Anda di halaman 1dari 48

MANFAAT PERTOLONGAN PERSALINAN DI RUMAH DITINJAU DARI BERBAGAI LITERATUR KARYA TULIS ILMIAH Diajukan untuk memenuhi salah

satu syarat dalam menyelesaikan Pendidikan Program Diploma III Kebidanan Bandung Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Bandung

Disusun oleh : MARLINA NIM. P173 241 08026

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG JURUSAN KEBIDANAN BANDUNG 2011

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini disebutkan dalam daftar pustaka

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

IDENTITAS Nama Tempat/Tanggal Lahir Jenis Kelamin Agama Status Suku bangsa Alamat Bandung 40292 : Marlina : Bandung/ 4 Mei 1989 : Perempuan : Islam : Belum menikah : Sunda : Jl. Cipamokolan 18 RT 01/08, Kec. Rancasari,

RIWAYAT PENDIDIKAN TK Insani SD Negeri Cisaranten Kidul II SMP Negeri 5 Bandung SMA Negeri 3 Bandung : tahun 1994-1995 : tahun 1995-2001 : tahun 2001-2004 : tahun 2004-2007

Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung Jurusan Kebidanan Bandung : tahun 2008-2011

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Alloh SWT yang telah memberikan limpahan rahmat, karunia serta ilmuNya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah dengan judul Manfaat Pertolongan Persalinan di Rumah. Karya tulis ilmiah diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan Diploma III Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Bandung. Dalam proses penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis dibantu oleh berbagai pihak yang senantiasa mendorong, meluangkan waktu dan perhatiannya. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada : 1. Drs. H. Sutikno, M. Kes., selaku direktur Poltekkes Kemenkes Bandung, 2. Dewi Purwaningsih, S. Si.T, M. Kes., selaku Ketua Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Bandung, 3. Dra. Merry Wijaya, M.Kes, selaku pembimbing yang telah meluangkan waktunya dalam memberikan nasihat, bimbingan, masukan, serta dukungan dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini. 4. Seluruh dosen serta staf di Poltekkes Kemenkes Bandung Jurusan Kebidanan Bandung, terima kasih atas segala bantuan serta support yang tiada henti kepada penulis.

5. Ibu dan ayah tercinta, yaitu Haryono dan Karinah. Mereka yang berada di barisan terdepan untuk memberikan semangat kepada penulis, terima kasih atas dukungan spiritual, emosional, dan finansialnya selama ini yang diberikan secara tulus dan ikhlas pada penulis. Semoga Allah SWT senantiasa merahmati dan memberikan RidhaNya. 6. Tiga saudaraku tersayang, kakakku Haryani, Prihatno dan adikku Siti Maryanti. Terima kasih untuk selalu mendukung penulis dalam setiap perjuangan. 7. Kawan-kawan seperjuangan angkatan 2008, terutama sahabatsahabatku Yuniarti, Siska Pratiwi, dan Rutmiaty Sihombing, terima kasih atas bantuan, semangat, dorongan dan doanya. 8. Akhirnya terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan karya tulis ilmiah ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Tidak ada gading yang tak retak. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih terdapat banyak kekurangan, Oleh karena itu, saransaran dari semua pihak yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan. Semoga Allah SWT. melimpahkan rahmat, nikmat dan karunia-Nya kepada kita semua.

Bandung, Agustus 2011

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR.............................................................................................i DAFTAR ISI........................................................................................................ iii DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... iv ABSTRAK............................................................................................................. v BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1 A. Latar Belakang................................................................................................... 1 B. Perumusan Masalah............................................................................................ 6 C. Tujuan Penulisan................................................................................................ 6 D. Manfaat Penulisan............................................................................................. 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 9 A. Manfaat Pertolongan Persalinan di Rumah........................................................ 9 B. Persyaratan Persalinan di Rumah..................................................................... 13 BAB III PEMBAHASAN .................................................................................. 17 A. Manfaat Pertolongan Persalinan di Rumah................................................. 17 B. Kriteria Klien yang dapat Melakukan Persalinan di Rumah............................ 23 C. Persyaratan Lingkungan dalam Pertolongan Persalinan di Rumah.................. 25 D. Persyaratan Bidan yang dapat Menolong Persalinan di Rumah...................... 29 E. Regulasi yang Berlaku di Indonesia mengenai Persalinan di Rumah.............. 30 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................... 34

A. Kesimpulan....................................................................................................... 34 B. Saran................................................................................................................. 35 DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 36 LAMPIRAN

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Konsultasi

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN BANDUNG PROGRAM STUDI KEBIDANAN BANDUNG KARYA TULIS ILMIAH, AGUSTUS 2011 MARLINA MANFAAT PERTOLONGAN PERSALINAN DI RUMAH DITINJAU DARI BERBAGAI LITERATUR ABSTRAK v + 4 BAB + 38 Halaman Persalinan di rumah adalah persalinan yang dilakukan di rumah ibu bersalin. Persalinan di rumah, cara persalinan zaman dahulu yang dipilih kembali di zaman dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang pesat ini. Dari hasil penelitian, yang membandingkan penerapan ilmu kebidanan dalam membantu persalinan di rumah dan di rumah sakit, di Provinsi Gelderland menunjukkan bahwa bagi wanita primipara dengan kehamilan berisiko rendah melahirkan di rumah sama amannya dengan melahirkan di rumah sakit. Bagi wanita multipara dengan kehamilan berisiko rendah melahirkan di rumah lebih baik daripada di rumah sakit. Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk mengetahui mengetahui manfaat dan kerugian dari persalinan di rumah. Sumber dari penulisan karya tulis ilmiah ini terdiri dari: buku dan jurnal. Persalinan di rumah memiliki manfaat antara lain ibu merasa lebih nyaman, mendapat asuhan yang berkesinambungan (continuity of care), terbebas dari intervensi, mendapat pilihan yang tidak terbatas, meningkatkan bondingattachment, dan lebih aman daripada persalinan di rumah sakit bagi ibu dengan risiko rendah. Namun, persalinan di rumah memiliki kerugian antara lain meningkatkan risiko kematian perinatal dan keterbatasan alat pertolongan kegawatdaruratan. Kata Kunci : Persalinan di rumah, manfaat Daftar Pustaka : 20

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Persalinan merupakan serangkaian proses pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu, dimulai dengan his persalinan yang berdampak pada perubahan serviks secara progresif dan diakhiri dengan lahirnya plasenta. (Varney, 2006). Proses persalinan dipengaruhi oleh bekerjanya tiga faktor yang berperan yaitu kekuatan mendorong janin keluar (power) yang meliputi his (kekuatan uterus), kontraksi otot dinding perut, kontraksi diafragma, dan ligamentum action, faktor lain adalah faktor janin (passenger) dan faktor jalan lahir (passage). Apabila ketiga faktor ini dalam keadaan baik, sehat, dan seimbang, maka proses persalinan akan berlangsung secara normal. Namun apabila salah satu dari ketiga faktor tersebut mengalami kelainan, misalnya keadaan yang menyebabkan kekuatan his tidak adekuat, kelainan pada bayi atau kelainan jalan lahir maka persalinan tidak dapat berjalan secara normal. (Cunningham, 2005). Bagi sebagian besar wanita, persalinan merupakan pengalaman yang baik, tanpa komplikasi, dan berharga. Sekitar 85% wanita melahirkan bayi pertama dengan normal, dan meningkat 95% jika persalinan sebelumnya normal. Namun, dari hasil survey ditemukan setiap tahun wanita di negara-

