berdekatan dengan

43

Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Karimunjawa. Benih-benih ikan untuk kegiatan ini diperoleh dari hatchery di Lampung, Bali, Lombok, Riau, dan Sulawesi Selatan, untuk benih udang lobster bisa diperoleh dari Cilacap ataupun Kebumen. Jenis ikan yang dibudidayakan dalam KJA adalah kerapu bebek, kerapu lumpur, kerapu pasir, kerapu kertang (tiger), sunuk bintang timur, sunuk kuning, dan sunuk hitam (glempo).

Gambar 15 Demplot Percontohan KJA Kerapu di Karimunjawa Karena besarnya modal yang dibutuhkan, resiko yang tinggi serta rumitnya pemeliharaan, meskipun nelayan Karimunjawa tertarik karena harga jualnya yang tinggi, namun tidak ada satupun yang tergerak untuk mengikuti jejak percontohan ini. Ketiadaan modal dan pengetahuan serta jaringan pemasaran yang terjamin membuat nelayan mengubur keinginannya untuk berusaha di bidang ini. 4.7.1.2 Rumput Laut Budidaya rumput laut juga telah dilakukan oleh masyarakat di beberapa lokasi, yaitu di Pulau Karimunjawa, Pulau Menjangan Besar, Pulau Menjangan Kecil, Pulau Parang, Pulau Nyamuk, dan Pulau Genting. Tahun 1990-an budidaya

44

rumput laut telah berkembang pesat di Karimunjawa. Saat itu, hasil produksi akan dibeli sebuah perusahaan untuk memenuhi pasar ekspor ke Jepang. Budidaya rumput laut merupakan kegiatan budidaya laut dengan teknik yang cukup sederhana sehingga sesuai untuk diterapkan pada masyarakat nelayan sebagai alternatif mata pencaharian. Para petani/nelayan di perairan Kepulauan Karimunjawa umumnya mengembangkan usaha budidaya rumput laut Eucheuma sp dengan metode tali panjang (longline method) yang dapat diterapkan diperairan yang relatif dalam maupun perairan dangkal yang mempunyai keunggulan-keunggulan tertentu dibandingkan dengan metode lain.

Gambar 16 Budidaya rumput laut dengan metode rawai (long line method) yang terdapat di Karimunjawa. Kesinambungan komoditas rumput laut dapat dilakukan sepanjang tahun. Nelayan/petani rumput laut di Karimun Jawa umumnya menjual produknya kepada pengepul, untuk kemudian dipasarkan ke Jepara dan ada juga yang langsung ke Surabaya dengan harga Rp. 5.300/kg serta sebagian rumput laut setengah kering dari pengepul kepada eksportir di Panarukan (Situbondo) dengan harga Rp.4.500/kg. Dari berbagai kegiatan alternatif selain perikanan tangkap, maka budidaya rumput laut merupakan pilihan yang paling baik. Hal ini antara lain ditunjang oleh terpenuhinya persyaratan fisik lingkungan, permintaan pasar cukup tinggi, sebagian besar masyarakat telah mengenalnya serta merupakan kegiatan yang didorong untuk dikembangkan oleh pemerintah daerah.

45

Untuk menghasilkan produksi yang baik, maka diperlukan beberapa persyaratan lokasi antara lain : Perairan harus tenang, terlindung dari pengaruh angin dan ombak Tersedianya rumput alami setempat Kedalaman perairan tidak boleh kurang dari 60 cm pada saat surut Kualitas air memiliki suhu antara 26 - 33 C, salinitas antara 15 yang kuat

terendah dan tidak boleh lebih dari 2,1 meter pada saat pasang tertinggi 38 , dengan kondisi optimum pada salinitas 25 , pH normal cenderung basa. Dasar perairan cocok untuk penempatan konstruksi Jauh dari sumber air tawar, seperti muara sungai atau daerah yang Bebas dari bahan pencemar, misalnya limbah rumah tangga,

banyak dimasuki air tawar tumpahan minyak, buangan industri dan lain-lain. Secara umum, seluruh wilayah perairan laut sekitar Pulau Karimunjawa memenuhi beberapa persyaratan fisik dan kimia perairan seperti terlihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.
N o. 1. 2.

Kondisi Fisik dan Kimia Perairan Pulau Karimunjawa dan Kemujan


Kecerah Suh an (m) u (0C) +30 31 +30 31 Salinit pH Arus as (cm/dtk) (0/00) 31 32 7 12-24 30 32 7 8-14 Subtrat

Lokasi

Karimunjawa Kemujan

Pasir, Karang Pasir, Karang

46

Gambar 17

Survey Kondisi Fisik dan Kimia Perairan Pulau Karimunjawa dan Kemujan

Sedangkan hasil produksi usaha budidaya rumput laut yang pernah dilakukan oleh nelayan di Karimunjawa adalah sebagai berikut : Tabel 5. NO. 1. 2. Teknis Usaha Produksi budidaya rumput laut Karimunjawa Jumlah Unit Jumlah Produksi (ton) 2004 Jumlah Produksi (ton) 2005 369.2 2879,08 3248,28

Rakit 173 302,8 Rawai 1693 2.404,1 JUMLAH 1.866 2.706,9 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Jepara, 2006

Namun demikian, berdasarkan pengamatan di lapangan serta keterangan dari aparat Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jepara, mulai tahun 2006 produksi rumput laut ini menurun drastis bahkan nyaris lumpuh, dan membuat banyak nelayan menjadi menurun semangatnya. Hal ini diakibatkan oleh terjadinya gagal panen, yang disinyalir dikarenakan kesalahan dalam pemilihan bibit. Melihat besarnya potensi ekonomi yang dapat dan pernah dihasilkan dari budidaya rumput laut serta animo masyarakat nelayan yang masih cukup tinggi, komoditi ini bisa menjadi sumber alternatif penghidupan masyarakat nelayan Karimunjawa selain perikanan tangkap.

47

4.8 Prasarana dan Sarana Perikanan Pelabuhan perikanan Pantai (PPP) dikenal juga sebagai pelabuhan perikanan type C atau kelas II. Pelabuhan ini dirancang untuk melayani kapal perikanan berukuran 5 - 15 GT. Pelabuhan ini dapat menampung 50 kapal atau 500 GT sekaligus. Pelabuhan ini juga melayani kapal ikan yang beroperasi di perairan pantai. Saat ini PPP tampak tidak berfungsi seutuhnya, dan hanya terbatas sebagai tempat pengisian BBM dan kantor koperasi nelayan. Fungsi lain, seperti pelayanan kapal dok, pemasaran ikan, pusat informasi dan pelayanan lainnya tidak berjalan. Hal ini diakui karena adanya kelemahan dalam pendanaan. Pencatatan hasil perikanan saat ini dilakukan oleh dua dinas teknis terkait, yaitu Dinas Perikanan Kabupaten Jepara dan Dinas Perikanan Provinsi Jawa Tengah cabang Karimunjawa. 4.9 Tata Niaga Perikanan Tangkap Nelayan Karimunjawa Seperti umumnya kegiatan perikanan tangkap skala kecil di Indonesia, nelayan Karimunjawa memiliki struktur nelayan yang sama, yaitu juragan/pemilik kapal dan nelayan penangkap. Nelayan penangkap beroperasi hampir setiap hari dengan mengoperasikan beragam alat tangkap sesuai dengan musim dan kondisi perikanan. Hasil tangkapan seluruh nelayan kepulauan Karimunjawa didaratkan di Pulau Karimunjawa, untuk kemudian diterima oleh pemilik kapal untuk langsung dijual ke Jepara atau dibeli oleh pengumpul dan kemudian dipasarkan kembali ke Jepara. Hasil penjualan kemudian dibagi dua antara nelayan penangkap dengan pemilik kapal. Sistem perniagaan seperti ini menyebabkan adanya ketimpangan kesejahteraan dimanan juragan/pemilik dan pengumpul/pedagang umumnya memiliki tingkat kesejahteraan yang cukup memadai, sedangkan nelayan penangkap hidup dalam taraf kemiskinan. Dengan tidak berjalannya fungsi PPP sebagai tempat pemasaran, maka peluang nelayan kecil untuk meningkatkan skala usahanya menjadi terhambat, karena modal usaha bukan saja dibutuhkan untuk kegiatan tangkap tapi juga

48

dibutuhkan untuk distribusi hasil tangkapan ke Jepara sebagai pasar utama. Hal ini menyebabkan ketergantungan nelayan kecil terhadap juragan dan pedagang/pengumpul tidak bisa lepas. 4.10Aspek Sosial Ekonomi Budaya Masyarakat Kepulauan Karimunjawa 6.1.10 Demografi, Pendidikan dan Agama Berdasarkan data monografi desa Tahun 2003, jumlah penduduk Kecamatan Karimunjawa mencapai 8.819 jiwa. Tabel 6. No. Jumlah Penduduk per Desa di Kecamatan Karimunjawa tahun 2003 Desa Luas Daratan Jumlah Kepadatan Penduduk 0.01 0.02 2.91 -

(Ha) Penduduk 1. Karimunjawa 443.750 4.219 2. Kemujan 150.150 2.615 3. Parang 690.000 1.985 Jumlah 1.283.900 8.819 Suimber : Monografi Desa Kecamatan Karimunjawa, 2003

Tingkat pendidikan di Kepulauan Karimunjawa lebih banyak tamat, tidak tamat dan belum sekolah. Hal ini menunjukkan masih rendahnya tingkat pendidikan karena penduduk usia sekolah banyak bekerja membantu orang tua, rendahnya kesadaran dan keterbatasan biaya. Tempat pendidikan di Karimunjawa sudah menjangkau sampai tingkat SLTA. Selain SD yang berjumlah sekitar 10 SD (5 di P. Karimunjawa, 3 di P. Kemujan dan masing-masing 1 di P. Parang dan P. Genting') di Kecamatan Karimunjawa juga terdapat 1 SMP dan 1 MTs serta 1 SMK Negeri (jurusan Budidaya Rumput Laut & Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan) yang merupakan sekolah gratis, serta 1 Madrasah Aliyah di P. Kemujan. 6.1.11 Mata Pencaharian Presentase mata pencaharian masyarakat karimunjawa didominasi oleh buruh tani/nelayan yaitu sebesar 61%. Hal ini mengindikasikan tingginya ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya perikanan. Profesi sebagai

