Anda di halaman 1dari 5

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Hutan mangrove merupakan tipe vegetasi yang khas terdapat di daerah pantai tropis.

Vegetasi mangrove umumnya tumbuh subur di daerah pantai yang landai di dekat muara sungai dan pantai yang terlindung dari kekuatan gelombang. Karakteristik habitat yang menonjol di daerah hutan mangrove diantaranya adalah jenis tanah berlumpur, berlempung atau berpasir, lahan tergenang air laut secara periodik, menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat seperti dari sungai, mata air dan air tanah, airnya payau dengan salinitas 222 ppt atau asin dengan salinitas sekitar 38 ppt (Nirarita et al, 1996). Adanya faktor lingkungan tersebut menyebabkan habitat mangrove bersifat spesifik yang hanya dapat ditempati oleh jenis tumbuhan dan fauna tertentu yang telah teradaptasi dengan lingkungan setempat. 1.2 Rumusan Masalah Struktur Dan komposisi Vegetasi Mangrove Tanjung Sekodi Kabupaten Bengkalis Riau 1.3 Maksud Dan Tujuan Adapun maksud dan tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui struktur dan komposisi vegetasi dan kemampuan regenerasi secara alami jenis-jenis mangrove yang dominan di hutan mangrove Tanjung Sekodi Bengkalis.

BAB II PEMBAHASAN

2.1

Ekosistem mangrove di Tanjung Sekodi Bengkalis umumnya tersebar di pesisir Timur dan Selatan Pulau Bengkalis terutama

pada daerah yang berdekatan dengan muara sungai dan daerah pantai yang terlindung. Hutan mangrove dapat tumbuh sejauh 200 meter dari garis pantai. Komunitas mangrove di daerah Tanjung Sekodi terdiri dari 5 jenis yang tergolong ke dalam 4 suku yaitu Suku Rhizophoraceae, Avicenniaceae, Sonneratiaceae dan Malvaceae. Tiga suku pertama termasuk kategori takson spesifik mangrove (major mangroves, true mangroves), yang hanya ditemukan di ekosistem mangrove (Tomlinson, 1986). Jenis Rhizophora apiculata, R. mucronata dan Sonneratia alba mendominasi komunitas mangrove di area studi yang ditunjukkan dengan Nilai Penting yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis-jenis lainnya, baik pada strata pohon, sapling maupun seedling. Hasil penelitian sebelumnya (Fauziah et al, 2004) menunjukkan bahwa Suku Rhizophoraceae yang terdiri dari jenis R. apiculata dan R. mucronata juga mendominasi vegetasi strata sapling di kawasan hutan mangrove Pulau Bengkalis. Jenis-jenis tersebut umum dijumpai di kawasan hutan mangrove pesisir pantai kawasan indo-malesia (Indonesia dan Malaysia) yang merupakan pusat biogeografi jenis-jenis tertentu seperti Rhizophora, Bruguiera, Sonneratia, Avicennia, Ceriops, Lumnitzera dan jenis lainnya (Chapman, 1976; Tomlinson, 1986). Jenis R. apiculata dan Avicennia alba mendominasi zona terluar diikuti oleh jenis R. mucronata, sedangkan jenis Hibiscus tiliaceus banyak terdapat di zona paling dalam yaitu pada batas air pasang tertinggi. Sonneratia alba lebih banyak ditemukan pada daerah pantai dengan substrat lumpur berpasir terutama pada daerah pantai yang berbatasan langsung dengan perairan laut terbuka. Jenis ini dapat ditemukan sebagai tegakan pohon yang berukuran besar di tepi pantai. 2.2 Regenerasi Vegetasi Kemampuan regenerasi vegetasi mangrove berdasarkan perbandingan nilai kerapatan antara vegetasi strata pohon dengan permudaannya pada strata sapling dan seedling. Secara
2

