Anda di halaman 1dari 4

Dikalangan kaum muslimin, khususnya di negeri kita ini sering kita mendengar bah wa ada seorang tokoh yang

merupakan keturunan Nabi. Dan dipanggil lah tokoh ters ebut dengan sebutan Habib. Bahkan gelar ini mereka buktikan dengan skema nasab y ang mereka miliki yang bertemu dengan nasab Nabi shallallahu alaihi wa sallam, ata u dibuktikan dengan semacam ijazah atau sertifikat. Ironisnya, gelar nasab ini seolah-olah menjadi kartu truf yang akhirnya menjadi dalil halalnya segala perbuatan yang mereka lakukan, baik perbuatan yang telah j elas merupakan kemaksiatan, perbuatan bid ah dalam agama, bahkan sampai kesyirikan . Lalu bagaimanakah sebenarnya sikap Ahlussunnah terhadap tokoh keturunan Nabi ata u yang disebut dengan golongan Ahlul Bait ? Berikut ini pembahasannya oleh Syaik h Abdul Muhsin bin Hamd al- Abbad al-Badr hafizhahullah.[1] AKIDAH AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH TERHADAP AHLUL BAIT SECARA GLOBAL Akidah Ahlussunnah wal Jamaah adalah pertengahan antara ekstrim kanan dan ekstri m kiri, antara berlebihan dan meremehkan dalam segala perkara akidah. Diantarany a adalah akidah mereka terhadap ahlu bait Nabi shallallahu alaihi wa sallam, merek a berloyalitas terhadap setiap muslim dan muslimah dari keturunan Abdul Muththal ib, dan juga kepada para istri Rasul shallallahu alaihi wa sallam semuanya. Ahlus Sunnah mencintai mereka semua, memuji dan memposisikan mereka sesuai dengan kedu dukan mereka secara adil dan objektif, bukan dengan hawa nafsu atau serampangan. Mereka mengakui keutamaan orang-orang yang telah Allah beri kemulian iman dan k emuliaan nasab. Barangsiapa yang termasuk dari ahlul bait dari kalangan sahabat Rasulullah, maka mereka (Ahlussunnah) mencintainya karena keimanan, ketaqwaan se rta persahabatannya dengan Rasul shallallahu alaihi wa sallam. Adapun mereka (ahlul bait) selain dari kalangan sahabat, maka mereka mencintainy a karena keimanan. Ketaqwaan, dan karena kekerabatannya dengan Rasul shallallahu a laihi wa sallam. Mereka berpendapat bahwa kemuliaan nasab itu mengikut kepada ke muliaan iman. Barangsiapa yang diberi oleh Allah kedua hal tersebut, maka Dia te lah menggabungkan antara dua kebaikan. Dan barangsiapa yang tidak diberi taufik untuk beriman, maka tidak bermanfaat sedikitpun kemuliaan nasabnya. Allah ta ala b erfirman: ????? ???????????? ????? ????? ??????????? Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu . (QS. Al-Hujurat: 13) Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda dalam akhir hadits yang panjang yang di riwayatkan oleh Muslim dalam Shahihnya, No. 2699 dari Abu Hurairoh radliyallahu an hu: ? ?? ??? ?? ???? ?? ???? ?? ???? Barangsiapa yang diperlambat oleh amal perbuatannya maka nasabnya tidak bisa mempercepatnya Al Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah berkata seraya menjelaskan hadits di atas dala m kitab beliau Jami al Ulum wa al-Hikam, hlm. 308: Maknanya, bahwa amal perbuatan itulah yang menjadikan seorang hamba sampai kepada derajat (yang tinggi) di akhi rat, sebagaimana firman Allah: ????????? ????????? ??????? ???????? ???????????? ????????? ?????? ??????????? Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dik erjakannya (QS. Al-An am: 132)

