Anda di halaman 1dari 4

HUKUM WARIS ISLAM SERTA PERDATA BARAT MENGENAI PEMBAGIAN[ Oleh : Uswatun Khasanah Alaqila, S.

Hi] PENDAHULUAN Hukum kewarisan adalah himpunan aturan hukum yang mengatur tentang siapa ahliwaris yang berhak mewarisi harta peninggalan. Pada prinsipnya kewarisan terjadididahului dengan adanya kematian, lalu orang yang meninggal tersebut meninggalkanharta warisan yang akan dibagikan kepada ahli warisnya. Mengenai kaedah positif yangmengatur perihal kewarisan, negara Indonesia belum mempunya hukum waris nasional.Tetapi setidaknya terdapat tiga kaedah hukum positif di Indonesia yang mengatur perihalkewarisan, yakni hukum adat, hukum perdata barat dan hukum Islam. Tentunya terdapat beberapa persamaan dan perbedaan di antara ketiga kaedah hukum yang mengatur perihalkewarisan tersebut.Hukum Islam sendiri mengatur beberapa bidang hukum. Posisi hukum kewarisan dalamhukum Islam termasuk dalam lingkupan bidang hukum kekeluargaan. Pada umumnya perihal mengenai hukum kekeluargaan yang di dalamnya terdapat ketentuan mengenaikewarisan tersebut diatur dalam Al-Quran surat An-Nissa (Q.S.IV).Harta peninggalan yang ditinggalkan pewaris tidak serta merta berarti seluruhnyamerupakan harta kekayaan yang nantinya akan dibagi kepada segenap ahli waris. Adasuatu saat dimana pewaris meninggalkan harta peninggalan berupa hutang. Perihalmengenai mewaris hutang ini sangat penting untuk diperhatikan mengingat bahwa didalam setiap ketentuan positif yang mengatur perihal kewarisan dalam AlQuranmaupun Kompilasi Hukum Islam (KHI) selalu disebutkan bahwa bagian harta warisanakan siap untuk dibagi kepada segenap ahli waris jika telah dikurangi dengan hutang-hutang dan wasiat.Dalam mewaris hutang-hutang, hukum kewarisan Islam mempunyai ketentuan tersendiriyang mengatur hal tersebut. Di lain sisi, kewarisan perdata barat dalam (KUHPerdata) pun juga mengatur hal yang sama pula. Oleh karena itu melalui makalah ini penulis akanmembahas mengenai Perbandingan ketentuan mengenai mewaris hutang menuruthukum kewarisan Islam dan menurut hukum kewarisan perdata barat.POKOK MASALAHBerdasarkan latar belakang sebagaimana telah dijabarkan di atas, maka dapat ditarik beberapa pokok masalah yang akan dikaji dalam makalah ini, yakni:2.1. Bagaimana hukum Islam dan hukum perdata barat mengatur perihal kewarisan padaumumnya?2.2. Bagaimanakah perbandingan ketentuan mengenai mewaris hutang menurut hukumkewarisan Islam dan hukum perdata barat?PEMBAHASAN 1.KEWARISAN DALAM HUKUM ISLAM DAN HUKUM P E R D A T A BARATA. Dalam Hukum Islam Bilamana orang membicarakan masalah warisan, maka orang akan sampai kepadadua masalah pokok, yakni adanya seorang yang meninggal dunia yangmeninggalkan harta kekayaannya sebagai warisan dan meninggalkan orang-orang

