BALAI PENGELOLAAN DAS TONDANO Data Spasial Lahan Kritis Kabupaten Kepulauan Sangihe
BAB. IV
IV-2
BALAI PENGELOLAAN DAS TONDANO Data Spasial Lahan Kritis Kabupaten Kepulauan Sangihe
4.2. Tutupan Lahan. Suatu vegetasi penutup tanah yang baik seperti tutupan vegetasi tebal atau rimba yang lebat menghilangkan pengaruh hujan dan topografi terhadap erosi. Pengaruh vegetasi terhadap aliran permukaan dan erosi dapat dibagi dalam empat bagian, yakni (1) intersepsi hujan oleh tajuk tanaman; (2) mengurangi kecepatan aliran permukaan dan kekuatan perusak air; (3) pengaruh akar dan kegiatan-kegiatan biologi yang berhubungan dengan pertumbuhan vegetatif; (4) transpirasi yang mengakibatkan kandungan air tanah berkurang. Intersepsi hujan oleh vegetasi mempengaruhi erosi melalui dua cara yaitu (a) mempengaruhi
jumlah air yang sampai ke tanah sehingga dapat mengurangi aliran permukaan, dan (b) mempengaruhi kekuatan perusak butir-butir hujan yang jatuh menimpa tanah. Jumlah hilangnya air dari tanah karena proses transpirasi dipengaruhi tingkat kerapatan tajuk tanaman. Tanah terbuka, tidak ada tumbuhan penutup, merupakan mangsa mudah bagi erosi, seperti nampak pada lumpur yang terbawa oleh sungai di daerah-daerah berbukit yang terbuka tanpa tumbuhan, pada musim hujan. Kondisi tutupan lahan di Kabupaten Kepulauan Sangihe didominasi oleh pertanian lahan kering campur semak seluas 45,481 ha (44.90%), kemudian disusul pertanian lahan kering seluas 30,864 ha (30.47%), Hutan lahan kering sekunder seluas 1,466 ha (1.45%), sedangkan hutan lahan kering primer hanya tersisa 1,148 ha (1.13%), selebihnya terbagi habis dengan tutupan lahan lainnya seperti, semak/belukar, pemukiman, hutan mangrove, dll. Adapun secara rinci tutupan lahan di Kabupaten Kepulauan Sangihe dapat dilihat pada Tabel IV.2. Jenis Tutupan Lahan di Kabupaten Kepulauan Sangihe. IV-3
BALAI PENGELOLAAN DAS TONDANO Data Spasial Lahan Kritis Kabupaten Kepulauan Sangihe
Kepulauan Sangihe
Kepulauan Sangihe Total 101,303 100.00
Tutupan lahan merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam analisa data spasial lahan kritis, ini ditunjukkan dengan besar bobot yang diberikan yaitu sebesar 50 pada arahan fungsi kawasan hutan lindung, dan pada kawasan lindung diluar kawasan hutan. Dalam analisa, tutupan lahan diklasifikasi berdasarkan nilai kerapatan tajuk masing-masing tutupan lahan menjadi 5 kelas, yaitu: IV-4
BALAI PENGELOLAAN DAS TONDANO Data Spasial Lahan Kritis
