Anda di halaman 1dari 8

07-Des-2011 / 11:49 WIB HARIAN SEPUTAR INDONESIA Sumber Referensi Terpercaya" Di dalam tatanan negara maju, pers telah

menjadi bagian yang sangat penting, karena pers memiliki kekuatan dan peranan strategis dalam mewarnai kehidupan ketatanegaraan. Pers berperan sebagai penyeimbang dan kontrol terhadap jalannya pemerintahan. Kekuatan inilah yang mengantarkan pers pada urutan keempat setelah eksekutif, legislatif dan yudikatif. Oleh karenanya, agar kekuatan dan peran pers yang sangat besar itu tidak disalahartikan dan disalahtafsirkan, pers dituntut untuk menggunakan fungsinya dengan tepat, sesuai dengan standar jurnalisme yang benar. Pers juga harus memiliki peran penyeimbang agar tidak menjurus kearah trial by press. Inilah amanat yang akan dan harus diemban Koran Seputar Indonesia. Sebagai suratkabar baru yang lahir di tengah ketatnya persaingan penerbitan persuratkabaran di tanah air. Koran Seputar Indonesia terbit perdana, pada 30 Juni 2005. Dilahirkan oleh PT Media Nusantara Informasi (MNI), sub-sidiary dari PT. Media Nusantara Citra (MNC) yang menaungi RCTI, TPI, Global TV dan Trijaya Network. PT. MNC sudah sangat berpenga- laman dalam mengelola media serta terbilang mapan dan berpengaruh, baik di kalangan masyarakat maupun pengambil keputusan. Sebagai surat kabar baru, Koran Seputar Indonesia ditujukan untuk memudahkan sekaligus memenuhi kebutuhan pembaca dalam satu keluarga. Pada saat sang Bapak memilih news, sang Ibu bisa leluasa membaca lifestyle, sedangkan si Anak bebas membaca sport. Atau sang Bapak bisa membawa news ke kantor dengan meninggalkan lifestyle untuk dibaca Ibu di rumah, sementara si Anak memasukkan sport ke dalam tas untuk dibaca dalam perjalanan. Pendeknya, mereka bisa bertukar section tanpa harus mengganggu keasyikan masing-masing. Koran Seputar Indonesia hadir setiap pagi dengan sajian berita-berita yang akurat, mendalam, penuh gaya dan warna. Koran Seputar Indonesia juga akan menyapa pembaca dengan sentuhan jurnalisme khas untuk selalu memberikan lebih dari sekadar berita. Apalagi ditunjang dengan kreatifitas visual yang progresif dan tidak konservatif, Koran Seputar Indonesia yakin akan menjadi media yang unik. Sajian berita yang bersahabat, karena pemanfaatan bahasa dan image yang ramah (tidak berdarah-darah), aktual dan informatif, karena berita terkini disajikan dengan ringkas dan jelas dengan topik-topik yang hangat. Koran yang menghibur karena didukung oleh desain yang menarik dan tidak membuat kening berkerut. Mampu mengakomodasi Feature Lifestyle dan Infotainment sekuat berita. Sajian berita yang bersifat Non Partisan atau tidak memihak dan dapat dipercaya. Koran yang bersifat Young and Friendly Newspaper, tercermin dari penggunaan bahasa yang renyah dan sarat dengan unsur partisipasi publik, dan mampu menyajikan gaya hidup yang meliputi in depth news, lifestyle, sport, dan entertainment. Terbit selama 7 hari selama 1 minggu, dengan format ukuran panjang 7 kolom dan tinggi 54 cm. Edisi Reguler terbit 44 halaman dengan 3 bagian/ section.

Target pembaca adalah masyarakat kelas menengah ke atas, pendidikan Sarjana, seg- mentasi usia 18 tahun ke atas. Dengan diferensiasi pembaca laki-laki sebanyak 52% dan pembaca wanita sebanyak 48%. Target distribusi Koran Seputar Indonesia adalah kota-kota besar di seluruh Indonesia dengan jumlah pembaca sebesar 1 juta orang. Karakteristik pembaca memiliki kebiasaan membaca lebih dari satu surat kabar, karena tidak ingin tertinggal informasi penting dan informasi hiburan dalam waktu yang bersamaan. Termasuk kelompok masyarakat yang haus informasi dan inovatif sehingga mudah menerima hal baru. Koran Seputar Indonesia Satu Koran Segala Berita.

