Anda di halaman 1dari 11

MALIGNAN PLEURAL EFFUSION (Efusi Pleura Ganas EPG)

A.

DEFINISI Efusi pleura ganas adalah efusi pleura yang secara histopatologis ditemukan sel ganas pada cairan atau jaringan pleura. Bila tidak ditemukan sel ganas pada jaringan atau cairan pleura baik secara biopsi maupun torakoskopi namun ditemukan gejalagejala efusi pleura berulang seperti yang biasa ditunjukan oleh efusi pleura akibat keganasan, keadaan tersebut dikenal dengan efusi pleura paramalignan .

B.

INSIDEN Efusi pleura karena keganasan merupakan kelainan efusi pleura exudatif terbanyak setelah efusi pleura jenis parapneumonik. Oleh karena parapneumonik lokal dan subyektif, maka efusi efusi malignan dapat menyebabkan terkumpulnya cairan eksudat hingga menjadi efusi pleura masif. Studi dari Baltimore (AS) menunjukan bahwa 42% dari 102 eksudat disebabkan oleh malignansi. Secara epidemiologi yang dilakukan oleh Republik Ceko menyatakan bahwa efusi pleura yang disebabkan oleh malignansi sebesar 24%. Karsinoma dari paru, payudara dan limfoma adalah keganasan yang menyumbang 75% terjadinya Efusi pleura ganas (EPS). Metastasis karsinoma ovarium merupakan penyebab ke-empat dari EPS, di samping itu sarkoma dan melanoma menymbang 1% dari efusi pleura ganas. Sedangkan 6% dari efusi pleura akibat keganasan primer masih belum diketahui.(1) Di Indonesia, keganasan merupakan penyebab efusi pleura terbanyak sesudah tuberkulosis paru. Dari hasil penelitian di poliklinik BP4 dan RS. Dr. Pirngadi Medan (Sinaga; 1988) dijumpai EPG 24% dari seluruh kasus efusi pleura eksudativa yang terjadi. Dalam kurun waktu 3 tahun (1994-1997) di RS.Persahabatan Jakarta ditemukan EPG sebanyak 120 dari 229 kasus efusi pleura. Sementara di RS.Dr.Sutomo Surabaya (1999) kejadian EPG tercatat sebanyak 27,23% dengan hanya 25% diantaranya yang menunjukkan sitologi positif. Jumlah kasus terbanyak kanker paru

adalah kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) sekitar 75% dari seluruh kasus kanker paru. 1. Kanker Paru-Paru Merupakan penyebab terbanyak terjadinya efusi pleura karena letak anatomisnya yang dibatasi oleh rongga pleura. Pasien dengan kanker paru yang tidak dievaluasi dengan cermat 15% akan datang dalam keadaan efusi pleura. Ada tidaknya efusi pleura pada kanker paru bergantung pada tipe dan letak tumor di paru, akan tetapi sebab yang paling banyak adalah adenokarsinoma. Insiden efusi pleura yang disebabkan oleh karsinoma sel kecil adalah 10%. 2. Karsinoma Payudara Penyebab yang kedua dari efusi pleura malignan adalah metastasis dari kanken payudara. Menurut Fracchia , dari 601 pasien dengan kanker payudara di dapatkan 48% memiliki efusi pleura yang buruk. Penangan efusi pleura merupakan terapi yang paling banyak dilakukan pada pasien dengan kanker payudara, yang menandakan seringnya terjadi efusi pleura pada kanker payudara. Menurut Goldsmith yang melakukan otopsi pada 365 pasien yang meninggal karena kanker payudara di dapatkan bahwa 46% diantara jumlah tersebut ditemukan adanya efusi pleura. Efusi pleura merupakan akibat tersering dari kanker payudara, sebab matastasis lebih banyak terjadi secara limfatik (63%) dibandingan secara non-limfatik (41%). Pada kasus ini efusi pleura biasanya terjadi pada sisi paru yang sama dengan payudara yang tekena kanker (ipsi lateral 70%, kontralateral 20% dan bilateral 10%). 3. Limfoma Limfoma meliputi penyakit limfoma Hodgkin dan menyebar melalui pembuluh darah limfa, keganasan ini menempati posisi ke tiga dari penyebab terjadinya efusi pleura. Menurut Viata dari 355 pasien Limfoma Hodkin dilaporkan bahwa 16% memiliki manifestasi berupa efusi pleura. Dari hasil otopsi 51 kasus dari 335 pasien tadi di dapatkan 39% penyebab kematiannya adalah efusi pleura. Di dalam cairan efusi tidak terlalu banyak terdapat sel-sel ganas seperti pada neoplasma lainnya. Biasanya ditemukan sel-sel limfosit karena sel-sel ini ikut ke dalam aliran darah dan aliran kelenjar getah bening
2

