Anda di halaman 1dari 8

http://www.ceritarakyatnusantara.

com/# Batu Golog


Posted Oktober 29, 2008 by Kang Aden in Cerita Rakyat. 240 Komentar Pada jaman dahulu di daerah Padamara dekat Sungai Sawing di Nusa Tenggara Barat hiduplah sebuah keluarga miskin. Sang istri bernama Inaq Lembain dan sang suami bernama Amaq Lembain Mata pencaharian mereka adalah buruh tani. Setiap hari mereka berjalan kedesa desa menawarkan tenaganya untuk menumbuk padi. Kalau Inaq Lembain menumbuk padi maka kedua anaknya menyertai pula. Pada suatu hari, ia sedang asyik menumbuk padi. Kedua anaknya ditaruhnya diatas sebuah batu ceper didekat tempat ia bekerja. Anehnya, ketika Inaq mulai menumbuk, batu tempat mereka duduk makin lama makin menaik. Merasa seperti diangkat, maka anaknya yang sulung mulai memanggil ibunya: Ibu batu ini makin tinggi. Namun sayangnya Inaq Lembain sedang sibuk bekerja. Dijawabnya, Anakku tunggulah sebentar, Ibu baru saja menumbuk. Begitulah yang terjadi secara berulang-ulang. Batu ceper itu makin lama makin meninggi hingga melebihi pohon kelapa. Kedua anak itu kemudian berteriak sejadi-jadinya. Namun, Inaq Lembain tetap sibuk menumbuk dan menampi beras. Suara anak-anak itu makin lama makin sayup. Akhirnya suara itu sudah tidak terdengar lagi. Batu Goloq itu makin lama makin tinggi. Hingga membawa kedua anak itu mencapai awan. Mereka menangis sejadi-jadinya. Baru saat itu Inaq Lembain tersadar, bahwa kedua anaknya sudah tidak ada. Mereka dibawa naik oleh Batu Goloq. Inaq Lembain menangis tersedu-sedu. Ia kemudian berdoa agar dapat mengambil anaknya. Syahdan doa itu terjawab. Ia diberi kekuatan gaib. dengan sabuknya ia akan dapat memenggal Batu Goloq itu. Ajaib, dengan menebaskan sabuknya batu itu terpenggal menjadi tiga bagian. Bagian pertama jatuh di suatu tempat yang kemudian diberi nama Desa Gembong olrh karena menyebabkan tanah di sana bergetar. Bagian ke dua jatuh di tempat yang diberi nama Dasan Batu oleh karena ada orang yang menyaksikan jatuhnya penggalan batu ini. Dan potongan terakhir jatuh di suatu tempat yang menimbulkan suara gemuruh. Sehingga tempat itu diberi nama Montong Teker. Sedangkan kedua anak itu tidak jatuh ke bumi. Mereka telah berubah menjadi dua ekor burung. Anak sulung berubah menjadi burung Kekuwo dan adiknya berubah menjadi burung Kelik. Oleh karena keduanya berasal dari manusia maka kedua burung itu tidak mampu mengerami telurnya.