negara berkembang mengalami komplikasi yang serius selama proses persalinan sebanyak 12-15% dari seluruh ibu hamil. (WHO, 2003). Oleh karena itu, persalinan harus dipersiapkan, terutama tempat untuk persalinan. Sebagian besar wanita di dunia kini kembali memilih melahirkan bayinya di luar lingkungan rumah sakit. Terdapat banyak alasan wanita memilih melahirkan di dalam rumah. Konsepsi, kehamilan, melahirkan, dan menyusui merupakan proses natural yang menakjubkan dan wanita enggan melihat persalinan sebagai peristiwa medis. (Tritten, 2010). Keadaan ini akan lebih mudah diwujudkan apabila jauh dari bangsal rumah sakit. Di rumah sakit, wanita lebih memungkinkan mendapat intervensi dalam persalinan, seperti monitoring janin, amniotomi, dan drip oksitosin yang mempercepat persalinan lambat. (Cohen, 2010). Melahirkan di rumah bisa memberikan kenyamanan dan ketenangan tersendiri bagi ibu yang akan melahirkan, karena ia akan didampingi oleh keluarga dan mendapatkan dukungan penuh, tetap bisa mengawasi anakanaknya, sehingga dapat mengurangi rasa sakit yang ada. (Spatafora, 2009). Berdasarkan penelitian Kenneth C. Johnson, et al pada tahun 2005 terhadap 5418 orang ibu yang melakukan persalinan di rumah ditolong oleh bidan dibandingkan dengan 4724 orang ibu yang melakukan persalinan di rumah sakit, menyebutkan bahwa persalinan di rumah menjauhkan ibu dan bayi terekspose dari pathogen-pathogen dari rumah sakit. Rata-rata infeksi nifas pada ibu yang bersalin di rumah sakit sekitar 25%, sedangkan di rumah sebesar 4%. Apgar score 5 menit bayi yang lahir di rumah sebanyak 94,5%

baik sedangkan 1,3% bayi dengan apgar score <7. Persalinan di rumah oleh bidan dilaporkan mereduksi hampir separuh dari kebutuhan akan intervensi medis dibandingkan ibu yang bersalin di rumah sakit, misalnya episiotomi (di rumah hanya 2,1% dari 33% bagi ibu di rumah sakit), saesarean section (3,7% dari 19%), vacuum extraction (0,6% dari 5,5%). Ibu juga sebagian besar (97%) mengatakan puas/sangat puas dengan persalinan di rumah. 89,6% diantara mereka mengatakan akan memilih bidan yang sama untuk menolong persalinan mereka di kemudian hari. (Johnson, 2005) Sebuah penelitian di Provinsi Gelderland yang membandingkan penerapan ilmu kebidanan dalam membantu persalinan di rumah dan di rumah sakit. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bagi wanita primipara dengan kehamilan tanpa komplikasi, melahirkan di rumah sama amannya dengan melahirkan di rumah sakit. Bagi wanita multipara dengan kehamilan tanpa komplikasi, melahirkan di rumah lebih baik daripada di rumah sakit. Tidak ada bukti bahwa sistem perawatan bagi ibu hamil bisa diperbaiki dengan meningkatnya kelahiran dengan menggunakan cara-cara medis. (Hatem, 2009). Satu dari penelitian-penelitian terbaru yang dipublikasikan di Canadian Medical Assn. Journal, didapati bahwa risiko kematian sedikit lebih rendah diantara bayi-bayi yang dilahirkan di rumah (0,35 per 1000 untuk mereka yang melahirkan di rumah sakit). Penelitian ini menyimpulkan bahwa melahirkan di rumah dengan bidan mungkin menawarkan lebih banyak manfaat seperti: para wanita yang melahirkan di luar rumah sakit lebih berkemungkinan kecil mengalami komplikasi-komplikasi tertentu, seperti

vagina yang ruptur, dan bayi-bayi mereka lebih berkemungkinan kecil memerlukan beberapa jenis terapi pendukung setelah dilahirkan. (Patricia, 2009). Berdasarkan penelitian Olsen, et al pada tahun 2001, risiko infeksi pada persalinan di rumah sakit meningkat 3 kali lipat daripada bersalin di rumah. Dapat kita ketahui bahwa rumah sakit sangat erat kaitannya dengan penyakit. Di Indonesia, penelitian yang dilakukan di 11 rumah sakit di DKI Jakarta pada tahun 2004 menunjukkan bahwa 9,8 persen pasien rawat inap mendapat infeksi yang baru selama dirawat. Infeksi merupakan penyebab kematian nomor 2 terbanyak dari seluruh kematian di rumah sakit (3,01%). (Dinkes, 2010) Dengan tersebarluasnya kelahiran yang dilembagakan, seperti rumah sakit sejak tahun 1930-an dan terjadinya pergeseran paradigma dari homebirth ke hospital birth, maka alternatif dari persalinan di rumah di beberapa negara menghilang. Berbeda dengan Belanda dengan sistem perawatan ilmu kebidanannya, dimana lebih dari 30% ibu hamil masih melahirkan di luar lingkungan rumah sakit, sangat luar biasa jika terjadi di tengah-tengah negaranegara berkembang. (Ross, 2006). Hal ini disebabkan oleh keadaan lingkungan dan pemukiman yang sangat berbeda di negara-negara berkembang jika dibandingkan dengan negara yang sudah maju. Di negara berkembang, khususnya Indonesia, Biro Pusat Statistik mencatat hingga tahun 2010 masih terdapat 44,47% rumah tangga dengan sanitasi yang tidak layak, 55,81 % rumah tangga dengan sumber air yang tidak

layak, dan akses yang sulit akibat kepadatan pemukiman sehingga tidak memberi ruang yang cukup untuk jalur transportasi. Jika hal ini tidak diperhatikan, pertolongan persalinan di rumah bukan menjadi kondisi yang menguntungkan, melainkan kondisi yang sangat merugikan, seperti terjadinya infeksi baik ibu, maupun bayinya. Meskipun demikian, proporsi persalinan di rumah di Indonesia masih tinggi, melebihi proporsi persalinan di rumah di Belanda. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 memperlihatkan bahwa persalinan di fasilitas kesehatan 55,4% dan masih terdapat banyak persalinan di rumah, yaitu sebanyak 43,2%. (Riskesdas, 2010). Melihat kenyataan yang ada di Indonesia, hingga kini masih banyak persalinan dilakukan di rumah. Meskipun terjadi pergeseran paradigma dalam perawatan persalinan pada saat ini, ternyata persalinan di rumah masih diminati oleh sebagian besar wanita di Indonesia. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengkaji manfaat pertolongan persalinan di rumah ditinjau dari berbagai literatur.

B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dari penelitian ini adalah apa manfaat pertolongan persalinan di rumah.

C. Tujuan 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui manfaat pertolongan persalinan di rumah. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui manfaat pertolongan persalinan di rumah. b. Untuk mengetahui kriteria klien yang dapat melakukan persalinan di rumah. c. Untuk mengetahui persyaratan lingkungan dalam pertolongan persalinan di rumah. d. Untuk mengetahui persyaratan bidan yang dapat melakukan pertolongan persalinan di rumah. e. Untuk mengetahui regulasi yang berlaku di Indonesia mengenai persalinan di rumah.

D. Manfaat 1. Bagi penulis Menambah cakrawala dan wawasan yang luas bagi penulis mengenai manfaat pertolongan persalinan di rumah. Sehingga dapat menjadi bekal dalam praktik kebidanan, khususnya dalam pemilihan tempat pelayanan intrapartum, termasuk konseling, persiapan, dan mengetahui kasus mana yang memungkinkan pertolongan persalinan di rumah klien.