Kerapatan Tajuk Kelas > 80 % Sangat Baik 61 - 80 % Baik 41 - 60 % Sedang 21 - 40 % Buruk < 20% Sangat Buruk Berdasarkan kondisi tutupan lahan, klasifikasi kerapatan tajuk dan hasil pengamatan lapangan diperoleh bahwa pada arahan fungsi lahan budidaya pertanian didominasi oleh kelas kerapatan tajuk sedang (4160%), yaitu seluas 43,541 ha. Pada arahan punggunaan lahan hutan lindung didominasi kelas kerapatan tajuk sangat buruk (<20%), yaitu seluas 7,202 ha. Mencermati kondisi lapangan ini apabila terjadi curah hujan tinggi dan terus menerus, tidak adanya upaya-upaya RHL yang mantap, illegal loging masih terjadi, tak mengheran bila nantinya erosi atau banjir bisa terjadi pada musim penghujan, dan kekeringan berkepanjangan pada musim kemarau. Secara detail kondisi kerapatan tajuk di Kabupaten Kepulauan Sangihe terlihat pada Tabel IV.3. Tabel IV.3. Tingkat Kerapatan Tutupan Tajuk Pada masing-masing Arahan Fungsi Lahan dan Fungsi Hutan
ARAHAN FUNGSI TINGKAT KERAPATAN TUTUPAN TAJUK LAHAN FUNGSI HUTAN >80 % 61 -80% 41- 60% 21- 40% <20% LUAS (Ha) Budidaya Pertanian APL 1,222 906 43,541 29,424 10,418 85,511 Sub total 1,222 906 43,541 29,424 10,418 85,511 HL 188 497 4,165 1,767 7,202 13,820 Hutan Lindung HSA&PA 0 0 0 0 0 0 Sub total 188 497 4,165 1,767 7,202 13,820 HPT 0 0 0 0 0 0 HP 0 0 0 0 0 0 Kawasan Lindung di luar Kawasan Hutan HPK 0 0 0 0 0 0 Sub total 0 0 0 0 0 0 Pemukiman 1,959 Tubuh Air 13 TOTAL LUAS (Ha) 1,409 1,403 47,707 31,191 17,621 101,303
IV-5
BALAI PENGELOLAAN DAS TONDANO Data Spasial Lahan Kritis Kabupaten Kepulauan Sangihe
0 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 35,000 40,000 45,000 >80 % 61 - 80 % 41 - 60 % 21 - 40 % <20% TINGKAT KERAPATAN TUTUPAN TAJUK
Kepulauan Sangihe
Budidaya Pertanian Hutan Lindung Kawasan Lindung di luar Kawasan Hutan
Luas (Ha)
4.3. Topografi dan Bentuk Wilayah. Kemiringan dan panjang lereng adalah dua unsur topografi yang paling berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi. Kemiringan lereng dinyatakan dalam derajat atau persen. Kecuraman lereng 100 persen sama dengan kecuraman 45 derajat. Selain memperbesar jumlah aliran permukaan, makin curam lereng juga memperbesar kecepatan aliran permukaan, dengan demikian memperbesar energi angkut air. Selain itu dengan makin miringnya lereng, maka butir-butir tanah yang terpecik kebawah oleh tumbukan butir hujan semakin banyak. Dengan demikian jika lereng permukaan tanah lebih curam maka kemungkinan erosi akan lebih besar persatuan luas. Kelas kemiringan lereng di Kabupaten Kepulauan Sangihe diklasifikasikan menjadi kelas datar, landai, agak curam, curam, dan sangat curam. Adapun klasifikasi tersebut seperti dibawah ini: Kelas Kemiringan Lereng Kelas 0 - 8 % Datar 8 -15 % Landai 15 - 25 % Agak curam 25 - 40 % Curam > 40 % Sangat curam IV-6
BALAI PENGELOLAAN DAS TONDANO Data Spasial Lahan Kritis Kabupaten Kepulauan Sangihe