Si Rusa dan Si Kulomang


Posted April 23, 2008 by Kang Aden in Cerita Rakyat. 59 Komentar Pada jaman dahulu di sebuah hutan di kepulauan Aru, hiduplah sekelompok rusa. Mereka sangat bangga akan kemampuan larinya. Pekerjaan mereka selain merumput, adalah menantang binatang lainnya untuk adu lari. Apabila mereka itu dapat mengalahkannya, rusa itu akan mengambil tempat tinggal mereka. Ditepian hutan tersebut terdapatlah sebuah pantai yang sangat indah. Disana hiduplah siput laut yang bernama Kulomang. Siput laut terkenal sebagai binatang yang cerdik dan sangat setia kawan. Pada suatu hari, si Rusa mendatangi si Kulomang. Ditantangnya siput laut itu untuk adu lari hingga sampai di tanjung ke sebelas. Taruhannya adalah pantai tempat tinggal sang siput laut. Dalam hatinya si Rusa itu merasa yakin akan dapat mengalahkan si Kulomang. Bukan saja jalannya sangat lambat, si Kulomang juga memanggul cangkang. Cangkang itu biasanya lebih besar dari badannya. Ukuran yang demikian itu disebabkan oleh karena cangkang itu adalah rumah dari siput laut. Rumah itu berguna untuk menahan agar tidak hanyut di waktu air pasang. Dan ia berguna untuk melindungi siput laut dari terik matahari. Pada hari yang ditentukan si Rusa sudah mengundang kawan-kawannya untuk menyaksikan pertandingan itu. Sedangkan si Kulomang sudah menyiapkan sepuluh teman-temannya. Setiap ekor dari temannya ditempatkan mulai dari tanjung ke dua hingga tanjung ke sebelas. Dia sendiri akan berada ditempat mulainya pertandingan. Diperintahkannya agar teman-temanya menjawab setiap pertanyaan si Rusa. Begitu pertandingan dimulai, si Rusa langsung berlari secepat-cepatnya mendahului si Kulomang. Selang beberapa jam is sudah sampai di tanjung kedua. Nafasnya terengah-engah. Dalam hati ia yakin bahwa si Kulomang mungkin hanya mencapai jarak beberapa meter saja. Dengan sombongnya ia berteriak-teriak, Kulomang, sekarang kau ada di mana? Temannya si Kulomang pun menjawab, aku ada tepat di belakangmu. Betapa terkejutnya si Rusa, ia tidak jadi beristirahat melainkan lari tunggang langgang. Hal yang sama terjadi berulang kali hingga ke tanjung ke sepuluh. Memasuki tanjung ke sebelas, si Rusa sudah kehabisan napas. Ia jatuh tersungkur dan mati. Dengan demikian si Kulomang dapat bukan saja mengalahkan tetapi juga memperdayai si Rusa yang congkak itu. Sumber: www.seasite.niu.edu dari buku karya Aneke Sumarauw , Cerita Rakyat dari Maluku

Cerita Rakyat Jawa Barat

Asal Mula Kota Cianjur


Konon, di suatu daerah di Jawa Barat, sekitar daerah Cianjur, hiduplah seorang lelaki yang kaya raya. Kekayaannya meliputi seluruh sawah dan ladang yang ada di desanya. Penduduk hanya menjadi buruh tani yang menggarap sawah dan ladang lelaki kaya tersebut. Sayang, dengan kekayaannya, lelaki tersebut menjadi orang yang sangat susah menolong, tidak mau memberi barang sedikitpun, sehingga warga sekelilingnya memanggilnya dengan sebutan Pak Kikir. Sedemikian kikirnya, bahkan terhadap anak lelakinya sekalipun. Di luar sepengetahuan ayahnya, anak Pak Kikir yang berperangai baik hati sering menolong orang yang membutuhkan pertolongannya. Salah satu kebiasaan di daerah tersebut adalah mengadakan pesta syukuran, dengan harapan bahwa panen di musim berikutnya akan menjadi lebih baik dari panen sebelumnya. Karena ketakutan semata, Pak Kikir mengadakan pesta dengan mengundang para tetangganya. Tetangga Pak Kikir yang diundang berharap akan mendapat jamuan makan dan minum yang menyenangkan. Akan tetapi mereka hanya bisa mengelus dada manakala jamuan yang disediakan Pak Kikir hanya ala kadarnya saja, dengan jumlah yang tidak mencukupi sehingga banyak undangan yang tidak dapat menikmati jamuan. Diantara mereka ada yang mengeluh,Mengundang tamu datang ke pesta, tapi jamuannya tidak mencukupi! sungguh kikir orang itu. Bahkan ada yang mendoakan yang tidak baik kepada Pak Kikir karena kekikirannya tersebut. Di tengah-tengah pesta, datanglah seorang nenek tua renta, yang langsung meminta sedekah kepada Pak Kikir. Tuan, berilah saya sedekah dari harta tuan yang berlimpah ini, kata sang nenek dengan terbata-bata. Bukannya memberi, Pak Kikir malah menghardik nenek tersebut dengan ucapan yang menyakitkan hati, bahkan mengusirnya. Dengan menahan sakit hati yang sangat mendalam, nenek tersebut akhirnya meninggalkan tempat pesta yang diadakan Pak Kikir. Sementara itu, karena tidak tega menyaksikan kelakuan ayahnya, anak Pak Kikir mengambil makanan dan membungkusnya. Kemudian dengan sembunyi-sembunyi dia mengikuti si nenek tersebut hingga di ujung desa. Makanan tersebut diserahkannya kepada sang nenek. Mendapatkan makanan yang sedemikian diharapkannya, sang nenekpun memakannya dengan lahap. Selesai makan, dia mengucapkan terima kasih dan mendoakan anak Pak Kikir agar menjadi orang yang hidup dengan kemuliaan. Kemudian dia melanjutkan perjalanannya hingga tibalah di salahsatu bukit yang dekat dengan desa tersebut. Dari atas bukit, dia