Mubarok: Pers Tak Adil terhadap Marzuki


Suhartono | Agus Mulyadi | Senin, 1 Agustus 2011 | 23:14 WIB

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Ketua DPR Marzuki Alie

JAKARTA, KOMPAS.com Serangan kepada Ketua DPR Marzuki Alie, terkait pernyataannya tentang pemutihan harta koruptor dan pembubaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), membuat resah anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Achmad Mubarok. "Saya melihat pers tidak adil terhadap Pak Marzuki. Padahal, soal pemutihan harta koruptor bukan ide sepenuhnya Pak Marzuki. Gagasan pemutihan koruptor itu sudah dilontarkan berbagai kalangan tahun 2000-an, setelah jatuhnya Presiden Soeharto. Kenapa sekarang Pak Marzuki yang jadi sasaran, padahal dia hanya mengulang gagasan itu?" tanya Mubarok kepada Kompas.com, Senin (1/8/2011). Mubarok juga menilai pernyataan Marzuki soal pembubaran KPK, yang hanya dilihat pers dengan katakata "pembubaran KPK" saja. "Padahal, yang disampaikan Pak Marzuki itu adalah 'jika pimpinannya tidak baik lebih baik KPK dibubarkan'. Akan tetapi, pers hanya melihat kata-kata pembubaran KPKnya saja. Bukankah itu tidak adil?" kata Mubarok lagi. Sebagai Ketua DPR, tambah Mubarok, Marzuki sering dicegat pers yang ada di DPR. Marzuki akan banyak menjelaskan apa yang ditanya oleh pers. "Saya bukan membela Pak Marzuki, ya. Saya menghormati media massa, termasuk Kompas. Hanya tolong proporsional dan adillah terhadap seseorang," ucap Mubarok.

LBH Pers: Pers Indonesia Masih Rawan Ancaman Kekerasan


Aria Aan Sankhyaadi | acandra | Rabu, 30 Desember 2009 | 13:16 WIB

Aria Sankhyaadi LBH Pers sedang menerangkan kekerasan fisik dan non fisik yang dialami Pers Indonesia dalam Catatan Akhir Tahun 2009. Rabu (30/12/2009)

JAKARTA, KOMPAS.com Pers Indonesia masih rentan akan ancaman kekerasan, demikian disampaikan Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum Pers Hendrayana pada catatan akhir tahun 2009 LBH Pers di Jakarta, Rabu (30/12/2009). Dalam temuan LBH Pers, kekerasan fisik yang menimpa wartawan semakin memprihatinkan. Temuan LBH Pers berdasarkan monitoring yang diambil dari sampling 18 media online nasional dan 5 media cetak nasional menunjukkan, kebebasan pers di Indonesia semakin mendapat ancaman serius. Menurut LBH Pers, selama tahun 2009, kasus yang berkaitan dengan pers mengalami kenaikan signifikan dari tahun sebelumnya. Pada 2008, bentuk kekerasan fisik terhadap jurnalis sebanyak 10 kasus dan nonfisik sebanyak 7 kasus. Sementara pada 2009, bentuk kekerasan fisik yang menimpa jurnalis sebanyak 33 kasus dan nonfisik sebanyak 38 kasus. "Kasus-kasus pers dalam bentuk kekerasan, gugatan, dan pemidanaan masih kerap terjadi, bahkan menunjukkan peningkatan, terutama dalam bentuk kekerasan fisik dan nonfisik. Peran lembaga-lembaga profesi jurnalis Dewan Pers termasuk lembaga bantuan hukum telah berusaha secara optimal, namun tetap kewalahan menghadapi berbagai kasus-kasus yang terjadi," ucap Hendrayana.

Selama 2009, jumlah kasus kekerasan fisik tercatat sebanyak 33 kasus. Kekerasan fisik ini bersifat penganiayaan, dalam bentuk pemukulan, pelemparan, atau pengeroyokan maupun pembunuhan. "Contohnya kasus pembunuhan wartawan harian Radar Bali, Anak Agung Gede Prabangsa yang dibunuh karena pemberitaannya terkait dengan dugaan penyimpangan dalam proyek di Dinas Pendidikan Bangli," ucap Hendrayana. Frekuensi kekerasan fisik yang dialami pers berkaitan atau bersentuhan langsung dengan pemberitaan ataupun siaran peliputan yang dibuat oleh wartawan. Berikut data yang diberikan oleh LBH Pers: kekerasan fisik yang dilakukan TNI 3 kasus, polisi 1 kasus, massa 10 kasus, aparat pemerintah 1 kasus, anggota parlemen 1 kasus, partai politik 3 kasus, preman 2 kasus, LSM/ormas 1 kasus, aparat keamanan 7 kasus, mahasiswa 1 kasus, penasihat hukum 1 kasus, dan pengusaha 1 kasus. Data ini menunjukkan, masyarakat dan polisi merupakan pelaku dominan kekerasan pers selama tahun 2009. Sementara TNI, aparat pemerintah, anggota parlemen, mahasiswa, dan tak dikenal/preman menjadi pihak yang turut mengancam kebebasan pers. Tingginya angka kekerasan fisik yang dilakukan oleh masyarakat menunjukkan bahwa masyarakat belum memahami tugas dan fungsi pers sebagaimana diatur Undang-Undang Pers No 40 Tahun 1999. Untuk kekerasan nonfisik selama tahun 2009, LBH Pers mencatat ada sebanyak 38 kasus. Kekerasan nonfisik ini kerap terjadi di lapangan dalam bentuk larangan peliputan, penghapusan hasil rekaman berita, dan ancaman atau teror yang ditujukan kepada direktur perusahaan media maupun wartawan yang bersangkutan. Di samping itu, kekerasan nonfisik yang paling mengancam kebebasan pers adalah pelaporan secara hukum melalui pemberitaan atau peliputan yang dianggap sebagai upaya pencemaran nama baik atau upaya yang mengarah pada perbuatan tidak menyenangkan. Hendrayana menjelaskan, untuk menekan angka kekerasan fisik dan nonfisik terhadap para jurnalis, LBH Pers pada tahun 2010 akan melakukan penyadaran hukum kepada masyarakat. "Kami akan mengadakan workshop untuk mahasiswa, masyarakat umum agar mereka nantinya akan melek hukum dan melek pers," ucap Hendrayana.

