Anda di halaman 1dari 7

Keratitis Superfisial Non-Ulseratif :

1. Keratitis Pungtata Superfisial Merupakan suatu peradangan akut yang mengenai satu atau kedua mata, dapat dimulai dari konjungtivitis kataral, disertai infeksi dari traktus respiratorius. Tampak infiltrat yang berupa titik-titik pada kedua permukaan membran Bowman. Tes fluoresin (-), karena letaknya terjadi di subepitelial. Penyebabnya belum diketahui dengan jelas, diduga diakibatkan infeksi virus, bakteri, parasit, neurotropik, dan nutrisional. 1,2,4 2. Keratitis Numularis Penyebabnya diduga diakibatkan oleh virus. Pada kornea terdapat infiltrat bulat-bulat subepitelial dan di tengahnya lebih jernih, seperti halo. Tes fluoresinnya (-).1,2 3. Keratitis Disiformis Disebut juga sebagai keratitis sawah, karena merupakan peradangan kornea yang banyak di negeri persawahan basah. Pada anamnesa umumnya ada riwayat trauma dari lumpur sawah. 1,2 Pada kornea tampak infiltrat yang bulat-bulat-bulat, di tengahnya lebih padat dari pada di tepi dan terletak subepitelial. Tes Fluoresin (-).1 Pengobatan Keratitis Disiformis: Sulfas Atropin 1% 3 kali sehari satu tetes, disertai salep mata antibiotik yang dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid dan mata ditutup. Biasanya perjalanan penyakitnya lama sampai berbulan bulan.

4. Keratokonjungtivitis Epidemika Merupakan peradangan yang mengenai kornea dan konjungtiva yang disebabkan oleh reaksi alergi terhadap adenovirus tipe 8. 2,4 Penyakit ini dapat timbul sebagai suatu epidemia dan biasanya unilateral. Umumnya pasien merasa demam, merasa seperti ada benda asing, kadang-kadang disertai nyeri periorbita, dan disertai penglihatan yang menurun. 1,4

Perjalanan penyakit ini sangat cepat, dimulai dengan konjungtivitis folikularis nontrakomatosa akut yang ditandai dengan palpebra yang bengkak, konjungtiva bulbi khemotis dan mata terasa besar dan dapat disertai dengan adanya pseudomembran.

Keratitis Superfisial Ulseratif:

1. Keratitis Pungtata Superfisial Ulseratif Penyakit ini didahului oleh konjungtivitis kataral, akibat stafilokok ataupun penumokok. Tes fluoresin (+).1 2. Keratokonjungtivitis Flikten Merupakan radang kornea dan konjungtiva akibat dari reaksi imun yang mungkin sel mediated pada jaringan yang sudah sensitif terhadap antigen. Pada mata terdapat flikten yaitu berupa benjolan berbatas tegas berwarna putih keabuan yang terdapat pada lapisan superfisial kornea dan menonjol di atas permukaan kornea. 1,4 3. Keratitis Herpetika Merupakan keratitis yang disebabkan oleh infeksi herpes simplek dan herpes zoster. Keratitis herpetika yang disebabkan oleh herpes simplek dibagi dalam 2 bentuk yaitu epitelial dan stromal. Perbedaan ini perlu akibat mekanisme kerusakannya yang berbeda. 1 Pada yang epitelial kerusakan terjadi akibat pembelahan virus di dalam sel epitel, yang akan mengakibatkan kerusakan sel dan membentuk ulkus kornea superfisial. Sedang pada yang stromal diakibatkan reaksi imunologik tubuh pasien sendiri terhadap virus yang menyerang. 1,4 Keratitis herpes simplek adalah penyebab ulkus kornea paling sering dan penyebab kebutaan kornea paling umum di Amerika. Bentuk epitelnya adalah padanan dari herpes labialis, yang memiliki ciri-ciri immunologi dan patologi sama, juga perjalanan penyakitnya. Perbedaan satusatunya adalah bahwa perjalanan klinik keratitis dapat berjalan lebih lama karena stroma kornea kurang vaskuler, sehingga menghambat migrasi limfosit dan makrofag ke tempat lesi. Infeksi okuler HSV pada hospes imunokompeten biasanya sembuh sendiri, namun pada hospes yang secara imunologi tidak kompeten, termasuk pasien yang diobati dengan kortikosteroid topikal, perjalanannya mungkin dapat menahun dan dapat merusak. Penyakit endotel dan stroma tadinya diduga hanyalah respon imunologik terhadap partikel virus atau perubahan seluler akibat virus, namun sekarang makin banyak bukti yang menunjukkan bahwa infeksi virus aktif dapat timbul di dalam stroma dan mungkin juga sel-sel endotel, selain di jaringan lain dalam segmen anterior, seperti iris dan endotel trebekel. Hal ini mengharuskan penilaian kemungkinan peran relatif replikasi virus dan respon imun hospes sebelum dan selama pengobatan terhadap penyakit herpes. Kortikosteroid topikal dapat mengendalikan respon peradangan yang merusak namun