Keadaan topografi Kabupaten Kepulauan Sangihe sebagian besar mempunyai relief agak curam sampai curam. Pada arahan penggunaan lahan areal budidaya pertanian kelas kelerengan agak curam termasuk yang terluas yaitu 32,177 ha. Sedangkan pada arahan penggunaan lahan hutan lindung relief topografi curam yang terluas seluas 8,797 ha. Ha. Kecamatan Tabukan Utara mempunyai keadaan topografi kelas kelerengan sangat curam dan curam yang terluas dibandingkan dengan kecamatan yang lain di Kabupaten Kepulauan Sangihe yaitu seluas 4,104 ha. Berdasarkan klasifikasi tersebut keadaan topografi di Kabupaten Kepulauan Sangihe sebagaimana Tabel IV.4. Tabel IV.4. Kelas Kemiringan Lereng Pada masing-masing Arahan Fungsi Lahan dan Fungsi Hutan
ARAHAN FUNGSI KELAS KELERENGAN LAHAN FUNGSI HUTAN Sangat Curam Curam Agak Curam Landai Datar LUAS (Ha) Budidaya Pertanian APL 11,421 23,879 32,177 3,492 14,543 85,511 Sub Total 11,421 23,879 32,177 3,492 14,543 85,511 HL 2,701 8,797 1,779 77 465 13,820 Hutan Lindung HSA&PA 0 0 0 0 0 0
Sub Total 2,701 8,797 1,779 77 465 13,820 HPT 0 0 0 0 0 0 HP 0 0 0 0 0 0 Kawasan Lindung di luar Kawasan Hutan HPK 0 0 0 0 0 0 Sub Total 0 0 0 0 0 0 Pemukiman 1,959 Tubuh Air 13 TOTAL LUAS (Ha) 14,122 32,676 33,956 3,569 15,008 101,303
IV-7
BALAI PENGELOLAAN DAS TONDANO Data Spasial Lahan Kritis Kabupaten Kepulauan Sangihe
0 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 35,000 Sangat Curam Curam Agak Curam Landai Datar KELAS KELERENGAN Grafik IV.4. Kelas Kemiringan Lereng di Kabupaten Kepulauan Sangihe Budidaya Pertanian Hutan Lindung Kawasan Lindung di luar Kawasan Hutan
Luas (Ha)
4.4. Tanah. Sumber daya alam utama, yaitu tanah dan air, mudah mengalami kerusakan atau degradasi. Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponen-komponen padat, cair, dan gas, dan mempunyai sifat serta perilaku yang dinamik. (Sitanala Arsyad, 1989). Kerusakan tanah dapat terjadi oleh (1) kehilangan unsur hara dan bahan organik dari daerah perakaran, (2) terkumpulnya garam di daerah perakaran (salinisasi), terkumpulnya atau terungapnya unsur senyawa merupakan racun bagi tanaman, (3) penjenuhan tanah oleh air (waterlogging), dan erosi. Keadaan tanah di Kabupaten Kepulauan Sangihe berdasarkan peta RePPProT Provinsi Sulawesi Utara skala 1:250.000 sangat bervariasi. Berdasarkan pengelompokan tanah USDA (greatgroup tanah) terdapat 4 jenis tanah yaitu; Dystropepts seluas 58,117ha (57.37%) dengan tingkat kerentanan terhadap terjadinya erosi termasuk rendah-sedang dan humitropepts seluas 42,192ha (41.65%) termasuk tingkat kerentanan terhadap terjadinya erosi sedang. IV-8
BALAI PENGELOLAAN DAS TONDANO Data Spasial Lahan Kritis Kabupaten Kepulauan Sangihe
Humitropepts 42,192 41.65 Troporthents 236 0.23 Kabupaten Kepulauan Sangihe Tropudalfs 759 0.75 Kabupaten Kepulauan Sangihe Total 101,303 100.00
Sumber Data: Peta RePPProT Provinsi Sulawesi Utara SKALA 1 : 250.000.