(kelenjar limfe) melintasi rongga pleura. Di antara sel-sel yang bermigrasi inilah kadang-kadang ditemukan sel-sel ganas limfoma malignum.(1) 4. Mesotelioma

Mesotelioma adalah tumor primer yang berasal dari lapisan pleura dan merupakan tumor yang jarang ditemukan. Bila tumor ini masih terlokalisir, biasanya tidak akan menimbulkan efusi pleura dan dapat di katakan sebagai tumor jinak. Namun bila sudah bermetastasis atau tersebar (difus) maka dapat dikategorikan sebagai tumor ganas, keadaan ini malignan. (2)

C.

PATOFISIOLOGI Rongga pleura dalam keadaan normal mengandung cairan dengan kadar protein rendah (sekitar < 1,5 gr/dl) yang di bentuk oleh plura viseral dan parietal. Cairan pada rongga pleura secara normal di produksi melalui filtrasi dari pembuluh darah perifer yang terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma dan jaringan interstisial submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura juga didapat melalui pembuluh limfe di sekitar pleura. Cairan pleura akan diserap kembali ke tubuh oleh pleura parietal melalui pembuluh limfe dan oleh pleura viceral melalui pembuluh darah mikro. Produksi cairan pleura normal kurang lebih sekitar 0,01 ml/KgBB/Jam hampir sama dengan penyerapannya kembali oleh tubuh dan dapat dikatakan bahwa sekitar 10-20 ml cairan pleura bersirkulasi setiap harinya. Mekanisme ini mengikuti hukum Starling yaitu jumlah pembentukan dan

pengeluaran seimbang sehingga volume pada rongga pleura tetap. Cairan pleura berperan sebagai pelumas agar paru dapat bergerak dengan leluasa saat bernafas. (3)

Berikut adalah keadaan-keadaan yang dapat mengganggu keseimbangan cairan dalam rongga pleura yang disebabkan oleh adanya keganasan. (2) 1. Menumpuknya sel-sel tumor akan meningkatkan kadar protein dalam rongga pleura sehingga permeabilitas kapiler meningkat dan terjadi perpindahan cairan dari dalam vaskuler ke rongga pleura. 2. Adanya masa atau tumor dapat menyebabkan tersumbatnya aliran pembuluh darah vena dan pembuluh limfe sehingga rongga pleura gagal dalam memindahkan cairan dan protein. 3. Adanya tumor dapat mempermudah terjadinya infeksi dan selanjutnya timbul hipoproteinemia. Akibatnya keseimbangan kadar protein darah dan rongga pleura terganggu dan akan menyebabkan perpindahan cairan ke rongga pleura akibat tekanan osmotik yang tinggi. Neoplasma primer maupun sekunder dapat menyerang pleura dan umumnya menyebabkan efusi pleura. Keluhan yang paling banyak ditemukan adalah sesak nafas dan nyeri dada. Gejala lain yang ditemukan adalah akumulasi cairannya kembali
4

