Bardasarkan hasil praktikum, diperoleh data sebagai berikut: Tabel 1. Perhitungan BK Jerami Berat jerami + Loyang Setelah Dioven 1 40,078 10,005 48,907 2 33,492 10,000 42,277 Sumber: Data Primer Praktikum Produksi Ternak Potong dan Kerja, 2010. loyang Berat Loyang (g) Berat jerami Sebelum dioven
BK Hijauan
B.loyang B.sampel yang dioven B.loyang x100% berat sampel sebelum di oven 48,907 - 40,078 x100% ! 88,24% 10,005 42,277 - 33,492 x100% ! 87,85% 10,000 88,24% 87,85% ! 88,045% 2
BK Hijauan I
BK Hijauan II
BK Hijauan Rata-rata =
Tabel 2. Perhitungan BK Konsentrat loyang Berat Loyang (gr) Berat konsentrat Sebelum dioven Berat konsentrat + Loyang Setelah Dioven
Bekatul 1 6,212 10,001 15,497 2 6,390 10,000 15,155 Onggok 1 6,606 10,005 15,180 2 6,653 10,000 15,392 Ampas teh 1 6,653 10,000 15,392 2 6,625 10,003 15,159 Sumber: Data Primer Praktikum Produksi Ternak Potong dan Kerja, 2010.
BK Konsentrat
B.loyang B.konsentrat yang dioven B.loyang x100% berat konsentrat sebelum di oven
BK Konsentrat rata-rata =
BK Sampel 1 BK Sampel 2 2
BK Bekatul Rata-rata =
BK Onggok Rata-rata =
Berdasarkan hasil praktikum, pemberian pakan yang diberikan kepada ternak kerbau adalah jerami padi dan konsentrat dalam bentuk BK (bahan kering). Kebutuhan pakan untuk kerbau harus memenuhi kebutuhan kuantitatif dan kualitatif. Hal ini sesuai dengan pendapat Parakkasi (1999) yang menyatakan bahwa, kebutuhan kuantitatif dihitung berdasarkan bahan kering, yang sesuai dengan kapasitas fisik lambung dan saluran pencernaan secara keseluruhan. Pemberian pakan berupa Bahan Kering (BK), karena setiap bahan pakan memiliki kadar air yang mempengaruhi berat bahan kering. Hal ini sesuai dengan pendapat Devendra (1992) yang menyatakan bahwa, perhitungan konsumsi pakan sebaiknya didasarkan konsumsi bahan kering, hal ini dikarenakan dalam bahan segar memiliki kandungan bahan kering yang berbeda pada tiap bahan pakan. Tillman et al. (1998) dan Lubis (1992) menyatakan bahwa pemberian pakan dalam bahan kering berkisar antara 2 4% dari bobot badan ternak. Jerami mempunyai kandungan serat kasar 26,63%; protein kasar 4,26%; lemak 1,56%; BETN 40,88% (Widodo, 2002). Daya cerna jerami padi rendah yaitu berkisar 30% (Sugeng, 1998; Tillman et al., 1998). Konsentrat adalah bahan pakan yang mengandung serat kasar kurang dari 18% dan dikelompokkan ke dalam bahan pakan penguat (Tillman et al., 1998). Konsentrat diberikan dengan tujuan untuk melengkapi kebutuhan gizi yang tidak dapat tercukupi dari hijauan (Diggins dan Bundy, 1975).
