Anda di halaman 1dari 100

I.

PENDAHULUAN1

A. Latar Belakang Tanah merupakan sumberdaya terpenting dalam kehidupan manusia, dimana tanah tidak akan terlepas dari kehidupan manusia. Dari awal penciptaan sampai dengan kehidupan sehari-hari manusia tidak mungkin terlepas dari keberadaan tanah. Tanah adalah suatu benda yang diciptakan oleh Tuhan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga sangat membantu dan mempengaruhi sepanjang kehidupan manusia dan makhluk lainnya di bumi (Munir, 1996). Tanah sebagai suatu sistem tiga fase yang mengandung air, udara dan bahan-bahan mineral dan organik serta jasad-jasad hidup, yang karena pengaruh berbagai faktor lingkungan pada permukaan bumi dan kurun waktu, membentuk berbagai hasil perubahan yang memiliki ciri-ciri morfologi yang khas, sehingga berperan sebagai tempat tumbuh bermacam-macam tanaman. gambar di bawah adalah gambar faktor pembentuk tanah. Lahan-lahan di tanah air merupakan hutan tropika yang subur dan lebat. Berbagai jenis hasil hutan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, sehingga secara alamiah hutan merupakan habitat komplek yang perlu dijaga kelestariannya. Meningkatnya kebutuhan pokok masyarakat mendorong manusia untuk mengeksploitasi sumber daya hutan secara berlebihan dimana segi keberlanjutan dimasa depan tidak diperhatikan. Hutan dan tanah sebagai penopang pokok hutan akan mengalami degradasi diberbagai segi, termasuk daya dukungnya dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Manusia yang hidup di permukaan bumi sangat tergantung pada tanah. Sebaliknya suatu tanah pertanian yang baik ditentukan oleh kemampuan manusia dalam mengelolanya, sehingga bukan kebalikannya yang terjadi yaitu kesalahan dalam pengelolaannya akan dapat mengakibatkan penurunan produktivitas tanah tersebut.

B. Tujuan Praktikum Praktikum survai tanah dan evaluasi lahan ini bertujuan untuk: 1. Menentukan Satuan Peta Tanah (SPT) di Kecamatan Jenawi. 2. Menentukan kesesuaian lahan aktual dan potensial di kecamatan Ngargoyoso untuk tanaman Paprika (Capsicum annuum). C. Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum Survei Tanah dan Evaluasi Lahan ini dilaksanakan di wilayah Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, pada hari Jumat Minggu, tanggal 22-24 Oktober 2010. Sedangkan untuk analisis tanah dilakasanakan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta pada hari tanggal 23-25 November 2010. SelasaKamis,

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Lahan 1.Tanah Dalam bidang pertanian, tanah memiliki arti yang lebih khusus dan penting sebagai media tumbuh tanaman darat. Tanah berasal dari hasil pelapukan batuan bercampur dengan sisa bahan organik dari organisme (vegetasi atau hewan) yang hidup di atasnya atau di dalamnya. Selain itu di dalam tanah terdapat pula udara dan air yang berasal dari hujan yang ditahan oleh tanah sehingga tidak meresap ke tempat lain. Dalam proses pembentukan tanah, selain campuran bahan mineral dan bahan organik terbentuk pula lapisan-lapisan tanah yang disebut horizon. Dengan demikian tanah (dalam arti pertanian) dapat didefenisikan sebagai kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara, dan merupakan media tumbuhnya tanaman ( Ali, Hanafiah,Kemas.2007) Pembentukan lapisan atau perkembangan horizon dapat

membangun tubuh alam yang di sebut tanah. Tiap tanah di cirikan oleh susunan horizon tertentu. Secara umum dapat di sebutkan bahwa setiap profil tanah terdiri atas dua atau lebih horizon utama. Tiap horizon dapat dibedakan berdasarkan warna, tekstur, struktur dan sifat morfologis lainnya, (Pairunan.1985 ). Faktor-faktor pembentukan tanah adalah tidak tergantung ( bebas), namun perlu di lihat situasinya. Oleh karena itu dari seluruh faktor pada bentang lahan yang efektif sehingga hanya satu faktor peubah yang tampak. . Dalam faktor pembentukan tanah dibedakan menjadi dua golongan yaitu, faktor pembentukan tanah secara pasif dan aktif. Faktor pembentukan tanah secara pasif adalah bagian-bagian yang menjadi sumber massa dan keadaan yang mempengaruhi massa yang meliputi 3

bahan induk, tofografi dan waktu atau umur. Sedangkan faktor pembentukan tanah secara aktif ialah faktor yang menghasilkan energi yang bekerja pada massa tanah, yaitu iklim, (hidrofer dan atmosfer) dan makhkluk hidup (biosfer). Setelah diketahui bahwa tanah berkembang terus, maka faktornya ditambah dengan waktu. Tofografi (relief) yang mempengaruhi tata air dalam tanah dan erosi tanah juga merupakan faktor pembentukan tanah (Jenny.1941 ). Alfisols meliputi tanah-tanah yang telah mengalami pelapukan intensif dan perkembangan tanah lanjut, sehingga terjadi pelindian unsur basa, bahan organik dan silika dengan meninggalkan sesguioksida sebagai sisa berwarna merah. Ciri morfologi yang umum adalah tekstur lempung sampai geluh, struktur remah sampai gumpal lemah dan konsistensi gembur. Warna tanah sekitar merah tergantung susunan mineralogi, bahan induk, drainase, umur tanah, dan keadaan iklim (Darmawijaya, 1990). Alfisols mempunyai horison argilik dan terjadi di daerah dimana tanah hanya sebentar lembab pada paling sedikit sebagian dalam tahun tersebut. Kebutuhan kejenuhan basa 35 % atau lebih pada horison Alfisol terbawah, berarti kurang lebih sama dengan cepatnya pencucian (Foth,1988). Alfisols merupakan tanah yang mempunyai epipedon okrik dan horison argilik dengan kejenuhan basa sedang sampai tinggi. Pada umumnya tanha tidak kering. Tanah yang ekuivalen adalah tanah halfbog, podsolik merah-kuning, dan planosols (Sutanto, 2005). Alfisols ditemukan di daerahdaerah datar sampai berbukit. Proses pembentukan alfisols di Iowa memerlukan waktu 5000 tahun, karena lambatnya proses akumulasi liat untuk membentuk horison argilik. Proses pembentukan alfisols melalui urutan sebagai berikut; pencucian karbonat; pencucian besi; pembentukan epipedon okhrik; pembentukan horison albik dan pengendapan argilan (Hardjowigeno, 2008).

2.Iklim Cuaca dan iklim merupakan faktor utama yang sangat berpengaruh terhadap berbagai aktifitas kehidupan. Aktifitas manusia yang makin meningkat menjadikan timbulnya perubahan pada komponen biofisik lingkungan, seperti peningkatan konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfir, yang merupakan penyumbang utama terjadinya pemanasan dan perubahan iklim. Akibat yang paling penting dari proses perubahan iklim adalah timbulnya peristiwa ekstrim seperti kemarau panjang, hujan badai, banjir, atau tanah longsor yang makin sering terjadi dan bahkan semakin besar. Hasil suatu jenis tanaman bergantung pada interaksi antara faktor genetis dan faktor lingkungan seperti jenis tanah, topografi, pengelolaan, pola iklim dan teknologi. Dari faktor lingkungan, maka faktor tanah merupakan modal utama. Keadaan tanah sangat dipengaruhi oleh unsurunsur iklim, yaitu hujan, suhu dan kelembaban. Pengaruh itu kadang menguntungkan tapi tidak jarang pula merugikan (Kartasapoetra, Ance Gunarsih, Ir., 1993). Tinggi rendahnya suhu disekitar tanaman ditentukan oleh radiasi matahari, kerapatan tanaman, distribusi cahaya dalam tajuk tanaman, kandungan lengas tanah. Suhu mempengaruhi beberapa proses fisiologis penting: bukaan stomata, laju transpirasi, laju penyerapan air dan nutrisi, fotosintesis, dan respirasi. Peningkatan suhu sampai titik optimum akan diikuti oleh peningkatan proses di atas. Setelah melewati titik optimum, proses tersebut mulai dihambat: baik secara fisik maupun kimia, menurunnya aktifitas enzim (enzim terdegradasi). Peningkatan suhu disekitar iklim mikro tanaman akan menyebabkan cepat hilangnya kandungan lengas tanah. Peranan suhu kaitannya dengan kehilangan lengas tanah melewati mekanisme transpirasi dan evaporasi. Peningkatan suhu terutama suhu tanah dan iklim mikro di sekitar tajuk tanaman akan mempercepat kehilangan lengas tanah terutama pada musim kemarau.

Pada musim kemarau, peningkatan suhu iklim mikro tanaman berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman terutama pada daerah yang lengas tanahnya terbatas. Pengaruh negatif suhu terhadap lengas tanah dapat diatasi melalui perlakuan pemulsaan (mengurangi evaporasi dan transpirasi) Faktor iklim yang paling berpengaruh terhadap tanah adalah hujan. Air hujan akan mengikis bagian top soil tanah yang merupakan bagian tanah yang subur. Apabila bagian top soil dibiarkan terkikis terus menerus, maka lapisan ini akan hilang dan yang tampak adalah lapisan bagian bawahnya, yang dikenal denga sub soil. Sub soil ini merupakan lapisan di bawahnya yang kurang subur, masih mentah, di mana mikroorganismenya sudah hilang sehingga diperlukan perbaikanperbaikan yang memakan waktu cukup lama untuk menjadi produktif kembali (antara 2-5 tahun) (Kartasapoetra, Ance Gunarsih, Ir., 1993). Berbeda dengan faktor tanah yang telah banyak dipelajari dan difahami, cuaca dan iklim merupakan salah satu peubah dalam produksi pangan yang paling sukar dikendalikan. Oleh karena itu dalam usaha pertanian, umumnya disesuaikan dengan kondisi iklim setempat. Junghuhn mengklasifikasi daerah iklim di Pulau Jawa secara vertikal sesuai dengan kehidupan tumbuh-tumbuhan. 3.Vegetasi Vegetasi penutup tanah mencegah atau mengurangi pengaruh merugikan ini. Pada waktu yang bersamaan tanaman penutup akan cenderung berkompetisi dengan tanaman utama untuk air, dan mungkin untuk hara (meskipun penutup kacangan akan memberikan nitrogen tambahan). Mulching dengan bahan tanaman yang mati juga akan mengcounter sebagian besar pengaeuh yang tidak diinginkan dari pengeksposan tanah, dan akan membantu meng-conserve kelengasan tanah (R.H.V. Corley. dkk 1976). Vegetasi merupakan salah satu unsur lahan yang dapat berkembang secara alami atau sebagai hasil dari aktivitas manusia baik 6

pada masa lalu atau masa kini. Vegetasi perlu dipertimbangkan dengan pengertian bahwa vegetasi sering dapat digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui potensi lahan atau kesesuaian lahan bagi suatu penggunaan tertentu melalui kehadiran tanaman-tanaman indikator. Vegetasi juga dapat berfungsi sebagai sumber daya mengingat areal hutan dapat memberikan hasil kayu untuk keperluan bangunanbangunan atau manjadi sumber makanan ternak atau penggembalaan (Rayes, 2007) Vegetasi secara umum dapat mencegah erosi, namun setiap jenis tanaman dan banyaknya tajuk terhadap erosi berbeda-beda. Pada tanaman yang rimbun kemungkinan erosi lebih kecil dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh jarang. Pengaruh vegetasi terhadap aliran permukaan dan erosi yaitu intersepai air hujan oleh tanaman, mengurangi kecepatan aliran dan energi perusak air serta meningkatkan efektivitas mikroorganisme yang berperan dalam proses humifikasi. Juga dapat menigkatkan agregasi dimana akar-akar tanaman dengan selaput koloidnya menyebabkan agregat menjadi stabil dan pengaruh traspirasi dimana terjadi peningkatan kehilangan air tanah melalui penguapan sehingga kemampuan menyerap air meningkat. (Arsyad, 1989). 4. Topografi Topografi sebagai faktor pasif dalam pembentuk tanah. Yang dimaksud dengan topografi adalah studi tentang bentuk permukaan bumi dan objek lain seperti planet, satelit alami (bulan dan sebaginya) dan asteroid. Topografi umumnya menyuguhkan relief permukaan, model tiga dimensi, dan identitas jenis lahan. Relief adalah bantuk permukaan suatu lahan yang dikelompokkan atau ditentukan

berdasarkan perbedaan ketinggian (amplitude) dari permukaan bumi (bidang datar) suatu bentuk bentang lahan (landform). Sedang topografi secara kualitatif adalah bentang lahan (landform) dan secara kuantitatif

dinyatakan dalam satuan kelas lereng (% atau derajat), arah lereg, panjang lereng dan bentuk lereng (Anonim , 2009). Pada umumnya topografi dinyatakan sebagai kemiringan dan panjang lereng. Kemiringan lereng mempengaruhi kecepatan dan volume limpasan permukaan. Pada dasarnya semakin curam suatu lereng maka aliran permukaan akan semakin tinggi dan semakin curam kemiringan maka potensi erosi akan semakin besar. Limpasan permukaan yang ada pada akhirnya dapat memperbaiki kekuatan pengangkutan air (Anonim , 2009). Unsur topografi yang paling berpengaruh terhadap laju penghanyutan tanah adalah kemiringan dan panjang lereng. Panjang lereng mempengaruhi volume limpasan permukaan sehingga

berpengaruh terhadap erosi. Limpasan permukaan makin rendah jika lereng makin panjang. Limpasan permukaan semakin rendah jika lereng makin panjang. Limpasan permukaan semakin rendah apabila lerengnya semakin panjang (Anonim , 2009). Topografi sangat berperan dalam menentukan kecepatan volume limpasan permukaan. Tanah-tanah dengan kelerengan yang besar dan relativ peka terhadap erosi yang akan mempunyai potensi erosi yang besar khususnya pada wilayah Indonesia yang curah hujan yang tinggi. Curah hujan yang tinggi dengan topografi yang curam dapat mengakibatkan terjadinya erosi yang besar sehingga diperlukan teknik konservasi untuk mengatasinya(Anonim , 2009). B. Survey Tanah 1. Pengertian Dan Metode Survey Tanah Survei dan pemetaan tanah merupakan suatu kegiatan penelitian di lapangan untuk melakukan inventarisasi sumberdaya tanah pada wilayah tertentu, yang kemudian dibuat delinasi dari bagian bentang alam yang dipotong sesuai dengan kelas taksonomi tanah, wilayah geografis dan digambarkan ke dalam peta tanah. Survei tanah dilakukan 8

sedemikian rupa sehingga semua gambaran potensi lahan yang ada dapat digambarkan ke dalam peta dasar dan dapat membantu dalam pembatasan satuan peta tanahnya Survai tanah merupakan pekerjaan pengumpulan data kimia, fisik, dan biologi di lapangan maupun dilaboratorium, dengan tujuan pendugaan penggunaan lahan umum maupun khusus. Suatu survai tanah baru memiliki kegunaan yang tinggi jika teliti dalam memetakannya. Hal itu berarti: tepat mencari site yang representatif, tepat meletakkan site pada peta yang harus didukung oleh peta dasar yang baik, tepat dalam mendeskripsikan profilnya menetapkan sifat-sifat morfologinya, teliti dalam mengambil contoh, dan benar menganalisisnya di laboratorium atau benar dalam

(Abdullah, 2008). Proses sebenarnya pemetaan atau survei terdiri dari berjalan di atas lahan dengan interval yang sama dan mencatat perbedaanperbedaan tanah dan gambaran yang berhubungan dengan permukaan, seperti tingkat kemiringan lereng, erosi yang terjadi, penggunaan lahan, penutup vegetatif, serta gambaran alami. Batas-batasnya langsung digambarkan dalam foto udara yang diambil pada beberapa tempat, perubahan dari satu tipe tanah ke tipe lainnya (Foth, 2002). 2. Satuan Peta Tanah Satuan peta tanah (soil mapping unit) tersusun dari unsur-unsur yang pada dasarnya merupakan kesatuan dari tiga satuan, ialah satuan tanah, satuan bahan induk dan satuan wilayah. Perbedaan satuan peta dalam berbagai peta tanah terletak pada ketelitian masing-masing unsur satuan petanya. Penggunaan tiga unsur dimaksudkan untuk dapat memberi gambaran yang jelas dari suatu wilayah tentang keadaan tanah dan wilayahnya (Darmawijaya, 2008).

Setiap satuan peta tanah memiliki karakteristik tertentu yang seragam dari beberapa cuplikan berupa pedon pewakil. Sifat-sifat dari masing-masing satuan peta secara singkat dicantumkan dalam legenda, sedang uraian lebih detail dicantumkan dalam laporan survei tanah yang selalu menyertai peta tanah tersebut. Disamping itu dilakukan interpretasi kemampuan tanah dari masing-masing satuan peta tanah untuk penggunaan-penggunaan tanah tertentu. Pemahaman tentang hal ini dirasa sangat penting sebab tidak semua praktek pertanian dapat berjalan dengan baik tanpa adanya kesesuaian atau kecocokan antara tanaman budidaya dengan kondisi tanahnya (Abdullah, 1993). Mentukan satuan peta tanah diidasarkan atas kesamaan

karakteristik sifat Tanah, bisa digunakan satu satuan peta tanah yang memiliki kesamaan jenis tanahnya. Penentuan jenis tanah bertingkat mulai dari kelas Ordo, Sub Ordo, Great Group, Sub group, Famili hingga seri tanah (Soil Taxonomy, 2003). Untuk melakukan delineasi satu satuan peta jenis tanah, diperlukan survei tanah hingga skala seri tanah. 3. Klasifikasi Tanah Klasifikasi tanah merupakan alat komunikasi diantara para pakar dan pengguna tanah. Dengan mengetahui klasifikasi tanah maka akan mudah bagi kita untuk mempelajari dan memahami sifat dan ciri setiap jenis tanah (sifat morfologi, fisika, kimia dan mineralogi tanah), potensi dan kendala penggunaannya, sehingga secara cepat dapat ditetapkan potensi dan jenis-jenis komoditas yang sesuai

dikembangkan serta input produksi dan teknologi pengelolaan tanah yang diperlukannya. Dalam prakteknya, pemanfaatan tanah yang ideal adalah memilih komoditas yang paling sesuai dengan penggunaan input sekecil mungkin, namun diharapkan produksi yang maksimal. Sebagai contoh, Aluvial (Entisol, Inceptisol) lebih sesuai untuk sawah (ketersediaan air). Podsolik Merah Kuning (Ultisol) untuk tanaman

10

perkebunan karet dan kelapa sawit. Mediteran (Alfisol) untuk perkebunan kakao, kopi, hutan jati. Latosol (Inceptisol) untuk tanaman pangan lahan kering dan buah-buahan, sedang Andosol (Andisol) untuk tanaman hortikultura dataran tinggi (Hardjowigeno, S. 1992.) Klasifikasi tanah dalam jenis dan sifat tanah sangat bervariasi, hal ini ditentukan oleh perbandingan banyaknya fraksi-fraksi (kerikil, pasir, lanau dan lempung), sifat plastisitas butir halus. Klasifikasi bermaksud membagi tanah menjadi beberapa golongan tanah dengan kondisi dan sifat yang mirip diberi simbul nama yang sama (Hardjowigeno, S. 1993.) Tujuan klasifikasi tanah adalah menyusun pengetahuan tentang tanah scr sistematis, satu sama lain, mengetahui hubungan masing individu tanah memudahkan mengingat sifatm tanah,

mengelompokkan tanah utk tujuan yg lebih praktis dlm hal: memprediksi sifat tanah, memprediksi sifat produktivitas tanah, menentukan areal tanah, memprediksi utk penelitian, atau

kemungkinan ekstrapolasi hasil penelitian di suatu tempat (Rayes, M. L. 2007) Klasifikasi tanah memiliki berbagai versi. Terdapat kesulitan teknis dalam melakukan klasifikasi untuk tanah karena banyak hal yang memengaruhi pembentukan tanah. Selain itu, tanah adalah benda yang dinamis sehingga selalu mengalami proses perubahan. Tanah terbentuk dari batuan yang aus/lapuk akibat terpapar oleh dinamika di lapisan bawah atmosfer, seperti dinamika iklim, topografi/geografi, dan aktivitas organisme biologi. Intensitas dan selang waktu dari berbagai faktor ini juga berakibat pada variasi tampilan tanah. Dalam melakukan klasifikasi tanah para ahli pertama kali melakukannya berdasarkan ciri fisika dan kimia, serta dengan melihat lapisan-lapisan yang membentuk profil tanah. Selanjutnya, setelah teknologi jauh berkembang para ahli juga melihat aspek batuan dasar yang membentuk tanah serta proses pelapukan batuan yang kemudian

11

memberikan ciri-ciri khas tertentu pada tanah yang terbentuk( Madjid, A. 2009) 3. Formasi Geologi Formasi geologi sangat mempengaruhi struktur daerah dan merupakan bahan dasar dari bahan induk tanah. Bahan induk ini, kecuali pada tanah endapan (sedimen) umumnya menentukan terhadap sifat dan karakteristik tanah yang terdapat di daerah tersebut. Adanya informasi tentang geologi sangat memudahkan dalam mengevaluasi potensi dan kesesuaian lahan untuk suatu penggunaan tertentu. Dengan mengetahui bentukan lahan akan memberi informasi mengenai asal pembentukan tanah yang selanjutnya berkembang dan memiliki sifat tertentu. Informasi ini akan dapat menjadi pendukung dalam menguraikan kesesuaian lahan tersebut dengan tanaman yang akan dibudidayakan dalam praktek pertanian (Sitorus, 2005). Keadaan dan struktur formasi geologi mempunyai banyak pengaruh tidak langsung pada penggunaan lahan bagi usaha pertanian. Relief atau topografi sangat berhubungan erat dengan keadaan geologinya. Formasi geologi sangat mempengaruhi struktur daerah dan merupakan bahan dasar dari bahan induk tanah. Adanya informasi tentang geologi sangat memudahkan dalam mengevaluasi potensi dan kesesuaian lahan untuk suatu penggunaan tertentu (Sitorus, 1985).