2. Bagi institusi pendidikan Sebagai sumber referensi dan informasi bagi pembaca khususnya mahasiswa DIII Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kementrian Bandung khususnya dalam manfaat pertolongan persalinan di rumah. Sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan ketika menjadi bidan selama memberikan pelayanan pertolongan persalinan di rumah klien dan memutuskan kapan persalinan dapat dilakukan di rumah atau tidak. 3. Bagi praktisi kebidanan a. Bidan dapat menentukan klien/parturient mana yang dapat dilakukan persalinan di rumah dan parturient yang tidak dianjurkan dilakukan pertolongan persalinan di rumah. b. Bidan dapat mengetahui kasus yang dapat dilakukan persalinan di rumah dan kasus yang memerlukan pertolongan persalinan di fasilitas kesehatan yang lebih lengkap. c. Bidan dapat memberi konseling kepada calon ibu bersalin agar dapat memilih secara lebih bijaksana dan mempertimbangkan keinginannya mendapat pertolongan persalinan di rumah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Persalinan di Rumah Persalinan adalah periode sejak dimulainya kontraksi uterus yang reguler hingga pengeluaran plasenta. (Cunningham, 2005) Proses persalinan dipengaruhi oleh bekerjanya tiga faktor yang berperan yaitu; tenaga yang mendorong anak keluar (power), jalan lahir (passage), dan janin (passenger). Apabila ketiga faktor ini dalam keadaan baik, sehat, dan seimbang, maka proses persalinan akan berlangsung secara normal. Namun, apabila salah satu dari ketiga faktor tersebut mengalami kelainan, maka persalinan tidak dapat berjalan secara normal. (Cunningham, 2005) Tidak semua persalinan berjalan normal atau fisiologis. Semua ibu hamil dianggap berisiko mengalami komplikasi pada persalinan. Persiapan persalinan sebaiknya dilakukan untuk mengantisipasi kesulitan yang mungkin terjadi. Persiapan persalinan meliputi; tempat, penolong, transportasi, biaya, donor darah, dan pendamping persalinan (Harper, 2005). Pertimbangan mengenai tempat persalinan merupakan hal yang penting. Evidence terbaik mengatakan ketika seorang wanita akan

membuat keputusan penting untuk persalinannya, wanita harus mendapat informasi dari penelitian terbaik tentang efektivitas dan manfaat dari pilihan tempat persalinan. (childbirthconnection.org). 1. Manfaat Persalinan di Rumah Persalinan di rumah adalah persalinan yang dilakukan di rumah ibu bersalin. Persalinan di rumah, cara persalinan zaman dahulu yang dipilih kembali di zaman dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang pesat ini. (Stewart, 2005). Setiap pasangan memiliki alasan masing-masing dalam memilih tempat persalinan. Namun, bagi pasangan yang pernah bersalin di rumah, persalinan berikutnya direncanakan di rumah kembali. Hal ini mungkin disebabkan oleh banyaknya manfaat yang dirasakan oleh ibu dan pasangan. Berikut ini adalah manfaat persalinan di rumah: a. Asuhan yang berkesinambungan (Continuity of care) Ketika persalinan ibu dilakukan di rumah, bidan selalu berada mendampingi ibu selama proses persalinan. Tidak ada perubahan pemberi asuhan pada setiap pergantian shift yang mungkin mengetahui atau tidak mengetahui apa keputusan ibu dalam melahirkan. (Johnson, 2005) Ibu mendapat asuhan yang berkesinambungan secara eksklusif dari bidan dalam pemantauan keadaan bayi dan ibu selama proses persalinan dan periode postpartum.

Keadaan ini sangat menguntungkan karena bidan dapat mengenal

ibu dengan baik dan sebaliknya ibu juga mengenal bidannya. Sehingga terbentuk hubungan saling percaya. (Falcao, 2005) b. Nyaman Di rumah, ibu dikelilingi oleh orang-orang yang ibu sayangi. Ibu bersalin di lingkungan yang familiar dan menjaga privasi, serta mengenakan pakaian yang paling nyaman bagi ibu. (Kitzinger, 2003) Sehingga ibu mendapat relaksasi yang mendalam. Ketika tubuh berada dalam keadaan relaks, sekresi cathecolamine ditekan dan -endorphine disekresi oleh kelenjar pituitari. Hormon ini bekerja sebagai natural pain-killer yang bisa menimbulkan perasaan senang, dan meningkatkan kesadaran akan tempat dan waktu. Sedangkan adrenaline dan nor-adrenaline yang dikenal juga sebagai cathecolamine disekresi tubuh sebagai respon terhadap stres, lapar, takut, dan dingin. Cathecolamine dapat menghambat pengeluaran hormon oksitosin, yang

mengakibatkan persalinan berjalan lambat atau berhenti. (Edwins, 2008) c. Terbebas dari intervensi Persalinan dapat berjalan secara normal, tanpa campur tangan dan intervensi yang tidak perlu.

Persalinan merupakan proses tubuh secara natural yang bekerja secara optimal ketika tidak ada intervensi. Bersama bidan

mendampingi persalinan di rumah ibu sendiri dengan tingkat intervensi paling rendah, seperti tidak didampingi oleh seorang birth attendant. Ketika ibu di rumah, tidak ada risiko mendapat intervensi berbahaya, seperti pitogin dan epidural. (Sears, 2000) Sebagian besar masalah yang timbul pada persalinan di rumah dapat dikoreksi dengan memberikan ibu ekstra cairan atau makanan atau mengganti posisi. (Falcao, 2005) d. Pilihan ibu tidak terbatas Ibu mendapat kebebasan dalam memilih posisi dan waktu pemeriksaan. Ibu memiliki otoritas untuk memilih siapa yang boleh menghadiri persalinannya. Birth ball dan herbal-pain relief tersedia jika ibu menginginkan. (Wagner, 2003).

Ibu dapat mengendalikan semua hal yang berdampak terhadap persalinannya. Karena berada di rumahnya sendiri, ibu merasa memiliki kendali terhadap tubuhnya. Ibu mendapatkan apa yang dibutuhkan olehnya. Tidak ada satu pun intervensi dilakukan tanpa persetujuan ibu. (Kitzinger, 2003) e. Meningkatkan bonding attachment Sejak awal kehidupannya, bayi sudah didekatkan dengan orangtua, kerabat, dan saudaranya. Menyusui dapat difasilitasi karena bayi selalu bersama ibu. Ayah selalu bersama karena tidak dijauhkan atau diberi status sebagai orang asing. Ibu dapat

memulai hari-hari sebagai sebuah keluarga sejak hari ini. (Falcao, 2005) f. Aman Rumah merupakan tempat pelayanan persalinan yang paling privasi dan dibawah asuhan seorang bidan, persalinan di rumah yang terencana lebih aman daripada bersalin di rumah sakit untuk sejumlah alasan. Pertama, persalinan alami lebih aman daripada persalinan secara medis karena ibu merasa lebih tenang, merasa lebih sentosa, mengakibatkan terjadinya sekresi hormon yang menginisiasi dan mengatur persalinan normal dan fisiologis. (Wagner, 2003) Kedua, ibu sudah pernah terpapar dengan kuman-kuman yang sudah biasa berada di lingkungan rumah sehingga ibu sudah memiliki antibodi melawan kuman-kuman ini dan sudah memberikan antibodi ini kepada bayi selama berada di dalam rahim. (Horn, 2003). Ketiga, ketiadaan rutinitas intervensi seperti pemasangan infus, pemantauan janin dan ibu, medikasi untuk mengurangi nyeri, augmentasi atau induksi persalinan pada persalinan di rumah memiliki arti komplikasi sering dapat dihindari. Fakta memperlihatkan bahwa teknologi mengakibatkan ibu lebih sering dilakukan praktik invasif. (Wagner, 2003)