49

petani menempati urutan kedua yakni sebesar 19%, profesi buruh industri, PNS dan ABRI sebesar 5%, profesi pedagang dan konstruksi sebesar 3%, dan sisanya menggeluti profesi dibidang angkutan, jasa, penggalian dan pensiunan. Data mata pencaharian penduduk berdasarkan Monografi Kecamatan Karimunjawa tahun 2002 tersaji dalam tabel 2.8. Tabel 7. No. Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Karimunjawa Karimunjaw Desa Kemujan Total Parang 168 527 8 87 35 35 15 28 9 912 910 2883 42 252 167 152 73 243 14 49 4785

Mata Pencaharian

a 1. Petani 445 297 2. Buruh Tani/Nelayan 1483 873 3. Penggalian 21 13 4. Buruh Industri 113 52 5. Pedagang 97 35 6. Konstruksi 79 38 7. Angkutan 31 27 8. PNS dan ABRI 168 47 9. Pensiunan 14 10. Lainnya (jasa) 25 15 JUMLAH 2476 1397 Sumber Data : Monografi Kecamatan Karimunjawa, 2002. 6.1.12 Tingkat Kesejahteraan Masyarakat

Tingkat kesejahteraan masyarakat di Kepulauan Karimunjawa masih relatif rendah, hal itu terlihat dari indikator kesejahteraan penduduk per pulau yang masih berada dibawah angka 2 yaitu : Pulau Karimunjawa 1,8; Pulau Nyamuk 1,89; Pulau Kemujan 1,9; dan Pulau Parang 1,96 (DKP, 2004). Petani, buruh dan nelayan merupakan duplikasi dari mayoritas pekerjaan penduduk yang memberikan hasil rendah. Kondisi ini juga dapat dilihat dari kepemilikan barang dan kondisi rumah. Penghasilan nelayan kecil di Karimunjawa dari kegiatan perikanan tangkap berkisar antara 400 800 ribu rupiah, atau masih dalam kisaran UMR Jawa Tengah sebesar 515 650 ribu rupiah. Nelayan yang mengandalkan pendapatannya hanya dari kegiatan perikanan tangkap umumnya miskin, seperti terlihat pada kondisi lingkungan dan perumahan nelayan di Pulau Nyamuk.

50

Sedikit berbeda kita jumpai pada nelayan di Pulau Parang, yang umumnya tiap rumah tangga memiliki sebidang kebun yang mereka tanami buah-buahan. Hasil penjualan buah-buahan tersebut menjadi alternatif penghasilan nelayan Pulau Parang. Hal berbeda kita temui pada nelayan Karimunjawa yang lebih banyak memilih menjadi buruh tani dan buruh industri (buruh bangunan) serta pedagang kecil-kecilan. Dengan tingkat pendapatan seperti itu, maka banyak kebutuhan dasar nelayan yang tidak dapat dipenuhi seperti kesehatan, sandang yang layak, perumahan yang cukup layak serta pendidikan. Kondisi ini menjadi seperti lingkaran setan, dimana kemiskinan menyebabkan kurangnya pendidikan dan rendahnya pendidikan menyebabkan mereka tidak dapat meningkatkan taraf kehidupannya. Sebagai gambaran, dari hasil wawancara umumnya nelayan hanya mengalokasikan pendapatannya untuk pengeluaran pangan dan sandang serta modal usaha. Umumnya nelayan tidak mengalokasikan pendapatannya untuk pengeluaran biaya pendidikan. Umumnya nelayan masih mengharapkan bantuan pendidikan dari pemerintah semisal BOS dari pemerintah pusat. Padahal seperti diakui camat Karimunjawa dana BOS yang ada tidak cukup untuk membiayai seluruh murid yang terdaftar di sekolah-sekolahnya. Dari hasil wawancara serta estimasi penulis berdasarkan data yang ada, untuk mencukupi biaya kebutuhan hidup sehari-hari, sandang, perumahan serta pendidikan maka dibutuhkan penghasilan sebesar 1,85 2,5 juta rupiah per bulan, dengan rincian sebagai berikut : Kebutuhan pangan Kebutuhan sandang Kebutuhan papan Kebutuhan lain-lain : : : : 400 500 ribu / bulan 50 100 ribu / bulan 15 - 20 juta / tahun 100 - 300 ribu / bulan 100 ribu / bulan

Kebutuhan pendidikan :

Estimasi tersebut menunjukkan angka yang jauh lebih besar dari UMR Jawa Tengah (515 650 ribu rupiah), namun fakta yang ada memperlihatkan

51

bahwa harga-harga barang dan kebutuhan pokok di Karimunjawa jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pulau Jawa daratan karena mahalnya biaya transportasi seiring dengan kenaikan harga BBM. 6.1.13 Persepsi Masyarakat Tentang Pengelolaan Taman Nasional Rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil tidak terlepas dari kondisi sosial ekonomi masyarakat pulau tersebut yang masih memprihatinkan. Kondisi ini memungkinkan terjadinya proses pemanfaatan ekosistem pulau yang kurang sesuai, walaupun tindakan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar tidak sepenuhnya disadari. Semua itu berpangkal pada tuntutan kebutuhan hidup masyarakat kepulauan yang yang belum tercukupi, dan bertambah berat dengan terjadinya krisis ekonomi yang mulai dirasakan pada pertengahan tahun 1997, bahkan dampaknya sampai sekarang masih dirasakan oleh masyarakat. Dengan terbatasnya sumber pendapatan yang dapat diandalkan ada kecenderungan tindakan represif masyarakat Kepulauan Karimunjawa dalam pemanfaatan ekosistemnya. Tindakan masyarakat ini akan memberikan konsekuensi yang sulit dibendung termasuk dalam penebangan mangrove, pengeboman karang dan pemakaian potasium sianida. Kejadian tersebut pada akhir-akhir ini mengalami penurunan, setelah ditetapkannya zonasi revisi dengan disertai peraturan mengenai apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan di zona-zona yang telah ditetapkan. Saat ini, semua warga dengan kesadaran masing-masing ikut menjaga kawasan, baik buruh, nelayan, petani maupun pedagang untuk mengingatkan setiap orang. Dari fenomena-fenomena tersebut, maka atensi penduduk di kawasan Kepulauan Karimunjawa terhadap pentingnya pengelolaan sumberdaya pulau dan laut saat ini mulai meningkat, karena mereka sadar bahwa mata pencaharian sebagian besar penduduk tergantung pada sumberdaya pulau dan laut. Namun demikian masyarakat nelayan, melalui ketua kelompok nelayan Karimunjawa, menyampaikan harapannya agar pemerintah daerah ataupun pihak pengelola TNK memberikan perhatian yang lebih serius terhadap peningkatan kesejahteraan mereka.

52

53

5.

HASIL

5.1 Tren Produksi Perikanan Tangkap Dari data hasil produksi perikanan kepulauan Karimun Jawa (lihat lampiran), terlihat bahwa selama periode 1999 2006 aktifitas penangkapan ikan terjadi pada banyak komoditi seperti terlihat pada gambar 16. Secara umum trend penangkapan cenderung menurun, dan bahkan terkesan terjadi penurunan yang drastis pada tahun 2002, namun hal ini terjadi karena data pada tahun 2002 tidak tersedia secara lengkap (hanya 4 bulan), sehingga untuk memberikan gambaran yang lebih utuh data ini perlu dikoreksi kembali. Data hasil tangkapan tahunan tersebut memperlihatkan hanya ada 4 komoditi utama yang merupakan sumber pendapatan nelayan Karimunjawa. Hal ini dapat dilihat dari persentase volume produksi yang dihasilkan serta harga jualnya terhadap hasil tangkapan total selama periode 1999 April 2006, seperti disajikan dalam tabel 9. Tabel 8. Persentase Produksi dan Nilai Jual Hasil Tangkapan di Kepulauan Karimunjawa
Persentase Tangkapan dan Nilai Jual Terhadap Total (1999 2006) Ekor Kuning Manyung Todak Cumi Sulir Teri 25,39 % 45,91 % Uraian Lain-lain 3,66 % 2,35 % Tenggiri 11,83 % 17,65 % Tongkol Badong 2,08 % 1,13 %

Pro duksi Nilai Jual

10,16 % 9,52 %

27,71 % 16,00 %

4,42 % 2,41 %

3,72 % 1,62 %

1,44% 0,60%

2,88 % 2,83 %

4 (empat) komoditi yaitu ekor kuning (Caesio sp.), tongkol (Auxis thazard), tenggiri (Scomberomerus commersoni) dan teri (Stolephorus) merupakan produk yang memberikan pengaruh signifikan terhadap hasil tangkapan total baik dari sisi produksi maupun nilai jual. Tongkol memiliki persentase tertinggi dari sisi produksi sedangkan dari sisi nilai jual teri merupakan

54

komoditias utama nelayan Karimunjawa yang memberikan nilai ekonomi tertinggi.