C. Evaluasi Lahan 1. Pengertian Evaluasi Lahan Evaluasi lahan adalah proses pendugaan tingkat kesesuaian lahan untuk berbagai alternatif penggunaan seperti : penggunaan untuk pertanian (kelompok tanaman, tanaman tunggal), kehutanan,

pariwisata (rekreasi, kemah), tujuan konservasi lahan, atau jenis penggunaan lainnya (Djaenuddin et al., 2005). Pada prinsipnya

12

evaluasi lahan

merupakan usaha mencocokkan antara persyaratan

penggunaan lahan dengan kondisi lahan sebenarnya, sehingga diperoleh tingkat kesesuaian lahannnya. Hasil akhir dari evaluasi lahan ini adalah prioritas jenis penggunaan lahan terbaik. Evaluasi Lahan merupakan suatu proses penilaian suatu lahan sehingga sesuai dengan kondisinya pada penggunaan-penggunan tertetentu (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001). Evaluasi lahan berguna untuk mengetahui potensi/kemampuan lahan bagi bagi penggunaan2 lahan tertentu. Misalnya bagi tenaman, pariwisata, pemukiman dll. Apabila potensi lahan ini diketahui secara dini, perencanaan untuk tata guna lahan akan diharapkan akan memberikan dampak berkelanjutan bagi lahan tersebut. Tujuan evaluasi lahan adalah untuk menentukkan nilai/kelas kesesuaian suatu lahan untuk tujuan tertentu. FAO (1976) dalam Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001) menjelaskan bahwa dalam evaluasi lahan perlu memperhatikan aspek2 seperti ekonomi, sosial serta lingkungan yang berkaitan dengan perencanaan tata guna lahan. Beberapa hal yang perlu dinyatakan dalam asumsi dalam evaluasi lahan semi detail antara lain adalah: prosedur evaluasi lahan : secara fisik kuantitatif atau lainnya data merupakan data tapak (site) atau rata-rata dari SPT kependudukan sosial budaya infra struktur dan assesibilitas pemilikan tanah tingkat pengelolaan lahan, dibedakan atas rendah, sedang dan tinggi. Diterangkan kriteria masing-masing tingkat dan usaha perbaikan yang dapat dilakukan untuk mencapai kesesuaian lahan potensial aspek ekonomi

(Djaenudin dkk, 2005).

13

Seperangkat dari karakteristik lahan tersebut yang saling berinteraksi membentuk sifat yang kompleks yang sesuai untuk suatu penggunaan lahan dinamakan kualitas lahan (Land Quality).

Kegunaan dari lahan itu sendiri dapat dianalisis dalam tiga aspek yaitu kesesuaian, kemampuan, dan nilai lahan. Kesesuaian menyangkut satu penggunaan tertentu khusus. Sebagai contoh kesesuaian untuk tanaman padi, kebun kelapa sawit dan sebagainya. Kemampuan menyangkut serangkaian/sejumlah penggunaan, jadi ruang lingkupnya lebih luas, contohnya untuk pertanian, kehutanan atau taman rekreasi. Sedangkan konsep nilai didasarkan atas pertimbangan finansial yang dinyatakan sebagai jumlah biaya per tahun (Sitorus, 1985). Berbagai sistem evaluasi lahan dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang berbeda seperti sistem perkalian parameter, sistem penjumlahan parameter dan sistem pencocokan (matching) antara kualitas lahan dan karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman (Puslittanak, 1997). 2. Kesesuaian Lahan Kesesuaian lahan adalah penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu. Kelas kesesuaian suatu areal dapat berbeda tergantung dari tipe penggunaan lahan yang sedang dipertimbangkan (Sitorus, 2008).

Berdasarkan pada Frame of Land Evaluation (FAO, 1976) dalam Djaenuddin et al. (1994), ada 4 kategori untuk klasifikasi kesesuaian lahan yaitu ordo, kelas, sub kelas dan unit. Ordo menunjukkan apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai untuk penggunaan tertentu, yang dibedakan menjadi dua, ordo S (Sesuai) dan ordo N (tidak sesuai untuk penggunaan tertentu. Kelas menunjukkan tingkat kesesuaian dari masing-masing ordo, yang terdiri dari lima kelas, kelas S1 (Sangat sesuai), S2 (Cukup sesuai), S3 (Sesuai marginal), N1 (Tidak sesuai saat ini), N2 (Tidak sesuai). Sub kelas menunjukkan jenis faktor

14

penghambat pada masing-masing kelas. Unit merupakan pembagian lebih lanjut dari sub kelas berdasar atas besarnya faktor penghambat. Dalam memilih lahan yang sesuai untuk tanaman tertentu dikenal dua tahapan untuk menemukan lahan yang sesuai. Tahapan pertama adalah menilai persyaratan tumbuh tanaman yang akan diusahakan atau mengetahui sifat-sifat tanah dan lokasi yang pengaruhnya bersifat negatif terhadap tanaman. Tahapan kedua adalah mengidentifikasikan dan membatasi lahan yang mempunyai sifat-sifat yang diinginkan tetapi tanpa sifat lain yang tidak diinginkan. Peta-peta tanah membuat kedua lahan tersebut lebih mudah untuk dilaksanakan. Selain itu, baik data tanah sangat relevan untuk pendekatan ini, sebab informasi yang menyangkut sifat-sifat tanah dismpan pada setiap satuan peta tanah (Sitorus, 2008). Penilaian kesesuaian lahan atau evaluasi kesesuaian lahan pada hakekatnya mencari lokasi yang mempunyai sifat-sifat positif dalam hubungannya dengan keberhasilan produksi atau penggunaan. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menilai kesesuaian lahan suatu wilayah, salah satunya adalah menggunakan hukum minimum yaitu memperbandingkan/menghubungkan (matching) antara kualitas dan karakteristik lahan sebagai parameter dengan kriteria kelas kesesuaian lahan yang telah disusun berdasarkan persyaratan penggunaan lahan atau persyaratan tumbuh tanaman atau komoditas lainnya yang dievaluasi. Dari hasil evaluasi kesesuaian lahan tersebut akan didapatkan kesesuaian terhadap penggunaan yang didasarkan atas sifat fisik dalam keadaan sekarang artinya bahwa

lahan atau ditentukan

penilaian tersebut belum dilandasi adanya perbaikan-perbaikan terhadap sifat-sifat lahan yang kurang sesuai dengan suatu penggunaan, dan biasanya klasifikasi kesesuaian sekarang dinamakan kesesuaian lahanaktual. Sedangkan kesesuaian terhadap penggunaan lahan yang ditentukan dari satuan lahan dalam keadaan yang akan

15

datang setelah diadakan perbaikan utama yang diperlukan untuk meminimalisir faktor penghambat dalam suatu penggunaan lahan. Dalam hal ini perlu diperinci faktor-faktor ekonomis yang disertakan dalam menduga biaya yang diperlukan untuk perbaikan-perbaikan tersebut. Klasifikasi ini dinamakan kesesuaian lahanpotensial.

D. Tanaman Paprika 1. Diskripsi Tanaman Paprika (Capsicum annuum) adalah sejenis cabai yang berasa manis dan sedikit pedas. Paprika berasal dari family terung-terungan (Solanaceae). Tanaman ini termasuk tanaman semusim atau tanaman berumur pendek. tanaman paprika tumbuh sebagai tanaman perdu atau semak, dengan ketinggian mencapai 4 m. Bentuknya unik, yaitu besar dan gendut seperti buah kesemek. Paprika ini sering digunakan sebagai bumbu masakan atau bahan sayuran. Berbeda dengan cabai biasa, biji paprika biasanya tidak dimakan. Tanaman paprika cocok tumbuh di berbagai iklim dan dapat tumbuh di berbagai belahan dunia. Paprika berasal dari Amerika Selatan dan banyak

dikembangkan di Hungaria. Di Indonesia, paprika cukup dikenal. Paprika banyak dikembangkan secara hidroponik di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Berdasarkan warnanya, paprika dibedakan atas paprika hijau, paprika merah, dan paprika kuning. Berdasarkan rasanya, paprika dibedakan atas dua jenis, yaitu paprika manis yang bentuknya besar dan paprika pedas yang bentuknya lebih kecil (Cahyono, 2009) 2. Persyaratan Tumbuh Tanaman Paprika adalah tanaman subtropis sehingga akan lebih cocok ditanam pada daerah dengan ketinggian di atas 750 m dpl (di atas permukaan laut). Tanaman paprika membutuhkan kondisi khusus agar tumbuh dengan baik. Salah satunya adalah menghendaki kisaran suhu

16

optimum 21C 25C untuk pertumbuhan dan perkembangannya dan 18,3 26,7C untuk pembuahannya. Di luar itu, maka pertumbuhan paprika akan terganggu. Selain itu, tanaman paprika termasuk tanaman yang tidak tahan terhadap intensitas cahaya yang tinggi, akibatnya bila ditanam pada kondisi yang intensitasnya tinggi menyebabkan hasil akhir bobot buah cabai paprika akan sangat rendah. Sebenarnya tidak akan menjadi masalah apabila penanaman paprika dilakukan dalam green house yang notabene kondisi iklim mikronya mudah dikontrol, namun mengingat pembuatan green house menelan biaya yang tidak sedikit, maka tidak sedikit petani kita yang mengusahakannya di lahan terbuka. Pengusahaan paprika di alam terbuka tentu saja membawa dampak kurang bagus pada produksinya karena intensitas cahaya dan suhu tidak sesuai yang diinginkan (Anonim, 2008) Untuk mengatasi hal tersebut maka dalam pembudidayaannya harus diusahakan agar agroklimatnya terpenuhi dengan menggunakan sumber daya yang ada dan lebih terjangkau. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan naungan. Pemberian naungan itu sendiri ditenggarai dapat mengurangi intensitas cahaya matahari serta mengurangi kekurangan air akibat proses

evapotranspirasi yang tinggi. Di Indonesia, tanaman ini banyak diusahakan di daerah seperti Brastagi, Lembang, Cipanas, Bandung, Dieng, dan Purwokerto. Walaupun jika dibandingkan dengan permintaan jenis cabai yang lain, permintaan paprika lebih kecil, luas penanaman paprika terus berkembang seiring dengan permintaan pasar yang terus meningkat.

17

III.

METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Alat 1. Munsell Soil Color Charts 2. Peta-peta (peta administrasi, peta penggunaan lahan, peta transek/ kerja lapang, peta geologi), alat-alat tulis, dan map 3. Kantung plastik, kertas label, dan spidoL 4. Pisau belati dan meteran 5. Kompas 6. Klinometer 7. Cangkul 8. Rafia 9. Belati 10. Bor 11. Flakon 12. Kertas Marga B. Bahan 1. Aquadest 2. H2 O2 10% 3. HCl 1N; KCNS 10%; dan K3Fe(CN)6 4. H2 O2 3% 5. HCl 2% 6. KCl 10% 7. Khemikalia untuk analisis laboratorium C. Cara Kerja 1. Pra Survei a. Membuat perencanaan awal dan menyiapkan peta yang dibutuhkan, yaitu peta rupa bumi, administrasi, geologi, land use, dan peta kontur.

18

b. Survei pendahuluan ke lokasi survei, yang ditujukan untuk mengkaji atau mengecek keberadaan unit-unit lahan dan membuat jalur-jalur awal transek pada lokasi sebenarnya. c. Konsolidasi dengan pihak-pihak berwenang dalam hal perijinan sehingga dapat membantu kelancaran survei utama. 2. Survei a. Melaksanakan survei dengan metode transek. b. Melakukan pengeboran pada titik-titik di jalur pengeboran yang telah ditentukan berdasarkan peta kerja untuk diambil sampel tanahnya dan dianalisis sifat fisika dan kimia tanahnya. c. Melakukan pengamatan terhadap deskripsi bentang lahan dan faktorfaktor lingkungan yang ada meliputi bentuk dan karakteristik lahan. d. Melengkapi boardlist lapang dan mencatat ciri spesifik lokasi survei jika ada. e. Ploting data pada peta sementara. f. Penentuan satuan-satuan peta tanah dari lokasi survei dengan menggunakan analisis K-mean cluster. g. Memasukkan kelompok yang mempunyai nilai 0,000 atau tidak mempunyai jarak kuadrat dalam satu kelompok satuan peta tanah (SPT). h. Jika mempunyai jarak kuadrat tidak masuk dalam satu SPT. i. j. Menentukan pedon pewakil dari setiap SPT. Pedon pewakil dibuat secara transek tegak lurus bentuk lahan.

k. Membuat profil atau pedon pewakil dari setiap satuan peta tanahdan menganalisa sifat fisika, kimia tanahnya dan fisiografi lahan di sekitarnya. l. Menentukan klasifikasi tanahnya.

m. Mengambil sampel tanah komposit untuk keperluan analisa kesuburan tanah.

19

3. Pasca Survei a. Analisis kesuburan sampel tanah (tekstur, bahan organik, kapasitas pertukaran kation, kejenuhan basa, sodisitas atau alkalinitas) di laboratorium guna mendapatkan data kelas kesesuaian lahan. b. Mencocokkan data yang diperoleh dari kegiatan survai tanah dengan persyaratan tumbuh tanaman tertentu, sehingga dapat ditentukan kelas kesesuaian lahan untuk tanaman tersebut dan faktor penghambatnya, serta potensi penggunaan lahannya. c. Pembuatan peta kelas kesesuaian lahan untuk tanaman tertentu dan kemampuan lahannya. d. Melakukan teknik wawancara kepada penduduk setempat untuk mendukung data analisis usaha tani sesuai dengan tanaman pada masing-masing kelas kesesuaian.

20

IV. HASIL PENGAMATAN

A. Hasil Pengamatan di Lapang 1. Keadaan Umum Kecamatan Jenawi Praktikum Survei Tanah dan Evaluasi Lahan tahun 2010 ini dilaksanakan di Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar. Fisiografi lahan bersifat heterogen dengan topografi secara umum bergelombang sampai pegunungan. Penggunaan lahan di kawasan ini adalah untuk tanah sawah, hortikultura, dan hutan (baik hutan lindung maupun hutan untuk tanaman industri maupun perkebunan). Kecamatan Jenawi Kabupaten Karanganyar pada 07o305,5 - 07o3795 LS, 111o506 - 111o1158 BT. Kemiringan lokasi antara agak datar sampai sangat curam (5%-55,55%) dan mempunyai bentuk wilayah yang beraneka ragam dari berombak, berbukit dan bergunung dan luas wilayah Kecamatan Jenawi 5608 hektar. Batas administratif wilayah kecamatan Ngargoyoso adalah : Sebelah Utara Sebelah Selatan Sebelah Barat Sebelah Timur : Kabupaten Sragen : Kecamatan Ngargoyoso : Kecamatan Kerjo. : Kabupaten Magetan (Gunung Lawu)

Dari hasil praktikum Survei terdapat 4 SPT yang salah satu SPT terdiri dari beberapa pedon. Pembagian SPT ini didasarkan pada kesamaan karakteristik bentuk lahan yang dilalui garis transek. Transek merupakan jalur sempit melintang lahan yang akan dipelajari/ diselidiki yang bertujuan untuk mengetahui hubungan perubahan vegetasi dan perubahan lingkungannya atau untuk mengetahui jenis vegetasi yang ada di suatu lahan secara cepat

21

2. Iklim dan Hidrologi Tabel 4.1 Data Temperatur (C) setiap SPT di Kecamatan Jenawi SPT Temperatur (C) SPT 1 23,44 SPT 2 22,12 SPT 3 19,78 SPT 4 18,86 Sumber : Hasil Analisis Lapang Tahun 2010 Analisis Temperatur di Kecamatan Jenawi Rumus Temperatur = 26,3- (0,01x eV x 0,6) Dimana, eV 1) SPT 1 Ketinggian tempat (eV) : 476,67 mdpl Temperatur = 26,3- (0,01x 476,67 x 0,6) = 23,44C 2) SPT 2 Ketinggian tempat (eV) : 696,67 mdpl Temperatur = 26,3- (0,01x 696,67 x 0,6) = 22,12C 3) SPT 3 Ketinggian tempat (eV) : 1086,67 mdpl Temperatur = 26,3- (0,01x 1086,67 x 0,6) = 19,78C 4) SPT 4 Ketinggian tempat (eV) : 1240 Temperatur = 26,3- (0,01x 1240 x 0,6) = 18,86C : ketinggian tempat