yang berhak untuk menerima harta peninggalan tersebut. Dalam buku II, bab I, pasal 171 butir a Kompilasi Hukum Islam disebutkan pengertian hukumkewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahliwaris dan berapa baiannya masing-masing. Hukum kewarisan Islam disebut jugahukum faraid, jamak dari kata farida, erat sekali hubungannya dengan kata fardyang berarti kewajiban yang harus dilaksanakan .A.1. Asas-Asas Hukum Kewarisan IslamMenurut Prof.Dr.Amir Syarifudin, ada lima asas yang berkaitan dengan sifat peralihan harta kepada ahli waris, cara pemilikan harta oleh yang menerima,kadar jumlah harta yang diterima dan waktu terjadinya peralihan harta itu. Asas-asas tersebut adalah :a) Asas Ijbari (memaksa=compulsory)Peralihan harta peninggalan berlaku dengan sendirinya tanpa digantungkan padakehendak masing-masing pihak. b) Asas BilateralBahwa setiap orang menerima hak kewarisan dari kedua belah pihak yaitu pihak garis keturunan laki-laki dan pihak garis keturunan perempuan.c) Asas IndividualPemilikan harta peninggalan yang diberikan dapat dimiliki secara individu.d) Asas Keadilan BerimbangHarus senantiasa terdapat keseimbangan antara hak yang diperoleh seseorangdengan keajiban yang harus ditunaikannya.e) Asas KematianPeralihan harta seorang kepada orang lain hanya berlaku setelah orang yangmempunyai harta meninggal dunia.A.2. Faktor-Faktor Lahirnya Hukum Kewarisan IslamMenurut Prof.Dr.Tahir Azhari, SH, faktor-faktor yang melahirkan hak kewarisanIslam adalah sebagai berikut :a) Faktor seiman b) Adanya hubungan darah antara pewaris dan ahli warisc) Adanya hubungan semenda / perkawinanA.3. Dasar Hukum Kewarisan Islama) Al-QuranBeberapa ayat AL-Quran yang langsung mengatur pembagian harta warisanadalah sebagai berikut :- O.S.IV:7. Mengatur penegasan bahwa laki-laki dan perempuan dapat mewaris- Q.S.IV:11. Mengatur perolehan anak, ibu dan bapak - Q.S.IV:12. Mengatur perolehan duda, janda, saudara-saudara dalam hal kalaalah- Q.S.IV:33. Mengatur mengenai mawali seorang yang dapat harta peninggalandari ibu-bapaknya, aqrabunnya dan tolam seperjanjiannya- Q.S.IV:176. Menerangkan arti kalaalah b) Sunnah Rasul, yakni hadits Jaabir bin Abdullah, Zaid bin Tsabit, Abu Bakar,Ali bin Thalib, Saad bin Abi Waqqas, Ibnu Abbas, dan lain-lain. c) Ijtihad, misalnya mengenai bagian ibu apabila hanya mewaris dengan bapak dan suami atau isteri. B. Dalam Hukum Perdata Barat B.1. PengertianHukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadidengan harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia, dengan lain perkataanmengatur peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggalserta akibat-akibatnya bagi ahli waris.B.2. Dasar HukumBuku II KUHPerdata Pasal 830-1130 jo. Pasal 528 dan 584 KUHPerdataB.3. Prinsip Umum dalam Kewarisana. Pewarisan terjadi karena meninggalnya pewaris dengan sejumlah harta b. Hak-hak dan kewajiban dibidang harta kekayaan beralih demi hukum. Pasal833 KUHPerdata, menimbulkan hak menuntutc. Yang berhak mewaris menurut UU mereka yang mempunyai hubungan darah(Pasal 832 KUHPerdata)d. Harta tidak boleh dibiarkan tidak terbagie. Setiap orang cakap mewaris kecuali pasal 838 KUHPerdata (onwaardig)B.4. Cara MewarisBerdasarkan undang-undang dan berdasarkan Testament. 2. MEWARIS HUTANG DALAM HUKUM KEWARISAN ISLAM DANHUKUM KEWARISAN PERDATA BARATA. Ditinjau Dari Hukum Kewarisan Islam Dalam Kompilasi Hukum Islam buku II, bab I tentang ketentuan umum, dapatdisimplkan bahwa hukum kewarisan Islam memisahkan konsep antara harta peninggalan dan harta warisan. Yang