Bedasarkan hasil praktikum Pertumbuhan dan Perkembangan pada Kerbau nomor 6, diperoleh data sebagai berikut : BB awal BB akhir PBBH = 124 kg = 133,6 kg =
BB akhir - BB awal Lama Pemeliharaan 133,6 kg - 124 kg 7 hari
= 1,37 kg
Bobot badan kerbau 6 awal sebesar 124 kg dan bobot badan akhir sebesar 133,6 kg. Ini menunjukkan adanya peningkatan bobot badan harian sebesar 1,37 kg/hari melebihi pertambahan bobot badan harian target. Menurut Manson (1969), pertambahan bobot badan harian kerbau jantan dari lahir sampai umur 6-12 bulan mencapai 0,45 kg dan pada umur 12-18 bulan 0,64 kg. Peningkatan bobot badan pada kerbau disebabkan karena kerbau dapat memanfaatkan pakan yang diberikan (jerami dan konsentrat) sehingga nutrien dalam pakan dapat tercerna dengan baik. Menurut Rahmat (2010) menyatakan bahwa Kerbau dapat memanfaatkan makanan yang berkualitas rendah lebih efisien dari sapi. Pemberian konsentrat juga sangat berpengaruh pada pertambahan bobot badan karena mengandung banyak protein yang digunakan untuk pertumbuhan ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Akoso (1996) yang menyatakan bahwa, konsentrat mempunyai peran penting dalam meningkatkan nilai nutrisi yang rendah untuk memenuhi kebutuhan ternak sesuai bobot badan sehingga ternak dapat tumbuh dan berkembang dengan sehat. Kecukupan protein pada ternak
merupakan faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi dari ternak itu sendiri (McDonald et al, 1988). Pengamatan Fisiologi Ternak Hasil pengukuran terhadap fisiologi ternak selama praktikum dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3.Pengukuran Fisiologis Ternak Suhu Rektal Denyut Frekuensi Nafas waktu (oC) Nadi(kali/menit) (kali/menit) 06.00 37,85 50 21 12.00 38,4 58,5 25,5 18.00 38,8 65 20 00.00 38,3 56,5 27,5 Rata-rata 38,34 57,5 23,5 Sumber: Data Primer Praktikum Produksi Ternak Potong dan Kerja, 2010.
Berdasarkan tabel suhu rektal rata-rata harian kerbau nomor 6 diatas diperoleh data bahwa suhu rektal pada pagi hari 37,85C, pada siang hari 38,4C , pada sore hari 38,8C, dan pada malam hari 38,3C dengan rata-rata 38,340C. Hal ini menunjukkan suhu kerbau dalam keadaan normal. Hal ini sesuai dengan pendapat Sugeng (1998) bahwa kisaran tubuh normal pada ternak adalah 38,50C - 39,60C dengan suhu kritis 400C Hasil pengukuran denyut nadi pada kerbau nomor 6 yang terdapat dalam tabel menunjukkan data denyut pada pagi, siang, sore, dan malam hari adalah 50, 58,5, 65 dan 56,5 kali per menit dengan rata-rata 57,5. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Blakely dan Bade (1998) bahwa frekuensi denyut nadi pada ternak yang sehat adalah 6070 kali per menit. Pada saat pengukuran denyut nadi kerbau nomor 6 ketidak normalan frekuensi denyut nadi dimungkinkan adanya kesalahan praktikan dalam perhitungan, ternak stress. Hal ini sesuai dengan pendapat Frandson (1992) yang menyatakan bahwa, faktor-faktor yang mempengaruhi denyut nadi antara lain adalah faktor ekstrinsik yang terdiri dari lingkungan, aktivitas dan stress.
Berdasarkan tabel Frekuensi Pernafasan rata-rata harian diatas diperoleh data bahwa frekuensi pernafasan pada pagi hari 21 kali , pada siang hari 25,5 kali, pada sore hari 20 kali, dan pada malam hari 27,5 kali. Hasil tersebut masih berada dalam kisaran normal sesuai pendapat Frandson (1992) yang menyatakan bahwa, frekuensi nafas pada keadaan istirahat adalah 10 sampai 44 kali per menit.
Berdasarkan pengamatan terhadap fisiologi lingkungan selama praktikum dilaksanakan diperoleh data rata-rata suhu dan kelembaban lingkungan mikroklimat serta makroklimat sebagai berikut:
Tabel 4. Hasil Pengukuran Fisioligi Lingkungan Mikrolimat Makrolimat Tanggal Waktu o o Suhu ( C) Rh ( C) Suhu (oC) Rh (oC) 10-10-2010 06.00 27 80 28 81 12.00 31 57 32 52 18.00 29 70 28 71 21.00 26 74 24 81 11-10-2010 06.00 25 91 23 89 12.00 31 56 32 54 18.00 30 65 28 71 21.00 26 71 25 71 12-10-2010 06.00 24 90 25 92 12.00 32 50 35 50 18.00 30 58 29 60 21.00 28 70 25 81 13-10-2010 06.00 25 87 24 90 12.00 33 49 37 49 18.00 29 63 36 67 21.00 27 75 26 64 14-10-2010 06.00 26 91 23,5 100 12.00 31 59 33 52 18.00 26 85 25 92 21.00 27 83 26 90 15-10-2010 06.00 25 93 24 90 12.00 31 60 34 54 18.00 29 78 27 81 21.00 28 77 27 71 16-10-2010 06.00 27 85 25,5 84 12.00 32 56 36 49 18.00 26 85 25 91 21.00 26 96 24 91 Rata-rata 06.00 25,6 88,1 24,7 89,4 12.00 31,6 55,3 34,1 51,4 18.00 28,4 72 28,3 76,1 21.00 30,7 78 25,3 88,6 Sumber: Data Primer Praktikum Produksi Ternak Potong dan Kerja, 2010.