Barangsiapa yang lambat amal ibadahnya untuk sampai kepada kedudukan yang tinggi disisi Allah, maka nasabnya tidak bisa mempercepatnya, untuk menyampaikannya ke pada derajat tersebut. Sesungguhnya Allah menyediakan pahala sesuai dengan amal perbuatan bukan karena nasab, sebagaimana firman Allah: ??????? ?????? ??? ???????? ???? ???????? ?????????? ?????????? ???????????? ??????? Apabila sangkakala ditiup maka tidaklah ada lagi pertalian nasab antara merek a pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya . (QS. Al-Mukminun: 101 ) Dan Allah ta ala telah memerintahkan untuk bersegera menuju ampunan dan rahmat-Nya dengan berbuat amal ibadah, sebagaimana firman-Nya: }* ??????????? ????? ?????????? ???? ?????????? ????????? ????????? ???????? ????? ??????????? ????????? ?????????????? { 133} ????????? ?????????? ??? ????? ?????? ????????????? ??????????????? ????????? ????????????? ???? ???????? ????? ?? ??????? ?????????????? {134} Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhan-mu dan kepada surga yang luas nya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yai tu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema afkan (kesalahan) orang. Allah me nyukai orang-orang yang berbuat kebajikan . (QS. Ali Imron: 133-134) Dan firman-Nya: ????? ????????? ??? ????? ???????? ???????? ???????????? {57} ??????????? ?? ? ?????????? ????????? ??????????? {58} ??????????? ??? ??????????? ???????????? ?? {59} ??????????? ????????? ??????????? ????????????? ???????? ????????? ????? ????????? ?????????? {60} ?????????? ???????????? ??? ???????????? ?????? ????? ?????????? {61} Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Tuhan mer eka, Dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka, Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apapun), Dan orang-oran g yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka, mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya. (QS. Al-Mukminun: 57-61) Kemudian beliau (Imam Ibnu Rajab rahimahullah) menyebutkan dalil-dalil tentang a njuran untuk beramal shalih, dan bahwasanya hubungan dekat dengan Rasul shallall ahu alaihi wa sallam itu diperoleh dengan ketakwaan dan amal shalih. Lalu beliau m enutup pembahasan tersebut dengan hadits Amr bin al- Ash radliyallahu ahu yang tercan tum dalam Shahih Bukhori, No. 5990 dan Shahih Muslim, No. 215, beliau berkata: Y ang menguatkan hal ini semua adalah apa yang tercantum dalam Shahih Bukhori dan Muslim dari Amr bin al- Ash radliyallahu anhu, bahwasanya dia mendengar Rasulullah sh allallahu alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya keluarga Abu Fulan bukan termasuk wali-wali (orang terdekat) ku. Sesungguhnya waliku adalah Allah dan orang-orang yang shalih dari orang-orang y ang beriman . Ini mengisyaratkan bahwa kedekatan dengan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak bisa diraih dengan nasab, meskipun dia adalah kerabat beliau. Akan tetapi, semuanya itu diraih dengan iman dan amal shalih[2]. Barangsiapa yang lebih semp urna keimanannya dan amal shalihnya, maka dia lebih agung kedekatannya dengan be liau, baik dia punya kekerabatan dengan beliau atau tidak. Hal ini senada dengan