55

Produksi Perikanan 1999 - April 2006


250.000 200.000 Produksi (Kg) 150.000 100.000 50.000 0 1999 2000 2001 2002 Tahun
Gambar 18 Produksi Perikanan Nelayan Karimunjawa 1999 - 2006

Ekor Kuning Tongkol Tenggiri Badong Manyung Baw al Sulir Todak Cumi Lodi Teri Gurita Betet (Hijau) Kakap Merah Kerapu Lobster Lain-lain

2004

2005

2006

56

5.2 Batasan Hasil Tangkapan Untuk memberikan gambaran yang lebih baik terhadap trend hasil tangkapan, maka dilakukan perbaikan data terhadap data-data yang tidak lengkap dengan menambahkan data pada bulan-bulan yang tidak tersedia data berdasarkan hasil/trend tangkapan pada bulan-bulan di tahun yang tersedia datanya, sehingga setelah didapatkan data yang lengkap dapat digambarkan seperti pada gambar 17. Dari gambar tersebut terlihat bahwa trend produksi cenderung meningkat untuk ekor kuning dan tenggiri, sedang untuk ikan tongkol dan teri trendnya cenderung menurun. Sparre Venema (1999) menyarankan perkiraan nilai MSY (Maximum Sustainable Yield) sebagai berikut : Untuk memperkirakan MSY pada stok yang telah dieksploitasi untuk beberapa lama, nampaknya data runtun waktu dari hasil tangkapan akan tersedia, dimana data tersebut dapat diuji. Walaupun tidak tersedia secara rinci data upaya penangkapan, indikasi adanya peningkatan yang berkelanjutan pada sutau periode waktu dan hasil tangkapan total telah stabil untuk beberapa waktu, maka ini berarti bahwa MSY telah dicapai paling tidak pada struktur eksploitasi saat ini. Sementara itu bila hasil tangkapan telah menurun dari tingkatan yang tinggi sebelumnya dapat berarti bahwa stok telah mengalami penangkapan yang berlebih dan rata-rata hasil tangkapan tertinggi berdasarkan pengalaman yang lalu dapat menyediakan suatu perkiraan yang bebas terhadap MSY. Dalam menginterpretasikan hasil tangkapan berdasarkan runtun waktu seperti disarankan diatas, dibuat satu asumsi bahwa variasi hasil tangkapan disebabkan perubahan upaya penangkapan dan bukan oleh perubahan lingkungan maupun sosial ekonomi. Penentuan MSY (Maximum Sustainable Yield) tentunya tidak semudah itu dilakukan dan memiliki metode tersendiri, misalnya Schaefer atau Fox untuk pendekatan holistik, namun metode di atas tetap digunakan sebagai pendekatan praktis, dengan melihat trend untuk memperkirakan nilai tangkapan berdasarkan pengalaman yang selama ini.

57

TREND PRODUKSI TAHUNAN (DATA REVISED)


250.000

200.000

TONGKOL TENGGIRI EKOR KUNING TERI Linear (TERI) Linear (TONGKOL) Linear (EKOR KUNING) Linear (TENGGIRI)

Produksi (kg)

150.000

100.000

50.000

0 1999 2000 2001 2002 2004 2005 2006

Tahun
Gambar 19 Grafik Produksi Tahunan Empat Komoditi Utama

58

Pengambilan nilai perkiraan untuk penetapan batas volume penangkapan masing-masing komoditi diambil sebagai berikut : Tongkol Tenggiri : cenderung menurun, diambil nilai rata-rata hasil tangkapan periode 1999 2002, yaitu 173.586 kg. : cenderung meningkat, diambil dari nilai tertinggi (2006), yaitu 79.091 kg. Ekor Kuning : cenderung meningkat, diambil dari nilai tertinggi (2005), yaitu 84.800 kg. Teri : cenderung menurun, diambil dari nilai rata-rata hasil tangkapan periode 1999 2004, yaitu 121.821 kg. Dengan demikian nilai perkiraan batas penangkapan untuk masing-masing komoditi adalah sebagai berikut : Tongkol Tenggiri Teri : 173.586 kg : 79.091 kg : 121.821 kg Nilai-nilai diatas akan digunakan sebagai fungsi pembatas pada analisis optimasi lebih lanjut. Selanjutnya berdasarkan data produksi bulanan rata-rata, dapat kita ekstrak untuk melihat trend produksi bulanan untuk masing-masing komoditas seperti disajikan pada gambar 18 hingga gambar 21.

Ekor Kuning : 84.800 kg

Trend Bulanan (EKOR KUNING)


1,2

index tangkapan

1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Bulan ke-

Gambar 20 Trend Bulanan Penangkapan Ikan Ekor Kuning

59

Trend Bulanan (TONGKOL)


1,2

index tangkapan

1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 -0,2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Bulan ke-

Gambar 21 Trend Bulanan Penangkapan Ikan Tongkol

Trend Bulanan (TENGGIRI)


1,2

index tangkapan

1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Bulan ke-

Gambar 22 Trend Bulanan Penangkapan Ikan Tenggiri

Trend Bulanan (TERI)


1,2

index tangkapan

1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 -0,2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Bulan ke-

Gambar 23 Trend Bulanan Penangkapan Ikan Teri

60

Dari trend bulanan tersebut kita dapat menghubungkannya dengan musim/bulan penangkapan dan paceklik tangkapan untuk masing-masing komoditi sebagai berikut : Tabel 9. Musim Penangkapan Paceklik Ekor Kuning Jan - Des Musim Tangkapan Tongkol Sep - Nov Jan - Agt Tenggiri Nov Mei Jun - Okt Teri Mei Agt Sep - Apr

Berdasarkan data ini kita dapat menggunakannya sebagai dasar alokasi penangkapan. Secara grafik, alokasi musim tangkapan dapat dilihat pada tabel 10. Tabel 10. Grafik Musim Penangkapan
Jenis Ikan Teri Tongkol Tenggiri Ekor Kuning Keterangan : musim pancaroba musim barat musim timur Jan Feb Mar Apr Musim Penangkapan Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des

Sedangkan jumlah dan jenis alat tangkap untuk ke empat komoditi tersebut yang terdapat di Karimunjawa serta memenuhi persyaratan ramah lingkungan disajikan dalam tabel 11. Tabel 11. Jenis Alat Tangkap Yang Dioperasikan Nelayan Karimunjawa
No. Jenis Alat Tangkap Jumlah Alat Tangkap (Unit) 90 617 200 2000 Produksi/Tri p (Kg) 100 25 10 0,5 Jenis Ikan Tangkapan Teri Tongkol danTenggiri Ekor Kuning Ekor Kuning

1 2 3 4

Branjang Apung) Pancing Tonda

(Bagan

Jaring (Bottom Gill Net) Bubu

Sumber : Dinas kelautan dan perikanan Kab. Jepara (2004)

61

5.3 Optimasi Perikanan Tangkap Untuk menghitung optimasi terhadap kegiatan perikanan tangkap maka digunakan metode Linear Goal Programming dengan bantuan program Whats Best yang merupakan pengembangan dari Lindo. Whats Best adalah program under windows yang dijalankan melalui Excel, sehingga kita dapat memahami dengan lebih jelas proses komputasinya. Ada tiga tahapan yang harus ditentukan agar program ini dapat menghitung optimasi, yaitu : 1. 2. 3. Menentukan tujuan (goal) Menentukan variabel (nilai-nilai yang dapat berubah) Menentukan batasan

Setelah tiga tahapan ini dilaksanakan, maka selanjutnya Whats Best dapat menghitung optimasi. 6.1.14 Menentukan tujuan Tujuan yang ingin dicapai dari optimasi ini adalah memaksimumkan nilai ekonomi dari total produksi tahunan perikanan tangkap. Nilai ekonomi ini dapat dihitung sebagai berikut : Nilai produksi = p * q Dimana : p q = harga komoditi per kg = total produksi (kg)

Karena yang akan dihitung adalah produksi dari 4 komoditi maka nilai ekonomi merupakan total dari nilai 4 komoditi tersebut, sehingga persamaan diatas dapat dituliskan sebagai berikut :

Nilai produksi =

pq
n i =1 n

Dengan demikian tujuan dari optimasi bisa dituliskan sebagai berikut : Max

pq
n i =1 n

62

Sedangkan total produksi (q) untuk masing-masing komoditi adalah :

qi = ri * si * ti
dimana : ri = jumlah alat tangkap komoditi i si = produksi/trip (kg) komoditi i ti 6.1.15 = jumlah trip/thn komoditi i

Menentukan nilai-nilai variabel Nilai-nilai variabel atau nilai-nilai peubah dalam persoalan ini adalah

jumlah jenis alat tangkap untuk masing-masing komoditi, yaitu Bagan (teri), pancing tonda (tongkol dan tenggiri), Jaring insang dan bubu (ekor kuning), yang dalam persamaan diatas dituliskan dalam variabel ri. Dari hasil perhitungan optimasi kita akan bandingkan dengan jumlah alat tangkap yang saat ini beroperasi, apakah berlebih atau perlu penambahan. 6.1.16 Menentukan nilai-nilai pembatas Nilai pembatas dalam persoalan ini adalah batasan jumlah tangkapan, yang dalam hal ini digunakan nilai-nilai pendekatan untuk masing-masing komoditi seperti diuraikan diatas, dengan nilai sebagai berikut : Tongkol Tenggiri Teri : 173.586 kg : 79.091 kg : 121.821 kg Hasil dari optimasi ini akan dikaitkan dengan musim penangkapan, sehingga diharapkan penangkapan ikan tertentu hanya dilakukan pada bulan-bulan tertentu serta memberikan kesempatan pada ikan untuk memulihkan stoknya di bulan-bulan lain yang pada akhirnya kelak akan meningkatkan produksi ikan para nelayan. Hasil perhitungan dengan menggunakan Whats Best dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Ekor Kuning : 84.800 kg

63

Tabel 12. Hasil Optimasi Alat Tangkap


GOAL : Maksimumkan Nilai Produksi per tahun 3.218.044.433 VARIABEL No. Jenis Alat Jumlah Produksi/ Tangkap Alat Trip Tangkap (Kg) (Unit) 30 1 Bagan 100 2 3 3 4 Apung Pancing Tonda Pancing Tonda Bottom Gill Net Bubu 231 45 0 1413 25 25 10 0,5

Jenis Ikan Tangkapan Teri Tongkol Tenggiri Ekor Kuning Ekor Kuning

Jumlah Trip/tahun Harga/kg 40

Nilai Produksi/ thn (Rp)

16.600 1.778.586.600 30 5.300 70 13.700 120 120 8.600 8.600 446.613.333 767.182.700 225.661.800

NILAI PEMBATAS Prod/thn Jenis Ikan Teri 121.821 =<= 121.821 Tongkol 173.586 =<= 173.586 Tenggiri 79.091 =<= 79.091 Ekor Kuning 84.800 84.800 Dari hasil perhitungan=<= tersebut maka kita dapat bandingkan jumlah alat

tangkap optimum dengan yang ada saat ini. Tabel 13. Perbandingan Jumlah Alat Tangkap
No. Jenis Alat Tangkap Bagan Apung Pancing Tonda Jaring insang (Bottom Gill Net) Bubu Jumlah Alat Tangkap (Unit) 90 617 200 2000 Jumlah Alat Tangkap Optimum 30 276 0 1413 Jenis Ikan Tangkapan Teri Tongkol danTenggiri Ekor Kuning Ekor Kuning