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh data hasil pengamatan fisiologi lingkungan pada kandang kerbau didapat kisaran rata-rata suhu dan kelembaban mikroklimat pada pukul 06.00 suhunya 25,6 oC; pukul 12.00 suhunya 31,6 oC; pukul 18.00 suhunya 28,4 oC; dan pada pukul 21.00 suhunya 30,7oC dengan kisaran kelembaban pukul 06.00 kelembabannya 88,1%; pukul 12.00
kelembabannya 55,3%; pukul 18.00 kelembabannya 72% dan pada pukul 21.00 kelembabannya 78%.kisaran suhu dan kelembaban makroklimat yaitu, pukul 06.00 suhunya 24,7 oC; pukul 12.00 suhunya 34,1oC; pukul 18.00 suhunya 28,3oC dan pada pukul 21.00 suhunya 25,3oC, dengan kelembaban yaitu; pukul 06.00 kelembabannya 89,4%; pukul 12.00 kelembabannya 51,4%; pukul 18.00 kelembabannya 76,1% dan pada pukul 21.00 kelembabannya 88,6%. Hal ini sesuai pendapat Abidin (2008) yang menyatakan bahwa pada umumnya ternak dapat tumbuh optimal di daerah dengan kisaran suhu 10-27oC dan kelembaban 60-80%. Suhu udara sangat mempengaruhi kehidupan ternak, suhu yang tinggi kurang menguntungkan sebab ternak tersebut akan banyak minum, sehingga mengurangi nafsu makan (Sugeng, 1998).
Evaluasi Pakan
Perhitungan kebutuhan pakan Nomor kerbau BB awal PBBH sasaran Lama pemeliharaan BK jerami BK konsentrat =6 = 124 = 0,75 = 7 hari = 88,045% = 87,1% = 80 % : 20%
Kebutuhan pakan
= 126,625
= X
= 3,386
=
Kebutuhan Jerami
Konversi BS jerami
Konversi BS Konsentrat
= 3,11 kg BS
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh konversi pakan jerami 0,78 kg BS dan konversi konsentrat 3,11 kg BS. Konversi konsentrat tinggi daripada konversi jerami hal ini yang dapat menyebabkan kenaikan bobot badan ternak secara signifikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Preston dan Willis (19974) yang menyatakan bahwa, perbandingan antara pakan kasar dan konsentrat dalam pakan sangat mempengaruhi konversi pakan, jika pakan konsentrat yang diberikan semakin besar dari pakan kasaarnya maka nilai konversi yang didapat akan semakin kecil. Nilai konversi pakan yang kecil menandakan efisiensi pakan besar dan kualitas pakan semakin baik. Selanjutnya dijelaskan oleh Campbell dan Lasley (1985) bahwa, semakin rendah nilai konversi pakan maka semakin baik kualitas pakan tersebut.