memberikan peluang terjadinya replikasi virus. Jadi setiap kali menggunakan kortikosteroid topikal, harus ditambahkan obat anti virus. Setiap pasien yang menggunakan kortikosteroid topikal selama pengobatan penyakit mata akibat herpes harus dalam pengawasan oftalmolog. Gejalanya dapat menyerupai infeksi bakteri ringan. Mata agak nyeri, berair, merah, dan sentif terhadap cahaya. Kadang infeksi dapat memburuk dan kornea membengkak, membuat penglihatan menjadi berkabut. Seringkali infeksi awal hanya menimbulkan perubahan ringan pada kornea dan hilang tanpa pengobatan. Bagaimanapun juga, kadang infeksi dapat kembali terjadi dan gejalanya memburuk. Jika terjadi reinfeksi, kerusakan permukaan kornea dapat terjadi selanjutnya. Beberapa kekambuhan dapat menyebabkan ulkus yang dalam, jaringan parut permanent, dan hilangnya rasa saat mata disentuh. Virus herpes simplek juga dapat menyebabkan terjadinya neovaskularisasi di kornea dan membuat gangguan visual yang signifikan. 3. Keratokonjungtivitis Sika

Merupakan peradangan akibat keringnya permukaan kornea dan konjungtiva, yang dapat disebabkan karena; 1,4 a) Defisiensi komponen lemak, seperti pada blefaritis kronik, distikiasis, dan akibat pembedahan kelopak mata. b) Defisiensi kelenjar air mata, seperti pada sjogren syndrome, sindrom relay day dan sarkoidosis c) Defisiensi komponen musin, seperti pada avitaminosis A, trauma kimia, Steven-johnson syndrome d) Akibat penguapan yang berlebihan e) Akibat sikatrik di kornea Gambaran klinis berupa sekret mukous, adanya tanda-tanda konjungtivitis dengan xerosis. Pada kornea terdapat infiltrat kecil-kecil, letak epitelial sehingga akan didapatkan tes fluoresin (+). Secara subyektif keluhan penderita tergantung dari kelainan kornea yang terjadi. Apabila belum ada kerusakan kornea maka keluhan penderita adalah mata terasa pedih, kering, dan rasa seperti ada pasir, keluhan-keluhan yang lazim disebut syndrom dry eye. Apabila terjadi kerusakan pada kornea, keluhan-keluhan ditambah dengan silau, sakit, berair, dan kabur. Secara obyektif pada tingkat dry-eye, kejernihan permukaan konjunctiva dan kornea hilang, tes Schimmer berkurang, tear-film kornea mudah pecah, (tear break-up time) berkurang, dan sukar menggerakkan bola mata. Kelainan kornea dapat berupa erosi kornea, keratitis filamentosa, atau punctata. Pada kerusakan kornea dapat terjadi ulkus kornea dengan segala komplikasinya.