1 2 3 4

Dari tabel tersebut dapat kita simpulkan bahwa saat ini alat tangkap yang tersedia jumlahnya jauh melebihi dari yang diperlukan, dan diperlukan pengurangan jumlah alat tangkap untuk semua komoditi agar hasil yang didapat optimal. Yang paling mencolok adalah pada alat tangkap jaring insang yang digunakan untuk menangkap ekor kuning, hasil optimumnya adalah nol, hasil ini

64

logis apabila kita perhatikan bahwa produksi per tripnya ternyata kecil dibandingkan dengan usaha yang dikeluarkan (biaya operasional). Dari hasil diatas, maka untuk ekor kuning diarahkan seluruhnya pada alat tangkap bubu. 5.4 Alokasi Budidaya Rumput Laut Apabila pembatasan jumlah alat tangkap dijadikan alat kebijakan, maka bisa dipastikan akan banyak terjadi nelayan menganggur. Untuk itulah diperlukan alternatif penghasilan lain untuk memfasilitasi para nelayan yang jumlah alat tangkapnya dibatasi. Apabila diasumsikan bahwa satu alat tangkap dimiliki oleh satu RTP, maka akan terdapat 601 RTP (penjumlahan selisih alat tangkap RTP nelayan untuk bagan, pancing tonda dan jaring insang), sedangkan apabila satu RTP rata-rata memiliki 50 bubu, maka total RTP yang menganggur menjadi 613 RTP. Jumlah inilah yang harus diprioritaskan untuk mendapatkan fasilitasi budidaya rumput laut dari pemerintah daerah. Namun perlu diperhatikan juga dari sisi penghasilan nelayan, karena jumlah optimum tadi dikaitkan dengan pembatasan musim tangkap, maka tidak sepanjang tahun alat tangkap tersebut dapat dioperasikan. Untuk itu maka bagi untuk setiap unit alat tangkap yang dioperasikan perlu diintegrasikan lebih lanjut dengan kepemilikan unit budidaya rumput laut sebagai tambahan alternatif penghasilan. Berdasarkan hasil estimasi (lihat halaman 60), rata-rata nelayan membutuhkan penghasilan per bulan adalah 1,85-2,5 juta rupiah. Untuk perhitungan alokasi budidaya rumput laut pada penelitian ini, digunakan angka tertinggi yaitu 2,5 juta rupiah sebagai tolok ukur. 6.1.17 Analisis Ekonomi Budidaya Rumput Laut Pada tabel 15 hasil produksi rumputlaut di Karimunjawa 2004-2005, memperlihatkan bahwa ada dua metode yang umum digunakan nelayan yaitu metode rakit dan metode rawai (longline method). Metode rakit memberikan produksi per unit yang lebih baik, namun metode rawai merupakan metode yang lebih disukai. Hal ini wajar karena metode rawai relatif lebih mudah untuk

65

dioperasikan dan memerlukan biaya yang lebih murah dibandingkan metode lainnya. Tabel 14. Hasil Produksi Rumput Laut Karimunjawa 2004 2005 NO. Teknis Usaha 1. 2. Rakit Rawai Permukaan Jumlah Produksi basah (ton) 2004 302,8 2.404,1 Jumlah Produksi basah (ton) 2005 369.2 2879,08 Ratarata produksi/ unit/thn (ton) 1,94 1,56

Jumlah Unit 173 1693

Dalam analisis ekonomi usaha budidaya rumput laut, maka metode rawai digunakan sebagai dasar perhitungan, sebagai berikut : Satu unit budidaya rumput laut dialokasikan sebesar 500 m2 (10x50 m), sehingga seluruh perhitungan ekonomi mengacu pada satuan unit tersebut, yang secara garis besar adalah sebagai berikut : Dalam perhitungan satu kali masa panen dapat dicapai dalam jangka waktu dua bulan. Oleh karena itu dalam satu tahun berarti 6 x panen. Satu unit terdiri dari 4000 titik ikat rumput laut, dengan perhitungan jarak antar tali 50 cm dan jarak antar bibit dalam satu tali 25 cm. Berat bibit per titik adalah 125 gram (0,125 kg) sehingga bibit yang dibutuhkan = 0,125 Kg x 4000 = 500 Kg Setiap kali panen satu titik bibit dapat mencapai berat 1 kg, sehingga produksi dalam satu kali panen = 4000 kg. Dengan demikian dalam satu tahun hasil produksi = 6 x 4000 kg = 24.000 kg. Satu unit terdiri dari 4000 titik ikat rumput laut, dengan perhitungan jarak antar tali 50 cm dan jarak antar bibit dalam satu tali 25 cm. Biaya investasi yang dibutuhkan adalah untuk investasi sarana budidaya sebesar Rp. 1.832.500,- per tahun dan investasi sarana penjemuran sebesar Rp. 2.210.000,- yang dihitng penyusutannya selama 3 tahun, sehingga total biaya investasi per tahun adalah Rp. 2.569.167,-.

66

Biaya tetap dibutuhkan untuk pembelian bibit, ongkos ikat bibit dan pembelian karung untuk pengemasan hasil panen, sebesar Rp. 5.935.000,- per tahun. Rincian kebutuhan biaya disajikan pada tabel dibawah. Tabel 15. Analisis Kebutuhan Biaya Produksi Rumput Laut No HARGA TOTAL SATUAN I. BIAYA INVESTASI SARANA BUDIDAYA / TAHUN 1 Tali plastic 4 mm rol 18.000 288.000 16 2 Tali plastic 2 mm rol 10.000 10.000 1 3 Tali plastic 5 mm kg 20.000 360.000 18 4 Tali plastic 10 kg 20.000 260.000 mm 13 5 Tali plastic 12 kg 20.000 80.000 mm 4 6 Tali rapia gulung 10.000 10.000 1 7 Jangkar tancap buah 22.000 132.000 besi 6 8 Tenda lembar 150.000 150.000 1 9 Pelampung buah 20.000 80.000 Utama 4 10 Pelampung aqua buah 250 62.500 250 11 Sampan buah 300.000 300.000 1 12 Jangkar, kayu 100.000 100.000 SUB TOTAL I 1.832.500 II. BIAYA INVESTASI SARANA PENJEMURAN (PENYUSUTAN 3 TAHUN) 1 Waring m 300 2.500 750.000 2 Plastik m 300 2.500 750.000 3 Bambu batang 60 6.000 360.000 4 Paku,kayu dll 50.000 50.000 5 Biaya pembuatan unit 1 300.000 300.000 SUB TOTAL II 2.210.000 III. BIAYA TETAP DAN BIAYA OPERASIONAL / TAHUN (6 kali panen) 1 bibit kg 4.000 1.000 4.000.000 2 Ongkos ikat bibit titik 24.000 75 1.800.000 3 Karung lembar 90 1.500 135.000 JENIS SATUAN JUMLAH

67

4 Biaya penyusutan TOTAL BIAYA PER TAHUN

2.569.167 8.504.167

Nilai Hasil Panen per unit /tahun Hasil produksi basah per unit = 24.000 kg Hasil produksi kering per unit = 24.000 kg x 0,10 = 2.400 kg Nilai Jual Berat Kering per unit = 2.400 Kg X Rp 5.300,= Rp. 12.720.000,Laba kotor = Rp. 4.215.883,- per unit/tahun Pendapatan per unit/bulan = Rp. 351.319,-

Investasi awal yang dibutuhkan adalah Rp. 5.031.667,-, sedangkan biaya operasional satu kali masa panen adalah Rp. 494.583,-. Berdasarkan hasil analisis usaha tersebut maka nilai R/C dari budidaya rumput laut adalah sebesar 1,50. 6.1.18 Perhitungan Alokasi Area Budidaya Rumputlaut Berdasarkan hasil optimasi dan analisis usaha budidaya rumput laut diatas, maka selanjutnya dapat kita hitung alokasi area perairan budidaya rumput laut yang dibutuhkan. Dasar perhitungan yang digunakan untuk menghitung alokasi area budidaya rumputlaut adalah sebagai berikut : 1. Penghasilan per RTP dari kegiatan perikanan tangkap dihitung dengan membagi dua nilai produksi/unit/bulan karena adanya sistem bagi hasil 50:50 dengan pemilik kapal (asumsi pemilik kapal tidak mengoperasikan sendiri). 2. Satu unit budidaya rumput laut adalah 10x50 m2. Kalkulasi kebutuhan jumlah unit budidaya dihitung sebagai berikut :. target penghasilan penghasilan tangkap per RTP

68

Jumlah unit = keuntungan per unit dimana : target penghasilan : 2,5 juta rupiah / bulan dari kegiatan perikanan tangkap/bulan keuntungan per unit 3. 4. 5. 6. bulat. Tambahan penghasilan adalah tambahan penghasilan dari kegiatan budidaya rumput laut dari jumlah unit budidaya yang dialokasikan. Total penghasilan adalah penghasilan agregat RTP per bulan dari kegiatan perikanan tangkap dan budidaya rumput laut. Kebutuhan jumlah total unit budidaya (nelayan tangkap) untuk masingmasing jenis alat tangkap dihitung sebagai berikut : Jumlah unit total = Jumlah unit yang dibutuhkan per RTP x Jumlah RTP 7. Kebutuhan jumlah total unit budidaya (nelayan relokasi) untuk masingmasing jenis alat tangkap dihitung sebagai berikut : Jumlah unit total = (jumlah alat tangkap-jumlah alat tangkap optimum) x jumlah unit yang dibutuhkan per RTP dimana : jumlah unit yang dibutuhkan per RTP = 7 unit (menghasilkan pendapatan sebesar Rp. 2.459.236,- per bulan per RTP) Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada tabel 17. Dari hasil perhitungan tersebut terlihat bahwa dibutuhkan area perairan seluas 933 ha untuk mengakomodasi seluruh nelayan yang selama ini mengoperasikan alat tangkap di Karimunjawa. : Rp. 351.319,- / bulan Hasil kalkulasi dilakukan pembulatan, karena jumlah unit harus bilangan penghasilan per RTP : penghasilan

69

Tabel 16. Analisa Kebutuhan Alokasi Areal Budidaya Rumput Laut


No. Jenis Alat Tangkap Jumlah Alat Tangkap (Unit) Jumlah Alat Tangkap Optimum (Unit) 30 230 45 200 2.000 0 1.413 00 700.848.0 33 41.3 3 413.33 5,94 6 7 7,12 7 6 2.107.91 50 JUMLAH UNIT KEBUTUHAN TOTAL (UNIT) ALOKASI AREA PERAIRAN YANG DIBUTUHKAN (Ha) Nilai produksi /unit /bln 4.866.6 67 81.2 50 1.414.5 83 2 5 707.29 5,10 5 7 2.459.23 36 2.521.2 78 10.3 43 18.6 66 9 33 23 3 40.62 7,00 7 6 1.756.59 89 2.459.2 8.4 09 8.3 00 4.1 Jumlah unit budidaya yang dibutuhkan Kebutuhan Jumlah Unit Budidaya Total nelayan tangkap 351.31 0,19 1 9 2.459.23 61 2.463.8 25 1.4 53 2.499.8 10 2 2.784.6 30 1.6 nelayan relokasi 4 20 2.3 94

Nilai produksi/ thn 1.752.000.0 00 224.250.0 00 763.875.0 00

Penghasilan/ RTP

Tambahan penghasilan

Total penghasilan

kalkulasi 1 2 3 3 4 Bagan Apung Pancing Tonda Pancing Tonda Jaring Insang Bubu 90 617 2.433.33

dibulatkan

70

6.