menyaksikan satu-satunya rumah yang paling besar dan megah adalah rumah Pak Kikir. Mengingat apa yang dialaminya sebelumnya, maka kemarahan sang nenek kembali muncul, sekali lagi dia mengucapkan doa agar Pak Kikir yang serakah dan kikir itu mendapat balasan yang setimpal. Kemudian dia menancapkan tongkat yang sejak tadi dibawanya, ke tanah tempat dia berdiri, kemudian dicabutnya lagi tongkat tersebut. Aneh bin ajaib, dari tempat ditancapkannya tongkat tersbut kemudian mencarlah air yang semakin lama semakin besar dan banyak, dan mengalir tepat ke arah desa Pak Kikir. Menyaksikan datangnya air yang seperti air bah, beberapa warga desa yang kebetulan berada dekat dengan bukitpun berteriak saling bersahutan mengingatkan warga desa, banjir!!! Penduduk desa kemudian menjadi panik, dan saling berserabutan ke sana ke mari. Ada yang segera mengambil harta yang dimilikinya, ada yang segera mencari dan mengajak sanak keluarganya untuk mengamankan diri. Melihat kepanikan tersebut, anak Pak Kikir segera menganjurkan para penduduk untuk segera meninggalkan rumah mereka. Cepat tinggalkan desa ini, larilah ke atas bukit yang aman katanya memerintahkan. Dia menyuruh warga untuk meninggalkan segala harta sawah dan ternak mereka untuk lebih mengutamakan keselamatan jiwa masing-masing. Sementara itu, Pak Kikir yang sangat menyayangi hartanya tidak mau begitu saja pergi ke bukit sebagaimana anjuran anaknya. Di berpikir bahwa apa yang dimilikinya bisa menyelematkannya. Dia tidak mau diajak pergi, walau air semakin naik dan menenggelamkan segala apa yang ada di desa tersebut. Ajakan anaknya untuk segera pergi dibalas dengan bentakan dan makian yang sungguh tidak enak didengar. Akhirnya anak Pak Kikir meninggalkan ayahnya yang sudah tidak bisa dibujuk lagi. Warga yang selamat sungguh bersedih meliaht desanya yang hilang bak ditelan air banjir. Tetapi mereka bersyukur karena masih selamat. Kemudian bersamasama mereka mencari tempat tinggal baru yang aman. Atas jasa-jasanya, anak Pak Kikirpun diangkat menjadi pemimpin mereka yang baru. Dengan dipimpin pemimpin barunya, warga bersepakat untuk membagi tanah di daerah baru tersebut untuk digarap masing-masing. Anak Pak Kikirpun mengajarkan mereka menanam padi dan bagaimana caranya menggarap sawah yang kemudian dijadikan sawah tersebut. Warga selalu menuruti anjuran pemimpin mereka, sehingga daerah ini kemudian dinamakan Desa Anjuran. Desa yang kemudian berkembang menjadi kota kecil ini pun kemudian dikenal sebagai Kota Cianjur.

Cerita Rakyat Bahasa Inggris YANG DI CERITAKAN KEMBALI OLEH FATHUR RAHMAN Sangkuriang Long time ago in West Java, lived a beautiful girl named Dayang Sumbi. She was also smart and clever. Her beauty and intelligence made a prince from the heavenly kingdom of Kahyangan desire her as his wife. The prince asked permission from his father to marry Dayang Sumbi. People from Kahyangan could never live side by side with humans, but his father approved on one condition, when they had a child, the prince would transform into a dog. The prince accepted the condition. They get married and lived happily in the woods until Dayang Sumbi gave birth to a baby boy. The prince then changed into a dog named Tumang. Their son is named Sangkuriang. He was very smart and handsome like his father. Everyday, he hunted animals and looked for fruits to eat. One day, when he was hunting, Sangkuriang accidentally killed Tumang. His arrow missed the deer he was targeting and hit Tumang instead. He went home and tells her mother about the dog. What? Dayang Sumbi was appalled. Driven by sadness and anger, she grabbed a weaving tool and hit Sangkuriangs head with it. Dayang Sumbi was so sad; she didnt pay any attention to Sangkuriang and started to cry. Sangkuriang feel sad and also confused. How can his mother love a dog more than him? Sangkuriang then decided to go away from their home and went on a journey. In the morning, Dayang Sumbi finally stopped crying. She started to feel better, so she went to find Sangkuriang. But her son was no where to be found. She looked everywhere but still couldnt find him. Finally, she went home with nothing. She was exhausted. She fell asleep, and in her dream, she meets her husband. Dayang Sumbi, dont be sad. Go look for my body in the woods and get the heart. Soak it with water, and use the water to bathe, and you will look young forever, said the prince in her dream. After bathing with the water used to soak the dogs heart, Dayang Sumbi looked more beautiful and even younger. And time passed by. Sangkuriang on his journey stopped at a village and met and fell in love with a beautiful girl.He didnt realize that the village was his homeland and the beautiful girl was his own mother, Dayang Sumbi. Their love grew naturally and he asked the girl to marry him. One day, Sangkuriang was going on a hunt. He asked Dayang Sumbi to fix the turban on his head. Dayang Sumbi was startled when she saw a scar on his head at the same place where she, years ago, hit Sangkuriang on the head. After the young man left, Dayang Sumbi prayed for guidance.