4.5. Erosi. Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat yang diangkut oleh air atau angin ke tempat lain. Erosi menyebabkan hilangnya lapisan atas tanah yang subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air. Tanah yang terangkut tersebut akan diendapkan di tempat lain; di dalam sungai, waduk, danau, saluran irigasi, diatas tanah pertanian dan sebagainya. Endapan tersebut akan menyebabkan sungai, waduk, danau dan saluran-saluran irigasi lainnya mendangkal. Dengan meningkatnya jumlah aliran air permukaan dan mendangkalnya sungai mengakibatkan semakin seringnya terjadi banjir. Secara umum, terjadinya erosi ditentukan oleh faktor-faktor iklim (terutama intensitas hujan), topografi, karakteristik tanah, vegetasi penutup tanah, dan tata guna lahan. Pengaruh iklim terhadap erosi dapat bersifat langsung atau tidak langsung. Pengaruh langsung adalah melalui tenaga IV-9
BALAI PENGELOLAAN DAS TONDANO Data Spasial Lahan Kritis Kabupaten Kepulauan Sangihe
kinetis hujan, terutama intensitas dan diameter butir hujan. Pada hujan yang intensif dan berlangung dalam waktu pendek, erosi yang terjadi biasanya lebih besar daripada hujan dengan intensitas lebih kecil dengan waktu hujan lebih lama. Karakteritik tanah yang mempengaruhi erosi adalah tekstur tanah, unsur organik, struktur tanah, dan permeabilitas tanah. Faktor topografi yang memberikan kontribusi terhadap erosi adalah kemiringan lereng dan panjang lereng. Kedua faktor topografi tersebut penting untuk terjadinya erosi karena faktor tersebut menentukan besarnya kecepatan dan volume air larian. Pengaruh vegetasi penutup tanah terhadap erosi adalah melindungi permukaan tanah dari tumbukan air hujan, menurunkan kecepatan dan volume air larian, menahan partikel-partikel tanah pada tempatnya melalui sitem perakaran dan seresah yang dihasilkan, dan mempertahankan kemantapan kapasitas tanah dalam menyerap air (Asdak, 2002). Kelas tingkat erosi di Kabupaten Kepulauan Sangihe didominasi kelas erosi ringan sampai sedang . Pada arahan fungsi lahan areal budidaya pertanian luas lahan yang mengalami erosi ringan adalah seluas 48,841 ha. Sedangkan pada arahan fungsi lahan kawasan hutan lindung terdapat
10,619 ha termasuk kelas erosi sedang . Kelas erosi berat terluas terdapat di Kecamatan Siau Timur seluas 1,623 ha tesebar pada arahan penggunaan lahan budidaya pertanian dan hutan lindung. IV-10
BALAI PENGELOLAAN DAS TONDANO Data Spasial Lahan Kritis Kabupaten Kepulauan Sangihe
Tabel IV.6. Tingkat Erosi pada masing-masing Arahan Fungsi Lahan dan Fungsi Hutan
ARAHAN FUNGSI TINGKAT BAHAYA EROSI LAHAN FUNGSI HUTAN Sangat Berat Berat Sedang Ringan Sangat Ringan LUAS (Ha) Budidaya Pertanian APL 0 3,338 28,739 48,841 4,594 85,511 Sub Total 0 3,338 28,739 48,841 4,594 85,511 HL 0 1,181 10,619 1,752 268 13,820 Hutan Lindung HSA&PA 0 0 0 0 0 0 Sub Total 0 1,181 10,619 1,752 268 13,820 HPT 0 0 0 0 0 0 HP 0 0 0 0 0 0 Kawasan Lindung di luar Kawasan Hutan HPK 0 0 0 0 0 0 Sub Total 0 0 0 0 0 0 Pemukiman 1,959 Tubuh Air 13 TOTAL LUAS (Ha) 0 4,519 39,357 50,593 4,862 101,303
0 10,000 20,000 30,000 40,000 50,000 Sangat Berat Berat Sedang Ringan Sangat Ringan TINGKAT BAHAYA EROSI
4.6. Tingkat Kekritisan Lahan. Ciri utama lahan kritis adalah gundul, berkesan gersang, dan bahkan muncul batu-batuan di permukaan tanah, topografi lahan pada umumnya berbukit atau berlereng curam. Tingkat produktivitas rendah yang ditandai oleh tingginya tingkat kemasaman tanah, kekahatan hara P, K, C dan Mg, rendahnya kapasitas tukar kation (KT), kejenuhan basa dan kandungan IV-11
