Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Dewasa ini, tujuan pembangunan kesehatan dititikberatkan pada upaya
peningkatan kesehatan termasuk kesehatan gigi dan mulut namun pesakit gigi dan mulut
merupakan penyakit yang banyak dikeluhkan masyarakat. Di Indonesia, masalah
kesehatan gigi yang mempunyai prevalensi cukup tinggi adalah penyakit kelainan
jaringan penyangga gigi (periodontal disease) dan karies gigi (dental caries) (DepKes RI,
2000). Kedua penyakit tersebut dapat menimbulkan gangguan Iungsi pengunyahan yang
dapat menyebabkan terganggunya penyerapan dan pencernaan makanan. Selain itu, dapat
mempengaruhi kesehatan secara umum misalnya menyebabkan beberapa penyakit seperti
diabetes. Hal ini terjadi karena gigi berlubang yang tidak dirawat akan menjadi gangguan
(busuk) dan menjadi sumber inIeksi (Iokal inIeksi) yang dapat menimbulkan penyakit
pada organ tubuh lainnya (Axellson, 1999,Harris & Christon,1995).
Data nasional Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004
menginIormasikan prevalensi karies 90,05, sedangkan prevalensi penyakit periodontal
sampai mencapai 96,5. Selain itu, 63 penduduk Indonesia menderita karies gigi aktiI,
namun untuk beberapa provinsi angka tersebut lebih tinggi dari angka nasional seperti di
Provinsi Sumatera Utara (DepKes RI,2000).
Kota Medan sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Utara menunjukkan prevalensi
penyakit gigi dan mulut yang cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari ProIil Data Dinas
Kesehatan Kota Medan (2007), tentang penelitian di beberapa Puskesmas Lingkar Dalam
dan
Status kesehatan gigi dan mulut pada anak kelompok usia 12 tahun merupakan
indikator utama dalam criteria pengukuran pengalaman karies gigi yang dinyatakan
dengan indeks DMFT (Decav Missing Filling Tooth). Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO,2001) menetapkan Oral Health Global Indicators Ior year 2015, bahwa skor
DMFT pada kelompok usia 12 tahun tidak lebih dari 3.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa staI gigi di puskesmas dan Dinas
kesehatan Kota Medan (2008), diketahui bahwa penyebab non klinis penyakit gigi pada
siswa sekolah dasar (SD) adalah rendahnya tingkat pemeliharaan gigi oleh siswa.
Pemeliharaan siswa sekolah secara umum terkait dengan peran stakeholders atau orang-
orang atau yang relatiI dekat dengan siswa yang terkait dengan masalah kesehatan gigi
seperti : (1) keluarga siswa terutama orang tua, (2) guru khususnya melalui kegiatan
UKS/UKGS dan pelajaran atau pendidikan kesehatan, dan (3) tenaga kesehatan gigi di
puskesmas, melalui pelayanan di puskesmas dan UKGS.
Tingginya prevalensi dan derajat keparahan karies serta rendahnya motivasi anak
untuk merawat gigi disebabkan oleh berbagai Iaktor antara lain: Iaktor pengetahuan,
sikap, dan perilaku atau tindakan dalam memelihara kesehatan gigi yang masih rendah.
Hasil SKRT (2001) menunjukkan hanya 9,3 penduduk yang menyikat gigi sangat
sesuai anjuran program (menyikat gigi setelah makan pagi dan sebelum tidur malam).
Secara keseluruhan (52) penduduk Indonesia dilaporkan mengeluh sakit selama satu
bulan terakhir. Walaupun demikian, hanya 5,5 dari penduduk yang memeriksakan
giginya ke dokter gigi atau perawat gigi dalam 6 tahun terakhir dan di antara yang datang
hanya 18,6 yang bertujuan memeriksakan giginya (check up). Sebagian besar (61,8)
bertujuan untuk berobat karena sakit gigi, 10 di antaranya bertujuan menambal gigi,
5,8 memasang gigi palsu dan 24,8 karena alasan lainnya. Keadaan ini menunjukkan
masih rendahnya kesadaran dan kemampuan masyarakat untuk berobat ke sarana
pelayanan yang tepat (DepKes RI,2004). Salah satu kebajikan yang diambil oleh Dinas
Kesehatan Kota MEDAN untuk tahun 2007-2010 adalah peningkatan partisipasi seluruh
lapisan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesadaran,kemampuan dan membentuk
perilaku hidup sehat serta ikut dalam upaya pencegahan penyakit dan peningkatan derajat
kesehatan(ProIil Dinas Kesehatan Kota Medan,2008). Hal ini sesuai dengan tujuan
pembangunan kesehatan menuju visi Indonesia Sehat 2010 yaitu terciptanya masyarakat
Indonesia yang hidup dalam lingkungan dengan perilaku hidup sehat (DepKes RI,2004).
Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) dengan sasaran anak sekolah adalah
pelaksanaan upaya pelayanan kesehatan gigi dari tingkat pelayanan promotiI, preventiI,
dan kuratiI atas dasar permintaan dan kebutuhan. Pelaksanaan upaya ini secara langsung
menggabungkan potensi orang tua murid, guru dan tenaga kesehatan. Gigi puskesmas
maupun dari dinas kesehatan setempat. Peran orang tua murid dan guru dalam
pemeliharaan kesehatan gigi anak sekolah, berada dalam 2 jalur, yaitu: (1)jalur
sekolah,potensi orang tua murid dan guru diarahkan untuk membantu pelaksanaan
UKGS; dan (2)jalur primarv health care,orang tua dan guru yang juga orang tua di rumah
mendorong anak-anak mereka dalam melaksanakan kebiasaan memelihara kesehatan,
termasuk kesehatan gigi dan mulut. Unsur tenaga kesehatan adalah dalam pelaksanaan
tugas pokok pelayanan kesehatan gigi dan mulut mencakup membina UKGS (Direktorat
Kesehatan Gigi Depkes RI,2000).
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa di samping petugas kesehatan
gigi, maka keluarga/orang tua dan sekolah melalui para guru mempunyai peranan
terhadap pemeliharaan kesehatan gigi anak sekolah. Orang tua dan guru sekolah adalah
orang yang berkepentingan dalam memelihara kesehatan gigi anak sekolah, baik karena
kepentingan pribadi maupun kepentingan tugas.
Menurut Green (2005), orang tua dan guru mempunyai peran terhadap perilaku
anak dalam memelihara kesehatannya, termasuk memelihara kesehatan gigi. Orang tua
mempunyai peran yang sangat penting dalam perawatan gigi anak-anaknya, dengan peran
yang dilakukan oleh orang tua meliputi memberi contoh perawatan gigi,memotivasi
merawat gigi,mengawasi perawatan gigi, dan membawa anak ke pelayanan kesehatan
gigi jika anak sakit gigi, baik melalui jalur rumah maupun sekolah atau UKGS (DepKes
RI,2004).
Di samping orang tua , guru memegang peranan penting dalam proses belajar
seorang anak, seperti belajar tentang perawatan gigi. Menurut Astoeti (2006), guru adalah
orang yang membantu orang lain belajar, dengan melatih, menerangkan, memberi
ceramah,mengatur disiplin,menciptakan pengalaman, dan mengevaluasi kemampuan
siswa. Guru dapat berperan sebagai konselor,pemberi instruksi,motivator,manajer, dan
model dalam menunjukkan sesuatu yang baik misalnya dalam perawatan gigi.
Peran orang tua dan guru sekolah dalam perawatan gigi anak secara teoritis relatiI
teridentiIikasi. Namun tingginya angka kesakitan gigi adalah Iakta riil. Fenomena ini
menunjukkan kecenderungan adanya hubungan sebab akibat yang belum maksimal.
Dengan demikian, Ienomena ini sangat penting dianalisis yang hasilnya diharapkan dapat
menjadi masukan dalam menurunkan angka kesakitan gigi di kalangan anak usia sekolah,
melalui peran orang tua,guru dan petugas kesehatan. Mereka merupakan pamutan
perilaku termasuk perilaku kesehatan. Oleh sebab itu, mereka juga harus mempunyai
sikap dan perilaku positiI dan merupakan pendorong atau penguta perilaku sehat anak
sekolah.

Anda mungkin juga menyukai