Dewan Pers Sambut Baik Penarikan RUU Rahasia Negara


Caroline Damanik | Kamis, 17 September 2009 | 15:46 WIB

KOMPAS.com/Caroline Damanik

Wakil Ketua Dewan Pers Sabam Leo Sirait

JAKARTA, KOMPAS.com Dewan Pers menyambut baik penarikan draf RUU Rahasia Negara oleh pemerintah dari pembahasan di DPR RI. Pendapat sejumlah ahli, termasuk Dewan Pers, yang diajukan ke Presiden SBY memperoleh respons positif. "Itu membuat gembira karena Presiden mendengar dan memutuskan untuk menunda," tutur Wakil Ketua Dewan Pers Sabam Leo Batubara di sela-sela peluncuran buku Camden Principles on Freedom of Expression and Equality di Hotel Mulia, Kamis (17/9). Dalam protes sejumlah ahli, RUU Rahasia Negara dinilai tidak berparadigma demokratis, tidak konstitusional, dan bertentangan dengan kebebasan pers. Leo mengatakan, RUU ini memosisikan pemerintah berdaulat dalam menentukan rahasia negara. "Batasan definisi rahasia negara ada di tangan Presiden dan bisa diserahkan ke menteri melalui peraturan menteri. Itu pasal karet," lanjut Leo. Leo turut menyambut gembira karena pertemuan dengan Menhan dan Komisi I yang sebelumnya telah dilakukan para ahli dan wakil masyarakat tidak berbuahkan apa-apa. Tidak ada perubahan signifikan yang dibuat Menhan dan Komisi I dalam prinsip-prinsip yang tidak konstitusional dan bertentangan dengan kebebasan pers.

Polri Berharap Dewan Pers Carikan Solusi


nggried Dwi Wedhaswary | Hertanto Soebijoto | Kamis, 8 Juli 2010 | 12:27 WIB

Inggried Dwi W Suasana mediasi antara Majalah Tempo dan Polri di Gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat, Kamis (8/7/2010) JAKARTA, KOMPAS.com - Kepolisian RI memberikan keterangan kepada Dewan Pers selama lebih kurang 30 menit dalam proses mediasi antara Polri dan Majalah Tempo, Kamis (8/7/2010), di Gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat. Dewan Pers memang mendengar keterangan kedua belah pihak secara terpisah dan berlangsung tertutup. "Kami ingin Dewan Pers mencarikan jalan terbaik. Kita bawa ke Dewan Pers untuk mencari solusi," kata Kadiv Humas Polri Irjen (Pol) Edward Aritonang, seusai memberikan keterangan. Selanjutnya, Polri masih menunggu hasil pertemuan Dewan Pers dengan Redaksi Majalah Tempo yang dipimpin oleh Pimpinan Redaksi Wahyu Muryadi. "Sampai saat ini belum ada keputusan karena masih mendengar keterangan para pihak. Kami masih menunggu pertemuan Dewan Pers dan Tempo," kata Edward. Hingga berita ini diturunkan, pertemuan antara Dewan Pers dengan Majalah Tempo masih berlangsung. Perseteruan antara Polri dan Majalah Tempo berawal dari pemberitaan majalah tersebut mengenai "Rekening Gendut Perwira Polisi". Polri merasa tersinggung dengan sampul majalah yang bergambar seorang polisi menarik tiga celengan babi. Gambar ini dinilai menghina institusi Polri.

Anda mungkin juga menyukai