Keempat, penggunaan berlebih intervensi obstetri yang berbahaya seperti induksi dan sectio saesarea hampir di sebagian besar rumah sakit dapat dihindari. (Wagner, 2003)

Selain itu, karena ibu dan bayi selalu bersama sepanjang waktu sehingga imunitas bayi yang belum matur dapat berfungsi secara optimal. Interaksi ibu-bayi yang konstan ini membantu

keberhasilan inisiasi menyusu dini, yang merupakan proteksi terbaik melawan infeksi. (Horn, 2003)

2. Persyaratan Pertolongan Persalinan di Rumah Pada tahun 2005 American College of Nurse-Midwife (ACNM) menyatakan bahwa terdapat bukti penelitian terbaru yang mengatakan bahwa pemilihan klien dengan tepat, pendamping persalinan yang memenuhi kualifikasi, penilaian klinis klien, dan rujukan ke fasilitas yang tepat ketika dibutuhkan harus dipenuhi dalam pertolongan persalinan di rumah untuk meningkatkan keamanan (safety) persalinan di rumah. a. Kriteria pasien Beberapa wanita tidak dianjurkan untuk melakukan persalinan di rumah apabila ia memiliki riwayat bedah sesar, penyakit kronis: kencing manis, jantung, asma berat, TBC, kesulitan bernapas, perdarahan pervaginam selain dari lendir bercampur darah/show, kehamilan kurang bulan (37 minggu),

ketuban pecah dengan meconium yang kental, ketuban pecah bercampur dengan meconium disertai tanda-tanda gawat janin, ketuban pecah lama, ketuban pecah dengan kehamilan

<37minggu, tanda-tanda/gejala-gejala: temperatur tubuh 380 C, menggigil, nyeri abdomen, cairan ketuban yang berbau, ikterus, anemia berat, tekanan darah>160/110 PEB, TFU>40cm:

makrosomia, kehamilan kembar, polyhidramnion, gawat janin dengan DJJ <100 atau >180/menit, primigravida pada persalinan fase aktif dengan palpasi kepala janin masih 5/5, presentasi bukan belakang kepala (sungsang, lintang), tali pusat menumbung, presentasi ganda/majemuk, tanda dan gejala syok, tanda dan gejala persalinan dengan fase laten yang memanjang (fase laten>8jam, kontraksi teratur>2x dalam 10 menit. (Protap Puskesmas) Faktor lainnya yang mempengaruhi pengambilan keputusan dalam menentukan persalinan di rumah diantaranya; pengalaman bidan, jarak dari rumah sakit, kondisi jalan, pengalaman persalinan ibu sebelumnya dan komitmen ibu melakukan persalinan di luar rumah sakit. (Varney, 2004) b. Kriteria bidan Persalinan di rumah hanya diperuntukkan bagi persalinan normal. Bagian dari perencanaan persalinan di rumah salah satunya ialah mempersiapkan apa yang akan dilakukan jika

terjadi kegawatdaruratan. Persalinan di rumah yang aman tergantung kepada keterampilan penolong persalinan dan ketersediaan teknologi 24 jam sehari untuk komplikasi dan keadaan gawat darurat. (Varney, 2004) Menurut Syafrudin, bidan sebagai penolong persalinan di rumah Pertama, harus seorang memenuhi penolong kriteria persalinan sebagai harus berikut. memiliki

kemampuan dalam bidang psikologi, kemampuan ini diartikan sebagai kesanggupan. Mengingat pentingnya dan risiko yang dihadapi, penolong persalinan harus mempunyai kemampuan yang cukup terampil, cepat berpikir, cepat menganalisis, cepat menginterpretasi tanda dan gejala, cepat menyusun konsep, dan mempunyai pengetahuan serta pengalaman. Kedua, seorang penolong persalinan harus memiliki terampil. Pekerjaan bidan adalah pekerjaan yang bersifat keterampilan. Oleh karena itu, bidan harus memiliki keterampilan yang cukup banyak dalam segala perawatan, pertolongan, dan persalinan. Ketiga, seorang penolong persalinan harus memiliki kepribadian. Kepribadian disini meliputi kesehatan jasmani dan rohani dalam segala aspek, berpadu organisasi yang dinamis yang akan selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Aspekaspek tersebut ialah fisik, maturitas atau kematangan, mental,

emosi, dan sikap. Seluruh aspek tersebut harus dimiliki oleh bidan sebagai penolong persalinan yang memiliki kepribadian sehingga mampu menghadapi rintangan yang ada dengan dewasa. (Syafrudin, 2000) c. Lingkungan Kondisi rumah yang familiar bagi ibu bersalin diharapkan dapat menciptakan atmosfir yang kondusif bagi ibu sehingga menimbulkan respon alamiah untuk bersalin. (Cohen, 2010) Untuk mewujudkan rumah yang kondusif untuk pertolongan persalinan, seorang bidan harus memperhatikan kebersihan lingkungan rumah, ketersediaan air bersih, dan kondisi jalan dan jarak dari rumah sakit untuk menjamin proses rujukan yang adekuat. (Varney, 2003) d. Regulasi yang berlaku di Indonesia Di beberapa negara, persalinan di rumah sudah dilarang, seperti di wilayah Eropa Timur, misalnya Hungaria dan Czech Republik (Stracansky, 2011). Sedangkan di Indonesia, praktik ini masih legal dan dilakukan oleh hampir separuh dari wanita Indonesia (43,2%). (Riskesdas, 2010) dan bidan diperbolehkan melakukan pertolongan persalinan sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan No. 369 Tahun 2007 tentang Standar Profesi Bidan bahwa bidan dapat praktik di berbagai tatanan pelayanan,

termasuk di rumah, masyarakat, rumah sakit, klinik, atau unit kesehatan lainnya. (Menkes, 2007) Bidan yang dimaksud dalam hal tersebut di atas ialah mengikuti pengertian bidan di Indonesia yaitu seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan. (Menkes, 2007)

BAB III PEMBAHASAN

A. Manfaat Persalinan di Rumah Persalinan di rumah adalah persalinan yang dilakukan di rumah ibu bersalin, di luar fasilitas kesehatan. Di zaman dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat seperti saat ini, persalinan di rumah kembali menjadi pilihan. Pilihan untuk bersalin di rumah sejalan dengan trend back to nature yang berkembang di bidang kesehatan. Setiap pasangan memiliki alasan masing-masing untuk memilih tempat, pendamping persalinan, atau bagaimana proses persalinan yang akan ditempuh dalam melahirkan anak mereka. Namun pada literatur yang dibaca oleh penulis mengatakan, pasangan yang pernah bersalin di rumah, pada kehamilan berikutnya merencanakan kembali untuk bersalin di rumah. Hal ini mungkin disebabkan oleh banyaknya manfaat yang dirasakan oleh ibu dan pasangan. Di beberapa literatur mengatakan bahwa manfaat persalinan di rumah diantaranya ibu merasa lebih nyaman, mendapat asuhan yang berkesinambungan (continuity of care), terbebas dari intervensi, mendapat pilihan yang tidak terbatas, meningkatkan bonding-attachment, dan lebih aman daripada persalinan di rumah sakit bagi ibu dengan risiko rendah. Diantara manfaat-manfaat tersebut, salah satuya adalah ibu mendapat asuhan secara berkesinambungan (continuity of care). Bidan sebagai