22

Tabel 4.2 Data Kelembaban (%) Kecamatan Jenawi selama 15 tahun Tahun Kelembaban Udara (%) 1995 82,25 1996 76,38 1997 71.62 1998 67,34 1999 63,50 2000 60,05 2001 56,95 2002 54,16 2003 51,66 2004 49,41 2005 47,39 2006 45,58 2007 43,95 2008 45.77 2009 58.03 Rata-Rata 58.27 Sumber : Hasil Analisis Lapang Tahun 2010 Tabel 4.3 Data Curah Hujan 15 Tahun Kecamatan Ngargoyoso
Tahun/ bukan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September oktober Nopember Desember Total Rata-rata 1995 698 692 547 244 251 372 39 0 61 204 648 432 4188 1996 436 514 448 204 52 26 33 83 65 475 655 309 3300 1997 496 541 150 461 239 52 22 1 0 15 278 684 2939 1998 621 606 791 744 345 385 330 41 218 466 333 502 5382 1999 791 518 503 221 122 61 92 61 0 395 962 663 4389 2000 479 549 773 848 193 71 2 36 3 373 789 180 4296 2001 570 334 450 600 68 156 103 19 121 574 423 388 3806 2002 2003 2004 592 714 405 235 345 56 244 0 28,5 62,5 578,5 587,5 3848 2005 700 471 419 351 80 235 124 24 126 132 315 615,5 3592,5 2006 488 514,5 211,5 394 639 27 2 0 0 3 66 748 3093 2007 314 1018 476 766 96 238 22 9 0 75 395 1138 4547,5 2008 586 441 754,5 224 265,5 34 0 14 10 317 505 220 3371 2009 702 632 406,5 327 315,5 138,5 36 2 68 208,5 301 346 3483 500 482 482 622 547 491 459 110 100 11,8 0 33 10 0 12 11 7 60,3 62 142 307 316 429 399 2915 2678,1 3721,84

Sumber : Perkebunan Nusantara IX Kerjo a. Iklim Schimidt-Ferguson Tabel 4.4 Klasifikasi Iklim Menurut Schimidt-Ferguson Kisaran (mm/bl) Kriteria x > 100 Curah hujan bulan basah 60-100 Curah hujan bulan lembab x < 60 Curah hujan bulan kering Sumber : Klasifikasi Iklim menurut Schimidt-Ferguson

23

Tabel 4.5 Data Bulan Basah dan Kering menurut Iklim Schimidt-Ferguson Tahun Bulan Basah (BB) Bulan Kering (BK) Bulan Lembab (BL) 1995 9 2 1996 7 3 1997 7 5 1998 11 1 1999 8 1 2000 8 3 2001 10 1 2002 7 4 2003 7 4 2004 8 3 2005 10 1 2006 6 5 2007 7 3 2008 8 4 2009 9 2 Total 121 42 Rata-rata 8.1 2,8 Sumber : Hasil Analisis berdasarkan Kriteria Schmidt-Ferguson Q =
 

1 2 0 0 3 1 1 1 1 1 1 1 2 0 1 16 1,13

x100%

= x 100% = 34,57% Karena nilai Q berada diantara 33,3 34,57 60 maka termasuk dalam tipe iklim C yaitu agak basah Keterangan: Tipe A 0 Q 14,3 Tipe B 14,3 Q 33,3 Tipe C 33,3 Q 60 Tipe D 60 Q 100 Tipe E 100 Q 167 Tipe F 167 Q 300 Tipe G 300 Q 700 Tipe H Q 700 sangat basah basah agak basah sedang agak kering kering sangat kering

luar biasa kering

24

Sumber: Kartasapoetra et al (1991) G 167% F 100% E D Daerah survai 60% 34,57% 33,3% C Tipe C 14,3% B >700%

0% A Gambar 4. 1. Tipe iklim Schmit Ferguson b. Iklim Oldeman Tabel 4.6 Klasifikasi Iklim Menurut Oldeman (OD): Kisaran (mm/bl) x > 200 mm/bl x < 100 mm/bl 100-200 mm/bl Kriteria Curah Hujan Bulan Basah Curah Hujan Bulan Kering Curah hujan bulan lembab

Sumber:Klasifikasi iklim menurut Oldeman Tabel 4.7 Data Bulan Basah dan Bulan Kering Menurut Iklim Oldeman Bulan Basah Bulan Kering Bulan Lembab (BB) (BK) (BL) 1995 9 3 0 1996 7 5 0 1997 6 5 1 1998 11 1 0 1999 7 4 1 2000 6 4 2 2001 7 2 3 2002 6 6 0 2003 5 5 2 2004 8 4 0 2005 7 2 3 2006 6 6 0 2007 7 5 0 2008 8 4 0 2009 8 3 1 Total 108 58 13 Rata-rata 7,2 3,9 0,87 Sumber: Sumber: Hasil Analisis Berdasarkan Kriteria Iklim Oldeman Tahun

25

Rata-rata bulan basah = = = 7,2 Rata-rat bulan kering = = = 3,9 Berdasarkan nilai rata-rata bulan kering dan bulan basah tersebut maka iklim di Kecamatan Jenawi dapat digolongkan ke dalam iklim B3, yaitu bahwa pada daerah tersebut hanya dapat ditanami dengan tanaman padi selama dua kali setahun dengan varietas umur pendek dan musim kering yang pendek untuk ditanami dengan tanaman palawija. 3. Formasi Geologi a. Fisiologi Lahan Fisiografi lahan di daerah Jenawi bersifat heterogen dengan topografi secara umum bergelombang sampai pegunungan. Daerah ini dibagi menjadi 3 satuan morfologi, yaitu bergelombang, perbukitan dan pegunungan. Daerah survei memiliki ketinggian 476,67 mdpl sampai 1240 mdpl, dan kemiringan lokasi antara datar sampai sangat curam (5%55,55%) . Tingkat erosi yang ada di daerah Jenawi berkisar ringan, sedang dan besar, sedangkan drainasenya di daerah Jenawi dominan buruk. b. Geomorfologi Daerah di kecamatan Jenawi pada survei tanah ini termasuk dalam peta dan lembar Ponorogo dengan formasi batuannya Qlla (Quarsa Lahar Lawu) dan Qvl (Quarter Vulkanik Lawu). Qlla merupakan geomorfologi yang terdiri dari komponen andesit, basa, dan sedikit batu apung beragam ukuran yang bercampur dengan pasir gunung api. Sebarannya terutama mengisi wilayah dataran di kaki gunung api atau membentuk beberapa perbukitan rendah. Di karang tengah endapan mengandung kepingan gigi dan tulang vertebrata jenis Bodivae. Mata air banyak ditemukan pada saat ini. 26

Sedangkan geomorfologi Qvl terdiri dari tuff dan breksi gunung api, bersisipan lava, umumnya mempunyai susunan andesit. Tuff berbutir kasar hingga sangat kasar mengandung kepingan andesit, batu apung, kuarsa, feldspar serta sedikit piraksin dan amfibol. Sebagian feldsparnya berubah menjadi lempung dan klorit. Tebal lapisan lebih dari 2 meter. Breksi gunung api berwarna kelabu hitam terdiri dari komponen andesit berukuran 5-20 cm, terpilah buruk, butiran menyudut, masa dasar berupa batu pasir gunung api kasar yang bersifat tufar. Tebalnya lebih dari 5 m. Lava berwarna hitam kelabu bersusunan andesit, terdiri dari plagioklas, feldspar, sedikit mineral mafik, dan kaca gunung api. Sebagai sisipan tebal rata-ratanya 1 meter. c. Stratigrafi Gunung Lawu merupakan gunung yang memanjang dari utara ke selatan, dipisahkan jalan raya penghubung propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, Topografi bagian utara berbentuk kerucut dengan puncak Argo Dumilah (3.265 m), sedang bagian selatan sangat kompleks terdiri dari bukit dan jurang dengan puncak Jobolarangan (2.298 m). Fisiografi gunung Lawu sangat khas, sehingga memiliki bentuk kehidupan yang khas pula. Ketinggian dan kemiringan gunung, menyebabkan terbentuknya iklim yang lebih fluktuatif dan berbeda dengan dataran rendah. Perbedaan ini meliputi suhu, intensitas sinar matahari, ketebalan awan, curah hujan, kecepatan angin, kebakaran, kelembaban udara dan lain-lain. Gunung Lawu, gunung ketiga tertinggi di Pulau Jawa, merupakan pegunungan vulkanik yang tidak aktif lagi. Secara geografi terletak di sekitar 111o15 BT dan 7o30LS. Lereng barat termasuk Propinsi Jawa Tengah, meliputi Kabupaten Karanganyar, Sragen dan Wonogiri, sedang lereng timur termasuk Propinsi Jawa Timur, meliputi Kabupaten Magetan danNgawi. Batuan gunung api andesit-basal formasi nglanggran timur akhir miosen awal menindih selaras satuan di bawahnya. Kumpulan batuan

27

oligo-miosen ini ditutupi oleh satuan batu gamping tua (formasi sampung) yang pembentukanya masih dipengaruhi oleh gejala longsoran bawah laut, runtuhan klasfikasi gampingan dibagian atas satuan ini dinamakan anggota (Cendowo-Formasi Sampung yang berumur akhir. Miosen awal ini diterobos oleh andesit, dan basa. Runtuhan tersebut ditindih takselaras oleh batu gamping muda berumur N 12-N 17 (miosen tengah-kliosen), yaitu formasi wonosari yang didominasi oleh batu gamping terumbu. Batuan gunung api kuarter komplek lawu yang bersusunan andesit menindih tak selaras satuan yang lebih tua. Kumpulan batuannya dibedakan menjadi kelompok Jobo larangan atau Lawu Tua (Qvjt, Qvbt, Qvbl, Qvtt, Qvjb, Qvsl, Qvjl) yang berumur pleistosen dan kelompok Lawu Muda (Qbl,Qvla, Qvcl, Qlla) yang berumur holosen. Gunung lawu masih aktif hingga sekarang. Kepingan fosil vertebrata dan peralatan batu manusia purba (artefak) yang diduga berumur pleistosen akhir serta situs pra sejarah terdapat ribuan sampung di lereng tenggara Gunung Lawu.

28

d. Tanah a) Morfologi Pedon i. SPT 1 pedon 1 1) Ciri Morfologi Tanah a) No pedon :1

Gambar 1.1 Foto Bentang lahan Pedon 1 b) Tanggal c) Surveyor d) Lokasi e) Letak Geografis : 24 Oktober 2010 : Tim Survei Tanah 2010 : Desa Seloromo, Kecamatan Jenawi : 732`28.3`` LS 1115`46.6`` BT f) Bentuk Lahan y y Torehan Topografi : Vulkanik (V) : Tertoreh : Berbukit : 477 mdpl : 37% (Curam) (Kucera, 1988) : 143 : Tegalan : Baik : : Erosi Tebing : Besar

g) Ketinggian h) Kemiringan i) Arah j) Penggunaan Lahan k) Draenasi l) Erosi y y Bentuk Tingkat

m) Kemas Muka Tanah : Licin n) Batuan di Permukaan : 0,1-3% Batuan 29

o) Genangan p) Formasi Geologi q) Batuan Induk r) Bahan Induk s) Pemerian Horison

: Bebas : Quarter Vulkanik Lawu (Qvl) : Andesitik : Hasil pelapukan Andesitik :

Gambar 1.1 Foto Pedon 1

30

Tabel 4.8 Pemerian Horison Horison Jeluk Deskripsi 7.5YR3/4; Tekstur: Clay Laom; Struktur: Sub Angular; sedang, kuat; konsistensi: lembab teguh; rata; jelas; perakaran: O 0-24 cm sedang, sedang, aerasi dan drainasi: baik; pH H2 O: 5,48; pH KCl: 4,8; pH NaF:-; BO:++++ (sangat banyak); CaCO3 : 7.5YR5/6; Tekstur: Sandy Clay Loam; Struktur : Sub Angular Blocky, halus, kuat; konsistensi: lembab teguh; rata, A 24-52 cm berangsur; perakaran: kasar, sedikit, aerasi dan drainasi: baik; pH H2 O: 5,67; pH KCl: 4,25; pH NaF: -; BO:+++ (banyak); CaCO3 : 7.5YR4/4; Tekstur: Sandy Clay; Struktur: Sub Angular Blocky, halus; kuat; konsistensi: Lembab teguh; rata; baur; AB 52-87 cm perakaran: sangat kasar, sedikit; aerasi dan drainasi: baik; pH H2 O: 5,26; pH KCl: 4,04; pH NaF: -; BO:+++ (banyak); CaCO3 : 7.5YR4/6; Tekstur: Sandy Clay; Struktur : Sub Angular Blocky : sedang; kuat; konsistensi : Lembab sangat teguh; rata, B 87-128 cm jelas; perakaran: sangat kasar, sedikit; aerasi dan drainasi: buruk; pH H2 O: 5,57; pH KCl: 3,98; pH NaF : -; BO:+++ (banyak); CaCO3 : + (sangat sedikit) 7.5YR5/6; Tekstur: Sandy Clay; Struktur: Angular : sedang, kuat; konsistensi: Lembab sangat teguh; rata; jelas; C 128-180 cm perakaran: -, -; aerasi dan drainasi: baik; pH H2 O: 5,19; pH KCl: 4,25; pH NaF: -; BO:++ (sedikit); CaCO3 : ++ (sedikit) Sumber : Hasil Analisis Lapang dan Laboratorium Tahun 2010

2) Klasifikasi Tanah Soil Taksonomi a. Tingkat Ordo y Tanah lain yang tidak mempunyai epipedon plaggen dan yang memiliki salah satu berikut : Horison Argilik Alfisols 31

b. Tingkat Sub Ordo y Alfisols yang lain Udalfs c. Tingkat Great Group y Memiliki horizon kandic, tidak memiliki kontak densic, lithic, paralithic, petroferic, didalam 150 cm dari permukaan tanah mineral. Pada kedalaman 150 cm dari permukaan, tidak memiliki penurunan tanah liat dengan meningkatnya kedalaman sebesar 20% atau lebih (relatif) dari tanah liat maksimum Kandiudalfs d. Tingkat Sub Group y Kandiudalfs yang lain Typic Kandiudalfs e. Tingkat Famili 1. Horison penciri adalah horizon Argilik 2. Jenis mineral lempung kaolinit 3. Tekstur lempung berdebu 4. KTK 27,6 cmol (+)/ kg (sedang) 5. Mempunyai mineral lempung tidak aktif 6. Mempunyai pH netral: 6,25 7. Mempunyai rata- rata suhu 23,4C Typic Kandiudalfs, Clayey Kaolinitic, , Silty Clay, middle Cation Exchage Capacit, inactive,netral, Isohyperthermic. f. Tingkat Seri y Ditemukan di desa Seloromo SELOROMO g. Tingkat Fase 1. Permukaan tidak Berbatu 32

2. Jeluk sangat dalam (128 cm) 3. Kemiringan lereng curam (37%) Bulurejo, Tidak Berbatu, Sangat Dalam, Curam 3) World Reference Base a. Kelompok Tanah Utama y Terpengaruh aktivitas manusia, tanah asli telah

termodifikasi terpindahkan, terganggu, dan terdapat penambahan BO Anthrosols b. Unit y Terdapat pengolahan tanah berupa teras Escalic Anthrosols c. Sub Unit y Memiliki tekstur lempung berdebu Escalic Anthrosols (siltic)

33

ii. SPT 2 pedon 2A 1) Ciri Morfologi Tanah a) No pedon : 2A

Gambar 1.2 Foto Bentang lahan Pedon 2A

b) Tanggal c) Surveyor d) Lokasi e) Letak Geografis

: 24 Oktober 2010 : Tim Survei Tanah 2010 : Desa Menjing, Kecamatan Jenawi : 732`7.87`` LS 1117`1.9`` BT

f) Bentuk Lahan y y Torehan Topografi

: Vulkanik : Tertoreh : Berbukit : 536 mdpl : 18% (Agak Curam) (Kucera, 1988) : 210 : Tegalan : Baik : : Erosi Tebing : Sedang

g) Ketinggian t) Kemiringan h) Arah i) Penggunaan Lahan j) Draenasi k) Erosi y y Bentuk Tingkat

l) Kemas Muka Tanah : Licin m) Batuan di Permukaan : 0,1-3% n) Genangan o) Formasi Geologi 34 : Bebas : Quarsa lahar lawu (Qlla)

p) Batuan Induk q) Bahan Induk r) Pemerian Horison

: andesit : pelapukan andesitik :

Gambar 1.2 Foto Pedon 2A

35

Tabel 4.9 Pemerian Horison 2A Horison Jeluk Deskripsi 10 YR 5/8 (Yellowish Brown); Tekstur: Sandy Clay Loam; Struktur : Angular Blocky : medium; Sedang; konsistensi : lembab teguh; berombak; sangat tajam; A 0-30 cm perakaran: kasar, sedang, aerasi dan drainasi ; baik; pH H2 O: 6,75; pH KCl: 5,59; pH NaF: -; BO: +++ (banyak); CaCO3 : ++ (sedikit) 10 YR 5/8 (Yellowish Brown); Tekstur: Sandy Loam; Struktur : Angular Blocky : medium; Sedang; konsistensi : lembab teguh; berombak; sangat tajam; C 31-100 cm perakaran:sedang, sedikit, aerasi dan drainasi ; baik; pH H2 O: 6,74; pH KCl: 5,46; pH NaF: -; BO: ++ (sedikit); CaCO3 : ++ (sedikit) Sumber : hasil Analisis lapang dan Laboratorium Tahun 2010 2) Klasifikasi Tanah Soil Taksonomi a. Tingkat Ordo y Tanah lain yang tidak mempunyai epipedon plaggen dan yang memiliki salah satu berikut : Horison Argilik, natrik, kandik atau glossik Alfisols b. Tingkat Sub Ordo y Alfisols yang lain Udalfs c. Tingkat Great Group y Udalfs yang lain Hapludalfs d. Tingkat Sub Group y Hapludalfs yang lain Typic Hapludalfs e. Tingkat Famili 1. Horison pencirinya adalah horizon Argilik 36

2. Jenis mineral lempung kaolinitik 3. Tekstur geluh berpasir. 4. KPK 42 cmol (+)/kg (tinggi) 5. Mempunyai (subaktif) 6. Mempunyai pH netral : 7,4 7. Mempunyai rata- rata suhu 23,084C Typic Hapludalf, Clayey Kaoliniti, high Cation Exchange Capacity subactive,netral Isohyperthermik. f. Tingkat Seri y Ditemukan di desa Menjing MENJING g. Tingkat Fase 1. Permukaan 2. Jeluk 3. Kemiringan lereng : Berbatu : Dalam (90%) : Curam (18%) Menjing, Berbatu dalam, Curam 3) World Reference Base a. Kelompok Tanah Utama y Terpengaruh aktivitas manusia, tanah asli telah mineral lempung kurang dari 20%

termodifikasi terpindahkan, terganggu, dan terdapat penambahan BO Anthrosols

b. Unit y Memiliki horizon salic yang dimulai pada kedalaman 100 cm dari permukaan tanah. Salic Anthrosols c. Sub Unit

37

Memiliki horizon salic yang dimulai pada kedalamana 50 cm dari permukaan tanah. Episalic Anthrosols

38

iii. SPT 2 pedon 2B 1) Ciri Morfologi Tanah a) No pedon : 2B

Gambar 1.2 Foto Bentang lahan Pedon 2B b) Tanggal c) Surveyor d) Lokasi e) Letak Geografis : 24 Oktober 2010 : Tim Survei Tanah 2010 : Desa Lempong, Kecamatan Jenawi : 732`75.3`` LS 1117`82`` BT f) Bentuk Lahan y y Torehan Topografi : Vulkanik (V) : tertoreh : berombak : 749 mdpl : 5% (Agak Miring) (Kucera, 1988) : 90 : Tutupan pohon : Buruk : : Erosi Alur : Ringan

g) Ketinggian h) Kemiringan i) Arah j) Penggunaan Lahan k) Draenasi l) Erosi y y Bentuk Tingkat

m) Kemas Muka Tanah : Licin n) Batuan di Permukaan : Tidak Berbatu (<0,1%) 39

o) Genangan p) Formasi Geologi q) Batuan Induk u) Bahan Induk r) Pemerian Horison

: Bebas : Quarsa Vulkanik Lawu (Qvl) : Andesitik : Hasil pelapukan andesitik :

Gambar 1. 3 Foto Pedon 2B Tabel 4.10 Pemerian Horison 2B Horison Jeluk Deskripsi A 0-23 5 YR 4/6 (Yellowish Red); Tekstur: Loam; Struktur cm : Angular Blocky : medium; sedang; konsistensi : lembab teguh; berombak; berangsur; perakaran: medium, banyak ;aerasi dan drainasi ; baik; pH H2 O: 6,80; pH KCl: 5,60 pH NaF:- ; bahan organik : ++++ (sangat banyak) ;CaCo3: -. B 2310YR 4/6 (Red); Tekstur: Loam; Struktur : 50 Angular blocky :Halus; kuat; konsistensi : lembab cm sangat teguh; berombak; berangsur; perakaran: sedang, aerasi dan drainasi ; buruk; pH H2 O: 6,60; pH KCl: 5,70; bahan organik :+++ (banyak) ; CaCo3: -. C 505 YR 5/6 (Yellowish red); Tekstur: Sandy Loam; 180 Struktur : Angular Blocky : lemah; sedang; cm konsistensi : Lembab sangat teguh sekali; berombak; jelas; perakaran: sedikit; aerasi dan drainasi: buruk; pH H2 O: 6,20; pH KCl: 5,70; bahan organic : ++ (sedikit); CaCo3 : -. Sumber : Hasil Analisis Lapang dan Laboratorium Tahun 2010

40

Klasifikasi Tanah Soil Taksonomi a. Ordo y Tanah lain yang tidak mempunyai epipedon plaggen dan yang memiliki salah satu berikut : Horison Argilik, natrik, kandik atau glossik Alfisols

b. Sub-ordo y Alfisols yang lain Udalfs c. Great group y Udalfs yang lain Hapludalf d. Sub-group y Hapludalfs yang lain Typic hapludalfs e. Family 1. Horison penciri adalah horison Argilik 2. Jenis mineral lempung tidak aktif 3. Tekstur Sandy Loam 4. KPK 25,6 cmol (+)/kg (sedang) 5. Mempunyai mineral lempung kaolinit 6. Mempunyai pH agak masam (6,5) 7. Mempunyai Suhu Isothermic, rerata suhu 21,810C Typic hapludalfs, clayey caolinitic, middle Cation Exchange Capacity, , inactive, rather acid, isothermic f. Seri y Di temukan di desa Lempong LEMPONG g. Fase 41

1. Kondisi batuan permukaan tidak berbatu (<0,1%) 2. Mempunyai jeluk mempan dengan dangkal (60 cm) 3. Memiliki kemiringan agak miring Talun, Tidak berbatu, Dangkal, Agak miring 2) World Reference Base a. Kelompok Tanah Acuan y Terpengaruh termodifikasi aktivitas manusia, tanah asli dan telah

terpindahkan,

terganggu,

terdapat

penambahan BO Anthrosols b. Unit y Memiliki pecahan batuan hingga minimal 10% diatas kedalaman 100 cm Technic Anthrosols c. Sub-unit y Memiliki kejenuhan basa minimal 50% pada kedalaman 20 cm hingga horizon C (data lapang: horizon B mulai pada kedalaman 23 cm dengan KB sebesar 53,46%) Technic Anthrosols (eutric)

42

iv. SPT 2 pedon 2C 1) Ciri Morfologi Tanah a) No pedon : 2C

Gambar 4.1 Foto Bentang lahan pedon 2C b) Tanggal c) Surveyor d) Lokasi e) Letak Geografis : 24 Oktober 2010 : Tim Survei Tanah 2010 : Desa Sidomukti, Kecamatan Jenawi : 733`36.57`` LS 1118`10.41`` BT f) Bentuk Lahan y y Torehan Topografi : Vulkanik : Tertoreh : Berbukit : 763,5 mdpl : 22% (Agak Curam) (Kucera, 1988) : 10 : Tegalan : Buruk : : Erosi Alur

g) Ketinggian h) Kemiringan i) Arah j) Penggunaan Lahan k) Draenasi l) Erosi y Bentuk

43

Tingkat

: Ringan

m) Kemas Muka Tanah : Licin n) Batuan di Permukaan : <0,1% (tidak berbatu) o) Genangan p) Formasi Geologi : Bebas : Quarter Vulkanik Jobo Larangan (QVJB) q) Batuan Induk r) Bahan Induk : Andesitik : pelapukan batuan

Gambar 1.4 Foto Pedon 2C

44

Tabel 4.11 Pemerian horizon 2C Horison Jeluk Deskripsi A 0-23 10YR4/4 (Dark Yellowish Brown); Tekstur: cm Silty Loam ; Struktur : Angular Blocky : sedang; sedang; konsistensi : lembab sangat gembur; rata; berangsur; perakaran: banyak, aerasi dan drainasi: baik; pH H2O: 6,55; pH KCl: 6,1; Bahan organik :+ (sangat sedikit); CaCo3 : -. B 2310YR 4/6 (Dark Yellowish Brown); Tekstur: 50 Silty Clay Loam; Struktur : Angular Blocky: cm sedang; sedang; konsistensi : lembab gembur; rata; berangsur; perakaran: sedikit, aerasi dan drainasi: baik; pH H2 O: 6,55; pH KCl: 5,63; Bahan organik : + (sangat sedikit); CaCo3: -. Sumber : Hasil Analisis Lapang dan Laboratorium Tahun 2010 2) Klasifikasi Tanah Soil Taksonomi a. Tingkat Ordo y Berasal dari kata Inceptum (mulai). Tanah ini sudah memulai proses perkembangan horizon genetiknya. Epipedon okrik menjadi epipedon yang khas dari Inceptisols Inceptisols b. Tingkat Sub Ordo y Masuk pada tingkat sub ordo Udepts (Inceptisols yang lain) Udepts c. Tingkat Great Group y Udepts yang lain. Dystrudepts d. Tingkat Sub Group y Dystrudepts yang lain. Typic Dysttrudepts e. Tingkat Family

45

1. Horison Penciri Okrik 2. Mempunyai tekstur tanah loamy sand (pasir bergeluh) 3. Didominasi oleh mineral lempung kaolinit 4. Mempunyai mineral lempung yang aktif 5. KPK 20 cmol (+)/kg (rendah) 6. Mempunyai pH 5-6 7. Mempunyai rata-rata suhu 18,72oC (<22oC). Typic Dystrudepts, Kaolinitic, low Cation Exchange Capacity, Active, Acid, isothermic.

f. Tingkat Seri y Tanah ditemukan di Desa Sidomukti SIDOMUKTI g. Tingkat Fase 1. Kondisi permukaan lahan tidak berbatu 2. Mempunyai jeluk mempan dengan tipe dalam (137 cm) 3. Memiliki kemiringan yang curam (22%) Sidomukti, Tidak Berbatu, Dalam, Curam 3) World Reference Base a. Kelompok Tanah Utama y Terpengaruh aktivitas manusia, tanah asli telah

termodifikasi terpindahkan, terganggu, dan terdapat penambahan BO Anthrosols b. Unit y Bentuk pengolahan pada tanah berupa terasering Escalic Anthrosols c. Sub Unit y Memiliki tekstur berupa pasir halus bergeluh Escalic Anthrosols (Areni

46

v. SPT 3 pedon 1 1) Ciri Morfologi Tanah a) No pedon :3

Gambar 5.1 Foto bentang Lahan pedon 3 b) Tanggal c) Surveyor d) Lokasi e) Letak Geografis : 24 Oktober 2010 : Tim Survei Tanah 2010 : Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi : 735`13.5`` LS 1118`45.5`` BT f) Bentuk Lahan y y Torehan Topografi : Vulkanik (V) : Tertoreh : Berbukit : 1086 mdpl : 40% (Curam) (Kucera, 1988) : 275 : ladang : Buruk : : erosi Tebing : Besar

g) Ketinggian h) Kemiringan i) Arah j) Penggunaan Lahan k) Draenasi l) Erosi y y Bentuk Tingkat

m) Kemas Muka Tanah : Licin n) Batuan di Permukaan : <0,1% (tidak berbatu) o) Genangan 47 : Bebas

p) Formasi Geologi q) Batuan Induk r) Bahan Induk s) Pemerian Horison

: Quasa vulkanik lawu (Qvl) : Andesitik : Hasil pelapukan andesitik

Gambar 1.5 Foto Pedon 3

48

Tabel 4.12 Pemerian Horison pedon 3 Horison Jeluk Deskripsi A 0-25 cm 10YR3/4 (Yellowish Brown); Tekstur: Silty Clay Loam; Struktur : Subangular Blocky : medium; lemah; konsistensi : lembab sangat gembur; batasan horizon: berombak; sangat tajam; perakaran: banyak, aerasi dan drainasi ; buruk; pH H 2 O: 6,64; pH KCl: 6,53; BO : 1,20%, Kapur :B/A 25-60 cm 7.5YR5/6 (Strong Brown); Tekstur: Silty Clay Loam; Struktur : Subangular Blocky : medium; lemah; konsistensi : lembab sangat gembur; batasan horizon:berombak; terputus; perakaran: sedang, aerasi dan drainasi ; buruk; pH H 2 O: 7,30; pH KCl: 6,91; BO : 1,95%, Kapur :B1 60-130 cm 10YR6/8 (Brownish Yellow); Tekstur: Clay Loam; Struktur : Subangular Blocky : Medium; sedang; konsistensi : Lembab teguh; batasan horizon: berombak; tajam; perakaran: sedang; aerasi dan drainasi: buruk; pH H 2 O: 7,35; pH KCl: 6,33; BO : 1,9%, Kapur :B2 130-145 cm 7.5YR5/6 (Strong Brown); Tekstur: Silty Clay Loam; Struktur : Sub angular Blocky : Medium; sedang; konsistensi : Lembab teguh; batasan horizon: berombak; perakaran: sedikit; aerasi dan drainasi: baik; pH H 2 O: 7,15; pH KCl: 6,23; BO : 1,9%, Kapur :Sumber : Hasil Analisis Lapangdan Laboratorium tahun 2010

Klasifikasi Tanah Soil Taksonomi a. Ordo y Memiliki Horison Argilik Alfisols b. Sub-ordo y Alfisols yang lain Udalfs

49

c. Great group y Terdapat bongkah berwarna lebih terang dibanding sekitarnya yang mudah hancur saat diremas dengan tangan (fragipan yang lain) Fragiudalf d. Sub-group y Fragiudalf yang lain Typic Fragiudalf e. Family 1. Horison pencirinya adalah horizon Argilik 2. Jenis mineral lempung tidak aktif 3. Jenis tekstur Loamy sand 4. KPK: 45,6 cmol (+)/kg (tinggi) 5. Mempunyai mineral lempung kaolinit 6. Mempunyai pH basa (7,9) 7. Bertekstur pasir bergeluh 8. Mempunyai rata- rata suhu 19,70C Typic Fragiudalf, Loamy Sand, High Cation Exchange Capacity Active, Alcalic, Isothermic f. Seri y Di temukan di desa Gumeng GUMENG g. Fase 1. Kondisi batuan permukaan tidak berbatu (<0,1%) 2. Mempunyai jeluk mempan dalam (145 cm) 3. Memiliki kemiringan curam (40%) Gumeng, Tidak Berbatu, Dalam, Curam 2) World Reference Base a. Kelompok Tanah Acuan

50

Tanah yang telah termodifikasi karena

aktifitas

manusia, seperti penambahan BO atau limbah rumah tangga, irigasi dan pengolahan tanah Anthrosols b. Unit y Terdapat terasering sebagai bentuk pengolahan tanah Escalic Anthrosols c. Sub-unit y Escalic anthrosols yang memiliki 15% atau lebih dari nilai sodisitas Na & Mg pada kedalaman 50 cm dari permukaan tanah. Hasil analisis laboratorium

menunjukkan bahwa tanah ini memiliki rerata persen sodisitas sebesar 25,25% Escalic Anthrosols (sodic)

51

vi. SPT 4 pedon 4A 1) Ciri Morfologi Tanah a) No pedon : 4A

Gambar 6.1 Foto Bentang lahan Pedon 4A

b) Tanggal c) Surveyor d) Lokasi e) Letak Geografis

: 24 oktober 2010 : Tim Survei Tanah 2010 : Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi : 735`18`` LS 1118`00`` BT

f) Bentuk Lahan y y Torehan Topografi

: Vulkanik (V) : Tertoreh : Berbukit : 1083 mdpl :15 % (Sangat Miring) (Kucera1988) : 270 : tutupan Pohon : Buruk : : Erosi Alur

g) Ketinggian h) Kemiringa i) Arah j) Penggunaan Lahan k) Draenasi l) Erosi y Bentuk

52

Tingkat

: Sedang

m) Kemas Muka Tanah : Licin n) Batuan di Permukaan : <0,1% (tidak berbatu) o) Genangan p) Formasi Geologi q) Batuan Induk r) Bahan Induk s) Pemerian Horison : Bebas : Quarsa lahar lawu (Qlla) : Andesitik :Pelapukan andesitik :

Gambar 1.6 Foto Pedon 4A

53

Tabel 4.13 Pemerian Horison 4A


Horison A1 Jeluk 0-19 cm Deskripsi 7.5YR3/4; Tekstur: Clay Loam; Struktur: Sub Angular blocky : sedang; kuat; konsistensi: lembab teguh; berombak; jelas; perakaran: banyak, aerasi dan drainasi: baik; pH H2 O: 5,5; pH KCl: 4,8; pH NaF: 8,2; BO:++++ (sangat banyak), Kapur :7.5YR3/4; Tekstur: Clay Loam ; Struktur : Sub Angular blocky , sedang, kuat; konsistensi: lembab teguh; berombak, jelas; perakaran: sedang, aerasi dan drainasi: baik; pH H2O: 5,6; pH KCl: 4,7; pH NaF: 8,3; BO:+++ (banyak), Kapur :7.5YR4/5; Tekstur: Sandy Clay Loam ; Struktur: Sub Angular blocky , sedang; kuat; konsistensi: Lembab teguh; berombak; baur; perakaran: sedang; aerasi dan drainasi: sedang; pH H2 O: 5,1; pH KCl: 4,2; pH NaF: 8,1; BO:+++ (banyak), Kapur :7.5YR4/6; Tekstur: Sandy Clay Loam; Struktur : Sub angular Blocky : Medium; kuat; konsistensi : Lembab teguh; berombak, baur; perakaran: -; aerasi dan drainasi: baik; pH H2O: 6,2; pH KCl: 4,8; pH NaF : 9,01; BO:++ (sedikit), Kapur :7.5YR4/6; Tekstur: Silty Clay; Struktur: Sub Angular blocky : sedang; kuat; konsistensi: Lembab sangat teguh; berombak; baur; perakaran: -; aerasi dan drainasi: buruk; pH H2O: 5,7; pH KCl: 4,5; pH NaF: 8.4; BO:++ (sedikit), Kapur :7.5YR5/6; Tekstur: Silty Clay; Struktur: Sub Angular blocky : sedang; kuat; konsistensi: Lembab sangat teguh; berombak; baur; perakaran: -; aerasi dan drainasi: buruk; pH H2O: 5,3; pH KCl: 4,1; pH NaF: 8,2; BO:+ (sedikit), Kapur :-

A2

19-37 cm

A3

37-65 cm

B1

65-92 cm

B2

92-127 cm

B/R

127-180 cm

Sumber: Hasil Analisis Lapang dan Laboratorium Tahun 2010

54

Klasifikasi Tanah Soil Taksonomi a. Tingkat Ordo y Tanah yang mempunyai horison argilik Alfisols b. Sub ordo y Alfisols yang lain Udalfs c. Great group y Udalfs yang lain Hapludlafs d. Sub group y Hapludalf yang lain yang memiliki kelas partikel pasir sepanjang 75 cm di horizon argilik atau pada seluruh horizon argilik jika < 75 cm. Psammentic hapludalfs e. Famili 1. Horison pencirinya adalah horizon Argilik 2. Mempunyai keaktifan mineral lempung yang aktif 3. Mempunyai tekstur geluh lempung berpasir 4. KPK 16,30 cmol (+)/kg (rendah) 5. Mempunyai pH = 8.3 6. Mempunyai rata-rata suhu 19.8oC: iso thermik Psammentic hapludalfs, Clayey Kaolinitic, low Cation Exchange Capacity, Acive, Alcalic, Isorthermik f. Seri y Ditemukan di desa Gumeng GUMENG g. Fase 1. Memiliki batuan permukaan yang tidak berbatu (<0.01%) 2. Memiliki jeluk mampan yang sangat dalam: 147 cm 3. Memiliki kemiringan agak curam: 28% Gumeng, Tidak berbatu, Sangat dalam, Agak Curam

55

2) World Reference Base a. Kelompok Tanah Utama y Merupakan tanah yang telah dimodifikasi karena aktifitas manusia seperti penambanan bahan organik atau limbah rumah tangga, irigasi dan pengolahan tanah. Anthrosols b. Unit y Horizon hortic adalah horizon permukaan mineral yang terbentuk oleh campur tangan manusia yang dihasilkan dari pengolahan yang dalam, pemupukan secara intensif dan atau aplikasi secara terus menerus dari limbah hewan atau manusia dan residu organik yang lain. y Horison terric adalah (dalam bahasa latin terra artinya bumi) horizon yang lapisan permukaannya sudah mengalami pengolahan oleh manusia melalui

penambahan pupuk kandang, kompos, pasir atau lumpur dalam jangka waktu yanh lama. Kemudian tanahnya terbentuk berangsur- angsur dan kemungkinan masih mengandung batu, secara acak tersortir dan terdistribusi. Hortic, Terric Anthrosols c. Sub Unit y Arenic adalah memiliki tekstur pasir halus atau kasar liat pada lapisan tanah 30 cm atau lebih dalam 100 cm dari permukaan tanah. Hortic, Terric Anthrosols (arenic)

56

vii. SPT 4 pedon 4B 1) Ciri Morfologi Tanah a) No pedon : 4B

Gambar 7.1 Foto Bentang Lahan Pedon 4B b) Tanggal c) Surveyor d) Lokasi e) Letak Geografis : 24 Oktober 2010 : Tim Survei Tanah 2010 : Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi : 073601,2 LS 1110920,9 BT f) Bentuk Lahan y y Torehan Topografi : Vulkanik (V) : Tertoreh : Pegunungan : 1400 mdpl : 28% (Agak Curam) (Kucera, 1988) : 305 : Tutupan sekunder : Buruk : : Erosi Alur : Ringan

g) Ketinggian h) Kemiringan i) Arah j) Penggunaan Lahan k) Draenasi l) Erosi y y Bentuk Tingkat

m) Kemas Muka Tanah : Licin n) Batuan di Permukaan : Tidak berbatu <0,1% o) Genangan 1) Formasi Geologi 57 : Bebas : Quarsa gunung lawu

p) Batuan Induk q) Bahan Induk r) Pemerian Horison

: Abu vulkanik : Hasil pelapukan abu vulkanik :