dengan cepat walaupun sudah dilakukan torakosintesis berkali-kali. Efusi bersifat eksudat, tapi sebagian kecil (10%) bisa sebagai transudat. Warna efusi bisa serosantokrom ataupun hemoragik (terdapat lebih dari 100.000 sel eritrosit per cc). Efusi pleura karena neoplasma biasanya terjadi secara unilateral, tapi bisa juga secara bilateral karena obstruksi saluran getah bening, adanya metastasis dapat menyebabkan pengaliran cairan pleura melalui diafragma. Tumor primer paru atau metastasis tumor di paru yang menginfiltrasi pleura viceral dan parietal dapat juga mengakibatkan inflamasi sehingga permeabilitas pembuluh darah akan meningkat. Studi postmortem (otopsi) menyebutkan bahwa metastasis tumor lebih banyak terjadi di pleura viseral daripada pleura parietal. Deposit tumor pada pleura parietal akan menyebabkan tersumbatnya pembuluh limfe yang bertugas mengalirkan cairan pleura, sehingga terjadi penumpukan cairan di rongga pleura. Mekanisme biomolekuler yang mendasari kejadian ini belum diketahui sepenuhnya. Diperkirakan produksi sitokin intrapleura seperti tumor necrosing factor(TNF- ), tumor growth factor- (TGF- ) dan peningkatan endotelial vascular growth factor (VEGF) yang bersifat meningkatkan permeabilitas pembuluh darah sehingga terjadi ekstravasasi cairan. Selain faktor di atas, beberapa penelitian juga menghubungkan hipoproteinemia yang disebabkan oleh nafsu makan yang berkurang pada pasien penderita kanker hingga terjadi malnutrisi. Keadaan ini dapat menurunkan tekanan osmotik intravaskular sehingga memudahkan cairan masuk ke jaringan interstisial, termasuk rongga pleura.

D.

DIAGNOSIS Seperti pada penderita efusi pleura yang lain, efusi pleura ganas memberikan gejala nafas pendek, batuk sakit dada dan isi dada serasa penuh. Pada pemeriksaan fisik di dapat gerakan dinding dada berkurang dan terjadi pergeseran trakea kontralateral bila efusinya banyak, fremitus melemah, perkusi redup dan nafas melemah. Penderita keganasan yang mengalami hipoproteinemia berat juga dapat mengalami efusi pleura. Dalam keadaan ini yang terbentuk adalah transudat. Tansudat juga dapat tejadi pada obstruksi aliran getah bening atau vena. Pada kanker paru, infiltrasi sel tumor ke rongga pleura dapat terjadi secara sekunder akibat perluasan langsung, terutama pada tumor jenis adenokarsinoma yang
5

letaknya perifer. Namun dapat juga terjadi metastasis melalui pembuluh darah atau pembuluh limfe. Bila efusi pleura terjadi akibat metastasis, cairan pleura dapat mengandung banyak sel ganas sehingga pemeriksaan hasil sitologi cairan pleura akan memberikan hasil positif. Berikut adalah temuan-temuan yang dapat diperoleh dari pasien efusi pleura yang disebabkan oleh adanya proses keganasan. 1. Anamnesis Sesak nafas adalah keluhan tersering dari efusi pleura ganas pada lebih dari 50% penderita, terutama pada saat beraktivitas dan berkurang pada saat istirahat. Mekanisme sesak dapat disebabkan reflek neurogenik paru dan dinding dada akibat penurunan keteregangan paru (Pulmonal Compliance), penurunan volume paru ipsi lateral, pendorongan mediastinum kontralateral efusi dan penekanan diafragma ipsi lateral. Keluhan lain biasanya berupa nyeri dada (terutama pada mesotelioma), dada terasa penuh, batuk kering dan batuk darah yang mengindikasikan keganasan intrabronkial. Anamnesis untuk mencari asal tumor riwayat kanker dan pembedahan sebelumnya untuk meyakinkan apakah tumor primer berasalkan dari organ intratoraks atau ekstratoraks. 2. Pemeriksaan Jasmani Kelainan pada pemeriksaan jasmani timbul pada efusi pleura yang mencapai volume 300 ml. Kelainan tersenut meliputi penurunan suara nafas yang ditandai dengan perkusi redup, penurunan vokal fremitus, pleural friction rub dan penggeseran batas mediastinum ke arah kontralateral efusi. 3. Pemeriksaan penunjang a. Pencitraan Gambar perselubungan homogen disertai pendorongan trakea dan mediastinum ke arah kontra lateral merupakan gambaran khas efusi pada foto X-Ray thorax. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi cairan dengan volume sekitar 150-200 ml atau lebih. Apabila jumlah cairan kurang dari 300 ml posisi dekubitus lateral dapat membantu memastikan keadaan cairan. Ultrasonografi thorax lebih sensitif dari foto thorax karena mampu mendeteksi cairan dengan volume sedikit (5-50 ml).