pendamping persalinan selalu berada mendampingi ibu selama proses persalinan di rumah. Pada persalinan yang dilakukan di rumah, ibu didampingi oleh bidan yang sama sejak awal dimulainya persalinan hingga akhir tanpa perlu adanya pergantian pendamping persalinan seperti yang terjadi di rumah sakit pada saat pergantian shift. Dengan demikian, ibu akan mendapat asuhan yang berkesinambungan secara eksklusif dari bidan dalam pemantauan keadaan bayi dan ibu selama proses persalinan dan periode postpartum. Keadaan ini sangat menguntungkan karena bidan dan wanita dapat menjalin hubungan saling percaya sesuai dengan hasil survey yang dilakukan oleh Gready, et al. pada tahun 1995 bahwa wanita merasa asuhan yang diberikan bidan komunitasnya sangat luar biasa, lebih mengenal bidannya, dan ingin bidan tersebut membantu persalinannya kembali daripada bidan di rumah sakit yang tidak dikenal. (Henderson, 2005). Asuhan yang berkesinambungan (continuity of care) ini juga sangat penting didapatkan oleh seorang ibu dari tenaga profesional yang sama agar setiap perkembangan kesehatannya terus terpantau dengan baik dan membuat ibu lebih terbuka dan percaya kepada bidan yang sudah dikenalnya. Tenaga profesional kesehatan tidak mungkin terus menerus mendampingi dan merawat ibu hamil, karenanya ibu hamil perlu mendapat informasi dan pengalaman agar dapat merawat diri sendiri secara benar. Informasi yang diberikan bidan melalui konseling, informasi, dan edukasi

diharapkan dapat memberdayakan ibu, membuat ibu mampu untuk mengambil keputusan tentang kesehatan diri dan keluarganya. Sehingga terbentuk hubungan kemitraan antara bidan dan klien karena bidan tidak lagi mendominasi dalam pengambilan keputusan asuhan yang tepat bagi ibu. Dengan demikian, tidak akan terjadi lagi kesulitan dalam merujuk akibat klien terlambat dalam pengambilan keputusan.

Selain itu, sebagian besar ibu yang bersalin di rumah mengatakan bahwa ibu merasa lebih nyaman, relaks, dan tenang. Suasana rumah yang sudah dikenal oleh ibu, dengan dikelilingi oleh anggota keluarga yang ibu sayangi membuat ibu merasa nyaman dengan bersalin di rumah. Privasi ibu juga lebih terjaga karena orang-orang yang berada di sekelilingnya bukanlah orang asing memberikan atmosfir tersendiri bagi ibu yang bersalin. Pada dasarnya, persalinan dapat berjalan secara normal, tanpa campur tangan dan intervensi yang tidak perlu. Persalinan merupakan proses tubuh secara natural yang bekerja secara optimal ketika tidak ada intervensi. Bersama bidan mendampingi persalinan di rumah ibu sendiri dengan tingkat intervensi paling rendah. Menurut Sheila Kitzinger dalam salah satu bukunya yag berjudul Homebirth, Apabila timbul masalah dalam proses persalinan, sebagian besar dapat dikoreksi dengan memberikan ibu ekstra cairan atau makanan atau mengganti posisi.

(Kitzinger, 1995). Dengan demikian, penggunaan intervensi ternyata tidak meningkatkan outcome persalinan baik ibu, maupun bayinya. Penggunaan intervensi rutin di rumah sakit sebagian besar berkurang jika ibu bersalin di rumah. Terlebih lagi, terkadang intervensi ini bersifat membahayakan ibu dan bayi, misalnya pitogin yang dapat meningkatkan kejadian fetal distress. Secara statistik, intervensi yang berbahaya ini sebagian besar dapat dieliminasi jika seorang wanita bersalin di rumah. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh C. Kenneth Johnson menyebutkan bahwa persalinan di rumah oleh bidan dilaporkan mereduksi hampir separuh dari kebutuhan akan intervensi medis dibandingkan ibu yang bersalin di rumah sakit, misalnya episiotomi (di rumah hanya 2,1% dari 33% bagi ibu di rumah sakit), saesarean section (3,7% dari 19%), vacuum extraction (0,6% dari 5,5%). (Johnson, 2005) Dengan bersalin di rumah, ibu mendapat kebebasan dalam memilih posisi dan waktu pemeriksaan, siapa yang boleh menghadiri persalinannya, metode pengurang rasa sakit non farmakologis seperti Birth ball dan herbal-pain relief tersedia jika ibu menginginkan. Karena berada di rumahnya sendiri, ibu tidak canggung dan merasa memiliki kendali penuh terhadap tubuhnya, kebutuhannya, dan atas intervensi yang didapat selama proses persalinan. Tidak ada satu pun intervensi dilakukan tanpa persetujuan ibu. Ibu, bayi, dan keluarga selalu berada bersama dan tidak dipisahkan. Ayah, keluarga atau orang yang dicintai ibu dapat bebas

mendampingi ibu selama proses persalinan, tidak dijauhkan atau diberi status sebagai orang asing seperti yang sering terjadi di rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya. Satu dari penelitian-penelitian terbaru yang dipublikasikan di Canadian Medical Assn. Journal, didapati bahwa risiko kematian sedikit lebih rendah diantara bayi-bayi yang dilahirkan di rumah (0,35 per 1000 untuk mereka yang melahirkan di rumah sakit). Penelitian ini menyimpulkan bahwa melahirkan di rumah dengan bidan mungkin menawarkan lebih banyak manfaat seperti: para wanita yang melahirkan di luar rumah sakit lebih berkemungkinan kecil mengalami komplikasikomplikasi tertentu, seperti vagina yang ruptur, dan bayi-bayi mereka lebih berkemungkinan kecil memerlukan beberapa jenis terapi pendukung setelah dilahirkan. (Patricia, 2009). Begitu lahir, bayi difasilitasi untuk melakukan inisiasi menyusu dini, selalu ditempatkan di dekat ibu tidak seperti yang sering terjadi di rumah sakit dimana bayi dipisahkan di ruang bayi (perinatologi). Dengan demikian, diharapkan akan terjalin hubungan dan keterikatan batin yang baik antara ibu, bayi, ayah, dan keluarga sedini mungkin. Ibu juga bebas mencurahkan kasih sayangnya pada bayi yang bayi yang baru dilahirkan. Statistik menunjukkan bahwa persalinan di rumah adalah aman atau lebih aman daripada bersalin di rumah sakit bagi ibu dengan risiko rendah dan mendapat asuhan prenatal yang adekuat dan pendamping

persalinan yang terampil. (Cohen, 2010). Dalam literatur dikatakan bahwa bersalin di rumah 3 kali lebih aman daripada melahirkan di rumah sakit. Yang dimaksud aman disini adalah aman dari infeksi yang didapat dari rumah sakit. Dalam literatur juga dikatakan bahwa bersalin di rumah menurunkan kerugian infeksi 2 kali lipat daripada bersalin di rumah sakit. Berdasarkan penelitian Kenneth C. Johnson, et al pada tahun 2005 terhadap 5418 orang ibu yang melakukan persalinan di rumah ditolong oleh bidan dibandingkan dengan 4724 orang ibu yang melakukan persalinan di rumah sakit, menyebutkan bahwa persalinan di rumah menjauhkan ibu dan bayi terekspose dari pathogen-pathogen dari rumah sakit. Rata-rata infeksi nifas pada ibu yang bersalin di rumah sakit sekitar 25%, sedangkan di rumah sebesar 4%. Apgar score 5 menit bayi yang lahir di rumah sebanyak 94,5% baik sedangkan 1,3% bayi dengan apgar score <7. (Johnson, 2005) Berdasarkan penelitian Olsen, et al pada tahun 2001, risiko infeksi pada persalinan di rumah sakit meningkat 3 kali lipat daripada bersalin di rumah. Dapat kita ketahui bahwa rumah sakit sangat erat kaitannya dengan penyakit. Di Indonesia, penelitian yang dilakukan di 11 rumah sakit di DKI Jakarta pada tahun 2004 menunjukkan bahwa 9,8 persen pasien rawat inap mendapat infeksi yang baru selama dirawat. Infeksi merupakan penyebab kematian nomor 2 terbanyak dari seluruh kematian di rumah sakit (3,01%). (Dinkes, 2010)

Seperti yang sudah dibahas pada poin sebelumnya, dengan ibu dan bayi diberi kesempatan untuk berinteraksi lebih banyak dibandingkan dengan bersalin di rumah sakit, ibu dan bayi dapat selalu bersama sepanjang waktu sehingga imunitas bayi yang belum matur dapat berfungsi secara optimal. Selain itu, interaksi ibu dan bayi yang konstan ini membantu keberhasilan inisiasi menyusu dini, yang merupakan proteksi terbaik melawan infeksi.

B. Kriteria Klien yang Dapat Melakukan Persalinan di Rumah Meskipun menawarkan banyak manfaat, persalinan yang

dilakukan di rumah bukan pertolongan persalinan yang mudah. Maka pertolongan persalinan di rumah harus memenuhi beberapa persyaratan seperti pernyataan yang telah dikeluarkan oleh American College of Nurse Midwife (ACNM) pada tahun 2005 bahwa terdapat bukti penelitian terbaru yang mengatakan bahwa kondisi rumah, pemilihan klien dengan tepat, dan pendamping persalinan yang memenuhi kualifikasi harus dipenuhi dalam pertolongan persalinan di rumah. Persalinan di rumah diperuntukkan bagi persalinan normal, maka sebaiknya bidan memilih dan memilah terlebih dahulu klien yang memungkinkan untuk dilakukan pertolongan persalinan di rumah juga menganjurkan pasien tertentu untuk bersalin di rumah sakit. Hal ini disebabkan oleh tidak semua proses persalinan berjalan normal dan fisiologis. Survey yang dilakukan oleh World Health Organization (WHO)

ditemukan setiap tahun wanita di negara-negara berkembang mengalami komplikasi yang serius selama proses persalinan sebanyak 12-15% dari seluruh ibu hamil dan insidensinya meningkat pada wanita tertentu. Diantara pasien-pasien ini adalah ibu yang memiliki komplikasi obstetri selama kehamilan karena dikhawatirkan komplikasi akan terjadi pada persalinan. Pada kasus ini, bersalin di rumah sakit merupakan pilihan yang terbaik bagi ibu. Pasien yang memiliki riwayat komplikasi sebelumnya meningkatkan risiko kejadian komplikasi pada persalinan sekarang. Untuk pasien ini, bersalin di rumah sakit sangat dianjurkan agar jika terjadi komplikasi maka penanganan dapat segera dilakukan tanpa harus melalui kesibukan dalam proses perujukan. Selain itu, persalinan di rumah diperuntukkan bagi ibu yang memang berkomitmen melakukan persalinan di rumah dan sudah merencanakan sejak kehamilan. Ibu yang berkomitmen melakukan persalinan di rumah akan bersedia dan siap ketika harus dirujuk ke rumah sakit, ia sudah mengerti setiap manfaat dan kerugian yang akan diterima. Keluarga ibu juga harus diikutsertakan selama persiapan persalinan di rumah sehingga dapat mendukung keberhasilan persalinan di rumah. Oleh karena itu, persalinan di rumah seharusnya tidak dilakukan jika ibu dan keluarga belum berkomitmen untuk melakukan persalinan di rumah.

C. Persyaratan Lingkungan untuk Persalinan di Rumah Persalinan di rumah dapat memberikan kenyamanan dan ketenangan tersendiri bagi ibu yang akan melahirkan, terutama karena ia berada di lingkungan yang familiar bagi ibu. Kondisi rumah yang familiar bagi ibu bersalin diharapkan dapat menciptakan atmosfir yang kondusif bagi ibu sehingga menimbulkan respon alamiah untuk bersalin. Untuk mewujudkan rumah yang kondusif untuk pertolongan persalinan, seorang bidan harus memperhatikan kebersihan lingkungan rumah, ketersediaan air bersih, dan kondisi jalan dan jarak dari rumah sakit untuk menjamin proses rujukan yang adekuat. Berdasarkan kesejahteraannya, 59,8% dari ibu yang bersalin di rumah berasal dari keluarga miskin dan hanya 19,4% yang berasal dari keluarga kaya. (Pramudiardjo, 2011). Data dari Biro Pusat Statistik Indonesia, hingga tahun 2010 masih terdapat 44,47 % rumah tangga dengan kebersihan lingkungan yang tidak layak, 55,81 % rumah tangga dengan sumber air yang tidak layak, dan akses yang sulit akibat kepadatan pemukiman terutama di daerah perkotaan sehingga tidak memberi ruang yang cukup untuk jalur transportasi serta akses yang sulit akibat jarak tempuh ke fasilitas kesehatan dan kondisi jalan dengan topografi yang beragam terutama di daerah pedesaan menambah lamanya sistem rujukan. Keadaan rumah dengan kebersihan lingkungan yang tidak layak, seperti letak kandang hewan yang terlalu dekat dengan rumah, ruangan rumah yang terbatas sehingga aktivitas rumah dilakukan di ruang yang sama, dan

kurangnya kesadaran anggota keluarga dalam menjaga kebersihan lingkungan mengakibatkan pertolongan persalinan di rumah bukan menjadi pilihan yang bijaksana karena dapat meningkatkan risiko infeksi, privasi kurang terjaga, dan kenyamanan ibu terganggu. Kesehatan dimulai dari hygiene yang baik. Meskipun disebutkan dalam beberapa literatur bahwa ibu dan bayi sudah memiliki antibodi terhadap jenis-jenis kuman yang berada di lingkungan rumah (Jones, 2010), namun ketika keadaan agent (jumlah dan virulensi kuman) jauh lebih kuat dari host (antibodi tubuh), maka timbullah berbagai penyakit infeksi. Sehingga tidak bijaksana melakukan pertolongan persalinan di rumah tersebut. Berdasarkan manfaat yang diraih dan filosofi dari persalinan di rumah, maka persalinan di rumah merupakan standar emas dari asuhan persalinan yang diraih dengan semua perlakuan minimal. (Cohen, 2010). Namun, setiap ibu memiliki risiko untuk terjadinya komplikasi sebelum, selama, atau setelah proses persalinan. Jika komplikasi terjadi, dengan segala keterbatasan dari pertolongan persalinan di rumah, maka proses rujukan menjadi hal yang sangat kritis dalam pertolongan persalinan di rumah. Proses rujukan akan berlangsung dengan baik apabila terdapat sarana transportasi dan akses transportasi. Bidan harus mempertimbangkan lama dan lalu lintas yang ditempuh selama proses rujukan. Melihat kenyataan yang ada di Indonesia, akses transportasi sangat sulit khususnya