apa yang diucapkan oleh seorang penyair: Sungguh, tidaklah manusia itu (dimuliakan) melainkan dengan agamanya Maka janganlah engkau meninggalkan ketakwaan, dan hanya bersandar kepada nas ab Sungguh, Islam telah mengangkat derajat Salman (al-Farisi) dari Persia Dan kesyirikan menghinakan Abu Lahab yang memiliki nasab (yang tinggi). Hal ini berlainan dengan ahli bid ah, mereka berlebihan terhadap sebagian ahlul ba it. Bersmaaan itu pula mereka berbuat kasar/jahat terhadap mayoritas para sahaba t radliyallahu anhum. Diantara contoh sikap berlebihan mereka terhadap 12 imam ahl ul bait, yakni Ali, Hasan, Husain radliyallahu anhum, dan 9 keturunan Husain adala h apa yang tercantum dalam kitab al-Kafi oleh al-Kulaini[3] Bab: Bahwasanya Para I mam Tersebut Mengetahui Kapan Mereka Akan Mati dan Tidaklah Mereka Mati Melainka n Dengan Pilihan Mereka Sendiri, Bab: Bahwasanya Imam-Imam alaihimussalam Mengeta hui Apa Yang Telah Terjadi dan Apa yang Akan Terjadi, dan Tidak Ada Sesuatupun y ang Tersembunyi Bagi Mereka. Dan sikap berlebihan inipun dikatakan oleh tokoh kontemporer mereka, yaitu Khuma ini dalam kitabnya al-Hukumah al-Islamiyah (hlm. 52 cetakan al-Maktabah al-Islam iyah al-Kubra, Teheran): Sesungguhnya diantara prinsip madzhab kita, bahwasanya imam-imam kita memiliki kedudukan yang tidak bisa digapai oleh malaikat yang dek at (dengan Allah) maupun Nabi yang diutus (oleh Allah). HARAMNYA MENGAKU-NGAKU SEBAGAI KETURUNAN AHLUL BAIT Semulia-mulia nasab adalah nasab Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Dan s emulia-mulia penisbatan adalah kepada beliau shallallahu alaihi wa sallam dan kepa da Ahli Bait, jika penisbatan itu benar. Dan telah banyak di kalangan arab maupu n non arab penisbatan kepada nasab ini. Maka barangsiapa yang termasuk ahlul bai t dan dia adalah orang yang beriman, maka Allah telah menggabungkan antara kemul iaan iman dan nasab. Barangsiapa mengaku-ngaku termasuk dari nasab yang mulia in i, sedangkan ia bukan darinya, maka dia telah berbuat suatu yang diharamkan, dan dia telah mengaku-ngaku memiliki sesuatu yang bukan miliknya. Nabi shallallahu al aihi wa sallam bersabda: Orang yang mengaku-ngaku dengan sesuatu yang tidak dia miliki maka dia sepert i pemakai dua pakaian kebohongan. (HR. Muslim dalam Shahihnya, no. 2129 dari Hadi ts Aisyah radliyallahu anha) Disebutkan dalam hadits-hadits shahih tentang keharaman seseorang menisbatkan di rinya kepada selain nasabnya. Diantara hadits Abu Dzar radliyallahu anhu, bahwasan ya ia mendengar Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Tidaklah seseorang menisbatkan kepada selain ayahnya sedang dia mengetahui me lainkan dia telah kufur kepada Allah. Dan barangsiapa yang mengaku-ngaku sebagai suatu kaum dan dia tidak ada hubungan nasab dengan mereka, maka hendaklah dia m enyiapkan tempat duduknya di neraka .[4] (HR. al-Bukhori, No. 3508 dan Muslim, No. 112) Dan dalam Shahih al-Bukhori, No. 3509 dari hadits Watsilah bin al-Asqa zia berkata : Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Seungguhnya sebesar-besar kedustaan adalah penisbatan diri seseorang kepada s elain ayahnya atau mengaku bermimpi sesuatu yang tidak dia lihat, atau dia berka ta atas nama Rasulullah apa yang tidak beliau katakan .[5]

======== Footnote : [1] Diterjemahkan dan disarikan dari kitab Fadhl Ahli al-Bait wa Uluww Makaanatih im Inda Ahli as-Sunnah wa al-Jamaah oleh Abdurrahman bin Thayyib as-Salafi. Sumbe r: Majalah Adz-Dzakiroh Vol. 8 No. 1 Edisi 43 Ramadhan-Syawal 1429 H. Kami hanya mengambil dua poin pembahasan dari tiga yang dibahas di sumber tersebut. [2] Jadi, mereka yang mengaku sebagai keturunan Rasul shallallahu alaihi wa sallam tapi gemar berbuat kesyirikan, mengkultuskan kuburan-kuburan wali yang telah ma ti, mengadukan shalawat-shalawat bid ah plus syirik (Burdah, Nariyah, Diba , dll), r ajin berbuat bid ah (perayaan maulid, haul, tahlilan), maka tidak bermanfaat penga kuan tersebut dan tidak perlu dihormati ataupun disegani, pen. [3] Tokoh ulama Syi ah yang binasa pada tahun 329 H, yang dianggap seperti imam Bu khorinya Ahlussunnah, pen. [4] Maka berhati-hatilah mereka yang memakan harta kaum muslimin dengan cara bat il dengan mengaku-ngaku sebagai keturunan rasul shallallahu alaihi wa sallam dan m enjual akidah serta agama mereka. Na udzubillahi mindzalik. pen [5] Diringkaskan dari halaman 84-95 http://maramissetiawan.wordpress.com/2010/04/13/mengaku-keturunan-rasul/

Anda mungkin juga menyukai