Pemeriksaan lain seperti Computerized Tomography Scan (ST-Scan), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Positron Emition Tomography Scan (PET-Scan) dapat digunakan untuk menilai efusi pleura sekaligus mendapatkan tumor intratoraks atau dinding dada. b. Torakosentesis diagnostik Aspirasi cairan pleura dapat dilakukan sebagai uji diagnostik juga terapeutik. Prosedur dilakukan dengan tehnik steril dan anastesi lokal dengan menggunakan jarum disposable nomer 16 atau 18 gauge pada garis axilaris posterior sela iga ke-7. Analisis cairan pleura secara makroskopis, mikroskopis, biokimia dan sitologi menunjukan karakteristik efusi pleura ganas sebagai berikut: i. ii. Makroskopis, bersifat jernih, serohemoragis Mikroskopis, ditemukan eritrosit >100.000/mm3 dan limfositosis (>50%) iii. Sitologi, ditemukan sel ganas pada sediaan apus cairan efusi pleura. Pemeriksaan dengan cairan pleura yang lebih banyak akan meningkatkan hasil positif. Ketetapan pemeriksaan sitologi berkisar 40 87%. iv. Biokimia, bersifat eksudat dengan memakai kriteria Light yaitu rasio protein cairan plura dan serum > 0,5; lactat dehidrogenase (LDH) >
7

200 IU; rasio LDH cairan pleura dan serum > 0,6. Kriteria lain yaitu kadar pH < 7,3; glukosa < 60 mg/dl atau rasio glukosa cairan pleura dan darah < 0,5; kadar amilase lebih tinggi daripada serum; rasio bilirubin cairan pleura dan serum albumin serum 0,6; gradien albumin (kadar

cairan pleura) >1,2 mg/dl. Kadar pertanda tumor

Carsinome Embrionik Antigen (CEA) meningkat > 10 mg/dl curiga keganasan tapi bukan merupakan diagnosa pasti. Pertanda tumor lain yang dapat digunakan adalah lisozim, makroglobulin beta dan alfa feto protein (AFP). (3) c. Biopsi Pleura Pemeriksaan histopatologi pleura dapat menegakkan diagnosis efusi pleura ganas sekitar 50 - 70% dengan penemuan sel ganas pada jaringan pleura. Bila dicurigai tumor primer dinding dada (mesotelioma) dapat dilakukan biopsi dengan tuntunan CT-Scan. d. Torakoskopi Pemeriksaan ini memiliki ketepatan diagnosis 90% tetapi memiliki resiko yang cukup besar seperti pneumothoraks, hematotoraks dan empiema. Saat ini telah berkembang tehnik baru yang lebih baik dan kurang invasif dengan menggunakan Video-Assisted Thoracic Surgery (VATS) yang memudahkan diagnosis sekaligus tatalaksana. (4)

E.

PENATALAKSANAAN Beberapa efusi pleura ganas mempunyai respon terhadap pemberian kemoterapi sistemik, tetapi banyak juga penderita yang memerlukan tindakan intervensi lokal untuk menghilangkan gejala seperti torakosintesis, pleurodesis, shunt peritonial dan pleurektomi. Jika proses keganasan tersebut sensitif dengan kemoterapi seperti limfoma dan karsinoma sel kecil, pengobatan akan dapat mengontrol efusi pleura. Livingstone dkk. , melaporkan 36% penderita dengan karsinoma sel kecil yang dilakukan kemoterapi dapat di cegah berulangnya pembentukan cairan dengan pemberian kemoterapi sistemik. Langkah pertama yang dilakukan apabila timbul efusi pleura masif adalah dengan melakukan aspirasi cairan pleura atau torakosintesis.
8

1. 2.