BALAI PENGELOLAAN DAS TONDANO Data Spasial Lahan Kritis Kabupaten Kepulauan Sangihe
bahan organik, tingginya kadar Al dan Mn, yang dapat meracuni tanaman dan peka terhadap erosi. Selain itu, pada umumnya lahan kritis ditandai dengan vegetasi alang-alang yang mendominasinya dengan sifat-sifat lahan padang alang-alang memiliki pH tanah relatif rendah sekitar 4,8-6,2, mengalami pencucian tanah tinggi, ditemukan rizoma dalam jumlah banyak
yang menjadi hambatan mekanik dalam budidaya tanaman, terdapat reaksi alelopati dari akar rimpang alang-alang yang menyebabkan gangguan pertumbuhan pada lahan tersebut. Pada umumnya, penduduk yang tinggal di daerah tersebut relatif miskin (sedikit kesempatan untuk memperoleh income), yang disebabkan pemberdayaan tanah kritis tersebut berhubungan erat dengan masalah kemiskinan penduduknya, tingginya kepadatan populasi, kecilnya luas lahan, kesempatan kerja terbatas dan lingkungan yang terdegradasi. Oleh karena itu perlu diterapkan sistem pertanian berkelanjutan dengan melibatkan penduduk dan kelembagaan (Mahfudz, 2001). Meluasnya lahan kritis disebabkan oleh beberapa hal antara lain tekanan penduduk, perluasan areal pertanian yang tidak sesuai, perladangan berpindah, padang penggembalaan yang berlebihan, pengelolaan hutan yang tidak baik, dan pembakaran yang tidak terkendali (Mahfudz, 2001). Fujisaka dan Carrity (1989) dalam Mahfudz (2001) mengemukakan bahwa masalah utama yang dihadapi di lahan kritis antara lain adalah lahan mudah tererosi, tanah bereaksi masam dan miskin unsur hara. Tingkat kekritisan di Kabupaten Kepulauan Sangihe didominasi oleh tingkat kekritisan lahan kritis pada arahan fungsi budidaya pertanian seluas 38,893 ha. Jika lahan kritis merupakan kelompok dari kelas kekritisan agak kritis, kritis, hingga sangat kritis maka luas lahan kritis yang terbesar terdapat di arahan fungsi kawasan budidaya pertanian, yaitu sebesar 76,872 ha atau 75.88% dari total luas kabupaten. Pada arahan fungsi hutan lindung, luas lahan kritis sebesar 13,563 ha atau 13.38% dari total luasan kabupaten. Di Kecamatan Siau Barat terdapat luas lahan kritis terluas IV-12
BALAI PENGELOLAAN DAS TONDANO Data Spasial Lahan Kritis Kabupaten Kepulauan Sangihe
di Kabupaten Kepulauan Sangihe yaitu seluas 7,994 ha atau 97.50% dari luas total kecamatan. Melihat kondisi tersebut wilayah Kabupaten Kepulauan Sangihe sangat urgen untuk ditangani dengan upaya-upaya rehabilitasi hutan dan lahan, rekomendasi kegiatan-kegiatan pengolahan lahan dengan memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah, upaya melestarikan dan mempertahankan keberadaan hutan. Tabel IV.7. Tingkat Kekritisan lahan Pada masing-masing Arahan Fungsi Lahan dan Fungsi Hutan
0 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 35,000 40,000 Sangat Kritis Kritis Agak Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis TINGKAT KEKRITISAN LAHAN
ARAHAN FUNGSI TINGKAT KEKRITISAN LAHAN LAHAN FUNGSI HUTAN Sangat Kritis Kritis Agak Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis LUAS (HA) Budidaya Pertanian APL 2,393 38,893 35,586 8,393 246 85,511 Sub Total 2,393 38,893 35,586 8,393 246 85,511 HL 6,201 2,893 4,469 141 116 13,820 Hutan Lindung HSA&PA 0 0 0 0 0 0 Sub Total 6,201 2,893 4,469 141 116 13,820 HPT 0 0 0 0 0 0 HP 0 0 0 0 0 0 Kawasan Lindung di luar kawasan hutan HPK 0 0 0 0 0 0 Sub Total 0 0 0 0 0 0 Pemukiman 1,959 Sawah Total 8,593 41,787 40,055 8,535 362 101,303
IV-13
BALAI PENGELOLAAN DAS TONDANO Data Spasial Lahan Kritis Kabupaten Kepulauan Sangihe