di daerah perkotaan yang memiliki kepadatan pemukiman tinggi sehingga tidak memberi ruang yang cukup untuk kendaraan roda empat. Di daerah perkotaan Negara Belanda, rumah sakit selalu dapat dicapai dalam waktu 15 menit. (Springer, 1996). Seharusnya, di Indonesia juga, fasilitas kesehatan mudah dicapai karena tersebar di seluruh penjuru kota sehingga tidak memerlukan waktu yang lama dalam merujuk ibu, tetapi akibat kondisi jalan yang sempit tidak memberi ruang yang cukup bagi kendaraan untuk masuk, proses rujukan dapat berlangsung lebih lama. Sedangkan kebutuhan akan penanganan segera sangat dibutuhkan. Kemudian ibu akan terlambat mendapat pelayanan kegawatdaruratan yang akan mengancam jiwa dan keselamatan ibu dan bayi. Oleh karena itu, persalinan di rumah yang tidak memiliki jalan yang memungkinkan kendaraan untuk lewat sebaiknya tidak dilakukan. Selain itu, jarak ke rumah sakit pun perlu untuk dipertimbangkan. Di beberapa literatur menyebutkan jarak antara rumah dan rumah sakit tidak boleh melebihi 10 mil atau setara dengan 16 km atau dengan ditempuh selama 30 menit. Padahal persalinan di rumah sebagian besar dipraktekkan di daerah pedesaan yang mempunyai masalah besar dalam akses ke pelayanan kesehatan. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 memperlihatkan bahwa persalinan di rumah, yaitu sebanyak 43,2%. (Riskesdas, 2010). Berdasarkan tempat tinggalnya, ibu-ibu yang

melahirkan di rumah kebanyakan tinggal di pedesaan yakni 62,7% sementara di kota hanya 24,4%. Akses ke pelayanan kesehatan yang sulit

di daerah pedesaan Indonesia terutama disebabkan oleh kualitas jalan, jarak, dan terbatasnya sarana transportasi. Meskipun akses ke fasilitas kesehatan tidak memenuhi

persyaratan, di pedesaan, persalinan di rumah menjadi sebuah kebutuhan dan tantangan bagi para bidan desa hingga saat ini. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 memperlihatkan bahwa pada kelompok ibu yang melahirkan di rumah ternyata baru 51,9% persalinan ditolong oleh bidan, sedangkan yang ditolong oleh dukun masih 40,2 %. (Riskesdas, 2010). Di pedesaan, bidan dan dukun sama-sama diminati oleh ibu bersalin sebagai penolong persalinannya. Apabila bidan enggan melakukan persalinan di rumah, semakin tinggi persalinan di rumah ditolong oleh dukun/paraji, menyumbang angka yang besar pada Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia.

D. Kriteria Bidan yang Dapat Melakukan Persalinan di Rumah Sebuah penelitian di Provinsi Gelderland yang membandingkan penerapan ilmu kebidanan dalam membantu persalinan di rumah dan di rumah sakit. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bagi wanita primipara dengan kehamilan tanpa komplikasi, melahirkan di rumah sama amannya dengan melahirkan di rumah sakit. Bagi wanita multipara dengan kehamilan tanpa komplikasi, melahirkan di rumah lebih baik daripada di rumah sakit. Tidak ada bukti bahwa sistem perawatan bagi ibu hamil bisa

diperbaiki dengan meningkatnya kelahiran dengan menggunakan cara-cara medis. (Hatem, 2009) Untuk memperoleh manfaat pertolongan persalinan di rumah seperti tersebut di atas, diperlukan penerapan ilmu kebidanan yang berkualitas. Memberikan pelayanan yang berkualitas hanya dapat dilakukan oleh seorang bidan yang profesional. Selain itu, mengingat fungsi pertolongan yang sangat berat, dalam melakukan pertolongan persalinan di rumah diperlukan kriteria penolong persalinan yang memiliki kemampuan, keterampilan, dan kepribadian sebagai seorang penolong persalinan yang berkualitas. (Syafrudin, 2000) Pertama, seorang penolong persalinan harus memiliki

kemampuan, cepat berpikir, cepat menganalisis, cepat menginterpretasi tanda dan gejala, cepat menyusun konsep, dan mempunyai pengetahuan serta pengalaman. Kedua, seorang penolong persalinan harus terampil dalam segala perawatan, pertolongan, dan persalinan. Ketiga, seorang penolong persalinan harus memiliki kepribadian. Kepribadian diantaranya maturitas atau kematangan, mental, emosi, dan sikap. Seluruh aspek tersebut harus dimiliki oleh bidan sebagai penolong persalinan yang memiliki kepribadian sehingga mampu menghadapi rintangan yang ada dengan dewasa. Apabila seorang bidan merasa belum dapat memenuhi kualifikasi ini, maka dia sebaiknya tidak menyelenggarakan persalinan di rumah.

Dengan terpenuhinya kriteria penolong persalinan tersebut, diharapkan manfaat dari persalinan di rumah dapat tercapai secara optimum.

E. Regulasi yang Berlaku di Indonesia mengenai Persalinan di Rumah Di beberapa negara, praktik persalinan di rumah dihilangkan. Namun, di Indonesia hal ini masih diperbolehkan sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan bahwa bidan dapat praktik di berbagai tatanan pelayanan, termasuk di rumah, masyarakat, rumah sakit, klinik, atau unit kesehatan lainnya. Dengan naungan hukum ini, praktik ini bukan hal yang ilegal dilakukan oleh seorang bidan. Bidan yang dimaksud dalam hal tersebut di atas, mengikuti pengertian bidan di Indonesia yaitu seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan. Dengan kata lain, dalam menjalankan praktik kebidanan, seorang bidan harus menyelesaikan pendidikannya kemudian teregistrasi oleh pemerintah dan telah mendapat izin (lisensi) untuk menjalankan praktik kebidanan mengikuti sebuah aturan yang berlaku di Negara Indonesia. Agar seorang bidan dapat berpraktik secara legal harus mengikuti peraturan yang berlaku di Indonesia ini. Sedangkan hukum yang mengatur tentang hal ini adalah Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1464/MenKes/Perlx/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan. Untuk menjalankan praktik kebidanan, bidan di Indonesia tidak hanya harus menyelesaikan pendidikan bidan dan dinyatakan lulus, tetapi bidan juga harus teregistrasi oleh pemerintah, dengan memiliki Surat Tanda Registrasi (STR). STR diberikan oleh pemerintah kepada seorang bidan yang telah teregistrasi dengan memperoleh sertifikat kompetensi terlebih dahulu. Sertifikat ini diperoleh setelah lulus mengikuti sebuah uji kompetensi yang diselenggarakan oleh pemerintah. Lisensi seorang bidan dalam berpraktik di Indonesia berupa SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464/MenKes/Perlx/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan, seorang bidan harus mengajukan permohonan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota dengan

melampirkan fotocopy STR yang masih berlaku dan dilegalisasi, surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik, surat pernyataan memiliki tempat kerja di fasilitas pelayanan kesehatan atau tempat praktik, pas foto berwarna terbaru ukuran 4X6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar, rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau pejabat yang ditunjuk, dan rekomendasi dari organisasi profesi. Surat Izin Kerja Bidan, selanjutnya disingkat SIKB adalah bukti tertulis yang diberikan kepada bidan yang sudah memenuhi persyaratan untuk bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.