Table 6. konsumsi pakan Jerami(Kg) Konsentrat(Kg) P S K P S K 10-10-10 1 0,1 0,9 4,925 738 4,187 11-10-10 1 0,5 0,5 4,985 390 4,595 12-10-10 1 4,637 200 4,437 0 1 13-10-10 1 4,447 116 4,331 0 1 14-10-10 1 4,363 224 4,139 0,1 0,9 15-10-10 4,471 644 3,827 1,1 0,2 0,9 16-10-10 4,891 1209 3,682 1,1 0,2 0,9 TOTAL 7,2 1,1 6,1 32,72 3,521 29,20 Rata-rata 1,03 0,16 0,87 4,674 503 4,171 Sumber: Data Primer Praktikum Produksi Ternak Potong dan Kerja, 2010. Tanggal
Berdasarkan data diatas didapatkan hasil rata-rata konsumsi pakan jerami 0,87 kg dan konsumsi konsenrat 4,171 kg setiap harinya. Pakan konsentrat diberikan terlebih dahulu, dua jam setelah pemberian konsentrat diberikan jerami, karena dengan diberikan konsentrat akan memicu pertumbuhan mikroba dalam rumen, dan diasumsikan puncak pertumbuhan mikroba setelah dua jam sehingga serat kasar dari jerami dapat dicerna dengan sempurna. Hal ini sesuai dengan pendapat Abidin (2008) yang menyatakan bahwa, secara faktual pemberian konsentrat terlebih dahulu bertujuan untuk memberikan energi yang lebih besar kepada mikroba rumen, sehingga mikroba memiliki energi yang cukup besar untuk mencerna hijauan yang kurang berkualitas. Selanjutnya dijelaskan oleh Rianto et al. (2005) pemberian konsentrat pada kerbau sangat membantu perkembangbiakan mikroba rumen. Dari hasil pengamatan sisa pakan konsentrat setiap harinya lebih banyak dibandingkan jerami, ini disebabkan jerami lebih palatable dibandingkan konsentrat. Menurut McDonald et al (1998) yang dikutip Rianto (2005) menyatakan bahwa kecernaan pakan kasar dapat meningkat karena adanya penambahan pakan lain yang mengakibatkan meningkatnya kualitas ransum secara keseluruhan.
Tabel 7. Perhitungan BK Feses Berat Sampel + Loyang Setelah Dioven 1 6,551 10,000 8,875 2 6,820 10,008 7,539 Sumber: Data Primer Praktikum Produksi Ternak Potong dan Kerja, 2010. loyang Berat Loyang (gr) Berat Sampel Sebelum dioven
BK I
BK II
B.loyang B.feses yang dioven B.loyang x100% feses 8,875 - 6,551 = x100% ! 23,24% 10,000 7,539 - 6,820 = x100% ! 7,18% 10,008 =
Berdasarkan hasil dari praktikum perhitungan Bk feses rata-rata kerbau nomor 6 adalah 15,24%. Bobot feses dalam BK adalah sebesar 1,643.
PBBH =
%BK pakan x konsumsi pakan segar ! ....kg 100 88,045 = x 0,87 ! 0,766 kg 100 87,1 x 4,171 ! 3,633 kg 100
= 0,766+3,633 = 4,399 kg
Konversi Pakan
= 3,21
Berdasarkan hasil praktikum, konversi pakan sebesar 3,21. Menurut Preston dan Willis (1974) berpendapat bahwa konversi pakan dipengaruhi olehbeberapa hal yaitu pertambahan bobot badan harian ternak, konsumsi pakan harian dan perbandingan pakan kasar dan konsentrat pada pakan ternak.
PBBH=
PBBH =
%BK pakan x konsumsi pakan segar ! ....kg 100 88,045 = x 0,87 ! 0,766 kg 100 87,1 x 4,171 ! 3,633 kg 100
= 0,766+3,633 = 4,399 kg
Efisiensi pakan
Berdasarkan hasil praktikum didapatkan efisiensi pakan sebesar 31,14%. Efisiensi pakan lebih besar dibandingkan konversi pakan yaitu 31,14 dan 3,21. Hal ini sesuai dengan pendapat Campbell dan Lasley (1985) yang menyatakan bahwa, semakin rendah nilai konversi pakan maka semakin baik kualitas pakan tersebut. Selanjutnya dijelaskan oleh Preston dan Willis (1974) bahwa, nilai
konversi pakan yang kecil menandakan efisiensi pakan besar dan kualitas pakan semakin baik.