After praying, she became convinced that the young man was indeed her missing son. She realized that she had to do something to prevent Sangkuriang from marrying her. But she did not wish to disappoint him by cancelling the wedding. So, although she agreed to marry Sangkuriang, she would do so only on the condition that he provides her with a lake and built a beautiful boat, all in one night. Sangkuriang accepted this condition without a doubt. He had spent his youth studying magical arts. After the sun went down, Sangkuriang went to the hill. Then he called a group of genie to build a dam around Citarum River. Then, he commands the genies to cut down trees and build a boat. A few moments before dawn, Sangkuriang and his genie servants almost finished the boat. Dayang Sumbi, who had been spying on him, realised that Sangkuriang would fulfill the condition she had set. Dayang Sumbi immediately woke all the women in the village and asked them to wave a long red scarf. All the women in the village were waving red scarf, making it look as if dawn was breaking. Deceived by false dawn, the cock crowed and farmers rose for the new day. Sangkuriangs genie servants immediately dropped their work and ran for cover from the sun, which they feared. Sangkuriang grew furious. With all his anger, he kicked the unfinished boat. The boat flew and landed on a valley. The boat then became a mountain, called Mount Tangkuban Perahu (Tangkuban means upturned or upside down, and Perahu means boat). With his power, he destroyed the dam. The water drained from the lake becoming a wide plain and nowadays became a city called Bandung (from the word Bendung, which means Dam).

egenda Harimau Makan Durian


Desa Kemingking Dalam merupakan termasuk wilayah kecamatan Taman Rajo, kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi. Daerah ini terkenal dengan berbagai macam hasil bumi salah satunya adalah durian. Di desa Kemingking Dalam, musim durian biasanya tiba satu atau dua tahun sekali dengan hasil

yang berlimpah. Durian dari daerah ini terkenal karena bentuknya yang tidak terlalu besar namun memiliki rasa khas yang manis dan legit. Setiap musim panen tiba, masyarakat desa Kemingking Dalam akan berbondong-bondong menunggui durian yang runtuh di kebun mereka masing-masing. Mereka menjaga kebun ini bersama keluarga mereka baik di waktu siang maupun malam. Tetapi, ketika musim panen hampir usai dan buah yang ada di pohon tinggal sedikit, masyarakat desa Kemingking Dalam tidak akan lagi menunggui kebun mereka di malam hari. Berkenaan dengan kebiasaan ini, terdapat sebuah cerita di dalamnya.

Pada suatu masa ketika desa Kemingking Dalam masih merupakan desa dengan pemerintahan tersendiri dan raja-rajanya masih berkuasa. Rakyat hidup berdampingan dalam kedamaian dan kesejahteraan berkat pemimpin yang bijaksana. Namun, tiba-tiba

segala kemakmuran itu terganggu dengan hadirnya seekor harimau besar dari negeri seberang. Harimau ini buas, bengis, dan lapar. Ia tidak hanya menghabisi ternak warga masyaraka, tetapi lambat laun harimau ini mulai menyerang manusia. Membuat belasan orang meninggal sedangkan puluha lainnya luka-luka dengan cacat pada tubuhnya.

Melihat hal ini, Raja yang berkuasa di saat itu tidak dapat tinggal diam. Ia kemudian memerintahkan salah seorang prajuritnya yang paling sakti untuk mengatasi krisis yang terjadi di kerajaannya. Prajurit ini dengan patuh pergi mencari harimau untuk mengusir atau membunuhnya. Ketika berhadapan dengan sang harimau prajurit ini langsung menyerang dengan segala daya upaya yang dimilikinya. Namun sang harimau yang sangat besar dan kuat dapat dengan mudah mematahkan pedang dan tombak senjata sang prajurit serta melukai prajurit hingga terluka parah.

Anda mungkin juga menyukai