PEMBAHASAN

6.1 Efektifitas Optimasi Optimasi idealnya dilakukan pada kondisi dimana semua parameternya diketahui secara pasti dan kuantitatif, misalnya optimasi pada produksi suatu barang tertentu dengan sistem atau pola tertentu. Analog dengan hal tersebut, optimasi penangkapan ikan dapat dilakukan secara efektif apabila dilakukan pada sistem tertutup, dibatasi oleh batas-batas fisik geografis, dan pola pemanfaatannya diketahui secara pasti. Perairan dengan batasan geografis seperti danau atau waduk merupakan kondisi yang ideal untuk melakukan optimasi. Optimasi pada perairan yang terbuka dan luas seperti di perairan laut tentunya memiliki kelemahan karena faktor sumberdaya ikan yang tidak menetap di satu tempat dan rekrutmen di kawasan yang diteliti dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar kawasan tersebut, kecuali untuk ikan yang tidak beruaya jauh keluar kawasan tersebut. Salah satu kendala lain optimasi di perairan terbuka adalah pola penangkapan ikan di luar kawasan di sepanjang alur ruaya yang tidak diketahui karena umumnya tersebar dan bahkan tidak tercatat. Karena keterbatasan tersebut, pada penelitian ini perlu dibuat asumsi awal bahwa pola penangkapan di luar kawasan adalah tetap atau stabil selama kurun waktu penelitian. Hal ini pula yang menjadi dasar bagi penulis untuk tidak memberikan nilai batasan penangkapan berdasarkan nilai MSY. Nilai batasan pada penelitian ini lebih bertumpu pada pola hasil tangkapan yang selama ini terjadi yang mencerminkan kemampuan menangkap nelayan setempat. Faktor lain yang menjadi kendala bagi penulis untuk mendasarkan nilai batasan pada MSY adalah karena ketiadaan data yang cukup. Data hasil tangkapan yang tersedia hanyalah data jumlah hasil tangkapan (dalam kg) per hari (yang kemudian diolah kembali dan ditampilkan menjadi data bulanan terlampir), data lainnya seperti jumlah armada yang beroperasi per hari/bulan tidak tersedia. Satu-satunya hasil penelitian tentang MSY di Karimunjawa adalah pada tahun 1989 yang diterbitkan oleh BTNKJ, namun angka MSY tersebut tidak dapat diacu dalam penelitian ini karena merupakan data agregat ikan pelagis, tidak merujuk pada jenis ikan tertentu.

71

Satu hal yang mendukung dalam optimasi ini adalah fakta bahwa seluruh ikan yang ditangkap oleh nelayan Karimunjawa didaratkan di dermaga Pulau Karimunjawa melalui pengumpul dan dicatat oleh petugas Dinas Perikanan Karimunjawa sebelum dipasarkan ke Jepara atau Semarang. Data inilah yang digunakan untuk analisa optimasi dalam penelitian ini. Untuk kawasan yang memiliki data yang lebih baik, minimal memiliki data hasil tangkapan per upaya penangkapan, penghitungan MSY masih dapat dilakukan meskipun tetap memiliki kelemahan. Hal ini dilakukan pada penelitian serupa mengenai optimasi di pelabuhan ratu, dan diakui bahwa kelemahannya adalah tidak bisa menggambarkan upaya penangkapan yang sesungguhnya, karena berapa banyak setiap kapal melakukan operasi penangkapan tidak diketahui (Wiyono, 2001). Hal lain yang mendukung adalah terbatasnya pola penangkapan ikan, yang jangkauannya tidak lebih dari 3 mil laut. Hal ini terkait erat dengan armada tangkap yang dimiliki oleh nelayan yang umumnya hanya 5 GT. Hal ini diperkuat dengan ditetapkannya zona pemanfaatan perikanan tradisional yang mensyaratkan hanya jenis alat tangkap lokal (yang disetujui masyarakat lokal) yang boleh dioperasikan di zona tersebut, yang berarti bahwa pola penangkapan tampaknya tidak akan berubah hingga adanya ketentuan lain. Zona pemanfaatan perikanan tradisional memiliki batasan, memiliki titik-titik koordinat sehingga luasannya tertentu, dengan demikian dari sisi penangkapan ikan, kawasan ini dapat dianggap tertutup ditinjau dari pola pemanfaatannya. Bila kita bandingkan dengan penelitian serupa yang dilakukan oleh Wiyono di teluk pelabuhan ratu (2001), optimasi yang dihasilkan mungkin masih mengalami bias karena secara geografis bukan merupakan kawasan tertutup, serta tidak diatur pola penangkapannya karena nelayan lain tidak dilarang melakukan aktifitas penangkapan di kawasan tersebut. Hal ini juga tampaknya disadari, sehingga dalam pembahasannya Wiyono menyarankan beberapa skenario pengelolaan, dibatasi oleh batas-batas kawasan pengelolaan dengan pola pemanfaatan alat tangkap berdasarkan hasil perhitungan optimasi yang dilakukannya.

72

Optimasi perikanan tangkap yang dihasilkan dalam penelitian ini bisa digolongkan kedalam classical one-parameter harvest policies (Thompson, 1999), yaitu hanya menghasilkan parameter penangkapan optimal konstan. Meskipun hasilnya memiliki fleksibilitas rendah dan secara substansi bisa saja di bawah optimal (sub-optimal), namun lebih mudah dipahami dan ditelusuri prosesnya (Thompson, 1999). 6.2 Efektifitas Pengelolaan Taman Nasional Penerimaan dan peran serta masyarakat terhadap pola pengelolaan sangat menentukan efektifitas dari pengelolaan tersebut. Tidak efektifnya pengelolaan kawasan perlindungan alam di Karimunjawa selama ini terutama disebabkan oleh kurangnya apresiasi dan keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan pengelolaan. Penyebab kurangnya peran aktif masyarakat adalah : (1) (2) (3) Kurangnya sosialisasi program-program pengelolaan di Taman Nasional Karimunjawa kepada masyarakat, Kurangnya upaya membangun kepedulian masyarakat dalam hal perlindungan kelestarian alam, Tidak terbangunnya komunikasi dua arah antara balai taman nasional dengan masyarakat sehingga terbentuk pola pikir konservasi berarti pelarangan. Hal ini juga disadari oleh pengelola taman nasional, yang kemudian menginisiasi perubahan zonasi pada tahun 2003 dan disahkan tahun 2005 melalui SK Dirjen PHKA. Keterlibatan masyarakat dalam penentuan zonasi baru tersebut merupakan penggerak utama revisi zonasi tersebut. Lebih khusus lagi keterlibatan masyarakat ini ditekankan oleh Philips (2004), yang menyatakan penetapan zonasi dilaksanakan bersama dengan, untuk dan oleh masyarakat lokal, tidak lagi sebagai pihak pasif dari kebijakan daerah perlindungan melainkan sebagai mitra aktif, atau bahkan sebagai inisiator dan dapat juga sebagai pelaku utama; dikelola untuk memenuhi kebutuhan masyarakat lokal, yang merupakan kebutuhan esensial dari suatu kebijakan daerah perlindungan baik secara ekonomi maupun budaya.

73

Pelibatan peran serta masyarakat merupakan syarat mutlak ketimbang keputusan politis pada penetapan sebuah taman nasional atau kawasan lindung lainnya (Buscher et al., 2007). Selain menekankan aspek sosial terkait dengan taman nasional pada aspek pelibatan masyarakat dalam penentuannya, Buscher juga menyinggung masalah kesejahteraan nelayan di sekitar kawasan lindung merupakan akar permasalahan yang perlu ditanggulangi. Senada dengan Buscher, Braak et al. (2004) dalam King (2007) menyoroti keterkaitan antara keberadaan taman nasional dan kesejahteraan masyarakat dengan menyatakan bahwa fokus utama adalah bagaimana upaya memberdayakan masyarakat dan mengakomodasi kebutuhan masyarakat sekitar kawasan lindung sehingga mampu membalikkan posisi masyarakat yang tadinya dianggap sebagai ancaman terhadap keberlanjutan kawasan lindung menjadi faktor pendukung melalui kemitraan yang saling menguntungkan semua pihak, masyarakat, pengelola dan ekosistem itu sendiri. Pertimbangan sosio-ekonomi tersebut semakin menjadi penting dalam pengelolaan kawasan lindung. Permasalahan yang menyelimuti keberlanjutan Taman Nasional Karimunjawa terkait dengan masyarakat sekitar disadari oleh semua pihak tidak hanya pada keterlibatan pada penetapan zonasi semata. Masalah yang mendasar justru adalah pada kesejahteraan masyarakat itu sendiri, yang umumnya miskin, minim pendidikan dan ketergantungan terhadap sumberdaya laut sangat tinggi (WCS, 2003). Dua unsur biaya yang terkait dengan kawasan lindung (WCPA, 2003), yaitu kompensasi terhadap masyarakat lokal atau keuntungan yang didapat dengan ditetapkannya kawasan lindung; dan biaya pengelolaan kawasan lindung. Unsur biaya yang pertama dapat bernilai sangat besar, dalam hal ini termasuk kompensasi kepada nelayan yang kehilangan pendapatannya akibat ditutupnya area penangkapan (fishing ground) mereka. Namun jika kawasan lindung berhasil dalam menciptakan kegiatan pariwisata dan memulihkan stok ikan sebagai tujuan utama, maka biaya kompensasi tersebut tidak akan menjadi beban yang perlu dipertimbangkan oleh pengelola, kecuali mungkin dalam masa transisi.

74

Pembiayaan ini tentunya menjadi tanggungjawab pengelola, yang dalam kasus taman nasional adalah pemerintah. Di Taman Nasional, pemerintah selama ini hanya mampu menganggarkan untuk biaya pengelolaan, itupun seringkali tidak mencukupi, apalagi untuk menganggarkan kompensasi terhadap masyarakat yang terkena dampak khususnya nelayan. Kebuntuan seperti ini dapat diatasi dengan diterapkannya kebijakan yang mampu memberdayakan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya. Pemerintah dalam hal ini tetap harus mengeluarkan sejumlah biaya, namun tidak akan sebesar biaya kompensasi langsung yang sangat rawan masalah sosial dalam pelaksanaannya. King (2007) mencontohkan adanya kebijakan yang diterapkan di taman nasional di Afrika Selatan melalui gerakan Swi ta Lunga , bahasa setempat yang artinya keadaan akan membaik. Gerakan ini memfokuskan pada pengentasan kemiskinan masyarakat sekitar taman nasional melalui pembaharuan berbagai sumber ekonomi bahkan hingga aspek tata pemasarannya. Sebagai satu contoh inisiasi di Indonesia, mungkin adalah seperti yang dilaporkan Meyer et al. (2004) dalam Asia Pacific Marine Finfish Aquaculture Network Magazine Vol. IX No. 4 mengenai pemberdayaan ekonomi masyarakat oleh pengelola taman nasional melalui inisiasi kegiatan pembenihan dan pembesaran ikan kerapu di kawasan Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Barat. Sejalan dengan berbagai kajian tersebut, melalui penelitian ini penulis mencoba menggugah kembali perhatian pada aspek sosio-ekonomi khususnya kesejahteraan nelayan untuk menghasilkan sebuah solusi bagi keberlanjutan taman nasional. Didapatnya hasil bahwa sektor perikanan tangkap tidak mampu memberikan penghasilan yang memadai dan potensi usaha budidaya rumput laut mampu memberikan penghasilan yang lebih baik, dapat dijadikan acuan bagi penentuan kebijakan ataupun aturan pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa. Satu hal yang perlu ditekankan adalah perlunya pengelola Taman Nasional Karimunjawa, dalam hal ini pemerintah, secara konsisten menjalankan kebijakannya termarjinalkan. sehingga masyarakat tidak merasa diabaikan ataupun

75

Konsistensi dari pemerintah sangat diperlukan agar pemberdayaan masyarakat tidak hanya berhenti pada inisiasi kegiatan produksi tapi juga mencakup pada aspek pemasaran yang mampu menjamin keberlanjutan usaha yang dilakukan masyarakat dengan membuka akses dan menggalang kemitraan dengan dunia swasta.

6.3

Kebijakan Pengelolaan Di Zona Pemanfaatan Perikanan Tradisional dan Zona Pemanfaatan Budidaya Sumberdaya ikan yang menjadi komoditi utama merupakan spesies yang

paling rawan terancam degradasi karena beberapa karakteristiknya antara lain : bernilai ekonomi tinggi, ukuran relatif besar, lambat dewasa, jangkauan geografis terbatas, rekrutmen yang sporadis (Wu, 2001). Hasil optimasi alat tangkap dalam penelitian ini yang menyarankan untuk mengurangi jumlah alat tangkap untuk 4 (empat) komoditi utama serta penangkapan ikan tertentu hanya dalam bulan-bulan tertentu, dalam implementasinya mungkin sulit diterima. Perlu ditekankan apabila hal ini akan diterapkan dalam aturan pengelolaan zona pemanfaatan perikanan tradisional, adalah untuk melindungi ketersediaan sumberdaya yang menjadi sumber pendapatan ekonomi mereka sendiri. Penekanan ini biasanya tidak cukup, karena umumnya dampaknya tidak segera dirasakan dan ketika dampaknya dirasakan (jumlah hasil tangkapan bertambah dan ukuran ikan meningkat) akan merangsang kembali tingkat pemanfaatan yang lebih tinggi (Sanchirico et al., 2002). Sanchirico et al. (2002) juga menyatakan bahwa kawasan lindung dapat menyediakan perlindungan terhadap habitat kritis, situs bersejarah serta keanekaragaman hayati namun fungsinya untuk meningkatkan pengelolaan perikanan dampaknya sering tidak terlihat. Hal ini terjadi karena fakta bahwa kawasan lindung hanya mengobati gejalanya tapi tidak mengobati masalah fundamental terjadinya tekanan pemanfaatan yang tinggi. Diperlukan keterpaduan terhadap kompleksitas interaksi antara faktor-faktor biologi, ekonomi dan institusi. Penekanan diberikan pada bagaimana memberikan insentif kepada nelayan yang beroperasi di kawasan agar mau berperan terhadap

76

faktor-faktor tersebut sehingga efektifitas kawasan lindung, khususnya terhadap peningkatan pengelolaan perikanan, dapat tercapai. Peluang untuk tercapainya tujuan tersebut masih terbuka mengingat skala usaha nelayan Karimunjawa umumnya adalah perikanan skala kecil. Perikanan skala kecil secara ekologis lebih efisien, menghasilkan lapangan kerja yang lebih banyak dan lebih berkelanjutan dibandingkan perikanan skala besar atau skala industri (Pauly et al., 2003). Kebijakan pembatasan produksi tangkapan (jumlah dan jenis serta bisa ditambahkan ukuran), pengaturan alat tangkap, sistem buka tutup (pengaturan pola penangkapan berdasarkan musim) seperti yang dihasilkan dalam penelitian akan dapat diimplementasikan apabila masyarakat nelayan memiliki substitusi penghasilan dari dibatasinya kesempatan mereka untuk menangkap ikan. Potensi terbesar yang ada saat ini untuk substitusi kegiatan adalah pada pengembangan usaha budidaya rumput laut. Secara sosial budaya usaha ini diyakini penulis tidak akan menemui hambatan karena nelayan Karimunjawa pernah mengecap hasil dari usaha ini namun kemudian terbentur masalah teknis dan akses pemasaran sehingga saat ini praktis hanya diusahakan oleh segelintir nelayan saja yang masih memiliki cukup modal. Disinilah seharusnya peran pengelola Taman Nasional Karimunjawa menjembatani permasalahan yang terjadi di masyarakat demi tercapainya tujuan penetapan taman nasional. Pemberian bimbingan teknis dan fasilitasi akses modal dan pemasaran akan membuka peluang bagi terciptanya iklim ekonomi yang sehat bagi masyarakat Karimunjawa. Indikator-indikator lain secara makro untuk keberlanjutan usaha ini sangat terbuka, antara lain permintaan pasar dunia yang tinggi serta adanya kebijakan nasional melalui revitalisasi perikanan. Permintaan pasar lokal sendiri untuk produk rumput laut ini juga cukup tinggi, antara lain dari Sidoarjo dan Semarang. Diperlukannya area budidaya rumput laut sebesar 933 ha yang dihasilkan dalam penelitian ini, menyebabkan perlunya penambahan areal Zona Pemanfaatan Perikanan Budidaya sebesar dari luas yang ditentukan saat ini sebesar 788,213 ha. Penambahan area untuk tambahan alokasi budidaya rumput laut dapat diambil dari sebagian Zona Pemanfaatan Perikanan Tradisional atau sebagaian dari Zona

77

Pemanfaatan Pariwisata yang dalam prakteknya selama ini belum memberikan dampak ekonomi positif bagi nelayan. Implikasi politis akibat perubahan kebijakan zonasi mungkin dapat terjadi, oleh karena itu kebijakan ini juga hanya efektif dilakukan.secara bertahap dan disosialisasikan secara luas sebelum diterapkan.

78

7.
Kesimpulan 1.

KESIMPULAN

4 (empat) komoditas perikanan tangkap yaitu teri, tongkol, tenggiri dan ekor kuning merupakan komoditi utama nelayan Kepulauan Karimunjawa.

2.

Hasil perhitungan optimasi alat tangkap, yaitu : Bagan 30 unit, Pancing tonda 275 unit, memfokuskan penangkapan ikan ekor kuning hanya pada bubu sebesar 1413 unit.

3.

Diperlukan pengaturan penangkapan ikan dengan menyesuaikan musim ikan untuk mendapatkan hasil optimal yaitu : Teri pada bulan Mei-Agustus, Tenggiri pada bulan November-Mei dan Tongkol pada bulan September-November.

4.

Diperlukan tambahan pendapatan dari mata pencaharian alternatif budidaya rumput laut untuk memenuhi target pendapatan nelayan sebesar Rp. 2,5 juta per bulan, dengan alokasi 2.070 unit untuk nelayan Bagan dan 25.200 unit untuk nelayan relokasi Bagan, 108.750 unit untuk nelayan pancing tonda dan 143.640 unit untuk nelayan relokasi pancing tonda, 456.399 unit untuk nelayan bubu dan 246.540 unit untuk nelayan relokasi bubu.

5.

Kebutuhan total luas lahan di zona pemanfaatan perikanan budidaya untuk budidaya rumput laut adalah sebesar 933 ha.

Saran 1. Perlu dimasukkan dalam kebijakan pengelolaan Taman Nasional mengenai musim tangkap pada 4 komoditi utama (sistem buka tutup atau suaka ikan pada bulan paceklik), pengaturan jumlah armada tangkap sesuai hasil perhitungan optimasi, serta alokasi lahan budidaya rumput laut. 2. Perlu standarisasi pencatatan data untuk menghasilkan analisa yang lebih komprehensif.

79

3.

Penelitan lanjutan mengenai penentuan MSY yang lebih komprehensif sebagai pembatas hasil tangkapan, serta penelitian mengenai aspek ekonomi, sosial dan budaya nelayan Karimunjawa terhadap pola dan kecenderungan hidup mereka sehari-hari.

80

DAFTAR PUSTAKA

Baisre, J.A. Chronicles of Cuban Marine Fisheries (1935-1995) : Trend Analysis and Fisheries Potential. FAO Fisheries Technical Paper No. 394. Rome, FAO. 2000. 26p. Bengen, D.G, Tahir, A., Wiryawan, B. 2003. Program Daerah Perlindungan Laut Pulau Sebesi, Lampung Selatan. PKSPL IPB. Bogor. 44 hlm. Bianchi M., Boyle M., Hollingsworth D. A comparison of methods for trend estimation" : Applied Economics Letters. 1999. 6(2): 103-109. Bunce, L., Townsley, P., Pomeroy, R. and Pollnac, R. Socioeconomic Manual for Coral Reef Management. IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge, UK. pp : 245. Buscher, B., Wolmer, W. Introduction : The Politics of Engagement between Biodiversity Conservation and the Social Sciences. Conservation and Society Journal Vol. 5 No. 1. 2007. 21p. Christensen, V., Walters, C.J. Trade-offs in Ecosystem Scale Optimization of Fisheries Management Policies. Bulletin of Marine Science. Miami. 2004. pp 549-562. Dahuri, R., Jais, J, J., Ginting, P., Sitepu, M.J. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Laut Secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta. 328 hlm. Departemen Kehutanan. 2001. Rencana Pengelolaan 25 Tahun Taman Nasional Karimunjawa. Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Balai Taman Nasional Karimunjawa, Semarang. 137 hlm. Departemen Kehutanan. 2004. Penataan Zonasi Taman Nasional Karimunjawa Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Balai Taman Nasional Karimunjawa, Semarang. 63 hlm. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Pedoman Umum Budidaya Rumput Laut di Laut. DKP. Jakarta. 2004. 48 hal. Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Profil Pulau-Pulau Kecil di Indonesia. DKP. Jakarta. 2004. 157 hal.

81

FAO Marine Resources Service, Fishery Resources Division. Review of the State of World Marine Fishery Resources. FAO Fisheries Technical Paper No. 457. Rome, FAO. 2005. 235p. Fiorentini, L., Caddy, J.F., de Leiva, J.I. Long and Short Term Trends of Mediterranean Fishery Resources. Studies and Reviews. General Fisheries Council for the Mediterranean No. 69. Rome, FAO. 1997. 72p. Garcia, S.M., de Leiva, J.I. Trends In World Fisheries and Their Resouces. Extracted from The State of Fisheries and Aquaculture 2000, FAO. Rome, FAO. 2000. 9p. Gumay, et.al. Distribusi dan Kelimpahan Rumput Laut di Kepulauan Karimunjawa Jawa Tengah. Jurnal Elektronik. Tim Pandu, Semarang. 2002. 9 hal. ISRS. 2004. Sustainable Fisheries Management in Coral Reef Ecosystems. Briefing paper 4, International Society for Reef Studies, pp:14. King, N., Biggs, H., Loon, R. Seeking Common Ground : How Natural and Social Scientists Might Jointly Create an Overlapping Worldview for Sustainable Livelihoods : A South African Perspective. Conservation and Society Journal Vol. 5 No. 1. 2007. pp 88-114. Marnane, M.J. et al. 2004. Laporan Teknis Wildlife Conservation Society Asia Pacific Coral Reef Program Indonesia Survei 2003 2004 di Kepulauan Karimunjawa, Jawa Tengah. Wildlife Conservation Society Asia Pacific Coral Reef Program Indonesia, Bogor. 66 hlm. Mavhunga, C., Dressler, W. On The Local Community : The Language of Disengagement?. Conservation and Society Journal Vol. 5 No. 1. 2007. pp 44-59. Nontji. A. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta. 351 hlm. NSW Department of Primary Industries. Fishery Management Strategy for NSW Ocean Trap and Line Fishery. NSW Department of Primary Industries. Cronulla NSW. 2006. 104p. Nurfiarini, Amula. 2003. Kajian Pengembangan Budidaya Perikanan Pesisir dan Pengaruhnya Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir Teluk Saleh Kabupaten Dompu. Tesis. IPB. Bogor. 163 hlm. Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Tengah. Data Dasar Kepulauan Karimunjawa Tahun 2000. Semarang. 203 hlm.

82

Pomeroy, R.S., Parks, J.E. and Watson, L.M. 2004. How is your MPA doing? A Guidebook of Natural and Social Indicator for Evaluating Marine Protected Area Management Effectiveness. IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge, UK. pp : 216. Purwanti, F., Kajian Tentang Pengembangan dan Pengelolaan Kawasan Taman Nasional Laut Karimunjawa. Makalah Falsafah Sains SPS-S3 IPB. Bogor. 2003. 3 hal. Saaty, Thomas L. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin. PT. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta. 267 hlm. Sanchirico, J.N., Cochran, K.A., Emerson, P.M. Marine Protected Areas : Economic and Social Implications. Environmental Defense. Texas. 2002. 29p. Sukoso. 2006. Kawasan Konservasi Laut : Jalan Alternatif Penyelamatan Kelestarian Sumberdaya Perikanan. Universitas Brawijaya. Malang. 14 hlm. Thompson, G.G. Optimizing Harvest Control Rules in the Presence of Natural Variability and Parameter Uncertainty. Alaska Fisheries Center. Seattle. 1999. 22p. Wiyono, Eko Sri. 2001. Optimasi Manajemen Perikanan Skala Kecil Di Teluk Pelabuhan Ratu, Jawa Barat. Tesis. IPB. Bogor. 94 hlm. Wu, R. Global Outlook and Strategies Towards Sustainability. Powerpoint. City University of Hong Kong. Hong Kong. 2002.

83

LAMPIRAN

84

Lampiran 1. Data produksi perikanan Karimunjawa (melalui dermaga perintis dan dermaga rakyat)

Sample data produksi harian untuk Bulan April 2006

PRODUKSI PER JENIS IKAN N O 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 NAMA BAKUL Rundo Joko Tajab H. Cipto Kris Matbari Marlis Waroh Wawan H. Aviv Manap Jumlah Harga Rata2 (Rp/Kg) Ekor Kuning NILAI Berat (Rp (Kg) 000) 3.950 33.575 Tenggiri NILAI Berat (Rp (Kg) 000) 800 12.000 200 3.000 650 9.750 150 2.250 2.050 30.750 800 12.000 1.600 24.000 850 12.750 850 12.750 750 11.250 1.600 24.000 10.300 154.500 Badong NILAI Berat (Rp (Kg) 000) Sulir NILAI Berat (Rp (Kg) 000) 200 250 100 350 200 200 100 50 1.450 5.000 1.000 1.250 500 1.750 1.000 1.000 500 250 7.250 Todak NILAI Berat (Rp (Kg) 000) Campur NILAI Berat (Rp (Kg) 000) 100 500 100 500 1.000 5.000 950 400 350 500 400 600 4.400 4.750 2.000 1.750 2.500 2.000 3.000 22.000 Jumlah Berat (Kg) 4.850 500 2.200 250 4.100 1.200 2.700 2.250 1.350 14.200 1.600 35.200 NILAI (Rp 000) 46.075 4.500 17.500 2.750 41.000 14.000 31.425 19.750 15.250 118.400 24.000 334.650

300

1.500

750

3.750

550

4.675

700

3.500

11.400 15.900

96.900 135.150

1.400 2.150

7.000 10.750

1.000 5.000

5.000

8.500

15.000

5.000

5.000

9.507

85

Rekapitulasi Data Bulanan Produksi Perikanan Tangkap Karimunjawa Tahun 1999

PRODUKSI PER JENIS IKAN NO BULAN Ekor Kuning Berat (Kg) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 JANUARI FEBRUARI MARET APRIL MEI JUNI JULI AGUSTUS SEPTEMBER OKTOBER NOPEMBER DESEMBER Jumlah 750 750 2.450 5.390 11.390 32.330 33.320 26.280 111.160 4.750 3.550 1.700 450 1.800 2.800 2.250 4.300 21.600 300 4.570 1.920 700 4.250 3.180 8.230 200 100 550 2.100 100 1.040 670 440 300 600 525 1.300 700 5.575 107.525 550 705 3.875 8.700 38.630 30.510 21.880 3.930 450 165 55 85 145 75 280 100 1.098 100 210 115 75 363 135 20 1.650 870 1.920 780 650 3.100 2.670 11.660 12.758 15.670 44.715 39.020 38.680 41.065 44.585 37.230 273.723 Tongkol Berat (Kg) Tenggiri Berat (Kg) Badong Berat (Kg) Manyung Berat (Kg) Cumi Berat (Kg) Lodi Berat (Kg) Teri Berat (Kg) Kakap Merah Berat (Kg) Kerapu Berat (Kg) Lobster Berat (Kg) Lainlain Berat (Kg) Jumlah Berat (Kg)

86

Rekapitulasi Data Bulanan Produksi Perikanan Tangkap Karimunjawa Tahun 2000

PRODUKSI PER JENIS IKAN NO BULAN Ekor Kuning Berat (Kg) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 JANUARI FEBRUARI MARET APRIL MEI JUNI JULI AGUSTUS SEPTEMBER OKTOBER NOPEMBER DESEMBER Jumlah 5.100 2.450 2.650 150 200 1.900 31.850 41.220 60.040 63.220 20.400 228.430 Tongkol Berat (Kg) 5.050 3.750 650 Tenggiri Berat (Kg) 2.950 5.250 9.800 4.600 4.650 3.250 3.650 2.300 2.100 500 500 2.720 42.270 240 6.040 3.700 600 850 650 2.300 2.500 3.600 5.150 1.725 2.050 1.950 700 1.200 21.175 Badong Berat (Kg) Manyung Berat (Kg) Cumi Berat (Kg) 1.050 1.660 3.250 1.750 10.050 1.400 1.000 950 550 1.250 180 300 23.390 Lodi Berat (Kg) 600 3.650 5.600 2.350 3.900 850 850 1.425 1.020 1.300 1.600 2.150 25.295 6.290 16.940 24.510 32.670 23.690 19.230 31.260 700 720 156.010 4.750 120 450 300 2.485 540 30 100 2.460 400 25.650 300 100 3.500 500 450 Teri Berat (Kg) Kakap Merah Berat (Kg) Kerapu Berat (Kg) 75 405 315 210 430 80 300 30 630 100 650 80 Lobster Berat (Kg) Lainlain Berat (Kg) 8.500 5.550 7.400 1.750 750 500 650 150 Jumlah Berat (Kg) 18.225 20.265 27.315 26.480 41.100 38.240 49.820 62.570 66.170 96.960 67.380 28.530 543.055

Rekapitulasi Data Bulanan Produksi Perikanan Tangkap Karimunjawa Tahun 2001

87

PRODUKSI PER JENIS IKAN N O BULA N Ekor Kunin g Berat (Kg) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI AGT SEPT OKT NOP DES Jumla h
880 1.980 1.080 3.250 4.530 3.000 390 19.360 24.440 92.690 44.850 12.620 15.200 205.150 480

Tongk ol Berat (Kg)


9.440 760 300 300

Tenggi ri Berat (Kg)


5.880 3.580 9.140 8.500 3.440 3.390 1.650 2.900 1.770 2.460 3.420 4.700 50.830

Badon g Berat (Kg)


1.980 300 1.020 1.480 980 2.650 1.100

Manyun g Berat (Kg)


1.740 3.660 8.700 2.640 2.820 1.250

Sulir Berat (Kg)

Toda k Berat (Kg)

Cumi Berat (Kg)


1.080 1.130 1.580 2.720 1.060 300 340

Lodi Berat (Kg)


3.350 2.350 4.025 3.400 1.800 1.750 1.325 1.300 1.125 1.575 2.100 2.350

Teri Berat (Kg)

Gurit a Berat (Kg)

Betet (Hijau ) Berat (Kg)

Kaka p Mera h Berat (Kg)


250 350

Kerap u Berat (Kg)


610 355 620 500 465 535 175

Lobste r Berat (Kg)


160 30 365 230 100 130 115

Lainlain Berat (Kg)


9.090 15.600 1.620 760 460 1.300 850

Jumla h Berat (Kg)


34.060 28.085 30.975 32.415 16.205 21.965 40.090 109.15 5 30.150 103.83 0 58.450 39.560 544.94 0

980 7.510 3.590 7.240 29.500 81.830 1.500 3.950 1.100 136.22 0 1.370 4.600 5.970 980

2.080 2.260 280 200 100 100 100 200

300 600 1.390 1.040 1.470 12.020 1.580 2.280 26.960 2.070 9.590 11.660 780 1.780 2.560

250 440 1.320

150 100 60 170

25 145 80

10.22 0

26.45 0

5.920

3.740

1.380

29.680

Rekapitulasi Data Bulanan Produksi Perikanan Tangkap Karimunjawa Tahun 2002

88

PRODUKSI PER JENIS IKAN N O BULA N Ekor Kunin g Berat (Kg) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI AGT SEPT OKT NOP DES Jumla h 22.06 0 31.96 0 4.81 0 20.30 0 18.70 0 11.25 0 199.43 0 950 1.810 3.100 1.700 4.550 9.950 2.000 400 450 Tongk ol Berat (Kg) 7.410 1.220 Tenggi ri Berat (Kg) 5.300 3.360 3.650 750 3.750 2.400 Badon g Berat (Kg) 2.320 2.950 2.620 1.000 1.950 1.000 Manyun g Berat (Kg) 3.180 2.200 4.470 2.200 3.100 2.700 Sulir Berat (Kg) 10.62 0 5.410 6.730 4.500 2.900 1.800 250 Toda k Berat (Kg) 1.530 1.200 3.300 1.050 540 1.32 0 800 1.15 0 1.00 0 Cumi Berat (Kg) Lodi Berat (Kg) 4.600 3.250 5.200 3.250 2.000 2.000 400 5.100 5.900 7.300 Teri Berat (Kg) Gurita Berat (Kg) 2.280 2.380 4.340 1.550 700 1.250 700 4.130 1.550 1.700 1.850 Betet (Hijau ) Berat (Kg) Kaka p Mera h Berat (Kg) Kerap u Berat (Kg) 85 180 205 2.000 Lobste r Berat (Kg) 150 55 180 190 200 25 700 1.350 6.140 Lainlain Berat (Kg) Jumlah Berat (Kg) 38.425 26.605 45.785 28.890 28.300 31.425

11.480

19.210

11.840

17.850

7.330

1.250

9.930

2.470

800

8.190

Rekapitulasi Data Bulanan Produksi Perikanan Tangkap Karimunjawa Tahun 2004

89

PRODUKSI PER JENIS IKAN NO BULAN Ekor Kuning Berat (Kg) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI AGT SEPT OKT NOP DES Jumlah 4.000 3.900 4.350 6.600 10.850 6.900 4.950 3.900 9.750 1.550 1.500 12.650 70.900 250 100 1.350 23.300 7.700 2.700 48.650 Tongkol Berat (Kg) 8.900 2.950 750 350 300 Tenggiri Berat (Kg) 6.050 2.300 4.700 3.150 3.400 2.700 5.300 1.000 4.300 8.700 5.400 7.100 54.100 7.100 19.000 14.500 850 2.750 4.250 350 200 200 Badong Berat (Kg) 1.400 1.150 1.050 350 2.400 Manyung Berat (Kg) 1.750 3.150 3.700 2.900 2.650 1.200 1.000 550 1.250 300 1.200 1.500 2.850 11.550 Bawal Berat (Kg) 900 1.350 3.050 1.850 4.350 1.200 850 950 Sulir Berat (Kg) 600 350 250 Todak Berat (Kg) 1.350 750 1.300 600 1.600 300 100 Cumi Berat (Kg) 900 1.100 2.850 1.200 1.450 1.300 650 650 1.400 1.150 700 750 14.100 300 200 2.300 114.970 2.350 4.750 200 500 Lodi Berat (Kg) 200 200 200 200 500 6.800 7.470 5.100 38.100 37.500 18.000 2.000 Teri Berat (Kg) Gurita Berat (Kg) 1.450 700 200 600 200 1.100 2.200 350 300 200 Betet (Hijau) Berat (Kg) Kakap Merah Berat (Kg) Jumlah Berat (Kg) 27.500 18.500 22.600 25.300 37.170 19.050 51.850 45.350 36.250 38.200 17.950 29.000 368.720

Rekapitulasi Data Bulanan Produksi Perikanan Tangkap Karimunjawa Tahun 2005

90

PRODUKSI PER JENIS IKAN NO BULAN Ekor Kuning Berat (Kg) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 JANUARI FEBRUARI MARET APRIL MEI JUNI JULI AGUSTUS SEPTEMBER OKTOBER NOPEMBER DESEMBER Jumlah 10.800 10.400 7.050 7.400 5.300 6.550 3.500 7.000 8.900 8.300 3.550 6.050 84.800 250 900 600 2.700 2.450 11.500 8.750 11.400 39.500 850 100 Tongkol Berat (Kg) Tenggiri Berat (Kg) 4.300 4.800 4.800 4.750 2.250 3.600 2.500 1.800 3.450 3.950 3.950 10.100 50.250 2.150 4.450 400 450 550 450 100 350 Badong Berat (Kg) Manyung Berat (Kg) 1.600 1.200 1.050 1.550 750 2.850 1.750 500 200 2.050 500 100 14.100 6.850 4.750 5.000 100 250 400 750 1.600 350 200 10.400 Bawal Berat (Kg) 2.600 2.300 1.950 250 Sulir Berat (Kg) Todak Berat (Kg) 2.450 1.400 1.950 950 Cumi Berat (Kg) 550 1.050 1.100 850 550 400 350 450 550 750 200 100 6.900 300 1.500 3.900 5.450 21.600 15.700 7.000 600 5.650 61.700 5.350 300 200 600 1.500 1.150 1.600 Teri Berat (Kg) Lainlain Berat (Kg) Jumlah Berat (Kg) 22.300 22.600 19.750 17.400 12.750 18.750 14.700 34.800 32.000 35.550 18.200 40.500 289.300

Rekapitulasi Data Bulanan Produksi Perikanan Tangkap Karimunjawa Tahun 2006

91

PRODUKSI PER JENIS IKAN NO BULAN Ekor Kuning Berat (Kg) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 JANUARI FEBRUARI MARET APRIL MEI JUNI JULI AGUSTUS SEPTEMBER OKTOBER NOPEMBER DESEMBER Jumlah 39.600 5.825 39.225 7.000 34.450 2.000 700 5.350 134.150 3.050 6.100 14.550 15.900 Tongkol Berat (Kg) 3.125 250 2.450 Tenggiri Berat (Kg) 8.675 9.650 10.600 10.300 Badong Berat (Kg) 500 900 3.450 2.150 Sulir Berat (Kg) 8.750 10.050 14.200 1.450 Todak Berat (Kg) 150 550 300 1.000 600 100 150 800 4.400 Teri Berat (Kg) Campur Berat (Kg) Jumlah Berat (Kg) 24.250 28.250 46.450 35.200

92

Lampiran 2. Status Report Perhitungan Whats Best 8.0


What'sBest! 8.0.4.7 (Dec 04, 2006) - Library 4.1.1.125 - Status Report DATE GENERATED: Agust 22, 2007 02:29 AM

MODEL INFORMATION: CLASSIFICATION DATA Current Capacity Limits -------------------------------------------------------Numerics 69 Variables 19 Adjustables 5 300 Constraints 4 150 Integers/Binaries 0/0 30 Nonlinears 0 30 Coefficients 33 Minimum Minimum Maximum Maximum coefficient coefficient coefficient coefficient value: in formula: value: in formula: Linear GLOBALLY OPTIMAL 3.2180444333333e+009 Maximize . . . 0 1.7881393432617e-007 . . . . . . . . . 0 Hours 0 Minutes 0 Seconds 1 on optimum1!I11 optimum1!B3 58400000 on optimum1!D7 optimum1!I7

MODEL TYPE: SOLUTION STATUS: OBJECTIVE VALUE: DIRECTION: SOLVER TYPE: TRIES: INFEASIBILITY: BEST OBJECTIVE BOUND: STEPS: ACTIVE: SOLUTION TIME: End of Report

93

Anda mungkin juga menyukai