umum kerapatan vegetasi strata pohon pada masing-masing lokasi kurang dari 1000 individu/ha. Berdasarkan kriteria yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI No.201 Tahun 2004 tentang Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove, kawasan hutan mangrove Tanjung Sekodi Bengkalis dapat dikategorikan sebagai kawasan hutan mangrove yang sudah rusak. Kemampuan regenerasi vegetasi pada empat lokasi yang diteliti dianggap masih baik, di kawasan hutan mangrove ditunjukkan dengan kerapatan anakan (seedling) lebih dari 1000 individu/ha dan kerapatan sapling lebih dari 240 individu/ha. Dari keseluruhan jenis yang ada, jenis Rhizophora apiculata, R. mucronata, Sonneratia alba dan Avicenia alba mempunyai kemampuan regenerasi yang lebih dibandingkan dengan Hibiscus tiliaceus. Berdasarkan data sebaran individu strata seedling pada berbagai kelas ketinggian diketahui bahwa pada kelas ketinggian 101-150 cm jumlah individu masing-masing jenis pada umumnya lebih sedikit dibandingkan dengan kelas ketinggian yang lebih rendah. Hal ini membuktikan terjadinya kompetisi intraspesifik antar individu yang sejenis di dalam komunitasnya. Jenis R. apiculata dan R. mucronata terlihat mempunyai sebaran individu yang lebih baik pada berbagai tingkatan umur sehingga regenerasinya akan dapat berlangsung lebih cepat di masa yang akan datang. Jumlah individu pada kelas ketinggian 10-50 cm mempunyai kerapatan yang lebih banyak dibandingkan dengan kelas ketinggian 51-100 cm dan 101-150 cm. Hal ini menunjukkan kemampuan menghasilkan biji dalam jumlah yang banyak dan sebagian besar (lebih dari 50%) individu anakan yang ada dapat tumbuh mencapai kelas ketinggian berikutnya yaitu 51-100 cm dan 101-150 cm. Hasil pengukuran parameter lingkungan pada 4 lokasi yang diteliti dicantumkan pada. Data hasil pengukuran parameter lingkungan mengindikasikan adanya keterbukaan lahan terutama pada kawasan hutan mangrove yang berada di dekat pemukiman penduduk (lokasi 2) dan hutan mangrove yang berdekatan dengan tambak (lokasi 4). Hal ini dapat dilihat dari hasil pengukuran suhu udara yang lebih tinggi dan kelembaban udara yang lebih rendah dibandingkan dengan lokasi hutan mangrove alami (lokasi 1). Adanya keterbukan lahan juga diindikasikan dari berkurangnya kerapatan vegetasi, terutama pada strata pohon dan sapling

BAB III PENUTUP 3.1 KESIMPULAN Komunitas mangrove desa Tanjung Sekodi Bengkalis terdiri dari jenis Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Sonneratia alba, Avicennia alba dan Hisbiscus tilliaceu. Vegetasi mangrove didominasi oleh jenis Rhizophora apiculata, Rhizophora muronata dan Sonneratia alba, baik pada strata pohon, sapling maupun seedling. Jenis Rhizophora apiculata dan Rhizophora muronata mempunyai kemampuan regenerasi yang lebih baik dibandingkan dengan jenis lainnya.

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2004. Program Pendampingan Community Development (II). Pengelolaan Kawasan Pelestarian Alam. Laporan Akhir, Cofish Project dan PT. Ayamaru Bakti Pertiwi. Bengkalis Bengen, D.G. 2001. Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Penerbit IPB. Bogor. Causton, D.R. 1988. Introduction to Vegetation Analysis. Principles, practice and interpretation. Unwin Hyman. London. Chapman, V.J. 1976. Mangrove Vegetation. Fauziah, Y., Nursal dan Supriyanti. 2004. Struktur dan Penyebaran Vegetasi Strata Sapling di Kawasan Hutan Mangrove Pulau Bengkalis Propinsi Riau. J. Biogenesis 1(1) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004 Tentang Kriteria Baku dan Pedoman Penetuan Kerusakan Mangrove

Anda mungkin juga menyukai