Gambar 1.7 Foto Pedon 4B

58

Tabel 4.14 Pemerian horizon pedon 4B Horison Jeluk Deskripsi A1 0-11 5 YR 2,5/1 (Black); Tekstur: Sandy Loam; Struktur cm : granular : halus; lemah; konsistensi : lembab gembur; rata datar; baur; perakaran: sedang, aerasi dan drainasi ; buruk; pH H2 O: 7,25; pH KCl: 6,59; pH NaF: 11,54; BO:++, Kapur :+ A2 11-25 5 YR 2,5/1 (Black); Tekstur: Sandy Loam; Struktur cm : granular :medium; lemah; konsistensi : lembab gembur; berombak; jelas; perakaran: sedang, aerasi dan drainasi ; buruk; pH H2O: 7,23; pH KCl: 6,09; pH NaF: 11,72; BO:+, Kapur :+ A3 25-89 10 YR 2/2 (Very Dark Brown); Tekstur: Sandy cm Loam; Struktur : Granular : Medium; sedang; konsistensi : Lembab gembur; berombak; jelas; perakaran: sedikit; aerasi dan drainasi: buruk; pH H2 O: 7,52; pH KCl: 5,74; pH NaF : 10,20; BO:+, Kapur :+ B 89-157 7,5 YR 4/6 (Strong Brown); Tekstur: Sandy Clay cm Loam; Struktur : Sub angular Blocky : Medium; kuat; konsistensi : Lembab teguh; berombaktajam; perakaran: sedikit; aerasi dan drainasi: buruk; pH H2 O: 7,39; pH KCl: 6,58; pH NaF : 11,28; BO:-, Kapur :R/C 15710 YR 4/6 (Drak yellowish Brown); Tekstur: 180 cm Loamy Sand; Struktur : Granular : Medium; kuat; konsistensi : Lembab teguh; berombak; berangsur; perakaran: sedikit; aerasi dan drainasi: buruk; pH H2 O: 7,29; pH KCl: 6,05; pH NaF : 11,82; BO:-, Kapur :Sumber: Hasil Analisis Lapang dan Laboratorium Tahun 2010 2) Klasifikasi Tanah Soil Taksonomi a. Tingkat Ordo y Tanah yang mempunyai epipedon melanik dan terdapat alofan. Andisols

59

b. Tingkast Sub Ordo y Andisols yang lain. Udands c. Great Group y Udands lain yang mempunyai epipedon melanik. Melanudands d. Tingkat Sub Group y Melanudands yang lain. Typic Melanudands e. Tingkat Famili 1. Horion Penciri melanik 2. Jenis mineral lempung : Sinderic Allophanic 3. Mineral lempung tidak aktif dengan % lempung 5% 4. Mempunyai nilai KPK sebesar 16,8 cmol (+)/kg (tinggi) 5. Mempunyai nilai pH H2O 7,3. 6. Mempunyai rata-rata suhu isothermic (17,9o) Typic Melanudands, Sinderic allophonic, , Catioan Exchange capacity high, Non active, Netral, Isothermic. f. Tingkat Seri y Ditemukan di Desa Gumeng GUMENG g. Tingkat Fase 1. Tidak mempunyai batuan permukaan 2. Mempunyai kedalaman jeluk sebesar 147 cm (sangat dalam) 3. Mempunyai tingkat kemiringan lereng sebesar 28% (agak curam) Gumeng, Tidak berbatu, Sangat dalam, Agak Curam

3) World Reference Base 60

a. Kelompok Tanah Acuan y Mempunyai horizon andik sedalam 25 cm dari permukaan tanah. Andosols b. Unit y Andosols yang mempunyai epipedon melanik (warna hitam yang merupakan penciri tanah Andosols. Melanic Andosols c. Sub Unit y Andosols yang mempunyai kejenuhan basa sebesar 34,35%. Melanic Andosol (Dystric)

61

e. Satuan Peta Tanah Tabel 4.15 Satuan Peta Tanah SPT Pedon Famili Typic Kandiudalfs, Clayey Kaolinitic, 1 Silty clay, inactive, Isohyperthermic. Typic Hapludalf, Clayey Kaolinitic, Loamy Sand, a subactive, Isohyperthermik. Typic Hapludalfs, Clayey Caolinitic, 2 b Sandy Loam, Rather Acid, Inactive, Isothermic Typic Dystrudepts Kaolinitic, Active, Loamy sand, masam, c isothermic. Seri SELOROMO Fase Bulurejo, Tidak Berbatu, Jeluk Sangat Dalam, Curam

MENJING

Menjing, berbatu,

LEMPONG

Talun, Tidak Berbatu, Dangkal, Agak Miring

SIDOMUKTI

Sidomukti, Tidak Berbatu, Dalam, Kemiringan Agak Curam Gumeng, Tidak Berbatu, Dalam, Curam

Typic Fragiudalfs, Loamy Sand, High 3 GUMENG CEC, Active, Alcalic, Isothermic Psamentic Hapludalfs, Clayey Caolinitic, a Sandy Clay Loam, GUMENG Active, Base, Isothermic 4 Typic Melanudands. Sinderic Allophonic, b Inactive, High CEC, GUMENG Neutral, Isohyperthermic Sumber: Hasil Analisis Lapang Tahun 2010

Gumeng, Tidak Berbatu, Sedang, Curam

Gumeng, Tidak Berbatu, Dalam, Agak Curam

62

B. Hasil Pengamatan di Laboratorium 1. Sifat Fisika Tanah Tabel 4.16 Hasil Pengamatan Sifat Fisika Tanah PASIR DEBU LEMPUNG SPT PEDON KELAS TEKSTUR (%) (%) (%) 1 1 68 21 11 Sandy Loam 2A 57 25 18 Sandy Loam 2 2B 79 6 15 Loamy Sand 2C 78 15 8 Loamy Sand 3 3 61 20 20 Sandy Loam 4A 67 10 23 Sandy Clay Loam 4 4B 85 11 4 Loamy Sand Sumber : Hasil Analisis Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian UNS tahun 2010 2. Sifat Kimia Tanah Tabel 4.17 Hasil Pengamatan Sifat Kimia Tanah SPT 1 PEDON pH H20 C-organik KB KPK Sodisitas

1 6.3 0.22 30 27.20 13.8 2 7.7 0.32 37 43.60 13.2 2 3 6.4 1.52 84 20.40 8.0 4 5.9 1.26 34 19.20 21.8 3 5 7.6 1.10 43 28.00 16.2 6 6.8 2.73 50 17.20 30.0 4 7 8.2 2.43 25 18.00 25.5 Sumber : Hasil Analisis Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian UNS tahun 2010

63

C. Hasil Analisis (Matching) Kesesuaian Lahan 1. Hasil Analisis Karakteristik/Kualitas Setiap SPT Tabel 4.18 Analisis Kesesuaian Lahan Aktual tanaman Paprika (Capsium sp.) di Kecamatan Jenawi setiap SPT SPT Persyaratan/Karakteristik Dan KualitasLahan 1 2 3 4 Temperatur (tc) Temperatur rerata (0C) 23,44 22,12 19,78 18,86 Ketersediaan air (wa) CurahHujan (mm) 3721,84 3721,84 3721,84 3721,84 Kelembapan (%) 58,27 58,27 58,27 58,27 Old 2,17 2,17 2,17 2,17 Lama Bulan Kering (bulan) S&f 1,92 1,92 1,92 1,92 KetersediaanOksigen (oa) Drainase baik baik terhambat baik Media Perakaran (rc) Tekstur ak ak ak k Bahan Kasar (%) <15 <15 <15 <15 Kedalaman Tanah (cm) 128 96 145 147 Retensi Hara (nr) KTK liat (cmol) 27,20 27,73 28,00 18,00 Kejenuhan Basa (%) 30 51 42 25 pH H2O 6,3 6,7 6,2 6,3 C organik (%) 0,22 1,03 1,10 2,43 Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) 13,80 14,30 16,20 25,51 Bahaya Erosi (eh) Lereng (%) 37 15 40 28 Bahaya Erosi sb r sb r Bahaya Banjir (fh) Genangan F0 F0 F0 F0 Penyiapan Lahan (lp) Batuan di permukaan (%) < 0,1 < 0,1 < 0,1 < 0,1 Singkapan Batuan (%) < 0,1 < 0,1 < 0,1 < 0,1 Sumber : Hasil Analisis di Lapangan dan Laboratorium

64

2. Hasil Macthing Kesesuaian Lahan Setiap SPT Tabel Hasil Matching Kesesuaian Lahan Paprika (Capsium sp.) di Kecamatan Jenawi Satuan Peta Tanah I
Persyaratan/karakteristik Dan kualitas lahan Temperatur (tc) Temperatur rerata (0C) Ketersediaan air (wa) SATUAN PETA TANAH 1 Kesesuaian Lahan Aktual (A) Potensial (P) Usaha Nilai Kelas Kelas perbaikan S1 S1 23,44 S1 S1 S3 S3 S3 S1 baik ak <15 128 27,20 30,40 6,3 0,22 S1 S3 S3 S2 S1 S2 S1 S2* S1 S2* S1 13,80 37 sb F0 S1 N N N S1 S1 S1 S1 S1 N:eh(1,2) S1 S1 S1 S1 N: eh(1,2) N N S1 S1 N Penambahan bahan organik Penambahan bahan organic S1 S1 S1 S1 S1 S1 S3 S3 S2 S1 S1 S1 S3

Curah hujan (mm)


Ketersediaan oksigen (oa) Drainase Media perakaran (rc) Tekstur Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm) Retensi hara (nr) KTK liat (cmol) Kejenuhan Basa (%) pH H2O C-organik (%) Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) Bahaya erosi (eh) Lereng (%) Bahaya erosi Bahaya banjir (fh) Genangan Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%) Singkapan batuan (%) Kelas Kesesuaian Lahan Faktor Penghambat

3721,84

< 0,1 < 0,1

Lereng,Bahaya erosi

Sumber : Hasil Analisis di Lapangan dan Laboratorium

65

Tabel Hasil Matching Kesesuaian Lahan Paprika (Capsium sp.) di Kecamatan Jenawi Satuan Peta Tanah II
Persyaratan/karakteristik Dan kualitas lahan Temperatur (tc) Temperatur rerata (0C) Ketersediaan air (wa) SATUAN PETA TANAH 2 Kesesuaian Lahan Aktual (A) Potensial (P) Usaha Nilai Kelas Kelas perbaikan S1 S1 22,12 S1 S1 S3 S3 S3 S1 baik ak <15 96 27,73 51,38 6.7 1,03 14,30 15 r S1 S3 S3 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S2 S2* S2* S1 F0 S1 S1 S1 S1 S3:wa1, rc1 S1 S1 S1 S1 S3 : wa1,rc1 Curah hujan, Tekstur Teras bangku Dibuat teras bangku S1 S1 S1 S1 S1 S3 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S3 S3

Curah hujan (mm)


Ketersediaan oksigen (oa) Drainase Media perakaran (rc) Tekstur Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm) Retensi hara (nr) KTK liat (cmol) Kejenuhan Basa (%) pH H2O C-organik (%) Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) Bahaya erosi (eh) Lereng (%) Bahaya erosi Bahaya banjir (fh) Genangan Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%) Singkapan batuan (%) Kelas Kesesuaian Lahan Faktor Penghambat

3721,87

< 0,1 < 0,1

Sumber : Hasil Analisis di Lapangan dan Laboratorium

66

Tabel Hasil Matching Kesesuaian Lahan Paprika (Capsium sp.) di Kecamatan Jenawi Satuan Peta Tanah III
Persyaratan/karakteristik Dan kualitas lahan Temperatur (tc) Temperatur rerata (0C) Ketersediaan air (wa) SATUAN PETA TANAH 3 Kesesuaian Lahan Aktual (A) Potensial (P) Usaha Nilai Kelas Kelas perbaikan S1 S1 19,78 S1 S1 S3 S3 S3 S3 terhambat S3* S3 ak <15 145 28,00 42,64 6,2 1,10 16,20 40 sb F0 S3 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 N N N S1 S1 S1 S1 S1 N: eh(1,2) S1 N N S1 S1 S1 S1 Neh(1,2) Lereng , bahaya erosi S1 S1 S1 S1 S1 S1 N S3 S1 S1 S1 Pengolahan tanah S2 S3 S2 S3

Curah hujan (mm)


Ketersediaan oksigen (oa) Drainase Media perakaran (rc) Tekstur Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm) Retensi hara (nr) KTK liat (cmol) Kejenuhan Basa (%) pH H2O C-organik (%) Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) Bahaya erosi (eh) Lereng (%) Bahaya erosi Bahaya banjir (fh) Genangan Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%) Singkapan batuan (%) Kelas Kesesuaian Lahan Faktor Penghambat

3721,84

< 0,1 < 0,1

Sumber : Hasil Analisis di Lapangan dan Laboratorium

67

Tabel Hasil Matching Kesesuaian Lahan Paprika (Capsium sp.)di Kecamatan Jenawi Satuan Peta Tanah IV
Persyaratan/karakteristik Dan kualitas lahan Temperatur (tc) Temperatur rerata (0C) Ketersediaan air (wa) SATUAN PETA TANAH 4 Kesesuaian Lahan Aktual (A) Potensial (P) Usaha Nilai Kelas Kelas perbaikan S1 S1 18,86 S1 S1 S3 S3 S3 S1 baik k <15 147 18,00 25,31 6,3 2,43 25,51 28 r S1 N N S1 S1 S2 S1 S2* S1 S1 S1 S3 S3* S2* S1 F0 S1 S1 S1 S1 N:rc1 Tekstur S1 S1 S1 S1 Nrc1 Teras bangku Dibuat teras bangku S2 S1 S1 Penambahan bahan organic S1 S1 S2 S1 S1 S1 S2 N S1 S1 S2 S1 N S1

Curah hujan (mm)


Ketersediaan oksigen (oa) Drainase Media perakaran (rc) Tekstur Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm) Retensi hara (nr) KTK liat (cmol) Kejenuhan Basa (%) pH H2O C-organik (%) Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) Bahaya erosi (eh) Lereng (%) Bahaya erosi Bahaya banjir (fh) Genangan Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%) Singkapan batuan (%) Kelas Kesesuaian Lahan Faktor Penghambat

3721,84

S3

< 0,1 < 0,1

Sumber : Hasil Analisis di Lapangan dan Laboratorium

68

D. Hasil Analisis Sosial Ekonomi Di Kecamatan Jenawi 1. Sarana dan Prasarana Kecamatan Jenawi terletak pada posisi yang strategis yaitu di perbatasan Kabupaten Magetan Propinsi Jawa Timur dan merupakan daerah penghasil teh terbesar di daerah Karanganyar. Sehingga pertumbuhan ekonomi sudah berkembang. Hal ini dapat dilihat dari berbagai sarana dan prasarana yang ada antara lain : a) Sarana Pendidikan Berdasarkan data dari Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga menunjukkan sarana pendidikan di Kecamatan Jenawi sudah berkembang, sehingga dapat mendukung kemajuan sumber daya manusianya. Kemajuan ini dapat dilihat dari adanya sarana pendidikan yang berupa bangunan sekolah dari tingkat SD sampai SMU. SD sebanyak 24 bangunan yang seluruhnya merupakan SD Negeri, tanpa adanya SD swasta maupun MI. SLTP/MTs sebanyak 4 bangunan dengan rincian SLTP Negeri 2 bangunan, SLTP Swasta 1 bangunan dan MTs 1 bangunan. Terdapat 1 bangunan SMU yang merupakan SMU Negeri dan tidak ada SMU Swasta ataupun MA. b) Sarana Peribadatan Pembangunan di bidang kehidupan beragama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa diarahkan agar mampu meningkatkan kualitas umat beragama sehingga tercipta suasana kerukunan hidup yang erat. Kecamatan Jenawi memiliki sarana peribadatan yang memfasilitasi pemeluk agama untuk menjalankan ibadah dengan rincian masjid sebanyak 54 bangunan, mushola 48 bangunan, gereja 10 bangunan, dan pura sebanyak 10 bangunan. c) Sarana Kesehatan Kecamatan Jenawi memiliki sarana kesehatan yang cukup baik dan berkembang untuk mendukung tingkat kehidupan masyarakat dalam hal kesehatan. Fasilitas kesehatan yang ada di Kecamatan Jenawi terdiri dari 1 Puskesmas, 3 Puskesmas Pembantu, 5 Rumah Bersalin, 10 praktek bidan

69

dan 46 posyandu. Sementara itu tenaga kesehatan yang tersedia terdiri dari dokter umum 3 orang, bidan 17 orang dan mantri kesehatan 7 orang. d) Sarana Olahraga/Sosial Sarana olahraga/sosial di Kecamatan Jenawi sudah cukup berkembang. Hal ini dapat di lihat dari adanya yang lapangan sepak bola, bola voli, tenis lapangan dan bulutangkis yang dapat dimanfaatkan masyarakat untuk melakukan olahraga. Selain itu adanya panti asuhan menandakan adanya sarana sosialnya. e) Sarana Perhubungan Sarana perhubungan di Kecamatan Jenawi sudah maju, ini dapat dilihat dari kondisi jalan beraspal, dibangunnya jembatan yang mempermudahkan hubungan antar desa. f) Sarana Komunikasi Sarana komunikasi di Kecamatan Jenawi kurang bisa berkembang. Hal ini dapat dilihat dari ketersediaan alat komunikasi yang sangat sedikit, yaitu berupa wartel hanya 1 bangunan yang terdapat di Desa Seloromo. g) Sarana Transportasi Sarana transportasi di Kecamatan Jenawi sudah maju. Hal ini dapat di lihat dari banyaknya sarana transportasi yang berupa sepeda, sepeda motor, bus umum, angkutan desa, mobil pribadi, truk, maupun ojek yang semuanya itu tersebar di desa yang ada di Kecamatan Jenawi. h) Sarana Industri Kecamatan Jenawi dapat dikatakan sebagai daerah dengan segi industri yang cukup maju sebab banyak industri yang berkembang baik skala kecil maupun sedang. Terdapat 403 total industri yang ada di Kecamatan Jenawi dengan rincian 28 merupakan industri dengan skala sedang dan 375 sisanya merupakan industri dalam skala kecil atau berupa indutri rumah tangga. i) Sarana Pariwisata Kecamatan Jenawi memiliki pemasukan daerah dari sektor pariwisata di Kabupaten Karanganyar. Sektor pariwisata yang ada dapat

70

dilihat dari beberapa tempat rekreasi di daerah tersebut misalnya Kebun Teh Kemuning, Air Terjun Jumog, Air Terjun Parang Ijo, Candi sukuh, Candi Cetho dan lain-lain. Untuk mendukung sarana tempat rekreasi tersebut di daerah sekitarnya banyak dibangun seperti warung makan atau restoran, tempat bermain dan tempat peristirahatan yang dapat

memberikan sumber pendapatan bagi masyarakat di sekitarnya. j) Sarana Pengairan Banyak kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi mengingat sifatnya yang kompleks. Untuk memenuhi kebutuhan air baik untuk kebutuhan rumah tangga maupun pertanian maka dibangun sarana-sarana seperti waduk atau cek dam dan saluran irigasi dengan sistem pembagian air yang rata. Di Kecamatan Jenawi persediaan air sudah terpenuhi karena tidak sulit dalam memperoleh air karena merupakan salah satu daerah yang mempunyai banyak mata air alami dan sistem pengairannya pun juga tercukupi dan tertata dengan baik. Keadaan ini didukung dengan keberadaannya pada daerah yang tinggi di wilayah pegunungan sehingga ketersediaan air tidak mengalami hambatan. k) Sarana Jual-Beli (Pasar) Kecamatan Jenawi juga didukung dengan keberadaan sarana perekonomian yang memudahkan masyarakat untuk melakukan transaksi jual-beli dalam malakukan aktivitas dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Terdapat total jumlah sarana perekonomian sebanyak 541 bangunan. Seluruh jumlah sarana perekonomian tersebut memiliki rincian 3 bangunan pasar, 37 bangunan warung atau kedai makan, toko atau warung kelontong sebanyak 329 bangunan, 4 bangunan hotel/losmen, bank umum sebanyak 2 bangunan, 2 bangunan Bank Perkreditan Rakyat, KUD sebanyak 1 bangunan, dan 2 bangunan Koperasi Simpan-Pinjam. Sarana perekonomian sisanya digunakan masyarakat untuk memperlancar kegiatan sehari-hari antara lain 17 bengkel motor atau mobil, 16 bengkel elektronik, 5 tempat fotokopi, 9 bangunan potong rambut, 10 salon kecantikan, 6 bengkel las, dan 8 tempat persewaan alat pesta.

71

2. Analisis Usaha Tani Tabel 4. Analisis Usaha Tani Tanaman Paprika (Capsium sp.) skala 3000 pohon
A GREEN HOUSE 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. unit 1000 m2 1000 m2 250 batang 1200 batang 3 m3 100 kg 50kg 200 kg 20 kg harga satuan jumlah 5.000.000 2.000.000 3.750.000 4.200.000 2.700.000 500.000 1.250.000 1.700.000 350.000 1.125.000 10.500.000 3.500.000 900.000 720.000 5.000.000

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.

Sewa lahan Penyiapan lahan Bambu untuk tiang Palang-palang Kayu/kaso Paku tali/tambang Kawat Plastik pembungkus Karet Cemped Atap Plastik UV Dinding plastik UV Polinet Mulsa plastic Upah pengerjaan

x 15,000 x 3,500 x 900,000 x 5,000 x 25,000 x 8,500 x 17,500 x 7,500 x 35,000 x 35,000 x 3,000 x 240,000 x 5,000

10. 150 ikat 11. 300 kg 12. 100 kg 13. 300 meter 14. 3 rol 15. 1000 m2

Rp. 43.195.000 JUMLAH

BIAYA PRODUKSI 1. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Benih Paprika Arang Sekam Nutrisi AB mix Pestisida Benang Upah Kerja Biaya rutin, listrik air, bensin JUMLAH Perizinan Total pengeluaran Total Pendapatan 5. 6. 7 bulan 7 bulan 4. 25 rol 405.000 10.500.000 1.400.000 Rp.26.980.000 2. 3. 800 slab 25 set 3500 biji x 1,050 x 2,500 x 305,000 x 16,200 x 500,000 x 200,000 3.675.000 2.000.000 7.625.000 1.375.000

Rp

1.000.000

Rp 71.175.000 Rp 90.000.000

72

Keuntungan 1. Pendapatan a) Populasi : 3000 pohon b) Hasil produksi per pohon : 2,5 kg c) Jumlah total produksi : 2,5 x 3000 = 7500 kg d) Penjualan per kilogram : Rp 12.000 e) Total pendapatan : Rp12.000x7500 kg = Rp 90.000.000 2. Total pengeluaran : Rp 71.175.000 3. Parameter kelayakan usaha tani : R/C Ratio = pendapatan / biaya = 90.000.000/ 71.175.000 = 1,26 berarti untung, karena R/C ratio > 1 Kesimpulan : Berdasarkan perhitungan tersebut diperoleh nilai R/C ratio lebih besar daripada 1, berarti dalam kategori untung

73

V. PEMBAHASAN

A. Jalur Transek di Kecamatan Jenawi a. Penentuan Jalur Transek Pada praktikum survei dan evaluasi lahan ini metode yang umum digunakan dalam survei dan evaluasi lahan antara lain : metode transek, metode grid, dan metode grid dimodifikasi. Menurut oosting (1956), menyatakan bahwa transek merupakan garis sampling yang ditarik menyilang pada sebuah bentukan atau beberapa bentukan. Transek dapat juga digunakan untuk studi altitude dan mengetahui perubahan komunitas yang ada. Ukuran dari transek tergantung pada beberapa kondisi. Transek pada komunitas yang kecil penarikan garis menyilang hanya beberapa meter panjangnya. Pada daerah berbatuan transek dapat dibuat beberapa ratus meter panjangnya. Sistem grid merupakan sistem pengukuran luas pada obyek yang dideliniasi dengan mengaris kotak-kotak pada obyek dengan ukuran tertentu. Cara sistematis dilakukan dengan pembuatan grid dalam lokasi yang teratur. Semakin rapat grid, hasil yang didapatkan akan semakin bagus. Cara sistematis lebih cocok digunakan untuk peneliti pemula dan dilakukan pada daerah yang datar. Cara taktis mengunakan dasar lokasi pengeboran (pembuatan lubang profil) dari perbedaan faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang dapat dijadikan dasar antara lain adalah vegetasi dan bentuk wilayah di daerah penelitian. Cara ini lebih banyak digunakan untuk peneliti yang sudah berpengalaman. Metode yang digunakan dalam praktikum kali ini menggunakan metode transek, luas dan belum diketahui keadaannya. Metode ini paling baik digunakan untuk mempelajari kelompok hutan yang luas dan belum diketahui keadaannya. Cara ini efektif untuk mempelajari perubahan keadaan vegetasi menurut keadaan tanah, topografi dan elevasi. Jalur-jalur contoh dibuat memotong garis topografi, misalnya dari tepi laut ke pedalaman, memotong sungai dan naik atau menuruni lereng pegunungan.

74

Pada umumnya lebar jalur 10 atau 20 m, dengan jarak antar jalur (200 1.000) m tergantung "Intensitas Sampling" (IS) yang dikehendaki. Sebaiknya untuk kelompok hutan seluas 10.000 Ha atau lebih dipakai IS 2%, sedangkan hutan yang luasnya kurang dari 1.000 Ha digunakan IS 10%. Dalam metode transek ini diasumsikan bahwa arah keragaman tanah berada pada posisi vertikal. Jarak antar pedon satu dengan pedon yang lain, tergantung pada jenis skala peta yang digunakan. Untuk peta detil dengan skala 1 : 25.000, jarak antar minipedon adalah 25 m, sedangkan untuk peta semidetil dengan skala 1: 50.000, jarak antar minipedon adalah 50 m. b. Pembahasan Miniped Per Transek Dari hasil pengamatan pada praktikum survey tanah terdapat 12 miniped yang harus diamati. Pada setiap miniped diamati dan dianalisis sifat fisika tanah dan kimia tanahnya, yang meliputi tekstur, struktur, pH, warna tanah, konsistensi, dan kedalaman jeluk. Untuk pH dan warna

tanah diamati di basecamp karena keterbatasan peralatan yaitu, pH meter berjumlah 2 buah dan MSCC 3 buah, sedangkan parameter lainnya dan pencandraan lingkungan (peralatan yang digunakan GPS, kompas tembak, dan form pencandraan lingkungan) yang diamati langsung dilapangan untuk mendapatkan data-data yang penting didalam penentuan SPT untuk hari berikutnya. Konservasi tanah diartikan sebagai penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dengan memberlakukan sesuai dengan syarat-syarat yang diperlakukan agar tidak terjadi kerusakan tanah 1. Pada transek 1 terdapat 4 miniped mempunyai tingkat kemiringan yang agak curam, tekstur lempung sampai geluh, struktur remah sampai gumpal lemah dan konsistensi lembab (teguh). pH 5 7, Warna tanah merah tergantung susunan mineralogi, umur tanah, dan keadaan iklim. Tingkat bahaya erosi pada transek 1 adalah sedang . Kedalaman jeluk dangkal antara 50 60 cm, dengan ketinggian tempat 337 mdpl. Bentuk erosi pada transek ini mempunyai bentuk erosi tebing dengan tingkat

75

sedang, formasi geologi Qvl (Quarter Vulkanik Lawu). Fisiografi lahan vulkanik, tidak terdapat batuan permukaan (<0,1). 2. Pada transek 2 terdapat 7 miniped, pada transek 2 mempunyai mempunyai tingkat kemiringan yang sangat miring, bentuk erosi alur dengan tingkat besar yang di sekitarnya tertutupi dengan tutupan pohon, dengan formasi geologi Qvl (quarsa vulkanik Lawu), fisiografi lahan Vulkanik, kedalaman jeluknya 60 cm, memiliki tekstur Silty Clay, tipe struktur angular bloky dengan tipe kasar dengan derajad sedang, konsistensi lembab gembur, dengan dominan warna tanah 5YR3/4, pH H2O 6,5-7, pH KCl 5-6 (asam). 3. Pada transek 3 mempunyai 7 miniped tingkat kemiringan yang agak curam, bentuk erosi tebing dengan tingkat besar, fisiografi lahan Vulkanik, konsistensi lembab gembur, dengan dominan warna tanah 10YR3/4, pH H2O 7, pH KCl 6 (netral). 4. Pada transek 4 adalah mempunyai 7 miniped tingkat kemiringan yang sangat miring, bentuk erosi tebing, tipe struktur subangular bloky dengan tipe kasar dengan derajad sedang, konsistensi lembab gembur, dengan dominan warna tanah 7,5YR5/6, pH H2O 6,5-7, pH KCl 5-6 . 5. Pada transek 5 terdapat 12 miniped yang mempunyai tingkat kemiringan yang agak miring, bentuk erosi alur dengan tingkat ringan yang di sekitarnya tertutupi dengan tutupan tanaman, memiliki tekstur Sandy Clay, pH KCl 4-5 (asam). 6. Pada transek 6 terdapat 6 miniped yang pada jalur tersebut yang paling dominan yaitu mempunyai tingkat kemiringan yang agak miring, bentuk erosi permukaan dengan tingkat ringan yang di sekitarnya tertutupi dengan tutupan buatan, tekstur lempung sampai lempung pasiran, struktur remah sampai gumpal sedang dan konsistensi lembab (gembur dan teguh). pH 4 6. Tingkat bahaya erosi pada transek 6 adalah besar (B). Kedalaman jeluk sangat dangkal antara 20 - 30 cm, dengan ketinggian tempat 600 mdpl., formasi geologi Qlla (Quarsa Lahar Lawu).

76

Fisiografi lahan vulkanik, tidak terdapat batuan permukaan (<0,1%) dan sangat jarang terdapat genangan. 7. Pada transek 7 terdapat 5 miniped yang pada jalur tersebut

mempunyai tingkat kemiringan yang agak curam, , dengan formasi geologi Qvl (quarsa vulkanik Lawu), fisiografi lahan Vulkanik, kedalaman jeluknya 80 cm (dalam), memiliki tekstur Silty Clay, tipe struktur angular bloky dengan tipe kasar dengan derajad sedang, konsistensi lembab lemah, dengan dominan warna tanah 10YR3/2, pH H2O 6,5-7, pH KCl 5-6 (asam). bentuk erosi tebing dengan tingkat sedang yang di sekitarnya tertutupi dengan tutupan pohon. 8. Pada transek 8 terdapat 5 miniped yang mempunyai tingkat kemiringan yang sangat miring, bentuk erosi tebing dengan tingkat sedang yang di sekitarnya tertutupi dengan tutupan tanaman, memiliki tekstur Silty Clay, tipe struktur angular bloky dengan tipe kasar dengan derajad sedang, konsistensi lembab gembur, dengan dominan warna tanah 10YR3/4, pH H2O 6, pH KCl 5-6 (asam). 9. Pada transek 9 terdapat 12 miniped yang mempunyai tingkat

kemiringan yang agak curam tekstur lempung pasiran sampai lempung debuan, struktur remah sampai gumpal membulat sedang dan konsistensi lembab (gembur dan teguh). Tingkat bahaya erosi pada adalah sedang ringan. pH 4 7,. Kedalaman jeluk dalam antara 60 -100 cm, dengan ketinggian tempat 600 mdpl. Bentuk erosi pada transek ini mempunyai bentuk erosi alur dengan tingkat sedang, formasi geologi Qlla (Quarsa Lahar Lawu). Fisiografi lahan vulkanik, tidak terdapat batuan permukaan (0,1%) dan tidak terdapat genangan. 10. Pada transek 10 terdapat 7 miniped yang mempunyai tingkat kemiringan yang curam, bentuk erosi tebing dengan tingkat sedang yang di sekitarnya tertutupi dengan tutupan pohon, dengan formasi geologi Qvl (quarsa vulkanik Lawu), fisiografi lahan Vulkanik, kedalaman jeluknya 60 cm, memiliki tekstur Silty Clay Loam, tipe struktur angular dengan

77

tipe kasar dengan derajad sedang, konsistensi lembab gembur, dengan dominan warna tanah 10YR3/4. 11. Pada transek 11 terdapat 13 miniped yang mempunyai tingkat kemiringan yang curam, bentuk erosi tebing, formasi geologi Qvl (quarsa vulkanik Lawu), fisiografi lahan Vulkanik, tipe struktur subangular bloky dengan tipe kasar dengan derajad sedang , konsistensi lembab gembur, dengan dominan warna tanah 7,5YR4/6. 12. Pada transek 12 terdapat 9 miniped yang mempunyai tingkat kemiringan yang curam, bentuk erosi alur, dengan formasi geologi Qvl (quarsa vulkanik Lawu), fisiografi lahan Vulkanik, tipe struktur granular dengan tipe kasar dengan derajad sedang, konsistensi lembab lemah, warna tanah 10YR2/1, pH H2O 6,5-7, pH KCl 5-6, dan pH NaF 10-11. Satuan peta tanah terdiri atas kumpulan semua deliniasi tanah yang ditandai oleh simbol, warna, nama atau lambang yang khas pada suatu peta. Deliniasi tanah (soil delination) adalah daerah yang dibatasi oleh suatu batas tanah pada suatu peta. Umumnya peta tanah terdiri atas lebih dari satu satuan peta. Data atau informasi dari masing-masing satuan peta yang terdapat dalam peta tanah dijelaskan dalam legenda tanah .

B. Satuan Peta Tanah (SPT) di Kecamatan Jenawi a. Penentuan SPT Satuan peta tanah (soil mapping unit) tersusun dari unsur-unsur yang pada dasarnya merupakan kesatuan dari tiga satuan,yaitu satuan tanah, satuan bahan induk dan satuan wilayah. Perbedaan satuan peta dalam berbagai kategori peta tanah terletak pada ketelitian masing-masing unsur satuan petanya. Penggunaan tiga unsur dimaksudkan untuk dapat memberi gambaran yang jelas dari suatu wilayah tentang keadaan tanah dan wilayahnya . Dalam Klas kesesuaian lahan terbagi menjadi empat tingkat, yaitu : sangat sesuai (S1), sesuai (S2), sesuai marjinal (S3) dan tidak sesuai (N). Sub Klas pada klasifikasi kesesuaian lahan ini juga mencerminkan jenis

78

penghambat. Ada tujuh jenis penghambat yang dikenal, yaitu e (erosi), w (drainase), s (tanah), a (keasaman), g (kelerengan) sd (kedalaman tanah) dan c (iklim). Pada klasifikasi kesesuaian lahan tidak dikenal prioritas penghambat. Dengan demikian seluruh hambatan yang ada pada suatu unit lahan akan disebutkan semuanya. Akan tetapi dapat dimengerti bahwa dari hambatan yang disebutkan ada jenis hambatan yang mudah (seperti a, w, e, g dan sd) atau sebaliknya hambatan yang sulit untuk ditangani (c dan s). Dengan demikian maka hasil akhir dari klasifikasi ditetapkan berdasarkan Klas terjelek dengan memberikan seluruh hambatan yang ada. Perubahan klasifikasi menjadi setingkat lebih baik dimungkinkan terjadi apabila seluruh hambatan yang ada pada unit lahan tersebut dapat diperbaiki. Untuk itu maka unit lahan yang mempunyai faktor penghambat c atau s sulit untuk diperbaiki keadaannya. Syarat dan dasar penentuan Satuan Peta Tanah (SPT) adalah dengan melakukan analisis uji cluster dan uji stepwise regression. Pada tiap SPT dibuat suatu pedon pewakil yang diperkirakan berada di tengahtengah daerah SPT. Pedon merupakan suatu individu tanah yang mempunyai 3 dimensi (matra), dengan ukuran 1 x 2 x 1,8 meter. Setiap pedon diamati sifat fisika dan kimia tanah (Tekstur, pH, BO, KB, KPK, drainase), penamaan, serta pencandraan lingkungan di sekitarnya. Pengamatan yang diperoleh berdasarkan setiap miniped dan sifat fisika tanah dan kimia tanah selanjutnya di analisis statistika dengan menggunakan analisis Stepwise Regression untuk memunculkan parameter mana yang paling dominan dari beberapa sifat fisika dan kimia tanah yang telah dianalisis sebelumnya. Sifat yang paling dominan adalah struktur tanah, karena pada struktur tanah rata rata mempunyai bentuk struktur yang sama / seragam yaitu sub angular blocky. Langkah selanjutnya dilakukan analisis Cluster, dalam analisis ini data-data yang memiliki sifat mirip akan dikelompokkan menjadi satu kelompok. Setelah

dikelompokkan maka akan diketahui Satuan Peta Tanah yang ada di daerah Kecamatan Jenawi ini. Dalam praktikum Survei Tanah dan

79

Evaluasi Lahan ini terdapat 4 SPT, yang tersebar di daerah Kecamatan Jenawi. Untuk SPT 1 terdapat 1 pedon, SPT 2 terdapat 3 pedon, SPT 3 terdapat 1 pedon, dan SPT 4 terdapat 2 pedon. Klasifikasi kesesuaian lahan dilakukan dengan melalui sortasi data karakteristik lahan berdasarkan kriteria kesesuaian lahan untuk setiap jenis tanaman. Contoh beberapa kriteria pertumbuhan tanaman dapat dilihat pada Prinsip klasifikasi kesesuaian lahan hampir sama dengan kemampuan lahan, yaitu: 1. Katagori Kelas diputuskan sesuai dengan Kelas kesesuaian terendah. 2. Pada kelas yang sama tetapi ada beberapa sub Kelas yang berbeda, semua sub kelas yang ada perlu disebut dan tidak ada prioritas. Bila suatu wilayah akan dinilai tingkat kesesuaiannya terhadap tanaman jati (Tectona grandis), maka diperlukan inventarisasi kondisi iklim, tanah dan lahannya. Hasil inventarisasi tersebut kemudian dicocokkan dengan criteria tempat tumbuh tanaman.

b. Pembahasan Per SPT 1. SPT 1 Pada pedon 1A terdapat di Desa Seloromo dengan letak astronomis 732`28.3`` LS dan 1115`46.6`` BT. Dari ciri

morfologinya bentuk lahan vulkanik, ketinggi 477 mdpl, kemiringan 37% (Curam), arah 143 dari arah Utara, penggunaan lahan tegalan, draenasi baik dan ciri morfologi lainnya . Pada pengamatan horizon tanah pada pedon tersebut diketahui bahwa hanya terdapat lima buah horizon tanah yaitu horizon O, A, AB, B dan C. Pada pemerian horizon tanah pada SPT 1 ini diketahui terdapat lima buah horizon tanah yaitu horizon O, A, AB, B dan C Argilik dengan kedalaman jeluk 180 cm. Teksturnya clay, strukturnya sub angular blocky sedang dan kuat, konsistensinya lembab teguh, rata jelas, perakarannya sedang, aerasi dan drainasi baik, pH H2O 5,48, dan pH KCl 4,8, pH NaF.

80

Bentuk lahan pada SPT 1 ini adalah Vulkanik, kemiringan 37% termasuk curam, drainasenya di daerah ini termasuk baik. Tingkat erosinya besar tetapi tidak ada perbaikan, karena biaya untuk konservasi terlalu besar sehingga akan mengalami kerugian. Penggunaan lahannya adalah tegalan, jadi jenis vegetasi yang terdapat pada SPT 1 ini ada bambu, sengon, durian ,jati, nangka dan rumput. Formasi geologinya adalah batuan gunung api vulkanik. Menurut klasifikasi soil taxonomy, diklasifikasikan dalam ordo Alfisols karena memiliki horison argilik. Sub ordo udalfs . Great groupnya adalah Kandiudalfs karena memiliki horizon kandic, tidak memiliki kontak densic, lithic, paralithic, petroferic, didalam 150 cm dari permukaan tanah mineral. Pada kedalaman 150 cm dari permukaan, tidak memiliki penurunan tanah liat dengan meningkatnya kedalaman sebesar 20% atau lebih (relatif) dari tanah liat maksimum. Sub groupnya adalah Typic Kandiudalfs, tingkat familinya adalah Typic Kandiudalfs, Clayey Kaolinitic, Silty clay, inactive, Isohyperthermic. Fase tanah seri SELOROMO. Tingkat fasenya, Seloromo, Permukaan Tidak Berbatu, Jeluk Sangat Dalam, Curam. Alfisols meliputi tanah-tanah yang telah mengalami pelapukan intensif dan perkembangan tanah lanjut, sehingga terjadi pelindian unsur basa, bahan organik dan silika dengan meninggalkan

sesguioksida sebagai sisa berwarna merah. Ciri morfologi yang umum adalah tekstur lempung sampai geluh, struktur remah sampai gumpal lemah dan konsistensi gembur. Warna tanah sekitar merah tergantung susunan mineralogi, bahan induk, drainase, umur tanah, dan keadaan iklim (Darmawijaya, 1990). Sedangkan pengklasifikasian menurut FAO, yaitu unit tanah termasuk Anthrosols karena terpengaruh oleh aktifitas manusia, tanah asli telah termodifikasi, terpindahkan, terganggu, penambahan bahan organic dan sub unit tanahnya adalah Escalic Anthrosols.

81

Untuk kesesuain lahan pada SPT 1 berdasarkan analisis matching yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa analisis data kesesuaian lahan aktual adalah tidak sesuai dengan faktor pembatas tumbuh dan berkembang tanaman paprika adalah lereng dan bahaya erosi. Pada SPT 1 kelas kesuaian lahan potensial untuk tanaman paprika adalah tidak sesuai dengan faktor pembatas pada kelas kesuaian ini adalah bahaya erosi (bahaya erosi dan lereng), ini menjelaskan bahwa kelas kesuaian lahan pada SPT 1 tidak sesuai untuk tanaman paprika. 2. SPT II Satuan peta tanah yang memiliki 3 pedon pewakil yang salah satunya merupakan pedon inklusi. SPT 2 Pedon 2A terdapat di Desa Menjing dengan letak astronomis 732`7.87`` LS dan 1117`1.9`` BT. Bentuk lahan vulkanik, ketinggi 536 mdpl, kemiringan 18% ( agak curam), arah 210 dari arah Utara. Pada pengamatan horizon tanah pada pedon tersebut diketahui bahwa hanya terdapat dua buah horizon tanah yaitu horizon A dan C. Pada pedon 2A SPT 2 diketahui bahwa hanya terdapat dua buah horizon tanah yaitu horizon A dan C Argilik. Perbedaan antar keduanya dapat dilihat dari perbedaan warna dan bunyi ketukan pada setiap horison. Dengan pemerian horison memiliki warna 10 YR 5/8 (Yellowish Brown), teksturnya sandy clay loam, strukturnya angular blocky sedang, konsistensinya lembab teguh berombak sangat tajam, perakarannya sedang, aerasi dan drainase baik, pH H2 O 6,75 dan pH KCl 5,59. Bentuk lahan pada SPT 1 ini adalah Vulkanik, kemiringan 18% termasuk agak curam, drainasenya di daerah ini termasuk baik. Tingkat erosinya sedang sehingga dapat diperbaiki dengan teras bangku. Penggunaan lahannya adalah tegalan, jadi jenis vegetasi yang terdapat pada SPT 1 ini ada ketela pohon, jati, kelapa, rumput, pisang. Formasi geologinya adalah lahar lawu (Qlla).

82

Menurut klasifikasi soil taxonomy, diklasifikasikan dalam ordo Alfisols karena memiliki horison argilik. Sub ordo udalfs . Great groupnya adalah Hapudalfs. Sub groupnya adalah Typic Hapudalfs, tingkat familinya adalah Typic Hapludalf, Clayey Kaolinitic, Loamy Sand, subactive,Isohyperthermik. Fase tanah seri MENJING. Tingkat fasenya, Menjing, permukaan berbatu, jeluk dalam, curam. Alfisols mempunyai horison argilik dan terjadi di daerah dimana tanah hanya sebentar lembab pada paling sedikit sebagian dalam tahun tersebut. Kebutuhan kejenuhan basa 35 % atau lebih pada horison Alfisol terbawah, berarti kurang lebih sama dengan cepatnya pencucian Alfisols merupakan tanah yang mempunyai epipedon okrik dan horison argilik dengan kejenuhan basa sedang sampai tinggi. Pada umumnya tanha tidak kering. Tanah yang ekuivalen adalah tanah half-bog, podsolik merah-kuning, dan planosols (Sutanto, 2005). Sedangkan pengklasifikasian menurut FAO, yaitu unit tanah termasuk Anthrosols karena terpengaruh oleh aktifitas manusia, tanah asli telah termodifikasi, terpindahkan, terganggu, penambahan bahan organic dan sub unit tanahnya adalah Escalic Anthrosols. SPT 2 Pedon 2B terdapat di Desa Lempong dengan letak astronomis 732`75.3`` LS dan 1117`82`` BT. Bentuk lahan vulkanik, ketinggian 749 mdpl, kemiringan 5% (agak miring), arah 90 dari arah Utara, penggunaan lahan tutupan pohon, draenasi buruk dan ciri morfologi lainnya. Pada pengamatan horizon tanah pada pedon 2B diketahui bahwa terdapat tiga buah horizon tanah yaitu horizon A, B dan C . Jeluknya sedalam 180 cm, teksturnya loam, strukturnya

angular blocky sedang, konsistensinya lembab teguh berombak berangsur, perakarannya banyak, aerasi dan drainasenya baik, pH H2 O 6,80 dan pH KCl 5,60 dan juga diskripsi lain pada horizon- horizon berikutnya. Bentuk lahan pada SPT 1 ini adalah Vulkanik, kemiringan 22% termasuk agak curam, drainasenya di daerah ini buruk. Tingkat erosinya

83

ringan sehingga tidak perlu ada perbaikan. Penggunaan lahannya adalah tegalan, jadi jenis vegetasi yang terdapat pada SPT 1 ini ada sengon, padi, ketela pohon, bambu. Menurut klasifikasi soil taxonomy, diklasifikasikan dalam ordo Alfisols karena memiliki horison argilik. Sub ordo udalfs . Great groupnya adalah Hapudalfs. Sub groupnya adalah Typic Hapudalfs, tingkat familinya adalah Typic hapludalfs, clayey caolinitic, sandy loam, rather acid, inactive, isothermic. Serinya adalah Lempong, Tingkat fasenya, Lempong, permukaan tidak berbatu, jeluk dangkal, agak miring. Tanah Alfisols secara potensial termasuk tanah yang subur, di Indonesia diusahakan menjadi persawahan (padi) baik tadah hujan ataupun berpengairan, perkebunan, tegalan dan padang rumput. Tanah ini mempunyai kejenuhan basa tinggi, KPK tinggi, cadangan unsure hara tinggi. Sesuai dengan keadaan sebenarnya dilapang, tanah ini sesuai untuk digunakan sebagai areal persawahan, hal ini sesuai dengan ketersediaan air yang mendukung untuk persawahan, karena sesuai dengan kondisi dilapang, tanah ini merupakan tanah tergenang. Sedangkan pengklasifikasian menurut FAO, yaitu unit tanah termasuk Anthrosols karena terpengaruh oleh aktifitas manusia, tanah asli telah termodifikasi, terpindahkan, terganggu, penambahan bahan organic dan sub unit tanahnya adalah Technic Anthrosols. Bentuk lahan pada SPT 2 ini adalah Vulkanik, kemiringan 22% termasuk agak curam, drainasenya di daerah ini termasuk baik. Tingkat erosinya ringan sehingga tidak perlu ada perbaikan. Penggunaan lahannya adalah tegalan, jadi jenis vegetasi yang terdapat pada SPT 1 ini ada sengon, jati, pisang, rumput, semak, mahoni. SPT 2 Pedon 2C terdapat di Desa Sidomukti dengan letak astronomis 733`36.57`` LS dan 1118`10.41`` BT. Menurut klasifikasi soil taxonomy, diklasifikasikan dalam ordo Inceptisols karena tanah ini sudah memulai proses perkembangan horizon genetiknya. Epipedon

84

okrik menjadi epipedon yang khas dari Inceptisols. Subordonya adalah Udepts, Great groupnya adalah Dystrudepts. Sub groupnya adalah Typic Dystrudepts, tingkat familinya adalah Typic Dystrudepts Kaolinitic, Active, Loamy sand, masam, isothermic.Serinya adalah Sidomukti, Tingkat fasenya, Sidomukti, Permukaan Tidak Berbatu, Jeluk Dalam, Kemiringan Agak Curam. Sedangkan pengklasifikasian menurut FAO, yaitu unit tanah termasuk Anthrosols karena terpengaruh oleh aktifitas manusia, tanah asli telah termodifikasi, terpindahkan, terganggu, penambahan bahan organic dan sub unit tanahnya adalah Escalich Anthrosols. Pada SPT 2 kelas kesesuaian lahan untuk tanaman paprika adalah tidak sesuai, dengan faktor pembatas curah hujan dan tekstur. Untuk curah hujan sendiri tidak dapat diperbaiki karena curah hujan terjadi karena adanya pengaruh kandungan air di udara, suhu, dan angin sehingga tidak dapat dilakukan usaha perbaikan dalam tanaman paprika agar dapat tumbuh baik dengan tingkat produktifitas yang tinggi pula. Sedangkan untuk tekstur tidak dapat diperbaiki karena tekstur tanah tidak dapat diubah tergantung batuan induk yang menyusun tanah tersebut. 3. SPT III Satuan peta tanah ini hanya memiliki 1 pedon. SPT 3 Pedon 3 terdapat di Desa Gumeng dengan letak astronomis 735`13.5`` LS dan 1118`45.5`` BT. Dengan ketinggian 1086 m dpl. Suhu tanah yang diperoleh adalah 19,7C. Pada pengamatan horizon tanah pada pedon 3 diketahui bahwa terdapat empat buah horizon tanah yaitu horizon A, B/A, B1 dan B2 Argilik. Teksturnya adalah silty clay loam, struktur nya sub angular blocky sedang lemah, konsistensinya lembab sangat gembur berombak terputus, perakaran sedang, aerasi dan drainase buruk, pH H2O 7,30, pH KCl 6,91. Bentuk lahan pada SPT 1 ini adalah Vulkanik, kemiringan 40% termasuk curam, drainasenya di daerah ini termasuk buruk. Tingkat

85

erosinya besar sehingga perlu perbaikan dengan teras bangku. Penggunaan lahannya adalah ladang, jadi jenis vegetasi yang terdapat pada SPT 1 ini ada rumput, wortel,pisang dan semak. Formasi geologinya adalah materi vulkanik lawu. Menurut klasifikasi soil taxonomy, diklasifikasikan dalam ordo Alfisols karena memiliki horison argilik. Sub ordo udalfs . Great groupnya adalah Fragiudalfs. Sub groupnya adalah Typic Fragiudalfs, tingkat familinya adalah Typic Fragiudalf, Loamy Sand, High CEC, Active, Alcalic, Isothermic . Serinya adalah Gumeng, Tingkat fasenya, Gumeng, Tidak Berbatu, Dalam, Curam. Pengelolaan tanah tanah alfisols memang perlu dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala yang dimiliki pada tanah-tanah Alfisols. Pada daerah berlereng, meskipun memliki sifat fisik dan kimia yang baik, bahaya erosi dapat menyebabkan hilangnya lapisan argilik yang ada di permukaan tanah. Untuk kondisi yang seperti ini perlu pengeloalaan lahan dengan melalui penanaman menurut kontur dan pembuatan terasiring. Sedangkan pengklasifikasian menurut FAO, yaitu unit tanah termasuk Anthrosols karena terpengaruh oleh aktifitas manusia, tanah asli telah termodifikasi, terpindahkan, terganggu, penambahan bahan organic dan sub unit tanahnya adalah Escalic Anthrosols. Kelas kesuaian lahan aktual pada SPT 3 untuk tanaman paprika adalah tidak sesuai dengan faktor pembatas lereng dan bahaya erosi. Untuk lereng tingkat kesesuaiannya tidak sesuai, sehingga tidak bisa diperbaiki karena biya mahal. Sedangkan untuk bahaya erosi juga tidak dapat diperbaiki karena memiliki kelas kesesuaian lahan tidak sesuai. Jadi faktor pembatas pada SPT 3 ini adalah lereng dan bahaya erosi. 4. SPT IV Satuan peta tanah ini memiliki 2 pedon dengan salah satunya sebagai pedon inklusi. Pedon inklusinya adalah peddon 4A yang pada penelusuran data transek pH NaF yang tedapat pada pedon 4A. SPT 4

86

Pedon 4A terdapat di Desa Gumeng dengan letak astronomis 735`18`` LS dan 1118`00`` BT. Dengan ketinggian 1083 m dpl. Pada pengamatan horizon tanah pada pedon 4B SPT 4 diketahui bahwa terdapat enam buah horizon tanah yaitu horizon A1, A2, A3, B1, B2 dan B/R Argilik sehingga termasuk ordo tanah Alfisols. Diskripsi dari salah satu horizon adalah tekstur clay, struktur sub kolumnar sedang kuat, konsistensi lembab teguh berombak jelas, perakaran sedang, aerasi dan drainase baik, pH H2 O 5,6, pH KCl 4,7 dan pH NaF: 8,3. Menurut klasifikasi soil taxonomy, diklasifikasikan dalam ordo Alfisols karena memiliki horison argilik. Sub ordo udalfs . Great groupnya adalah Hapudalfs. Sub groupnya adalah Psamment

Hapudalfs, tingkat familinya adalah Psammentic hapludalfs, Clayey Kaolinitic, Sandy clay loam, Aktif, Basa, Isorthermik, serinya adalah Gumeng, Tingkat fasenya adalah Gumeng, Curam, Jeluk Sedang,

Permukaan Tidak Berbatu. Bentuk lahan pada SPT 1 ini adalah Vulkanik, kemiringan 40% termasuk curam, drainasenya di daerah ini termasuk buruk. Tingkat erosinya sedang sehingga perlu perbaikan dengan teras bangku. Penggunaan lahannya adalah tutupan pohon, jadi jenis vegetasi yang terdapat pada SPT 1 ini ada rumput,pisang dan semak. Formasi geologinya adalah materi vulkanik lawu. Meskipun tanah Alfisols mempunyai sifat fisik dan kimia yang baik, bahaya erosi perlu mendapat perhatian karena erosi dapat menyebabkan horison argilik muncul dipermukaan dan tanah menjadi kurang baik. Penggunaan tanah ini tidak terlalu optimal, karena tanah ini mempunyai solum yang dangkal. Untuk memperkecil erosi pada lokasi ini dibuat terasering. Perlu juga ditanami tanaman yang memiliki perakaran yang kuat sehingga selain dapat mengikat tanah juga bisa menghancurkan batuan guna mempercepat pelapukan. Tanah ini lebih cocok digunakan untuk tanaman yang mempunyai akar serabut, seperti ketela pohon, kacang-kacangan dan jagung, sehingga penggunaanya

87

disebut tegalan, dimana persediaan air sangat sedikit karena air mudah diloloskan tanpa adanya pengikatan. Sedangkan pengklasifikasian menurut FAO, yaitu unit tanah termasuk Hortic, Terric Anthrosols Karena terdapat Horizon hortic, merupakan horizon permukaan mineral yang terbentuk oleh campur tangan manusia yang dihasilkan dari pengolahan yang dalam, pemupukan secara intensif dan atau aplikasi secara terus menerus dari limbah hewan atau manusia dan residu organik yang lain dan horison terric adalah (dalam bahasa latin terra artinya bumi) horizon yang lapisan permukaannya sudah mengalami pengolahan oleh manusia melalui penambahan pupuk kandang, kompos, pasir atau lumpur dalam jangka waktu yanh lama. Kemudian tanahnya terbentuk berangsurangsur dan kemungkinan masih mengandung batu, secara acak tersortir dan terdistribusi dan sub unit tanahnya adalah Hortic, Terric Anthrosols (arenic). SPT 4 Pedon 4B terdapat di Desa Gumeng dengan letak astronomis 736`01,2`` LS dan 11109`20,9`` BT. Dengan ketinggian 1400 m dpl. Pada pengamatan horizon tanah pada pedon 4B diketahui bahwa terdapat lima buah horizon tanah yaitu horizon A1, A2, A3, B dan B/C melanik karena pH NaFnya tinggi antara 10-11. Diskripsi dari pemerian horisonnya adalah tekstur sandy loam, struktur granular,

sedang lemah, konsistensinya lembab gembur berombak jelas, perakaran sedang, aerasi dan drainase buruk; pH H2 O 7,23, pH KCl 6,09, dan pH NaF 11,72. Bentuk lahan pada SPT 1 ini adalah Vulkanik, kemiringan 28% termasuk agak curam, drainasenya di daerah ini termasuk buruk. Tingkat erosinya ringan sehingga perlu perbaikan dengan teras bangku. Penggunaan lahannya adalah tutupan pohon, jadi jenis vegetasi yang terdapat pada SPT 1 ini ada semak akasia, rumput gajah. Formasi geologinya adalah materi vulkanik lawu.

88

Menurut klasifikasi soil taxonomy, diklasifikasikan dalam ordo Andisols karena tanah yang mempunyai epipedon melanik dan terdapat alofan. Sub ordo udalns . Great groupnya adalah melanudans. Sub groupnya adalah Typic Melanudans, tingkat familinya adalah Typic Melanudands, Sinderic allophonic, Non active, Catioan Exchange capacity high, Netral, Isothermic.. Serinya adalah Gumeng, Tingkat fasenya, Gumeng, Permukaan tidak berbatu, Jeluk sangat dalam, Agak Curam. Andisols merupakan tanah yang dalam, sering terdapat lapisanlapisan sebagai akibat akumulasi secara periodik. Horison yang paling atas sering kali berwarna gelap dan lebih tipis dari tanah-tanah yang berasosiasi dengan bahan-bahan non vulkanik, sub soil coklat sampai kuning dan mempunyai konsistensi licin, tekstur seperti dominasi lempung, struktur remah, atau granuler di bagian atas dan gumpal di bagian bawahnya Andisols adalah tanah yang berkembang dari bahan vulkanik seperti abu volkan, batu apung, sinder, lava dan sebagainya, dan atau bahan volkaniklastik, yang fraksi koloidnya didominasi oleh mineral short range order (alofan, imogolit, ferihidrit) atau kompleks Alhumus. Dalam keadaan lingkungan tertentu, pelapukan

aluminosilikat primer dalam bahan induk nonvulkanik dapat juga menghasilkan mineral short range order; sebagian tanah seperti ini juga termasuk dalam andisols (Hardjowigeno, 1993). Sedangkan pengklasifikasian menurut FAO, yaitu unit tanah termasuk Andosols karena mempunyai horizon andik sedalam 25 cm dari permukaan tanah dan sub unit tanahnya adalah Melanic Andosol (Dystric). Pada SPT 4 untuk tanaman parika mempunyai kelas kesuaian lahan tidak sesuai. Faktor pembatas yang mempengaruhi kelas kemampuan lahan aktualnya yaitu tekstur. Untuk tekstur ini juga tidak dapat diperbaiki karena kelas kesesuain lahannya yang tidak sesuai jika

89

di perbaiki akan menghabiskan biaya mahal . Jadi faktor pembatas pada SPT 3 ini adalah tekstur.

C. Kesesuaian Lahan Tanaman Paprika (Capsium sp.) per SPT Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini (kesesuaian lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan potensial). Dalam penyusunan kesesuaian lahan terpilih ini, untuk kelompok tanaman pangan dan sayuran, hanya lahan-lahan yang termasuk kelas Sesuai (kelas S1 dan S2) saja yang dipertimbangkan, sedangkan untuk tanaman perkebunan dan tanaman buah-buahan, selain lahan yang termasuk kelas Sesuai (S1 dan S2), juga ditambah dengan lahan yang termasuk kelas Sesuai Marginal (kelas S3) karena tanaman tahunan lebih diprioritaskan dalam proyek ini. Dalam menyusun arahan ini, lahan- ahan yang telah digunakan dan bersifat permanen, misalnya perkebunan dan sawah akan dipertahankan selama kelas kesesuaiannya termasuk sesuai dan tidak membahayakan keadaan lingkungan. Lahan-lahan demikian diarahkan untuk intensifikasi dalam rangka peningkatan produktivitas. Pada lahan yangbelum digunakan secara intensif sebagai areal pertanian, misalnya semak/belukar, hutan yang dapat dikonversi atau lahan pertanian terlantar diarahkan sebagai areal ekstensifikasi tanaman yang sesuai (Ritung dan Hidayat, 2003). Langkah selanjutnya adalah matching (mencocokan) antara karakteristik lahan pada setiap satuan peta tanah (SPT) dengan persyaratan tumbuh/penggunaan lahan Dalam tata nama ilmiah, tanaman paprika termasuk dalam genus Capsicum, dengan klasifikasi lengkap sebagai berikut: Kingdom :Plantae Divisi Kela :Magnoliophyta s:Magnoliopsida

Subkelas :Asteridae

90

Ordo Famili Genus

:Solanales :Solanaceae :Capsicum

Spesies:Capsicum annuum (cabai besar, cabai lonceng) Capsicum frutescens (cabai kecil/cabai rawit) 1. SPT 1 Berdasarkan hasil analisis lapangan dan laboratorium, diketahui SPT 1 mempunyai temperatur rerata 23,440C, curah hujan 3721,84 mm. Drainase di SPT 1 baik, tekstur agak kasar, bahan kasar <15%, kedalam tanah 128 cm. Keadaan retensi hara, diketahui besarnya KTK liat 27,20 cmol, KB 30%, pH pH H2O 6,3, C-organik sebesar 0,23%, besarnya alkalinitas 13,80%. Tingkat kemiringan lereng 37%, bahaya erosi pada tingkat sangat berat, bebas genangan dan batuan permukaan maupun singkapan batuan <0,1%. Berdasarkan analisis matching yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa analisis data kesesuaian lahan aktual adalah tidak sesuai dengan faktor pembatas tumbuh dan berkembang tanaman paprika adalah lereng dan bahaya erosi. Bahaya erosi tidak dapat dilakukan usaha perbaikan karena biaya yang terlalu besar. Untuk lereng juga tidak dapat dilakukan perbaiakan karena biayanya yang terlalu besar juga sehingga akan mengalami kerugian. Pada SPT 1 kelas kesuaian lahan potensial untuk tanaman paprika adalah tidak sesuai dengan faktor pembatas pada kelas kesuaian ini adalah bahaya erosi (bahaya erosi dan lereng), ini menjelaskan bahwa kelas kesuaian lahan pada SPT 1 tidak sesuai untuk tanaman paprika. 2. SPT 2 Berdasarkan hasil analisis lapangan dan laboratorium, diketahui SPT 2 mempunyai temperatur rerata 22,120C, curah hujan 3721,84 mm. Drainase di SPT 2 baik, tekstur agak kasar, bahan kasar <15%, kedalam tanah 96 cm. Keadaan retensi hara, diketahui besarnya KTK liat 27,73 cmol, KB 51%, pH pH H2O 6,7, C-organik sebesar 1,03%, besarnya alkalinitas 14,30%. Tingkat kemiringan lereng 15%, bahaya erosi pada tingkat ringan, bebas genangan dan batuan permukaan maupun singkapan batuan <0,1%.

91

Pada SPT 2 kelas kesesuaian lahan untuk tanaman paprika adalah tidak sesuai, dengan faktor pembatas curah hujan dan tekstur. Untuk curah hujan sendiri tidak dapat diperbaiki karena curah hujan terjadi karena adanya pengaruh kandungan air di udara, suhu, dan angin sehingga tidak dapat dilakukan usaha perbaikan dalam tanaman jambu biji agar dapat tumbuh baik dengan tingkat produktifitas yang tinggi pula. Sedangkan untuk tekstur tidak dapat diperbaiki karena tekstur tanah tidak dapat diubah tergantung batuan induk yang menyusun tanah tersebut. Sedangkan untuk tanaman paprika kelas kesuaian lahan potensialnya tidak sesuai dengan faktor pembatas tekstur dan curah hujan. 3. SPT 3 Berdasarkan hasil analisis lapangan dan laboratorium, diketahui SPT 3 mempunyai temperatur rerata 19,780C, curah hujan 3721,84 mm. Drainase di SPT 3 buruk, tekstur agak kasar, bahan kasar <15%, kedalam tanah 145 cm. Keadaan retensi hara, diketahui besarnya KTK liat 28,00 cmol, KB 43%, pH pH H2O 7,6, C-organik sebesar 1,10%, besarnya alkalinitas 16,22%. Tingkat kemiringan lereng 40%, bahaya erosi pada tingkat berat, bebas genangan dan batuan permukaan maupun singkapan batuan <0,1%. Kelas kesuaian lahan aktual pada SPT 3 untuk tanaman paprika adalah tidak sesuai dengan faktor pembatas lereng dan bahaya erosi. Untuk lereng tingkat kesesuaiannya tidak sesuai, sehingga tidak bisa diperbaiki karena biya mahal. Sedangkan untuk bahaya erosi juga tidak dapat diperbaiki karena memiliki kelas kesesuaian lahan tidak sesuai. Jadi faktor pembatas pada SPT 3 ini adalah lereng dan bahaya erosi. 4. SPT 4 Berdasarkan hasil analisis lapangan dan laboratorium, diketahui SPT 4 mempunyai temperatur rerata 18,860C, curah hujan 3721,84 mm. Drainase di SPT 4 baik, kasar, bahan kasar <15%, kedalam tanah 147 cm. Keadaan retensi hara, diketahui besarnya KTK liat 18,00 cmol, KB 25%, pH H2 O 5,2, C-organik 2,42 %, besarnya alkalinitas 25,51%. Tingkat kemiringan lereng

92

28%, bahaya erosi pada tingkat berat, bebas genangan, batuan permukaan dan singkapan batuan <0,1%. Pada SPT 4 untuk tanaman parika mempunyai kelas kesuaian lahan tidak sesuai. Faktor pembatas yang mempengaruhi kelas kemampuan lahan aktualnya yaitu tekstur. Untuk tekstur ini juga tidak dapat diperbaiki karena kelas kesesuain lahannya yang tidak sesuai jika di perbaiki akan menghabiskan biaya mahal . Jadi faktor pembatas pada SPT 3 ini adalah tekstur.

D. Kelayakan Usahatani Tanaman paprika (Capsium sp.)di Kecamatan Jenawi Paprika merupakan tanaman hortikultura yang relatif baru dikenal oleh masyarakat Indonesia. Penggunaan paprika dewasa ini umumnya masih

sebagai peyedap atau komponen masakan luar negeri, seperti cah paprika dan paprika campur sosis. Paprika segar kerapkali juga dijadikan salad. Dari data analisis usaha tani pada penanaman paprika di green hause dengan jumlah tanam 3000 pohon biaya- biaya yang sudah dilampirkan total pengeluarannya adalah Rp 71.175.000. Pengeluarannya meliputi untuk penanaman di green house adalah Rp. 43.195.00, biaya produksi yaitu

pembelian benih paprika, arang sekam, pestisida, upah pegawai dan lainnya menghabiskan biaya Rp 26,980,000 dan untuk perijinan sebesar Rp 1.000.000. Hasil produksi per pohon untuk tanamna paprika ini adalah 2,5 kg sedangkan jumlah pohon yang ditanam adalah 3000 pohon sehingga total hasil produksi adalah 7500 kg, untuk harga jualnya per kg adalah 12.000. Jadi jumlah pendapatan yang didapat adalah Rp. 90.000.000. Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai R/C ratio lebih besar daripada 1 yaitu 1,26 berarti dalam kategori untung. Dilihat dari segi analisis usaha taninya, tanaman parika cukup cocok di tanam di daerah Jenawi karena aketinggian tempatnya hamper mmenuhi, tetapi dalam hal penanaman dan pemeliharaanya membutuhkan dana yang cukup banyak.

93

E. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Kecamatan Jenawi Kondisi social ekonomi masyarakat di kecamatan Jenawi sudah cukup berkembang yang ditandai dengan lengkapnya sarana dan prasarana yang terdapat adanya sarana pendidikan, peribadatan, kesehatan, perhubungan, olahraga, komunikasi, transportasi, dan sarana lainnya. Terutama yang paling dominan di daerah Jenawi adalah dari sarana pariwisatanya yang cukup banyak dan indah. Sehingga dengan adanya sarana pariwasata tersebut dapat menambah pemasukan untuk daerah Jenawi dan mengurangi banyaknya jumlah pengangguran di daerah Jenawi. Dilihat dari aspek ekonomi dan sosial, usaha budidaya paprika memiliki dampak yang positif. Banyak pihak yang memperoleh manfaat dari usaha ini, diantaranya masyarakat setempat dan pengusaha sendiri. Pihakpihak yang terkait tersebut dapat memperoleh kenaikan penghasilan dari usaha tersebut. Dampak lain selain kenaikan pendapatan adalah bahwa usaha budidaya paprika mampu menyerap tenaga kerja. Tenaga kerja budidaya paprika diperoleh dari masyarakat sekitar sehingga secara langsung mengurangi pengangguran. Bagi petani paprika, usaha ini cukup dapat menghidupi keluarga, terbukti dari ada petani paprika yang telah menggeluti usaha ini sejak usaha ini muncul di daerah itu pada tahun 1994 hingga sekarang di daerah tertentu.

F. Arahan Pengembangan dan Pengelolaan Pertanian Penyusunan kesesuaian lahan untuk tanaman, yang termasuk dalam kelompok tanaman pangan dan sayuran, hanya lahan - lahan yang termasuk kelas Sesuai (kelas S1 dan S2) saja yang dipertimbangkan, sedangkan untuk tanaman perkebunan dan tanaman buah-buahan, selain lahan yang termasuk kelas Sesuai (S1 dan S2), juga ditambah dengan lahan yang termasuk kelas Sesuai Marginal (kelas S3). Dalam menyusun arahan ini, lahan- lahan yang telah digunakan dan bersifat permanen, misalnya perkebunan dan sawah akan dipertahankan selama kelas kesesuaiannya termasuk sesuai dan tidak membahayakan keadaan lingkungan. Lahan - lahan demikian diarahkan untuk

94

intensifikasi dalam rangka peningkatan produktivitas. Pada lahan yang belum digunakan secara intensif sebagai areal pertanian, misalnya semak/belukar, hutan yang dapat dikonversi atau lahan pertanian terlantar diarahkan sebagai areal ekstensifikasi tanaman yang sesuai . Dalam pengelolaan dan pengolahan merupakan usaha untuk

meningkatkan kelas kesesuaian lahan terhadap suatu lahan. Perbaikan yang dapat dilakukan yaitu dengan memperbaiki sifat yang dapat diubah. Di kecamatan Jenawi ini masalah utama yang dihadapi dalam budidaya tanaman paprika di semua SPT adalah faktor alam yang tidak bisa dilakukan usaha perbaikan didalamnya, faktor alam ini antara lain temperatur, curah hujan, tekstur, dan bahan kasar. Adanya hambatan lain yang dihadapi didalam kesesuaian lahan aktual masih dapat diatasi dengan berbagi upaya perbaikan yang ada saat ini. Hambatan utama yang umumnya ada di kecamatan Jenawi adalah kemiringan lereng yang berkisar dari agak datar sampai sangat curam. Hal ini dapat diatasi dengan upaya perbaikan yaitu, dengan usaha konservasi pembuatan teras untuk mengurangi erosi yang terjadi didalam budidaya tanaman paprika. Paprika adalah tanaman subtropis sehingga akan lebih cocok ditanam pada daerah dengan ketinggian di atas 750 m dpl (di atas permukaan laut). Tanaman paprika membutuhkan kondisi khusus agar tumbuh dengan baik. Salah satunya adalah menghendaki kisaran suhu optimum 21C 25C untuk pertumbuhan dan perkembangannya dan 18,3 26,7C untuk pembuahannya. Di luar itu, maka pertumbuhan paprika akan terganggu. Selain itu, tanaman paprika termasuk tanaman yang tidak tahan terhadap intensitas cahaya yang tinggi, akibatnya bila ditanam pada kondisi yang intensitasnya tinggi menyebabkan hasil akhir bobot buah cabai paprika akan sangat rendah. Sebenarnya tidak akan menjadi masalah apabila penanaman paprika dilakukan dalam green house yang notabene kondisi iklim mikronya mudah dikontrol, namun mengingat pembuatan green house menelan biaya yang tidak sedikit, maka tidak sedikit petani kita yang mengusahakannya di lahan terbuka. Pengusahaan paprika di alam terbuka tentu saja membawa dampak kurang

95

bagus pada produksinya karena intensitas cahaya dan suhu tidak sesuai yang diinginkan. Untuk mengatasi hal tersebut maka dalam pembudidayaannya harus diusahakan agar agroklimatnya terpenuhi dengan menggunakan sumber daya yang ada dan lebih terjangkau. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan naungan. Pemberian naungan itu sendiri ditenggarai dapat mengurangi intensitas cahaya matahari serta mengurangi kekurangan air akibat proses evapotranspirasi yang tinggi SPT yang paling sesuai untuk tanaman parika adalah SPT 4 juga cocok untuk tanaman parika, karena faktor pembatasnya hanya tekstur saja. Seperti yang telah diketahui faktor pembatas tersebut tidak dapat diperbaiki, karena termasuk kelas kesesuain lahan tidak sesuai sehingga jika diperbaiki akan menghabiskan dana banyak dan juga karena tekstur merupakan komponen anti degradasi, baik oleh faktor lingkungan fisik, kimia, dan biologi. Adanya hambatan lain yang dihadapi didalam kesesuaian lahan aktual masih dapat diatasi dengan berbagi upaya perbaikan yang ada saat ini. Hambatan utama yang umumnya ada di kecamatan Jenawi adalah kemiringan lereng yang berkisar dari agak datar sampai sangat curam. Hal ini dapat diatasi dengan upaya perbaikan yaitu, dengan usaha konservasi pembuatan teras untuk mengurangi erosi yang terjadi didalam budidaya tanaman paprika. Dengan tanaman penutup tanah atau pupuk hijau, dan pembuatan guludan, sehingga tingkat kemiringan tidak terlalu curam dan dapat menahan terjadinya erosi.

96

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil praktikum survei tanah dan evaluasi lahan yang telah dilaksanakan di Kecamatan Jenawi Kabupaten Karanganyar maka dapat diambil kesimpulan yaitu : 1. Di Kecamatan Jenawi mempunyai 4 SPT 2. Kesesuaian lahan untuk tanaman paprika pada setiap SPT : SPT 1 aktual potensial SPT 2 aktual potensial SPT 3 aktual potensial SPT 4 aktual potensial : N; eh(1,2) : N; eh(1,2) : S2; eh (1,2) : S3 : wa1,rc1 : N:oa1, eh(1,2) : N; eh(1,2) : S3: wa1, eh(1,2) : N; rc1

3. Faktor penghambat utama di daerah survei yang sulit untuk diperbaiki adalah tekstur dan curah hujan. Faktor pembatas untuk masing masing SPT yaitu : y y y y SPT 1 : lereng dan bahaya erosi SPT 2 : curah hujan dan tekstur SPT 3 : lereng dan bahaya erosi SPT 4 : tekstur

4. Kesesuaian lahan untuk tanaman paprika pada lahan di Kecamatan Jenawi mempunyai beberapa faktor pembatas yang dapat diatasi meliputi kemiringan lereng diatasi dengan pembuatan teras, bahaya erosi diatasi dengan pembuatan teras dan penambahan mulsa, , KTK dengan penambahan BO, KB dengan penambahan BO, pH dengan pengapuran, drainase dengan penambahan BO, dan C-organik dengan penambahan BO.

97

5. Berdasarkan analisis usaha tani pada tanaman paprika dapat di hasilkan R/C rasio untuk tanaman paprika hasilnya lebih dari 1 (1,26) sehingga layak untuk diusahakan di Kecamatan Jenawi. 6. Tanaman yang cocok untuk daerah Jenawi adalah teh, karet, dan wortel.

B. Saran Untuk mengatasi hambatan yang umumnya ada di kecamatan Jenawi yaitu kemiringan lereng dengan usaha konservasi pembuatan teras untuk mengurangi erosi yang terjadi didalam budidaya berbagai tanaman.

98

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Diambil

http://anekaplanta.wordpress.com/2008/03/21/budidaya-paprika.

tanggal 3 November 2010 Anonim.http://dsafriansyah.blogspot.com/2009/12/hubungan-relief-topografidalam.html. Diambil tanggal 3 November 2010 Anonim.http://fadriansoil2005.blogspot.com/2009/03/lereng.html. Diambil tanggal 3 November 2010 Abdullah, T.S. 1993. Survei Tanah dan Evaluasi Lahan. Penebar Swadaya. Jakarta. Ali, Hanafiah,Kemas.2007. Dasar-dasar Ilmu Tanah.Jakarta:Raja Grafindo Persada. Cahyono,B. Cabai Paprika Teknik Budidaya dan Analisa Usaha Tani. Kanisius. Yogyakarta Darmawijaya, M.I. 1990. Klasifikasi Tanah. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Djaenuddin, D. dkk. 2005. kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Pertanian dan Tanaman Kehutanan. Centre For Soil and Agroclimate Research. Bogor. Fakultas Pertanian. Universitas Sriwijaya. Http://dasar2ilmutanah.blogspot.com. Foth, Henry, D. 1994. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada University. Yogyakarta. Hardjowi Hardjowigeno, S. 1992. Ilmu Tanah. Edisi ketiga. PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta. 233 halaman. Harjadi, Beny. 2003. Penerapan Penginderaan Jauh di Bidang Pertanian. BP2TPDAS IBB. Surakarta. Hakim, N., Nyakpa,Y., Y. Lubis., Nugroho, SG., Saul, R., Diha, A., Go Ban Hong. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung. Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Pressindo. Jakarta. 274 Halaman.

99

Kartasapoetra, Ance Gunarsih, Ir., 1993. Klimatologi Pengaruh Iklim terhadap Tanah R.H.V. Corley. J.A. Rajaratnam dan Chan, K.W. 1976. Ground Cover Management. Madjid, A. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Bahan Ajar online. Jurusan Tanah. Munir, M. 1996. Tanah Tanah Utama Indonesia. Dunia Pustaka Jaya. Jakarta. Rayes, M. L. 2007. Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan. Penerbit Andi Yogyakarta. Yogyakarta. 298 halaman Sitorus, S.R.P. 2008. Evaluas i Sumberdaya Lahan. Tarsito. Bandung. ___________. 1998. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Tarsito. Bandung. Puslittanak. 1997. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan Tingkat Tinjau (skala 1:250.000). Puslittanak, Bogor, Indonesia.

100

Anda mungkin juga menyukai