dimakssud harta peninggalan adalah hartayang ditinggalkan oleh pewaris baik yang berupa harta benda yang menjadimiliknya maupun hak-haknya. Sedangkan yang dimaksud mengenai harta warisanadalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah(tajhiz), pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat.Pula seperti yang telah dijelaskan pada uraianuraian sebelumnya yakni bahwadalam setiap ketentuan positif dalam hukum kewarisan Islam selalu diberi penjelasan bahwa ahli waris baru dapat menerima harta warisan setelah dikurangdengan pembayaran hutang dan wasiat. Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa hukum kewarisan Islam menuntut adanya pelunasan segala hutang danwasiat si pewaris sebelum harta warisan dibagikan. Para ahli waris tidak diwajibkan untuk menutupi kekurangan yang timbul karena tidak mencukupiharta peninggalan bagi pelunasan hutang pewaris dengan kekayaan sejumlah harta peninggalan. Dikuatkan pula oleh QS.II:233, bahwa tidak berarti ibu atau ayahkarena anaknya, demikian pula akli waris karena pewarisannya. Dengan demikianmaka prosedur pembayaran hutang pewaris yang melampaui jumlah harta peninggalan ialah menurut pengurangan yang seimbang Contoh kasus:Pewaris X mempunyai hutang kepada A sebesar Rp.50.000,- ; kepada B sebesar Rp.30.000,- ; dan C sebesar Rp.20.000,-.Jumlah harta peningalan pewaris sebesar 200.000. Ongkos-ongkos selama sakitdan ongkos kematian sebesar Rp. 160.000,-.Berdasar rumus di atas maka penyelesaian hutang-hutang tersebut diatur sebagai berikut:A= 50.000 / 100.000 x (200.000-160.000) = Rp.20.000,-B= 30.000 / 100.000 x (200.000-160.000) = Rp. 12.000,-C= 20.000 / 100.000 x (200.000-160.000) = Rp.8.000,B. Ditinjau Dari Hukum Kewarisan Perdata Barat Menurut hukum kewarisan Islam dan hukum waris adat, apa yang padahakekatnya beralih dari tangan yang wafat kepada para ahli waris ialah barang- barang tinggalan dalam keadaan bersih, artinya setelah dikurangi dengan pembayaran-pembayaran lain yang diakibatkan oleh wafatnya si pewaris.Mr.Ter Haar mengatakan bahwa hanya harta peninggalan yang tinggal tak terbagibagilah yang harus dipergunakan untuk membayar hutang-hutang si pewaris. Titik pangkal ini mengakibatkan perumusan kaedah hukum adat yaknihanya sisa harta peninggalan dapat diwaris. Sebaliknya KUHPerdata memandangselaku hakekat, bahwa yang diwaris oleh ahli waris itu tidaklah hanya hal-halyang bermanfaat saja bagi mereka, melainkan juga hutang dari si pewaris.Hakekat dalam KUHPerdata bahwa hutang-hutang si pewaris beralih pula kepadaahli waris juga menentukan bahwa para ahli waris dapat menghindarkan peralihanitu dengan jalan menerima atau menolak warisan atau menerima dengan syarat,yaitu menerima tetapim dengan ketentuan ia tidak akan diwajibkan membayar hutang si pewaris yang melebihi bagiannya dalam warisan itu.Dengan demikian KUHPerdata mengenal 3 macam sikap dari ahli waris terhadapharta warisan, yakni:1. Ia dapat menerima harta warisan seluruhnya menurut hakekat tersebut dariKUHPerdata, termasuk seluruh hutang si pewaris.2. Ia dapat menolak harta warisan dengan akibat bahwa ia sama sekali tidak tahumenahu tentang pengurusan harta warisan itu.3. Ia dapat menerima harta warisan dengan syarat bahwa harus diperinci barang- barangnya dengan pengertian bahwa hutang-hutang hanya dapat ditagih sekedar harta warisan mencukupi untuk itu.Oleh karena pemilihan satu dari tiga sikap tersebut di atas dapat berpengaruh besar terhadap ahli waris, maka oleh KUHPerdata kepada mereka secara tegasdiberi kesempatan untuk berpikir dahulu sebelum memilih salah satu sikap itu.Hak-hak berpikir ini diatur dalam pasal 1023 sampai pasal 1029 KUHPerdata.Akibat dari penerimaan warisan secara penuh atau tanpa syarat (point 1) adalah bahwa harta warisan dan harta kekayaan pribadi dari ahli waris dicampur

menjadisatu, berari bahwa semua hutang-hutang pewaris diambil alih oleh ahli waris, dania tidak dapat menolak warisan itu . BAB IIIKESIMPULAN 1. Dalam hukum Islam, kewarisan merupakan suatu kewajiban yang tidak digantungkan pada kehendak masing-masing pihak. Sedangkan dalam hukum perdata barat, jika terbuka suatu warisan, ahli waris dapat memilih apakah ia akan menerimaatau menolak warisan itu, atau menerima dengan ketentuan ia tidak akan diwajibkanmembayar hutang-hutang si pewaris yang melebihi bagiannya dalam warisan itu.2. Dalam hukum Islam yang diwariskan kepada ahli waris itu adalah barang-barang peninggalan si pewaris dalam keadaan bersih, jadi setelah dikurangi dengan pembayaran hutang-hutang si pewaris. Seperti apa yang telah diuraikan bahwa pembayaan hutang itu tidak boleh mendatangkan kesempitan pada ahli waris tersebut,dengan demikian tanggung jawab para ahli waris menurut hukum Islam adalahterbatas sebanyak harta peninggalan yang ia dapatkan. Sedangkan dalam KUHPerdatatanggung jawab para ahli waris tersebut, apakah ia menerima atau menolak warisanitu.3. Dalam hukum kewarisan Islam para ahli waris tidak diwajibkan untuk menutupikekurangan kekurangan yang timbul karena harta peninggalan tidak cukup untuk menutupi hutang si pewaris. Sedangkan menurut KUHPerdata harta kekayaan pribadidapat dipakai untuk mencukupi pelunasan hutang hutang si pewaris bila ia menerimawarisan itu secara penuh atau tanpa syarat

Anda mungkin juga menyukai