Total Feses BK
= 1,643 % = 0,0164 kg
= 4,399 kg = =
konsumsi BK total - bobot feses dalam BK x 100 % konsumsi BK total
= 99,6 %
Berdasarkan hasil praktikum didapatkan daya cerna terhadap pakan yang diberikan sebesar 99,6%. Hal ini menunjukan pakan yang diberikan tercerna dengan baik sehingga pertambahan bobot badan ternak mengalami peningkatan. Hal ini sesuai dengan pendapat Taylor (1995) yang menyatakan bahwa, besarnya daya cerna pakan merupakan selisih antara pakan yang dikonsumsi oleh ternak dikurangi oleh feses yang keluar dari ternak itu sendiri. Dijelaskan lebih lanjutoleh Chalmers (1974) bahwa dengan penambahan konsentrat, presentase jerami dalam pakan berkurang sehingga kecernaan pakan meningkat, pemberian konsentrat dapat mempengaruhi tingkat kecernaan pakan. Daya cerna 58-64 (devendra)
=Rp 145.550,00 per kg bobot badan per hari Menurut parakakksi (1999),biaya akan menjadi mahal jika bobot badan yg dhasilkan rendah. Suasanto et al,2004 bahwa FcG secara umum dipengaruhi oleh biaya pakan yg dkeluarkan dan PBBH yg dhsilkan oleh seekor ternak, sedangkan biaya pakan dipengaruhi oleh harga pakan dan konsumsi pakan.
Evaluasi Perkandangan
Bedasarkan hasil praktikum Evaluasi Perkandangan, diperoleh data sebagai berikut : Keterangan : 1. 2.
Ilustrasi 1. Kandang Tampak Depan Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Potong dan Kerja, 2010.
Keterangan : 1. 2.
Ilustrasi 1. Kandang Tampak Samping Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Potong dan Kerja, 2010.
Keterangan : 1. 2.
Ilustrasi 1. Kandang Tampak Belakang Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Potong dan Kerja, 2010.
Keterangan : 1. 2.
Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Potong dan Kerja, 2010.
Berdasarkan hasil pengamatan praktikum, didapatkan bahwa konstruksi kandang kurang bagus karena atap yang digunakan terbuat dari bahan yang tidak bisa menyerap panas dengan baik. Hal ini dapat membuat ternak stres dan akan mempengaruhi fisiologis ternak hal ini sesuai dengan Frandson (1993) bahwa kondisi ternak salah satunya dipengaruhi faktor ekstrinsik antara lain lingkungan, aktivitas dan stress.
Bedasarkan hasil praktikum Perhitungan Carrying Capacity, diperoleh data sebagai berikut : Luas lahan = 8 ha = 80.000 m2 Sampel I = 2,3 kg/m2
= 2,0 kg/m2 Prduksi lahan 7 ha = rata-rata berat sampel x luas lahan = 2,0 x 80.000 = 160.000 kg = 160 ton Produksi lahan/tahun = =
(BK x 30) (BB x 30) . 0,5 produksi . produksi IPBK IPBB (6 x 30) (6 x 30) . 0,5 x 160 .160 60 40
= 720 + 240 = 960 ton/tahun = 960.000 kg/tahun (dalam bentuk segar) b. Produksi lahan/hari Produksi lahan/hari = = produksi lahan/tahun jumlah hari dalam setahun
960.000 365
= 2630,14 kg/hari (dalam BS) Produksi per hari dalam BK = 25 x 2630,137 100
= 657,53 kg/hari Berdasarkan hasil praktikun diketahui luas lahan 80000 m2. Produksi pertahun sebesar 960.000kg/tahun (dalam bentuk BS) dan produksi lahan perhari sebesar
2630,14n kg/hari (dalam bentuk BS). Hal ini dijelaskan oleh Williamson dan Payne (1993), bahwa kualitas tanaman pakan ternak sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan, curah hujan, panjangnya hari, dan intensitas radiasi cahaya matahari.
Berdasarkan hasil praktikum Produksi Ternak Potong dan Kerja diambil kesimpulan bahwa kerbau nomor 6 mengalami kenaikan bobot badan sebanyak 1,37 kg/hari. Pakan yang diberikan adalah jerami dan konsentrat yang dikonsumsi selama satu minggu dengan perbandingan 80% untuk konsentrat dan 20% untuk jerami padi. Fisiologi ternak pada kerbau nomor 6 dalam keadaan normal. Fisiologi lingkungan dalam keadaan normal sehingga ternak dapat hidup dengan nyaman.
Saran
Saran untuk kegiatan praktikum yang akan datang agar semua kebutuhan dikandang lebih disediakan lagi dan diusahakan atap kandang diganti dengan
bahan yang mampu menyerap panas dengan optimal, supaya dalam pelaksanaan praktikum dapat mengerjakannya secara optimal. Kami juga berharap