Aspirasi cairan pleura (torakosintesis) Pleurodesis Penatalaksanaan efusi pleura ganas tergantung dari beberapa faktor antara lain

penyakit dasar, jenis sel, stadium, luas penyakit, tampilan dan angka harapan hidup. Banyak penderita yang memerlukan penatalaksanaan invasif untuk menghilangkan gejala seperti torasentesis, pleurodesis, bedah pintas, pleuroperitonial dan pleurektomi. 1. Torakosentesis Pasien dengan efusi pleura masif harus selalu dilakukan pengeluaran cairan karena cairan pleura akan menekan organ intratoraks. Tindakan tersebut dilakukan pada selaiga ke enam atau ke tujuh pada garis mid axilaris atau aksilaris posterior. Chest tube atau kateter dimasukkan dengan tehnik tertentu ke dalam rongga pleura yang dihubungkan dengan sistem WSD atau negatif continuous suction dengan tekanan -15 sampai -20 CmH2O. Pengeluaran cairan pleura dianjurkan tidak sekaligus (maksimal 1,5 liter) karena akan terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan edema paru reekspansif. Komplikasi lain adalah cedera paru, hematotoraks, pneumotoraks, emfisema sub-kutis, reflek vasovagal, hipotensi, gagal jantung dan infeksi sekunder. 2. Pleurodesis Pleurodesis telah di terima sebagai terapi paliatif pada efusi pleura ganas yang berulang dengan memasukkan bahan tertentu ke dalam rongga pleura. Telah banyak penelitian tentang keberhasilan penggunaan berbagai bahan kimia, anti kanker, talk, bakteri, steroid dan bahan lain. Keberhasilan terapi di dapat dengan cara mengukur pengurangan produksi cairan dan menilai reakumulasi cairan. a) b) c) d) e) Pleurodesis dengan tetrasiklin, dosisiklin dan minosiklin. Pleurodesis dengan providon Iodine Pleurodesis dengan talk Pleurodesis dengan anti kanker Pleurodesis dengan bahan lain

3.

Bedah Pintas Pleuro-Peritoneal Tindakan ini merupakan pilihan pada pasien dengan efusi yang menetap setelah dilakukan tindakan pleurodesis. Pintas pleuroperitoneal dengan pompa Denver dilakukan dengan bantuan torakoskopi atau torakotomi mini. Komplikasi prosedur ini yaitu infeksi dan penyebaran tumor ke peritonium walaupun jarang terjadi.

4.

Pleurektomi Pleurektomi adalah tindakan dengan membuang pleura parietal yang menutupi daerah iga dan mediastinum. Pleurektomi dengan VATS lebih aman walaupun belum banyak digunakan. Perhimpunan dokter paru indonesia telah merumuskan alur diagnosis dan penatalaksanaan efusi pleura ganas. (3)

F.

KESIMPULAN 1. Efusi pleura ganas di definisikan sebagai efusi yang terjadi berhubungan dengan keganasan yang dibuktikan dengan penemuan sel ganas pada pemeriksaan sitologi cairan pleura, biopsi pleura atau otopsi. 2. Penatalaksanaan efusi pleura ganas tergantung dari beberapa faktor antara lain penyakit dasar, jenis sel, stadium, luas penyakit, tampilan, dan angka harapan hidup. 3. Pleurodesis sebagai terapi paliatif pada efusi pleura ganas yang berulang dengan memasukkan bahan tertentu ke dalam rongga pleura. 4. Bahan untuk pleurodesis yaitu senyawa golongan tetrasiklin, providon iodine, talk, anti kanker dan bahan lain masih dalam pengujian dengan angka keberhasilan yang bervariasi.

10

DAFTAR PUSTAKA

1.

Thabrani Rab, Prof. Dr. H. Penyakit Pleura . Edisi Pertama. Hal 142144. Trans Info Media : Jakarta. 2010

2.

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-UI. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam . Edisi ke IV. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam : Jakarta. 2006.

3.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Cabang Banten. Diagnosis dan Tatalaksana Kegawatdaruratan Paru . Hal 55-63. CV Sagung Seto : Jakarta. 2008

4.

Bouros, Demosthenes. Pleural Diesase-Lung Biology in Health and Disease . Volume 186. Halaman 406-407. Marcel Dekker : New York. 2004

11

Anda mungkin juga menyukai