Surat Izin Praktik Bidan, selanjutnya disingkat SIPB adalah bukti tertulis yang diberikan kepada bidan yang sudah memenuhi persyaratan untuk menjalankan praktik bidan mandiri. Apabila seorang bidan ingin melakukan praktik kebidanan secara mandiri yang mungkin ia memberikan pelayanan kebidanan di komunitas atau masyarakat seperti persalinan di rumah, maka bidan harus memiliki SIPB. Untuk mengajukan SIPB sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464/MenKes/Perlx/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan, bidan harus mengajukan ke pemerintah dengan melampirkan persyaratan-persyaratan yang telah disebutkan di atas. Dengan kata lain, bidan apabila ingin mendapat izin praktik mandiri termasuk persalinan di rumah, ia harus telah tersertifikasi, teregistrasi, dan dinyatakan sehat secara fisik oleh dokter,

direkomendasikan baik oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau pejabat yang ditunjuk, maupun rekomendasi dari organisasi profesi. Praktik seorang bidan yang salah satunya memberikan

pertolongan persalinan di rumah akan dinyatakan sah apabila ia telah memenuhi kualifikasi ini. Jika semua hal ini tidak terpenuhi, seorang bidan dalam melakukan praktiknya tidak dinaungi oleh hukum sehingga dapat dinyatakan berpraktik secara ilegal dan dapat dituntut secara hukum.

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Kesimpulan yang penulis dapatkan setelah menelaah berbagai literatur adalah sebagai berikut: 1. Persalinan di rumah memiliki manfaat antara lain ibu merasa lebih nyaman, mendapat asuhan yang berkesinambungan (continuity of care), terbebas dari intervensi, mendapat pilihan yang tidak terbatas, meningkatkan bonding-attachment, dan lebih aman daripada

persalinan di rumah sakit bagi ibu tanpa riwayat komplikasi selama persalinan lalu dan kehamilan sekarang. 2. Persalinan di rumah dapat dilakukan apabila klien tidak memiliki riwayat komplikasi pada persalinan lalu seperti riwayat bedah sesar dan komplikasi pada kehamilan sekarang diantaranya menderita penyakit kronis, ikterus, anemia berat, mengalami perdarahan pervaginam, preeklampsia berat, kehamilan kurang bulan, ketuban pecah dini, dan kelainan janin meliputi gawat janin, malpresentasi, janin ganda, dan tali pusat menumbung, serta tidak ada tanda dan gejala syok, dan persalinan memanjang. 3. Persalinan di rumah dapat dilakukan apabila lingkungan rumah memiliki hygiene yang baik, ketersediaan air bersih yang cukup, dan

kondisi jalan yang tidak terlalu sempit untuk menjamin proses rujukan yang memadai. 4. Persalinan di rumah dapat dilakukan oleh bidan yang kompeten dalam melakukan pertolongan persalinan, terampil dalam memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil, bersalin, nifas, dan bayi baru lahir, serta meliliki kepribadian sebagai seorang bidan diantaranya kematangan mental, emosi, dan sikap. 5. Pertolongan persalinan di rumah oleh bidan merupakan praktik yang legal di Indonesia sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan No. 369 Tahun 2007 tentang Standar Profesi Bidan bahwa bidan dapat praktik di berbagai tatanan pelayanan, termasuk di rumah, masyarakat, rumah sakit, klinik, atau unit kesehatan lainnya.

B. Saran 1. Bidan hendaknya melakukan seleksi secara cermat terlebih dulu klien mana yang dapat melakukan persalinan di rumah dan yang tidak dianjurkan melakukan pertolongan persalinan di rumah baik pada saat klien berencana (gravida), maupun pada saat pertama bertemu (parturient). 2. Bidan hendaknya memberi konseling kepada calon ibu bersalin agar dapat memilih secara lebih bijaksana tempat pertolongan persalinan yang dikehendaki.

DAFTAR PUSTAKA

ACNM (2005) American College of Nurse Midwife (ACNM) Position Statement: Home Birth. Beier, Catherine. Want a Homebirth Only Everyone Thinks You're Crazy?. Biro Pusat Statistik. (2010) [internet] diakses dari http: www.bps.go.id Cohen, Jill. (2010). The Homebirth Choice. [Internet] available from http:midwiferytoday.com/ diakses pada Juni 2011. Cunningham, F. Garry. (2010) Williams Obstetry. New York: Mc Graw Hill Company. Dinkes (2010) Profil Kesehatan Indonesia 2010. Dinas Kesehatan Edwins, Jenny. (2008) Community Midwifery Practice. United Kingdom: Blackwell Publishing. Falcao, Ronnie. (2005) Is Homebirth for You. [Internet] available from http:midwiferytoday.com/ diakses pada Juni 2011. Floyd, Robbie Davis, et al. 2006. Mainstreming Midwive. New York: Routledge Taylor & Francis Group Harper, Barbara, R.N. (2005) Gentle Birth Choices. United Kingdom: First Health Publishing Hatem, A. Sandall, et al. (2009) Midwife-led versus other models of care for childbearing women (Review). The Cochrane Library. Issue 3. pp 4-6 Johnson, Kenneth C., et al (2009) Outcomes of planned home births with certified professional midwives: large prospective study in North America. British Medical Journal 6 (1) pp 1-7 Jones, Carl. (2010) The birth partner handbook : everything you need to know for a healthy, positive birth experience. United States of America: Sourcebooks, Inc. Kitzinger, Sheila (1995)c Home Birth. London: Dorling Kindersley

Kitzinger, Sheila (2011)b. Birth Your Way. United Kingdom: First Health Publishing Kitzinger, Sheila. (2005)c. The Politic of Birth. China: Elsevier. Laporan Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010 (2010) Dinas Kesehatan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2007) Keputusan Menteri Kesehatan No. 369 Tahun 2007 tentang Standar Profesi Bidan. Olsen O, Jewell MD. 2005. Home versus hospital births. Cochrane Database of Systematic Review. 4. Patricia, A., et al. (2009) Outcomes of planned home birth with registered midwife versus planned hospital birth with midwife or physician. Canadian Medical Association Journal 181 pp. 6-7 Pramudiarja, Uyung. (2011). 43 Persen Perempuan Indonesia Masih Melahirkan di Rumah. Diambil dari http://www.detikhealth.com/read/2011/ Ross, Susan. (2006) Birth Right. Jakarta: Gramedia Sears, William, M.D., et al. (2000) The Birth Book. Ch. 3. United Kingdom: First Health Publishing Spatafora, Denis (2005) Better Birth. London: John Wiley and Sons, Inc. Springer, Nachiel P, Chris Van Weel. (1996) Home Birth. Editorial BMJ 313 : 1276 Stewart, David. (Editor). (2000). Safe Alternatif of Childbirth 4th ed. USA: A Napsac Publication. Stracansky, Pavol. (2011) East Europe: Midwife Struggle to Deliver Homebirth. Terraviva Europe: the European Edition of The IPS Daily Journal. Jan, 19. Available at: http://ipsnews.net/newsTVE.asp?idnews=54171 Tritten, Jan (2010) The Miracle of Homebirth. [Internet] available from http:midwiferytoday.com/ diakses pada Juni 2011. Varney, Helen. (2006) Varneys Midwifery. Sudbury, Massasucht: Jones and Bartlett Publishers

Wagner, Marsden. (2006) Creating Your Birth Plan: The Definitive Guide to A Safe and Empowering Birth. New York: Penguin Group. WHO (2003) Indonesia Reproductive Health Profile 2003. Jakarta: Ministry of Health Republic of Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai