Anda di halaman 1dari 3

Perkembangan Agama Budha 1.

Cina
Agama Buddha berkembang ke China sekitar abad kedua sebelum masehi melalui Asia Tengah dan mulai berpengaruh pada masa pemerintahan Kaisar Ming (58-75 M). Sejak dinasti Han (202-220 M), agama Buddha mulai mendapat perhatian. Kira-kira pada masa itulah Mo Tzu menyusun bukunya Li-huo-lun (Menangkis Kekeliruan) sebagai apologia bagi agama Buddha. Pada tahun 147 M seorang bhiku dari Asia Tengah bernama Lokaraksha telah menetap di Loyang, ibukota dinasti Han masa itu. Pada abad ke-2, ke-3, dan ke-4 banyak bhikkhu dari India pergi ke China dan menyalin berbagai Stra dan sastra dalam bahasa China. Pada tahun 399 M seorang bhiku China bermana Fa Hien, bersama rombongannya yang terdiri atas 10 orang, melakukan perjalanan ke India melalui jalan darat untuk mempelajari agama Buddha. Pada tahun 413 M, beliau pulang melalui jalan laut dan singgah di Sriwijaya (Sumatera) dan Jawa. Beliau menyalin berbagai stra. Catatan beliau mengenai negara-negara Buddhis(Record of Buddhist countries) terkenal sampai kini. Dalam masa dua setengah abad, setelah Bhiku Fa-Hien, banyak lagi peziarah yang terdiri dari bhiku-bhiku China, berangkat ke India. Tetapi catatan perjalanan mereka lenyap, kecuali petikan-petikan singkat yang terdapat pada berbagai naskah kuno. Menjelang awal abad ke-7 M, seorang bhiku Cina bernama Huan Tsang melakukan perjalanan lagi ke India dan catatan perjalanan beliau pada berbagai wilayah barat itu (Record of Western Regions) merupakan salah satu sumber sejarah sampai kini. Beliau merasa tidak puas menyaksikan agama Buddha yang dicintainya telah kehilangan pengaru1h di anak benua India.

2.Jepang Periode kedatangan Manifestasi agama Buddha pada periode ini adalah penyesuaian (adaptasi) terhadap kepercayaan asli bangsa Jepang, yakni agama Shinto. Para bhiku pada masa ini harus dapat melaksanakan upacara keagamaan bersamaan dengan upacara pemujaan nenek moyang. Secara bertahap agama Buddha dapat mempertahankan diri dan berkembang di antara rakyat banyak tanpa menyisihkan agama Shinto. Penerapan ajaran agama Buddha dari China oleh Jepang berdasarkan latar belakang karakter kebudayaan China, di mana agama Buddha diterima oleh keluarga kaum aristocrat. Kaum aristocrat di Jepang pada waktu itu adalah kaum intelektual. Begitu kaum aristocrat menerima agama Buddha, maka penyebarannya ke seluruh negeri berlangsung dengan cepat.
1

Beberapa penguasa di Jepang pada zaman kuno menerima agama Buddha sebagai pedoman hidup. Pangeran Shotoku (574-621), di bawah pemerintahan Ratu Suiko banyak berperan dalam perkembangan agama Buddha di Jepang, misalnya dengan mendirikan Vihra Horyuji dan menulis banyak komentar mengenai ketiga kitab suci agama Buddha. Pada periode ini tercatat enam aliran agama Buddha yang diperkenalkan dan berkembang di Jepang, yakni : Kusha (aliran Abhidharmakosa), Sanron (aliran Tiga Kitab Suci dari Madyamika), Jojitsu (aliran Satyasiddhi-sastra), Kegon (aliran Avatamsaka), Hosso (aliran Dharma-laksana), Ratsu (aliran Vinaya).

3.Korea
Negeri Korea mulai mengenal agama Buddha pada awal abad ke-4 M. Pada masa itu semenanjung Korea terbagi dalam tiga wilayah, yakni Koguryu (di utara), Pakche (barat daya), dan Silla (tenggara). Sejarah agama Buddha di ketiga wilayah tersebut tidak sama. Agama Buddha untuk pertama kali dibawa ke Koguryo oleh seorang bhiku bangsa China pada tahun 372. Dua belas tahun kemudian agama Buddha baru tiba di Pakche dan diperkenalkan oleh Bhiku Marananda dari Asia Tengah. Sedangkan Silla adalah wilayah terakhir yang mengenal agama Buddha, yakni sekitar 30 tahun setelah agama Buddha diperkenalkan di Koguryu. Peranan Korea dalam sejarah agama Buddha terletak pada kedudukannya sebagai jembatan penyeberangan agama Buddha dari China ke Jepang. Meskipun agama Buddha di semenanjung Korea diterima oleh kerajaan-kerajaan setempat, namun sejarah tidak mencatat kemajuan dari ajaran agama Buddha.Zaman keemasan agama Buddha di Korea terjadi pada masa pemerintahan dinasti Wang (abad ke-1). Sebelum itu, agama Buddha terpisah-pisah dan terpengaruh oleh dinasti Silla serta banyak bhiku pergi ke China untuk belajar agama Buddha. Beberapa di antara mereka adalah Yuan Ts'o (613-683) dari aliran Fa Sian, Yuan Hiao (617-670) dan Yi Slang (625-702) dari aliran Houa Yen. Setelah abad ke-11, agama Buddha yang semula hanya dipeluk oleh para aristocrat dari dinasti Silla, mulai diterima oleh masyarakat umum berkat usahausaha yang dilakukan bhiku Yi Tien, bhiku P'u Chao, dan lain-lain. Bhiku Yi T'ien terkenal dengan editing katalog kitab Tripiaka China (disebut Yi T'ien Lit) setelah belajar agama Buddha di China dan menyebarkan pandangan aliran Houa Yen dan T'ien T'ai di Korea. Bhiku Yi T'ien juga menulis beberapa naskah agama Buddha dalam bahasa Korea. Sedangkan

bhiku P'u Chao di kemudian hari memperkenalkan ajaran Zen di Korea. Ajaran Zen ini memegang kekuasaan. Ketika kekuasaan dinasti Wang atas semenanjung Korea diambil alih oleh dinasti Yuan dari kemaharajaan Mongol, maka agama Buddha di Korea banyak dipengaruhi oleh Lamaisme (Tibet). Setelah dinasti Yuan dikalahkan oleh dinasti Rhee dari Chosen, Korea, maka dinasti ini menerima ajaran Kong Hu Chu dan membenamkan agama Buddha. Meski terdapat pergantian penguasa di semenanjung Korea, agama Buddha tetap bertahan karena telah merakyat Agama Buddha pada zaman modern di Korea, sesunguhnya adalah agama Buddha Zen dengan tetap mempercayai Buddha Amitabha atau Bodhisatva Maitreya.

Anda mungkin juga menyukai