Pengobatan dari keratitis sika tergantung dari penyebab penyakitnya: 1. Pemberian air mata tiruan apabila yang berkurang adalah komponen air. 2. Pemberian lensa kontak apabila komponen mukus yang berkurang. 3. Penutupan punctum lacrima bila terjadi penguapan yang berlebihan. Penyulit keratitis sika adalah ulkus kornea, kornea tipis, infeksi sekunder oleh bakteri, serta kekeruhan dan neovaskularisasi kornea. 5. Keratitis Rosasea Penyakit ini biasanya didapat pada orang yang menderita acne rosacea, yaitu penyakit dengan kemerahan di kulit, disertai adanya akne di atasnya. 2

Keratitis Profunda Non-Ulseratif : 1. Keratitis Interstitial Disebut juga sebagai keratitis parenkimatosa. Penyebab paling sering adalah Lues kongenital dan sebagian kecil akibat Tbc. 1 Seluruh kornea keruh sehingga iris sukar dilihat. Permukaan kornea seperti permukaan kaca. Terdapat injeksi siliar disertai dengan serbukan pembuluh darah ke dalam sehingga memberikan gambaran merah kusam atau Salmon patch dari Hutchinson. 1,4 2. Keratitis Pustuliformis Profunda Disebut juga acute syphilitic abscess of the cornea, dan umumnya disebabkan lues akuisita, jarang oleh TBC. Dimulai dengan fotofobia dan injeksi perikornea yang ringan, kemudian timbul infiltrate di lapisan dalam stroma, berbentuk segitiga dengan basis di limbus dan apek di kornea. 1 3. Keratitis Sklerotikans Kekeruhan berbentuk segitiga pada kornea yang menyertai radang pada sklera (skleritis). Perkembangan kekeruhan kornea ini biasanya terjadi akibat proses yang berulang-ulang yang selalu memberikan sisa-sisa baru sehingga defek makin luas bahkan dapat mengenai seluruh kornea. Keluhan dari keratitis sklerotikans adalah mata terasa sakit, fotofobia dan timbul skleritis. 1,4

Keratitis Profunda Ulseratif: 1. Keratitis Lagoftalmus Keratitis yang terjadi akibat adanya lagoftalmus yaitu keadaan kelopak mata tidak dapat menutup dengan sempurna sehingga terdapat kekeringan kornea. Lagoftalmus akan mengakibatkan mata terpapar sehingga terjadi trauma pada konjungtiva dan kornea menjadi kering dan terjadi infeksi.
4

Umumnya pada lagoftalmus yang terkena kornea bagian bawah, karena secara refleks, pada waktu tidur bola mata bergerak ke arah temporal atas, sehingga pada lagoftalmus, bagian bawah kornea tidak terlindung. 1

2. Keratitis Neuroparalitik Merupakan keratitis akibat kelainan nervus trigeminus, sehingga terdapat kekeruhan kornea yang tidak sensitif disertai kekeringan kornea. Penyakit ini dapat terjadi akibat herpes zoster, tumor fossa posterior, dan keadaan lain sehingga kornea menjadi anestetis. 1,4 Penderita mengeluh ketajaman penglihatannya menurun, lakrimasi, silau tetapi tak ada rasa sakit. Uji fluoresin (+). 3. Xeroftalmia Merupakan kelainan mata yang disebabkan oleh difisiensi vitamin A dan sering disertai Malnutrisi Energi Protein, yang banyak dijumpai pada anak, terutama anak di bawah 5 tahun. Keadaan ini merupakan penyebab kebutaan utama di Indonesia. 1 Departemen kesehatan Republik Indenesia, mengklasifikasikan Xeroftalmia, menjadi; 1 a) Stadium I = Hemeralopia b) Stadium II = Stadium I + Xerosis konjungtiva dan kornea c) Stadium III = Stadium I dan II + Keratomalasia yaitu mencairnya kornea. 4. Trakoma dengan Infeksi Sekunder 5. Gonore 6. Ulkus Serpens Akut, ulkus Kum Hipopion

DAFTAR PUSTAKA

1. Dinas kesehatan Propinsi Jawa Tengah., 2001. Buku Pedoman Kesehatan Mata, Telinga, dan Jiwa. Jawa Tengah 2. Ilyas, Sidarta. dkk.,2002. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran. ed 2, Sagung Seto, Jakarta 3. Ilyas, S., 2004. Ilmu Penyakit Mata. Edisi III, Cetakan I, Fakultas Kedokteran UI, Balai Penerbit FK UI, Jakarta 4. Mansjoer, Arif. Dkk., 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Media Aesculapius, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai