Anda di halaman 1dari 30

Presentasi Kasus

STEVEN-JOHNSON SYNDROME
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Pada Bagian/ SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala/ BLU RSU Dr Zainoel Abidin, Banda Aceh

Disusun Oleh :

Haura Jamil
0607101010130

Pembimbing :

dr. Dina Lidadari, Sp. KK

BAGIAN / SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA BLU RSU Dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH 2010

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat, rahmat dan hidayah-Nya, penulisan tugas presentasi kasus ini telah dapat diselesaikan. Selanjutnya shalawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari alam kegelapan ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan. Adapun presentasi kasus ini diajukan sebagai salah satu tugas dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Unsyiah/BLU RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada dr. Dina Lidadari, Sp.KK yang telah bersedia meluangkan waktu membimbing saya untuk penulisan tugas ini. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada para sahabat dan rekan-rekan yang telah memberikan dorongan moril dan materil sehingga tugas ini dapat selesai pada waktunya. Banda Aceh, Juli 2010 Wassalam,

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...................................................................................................... ii Daftar Isi ............................................................................................................... iii Pendahuluan ........................................................................................................... 1 Definisi ................................................................................................................... 1 Sinonim .................................................................................................................. 1 Etiologi ................................................................................................................... 1 Patofisiologi ........................................................................................................... 2 Gejala Klinis ........................................................................................................... 2 Pemeriksaan Penunjang ......................................................................................... 3 Diagnosis ................................................................................................................ 4 Diagnosis Banding ................................................................................................. 4 Tatalaksana.............................................................................................................. 5 Prognosis ................................................................................................................ 6 Presentasi Kasus ..................................................................................................... 7 Follow-up Pasien .................................................................................................. 13 Pembahasan .......................................................................................................... 21 Daftar Pustaka ...................................................................................................... 26

Sindrom Steven-Johnson
Pendahuluan Sindrom Steven-Johnson (SSJ) merupakan suatu reaksi mukokutaneus yang bersifat mengancam jiwa. Insidensi sindrom ini diperkirakan berkisar antara 1-6 kasus/juta populasi per tahun. SSJ dapat menyerang segala usia dengan risiko meningkat pada usia di atas dekade ke 4 serta pada keadaan immunodefisiensi dan penderita kanker. Bentuk yang berat dapat menyebabkan kematian, dengan angka mortalitas berkisar 5-12%. Oleh karena itu, perlu penatalaksanaan yang tepat dan cepat sehingga jiwa pasien dapat ditolong.1

Definisi Sindrom Steven Johnson merupakan sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir di orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat, kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel/bula dan dapat disertai purpura.1 Definisi lain menyatakan bahwa SSJ termasuk penyakit kulit dan mukosa yang akut dan berat yang diakibatkan oleh reaksi intoleran terhadap obat dan beberapa infeksi.3,4 Sinonim5 y y y y y Sindroma de Friessinger-Rendu Eritema eksudativum multiform mayor Eritema poliform bulosa Sindroma-muko-kutaneo-okular Dermatostomatitis

Etiologi Sekitar 50% disebabkan oleh alergi obat. Obat yang tersering ialah analgetik/antipiretik (45%), disusul carbamazepin (20%) dan jamu (13,3%). Sebagian besar jamu dibubuhi obat. Kausa yang lain ialah amoksisilin,

kotrimoksazol, dilantin, klorokuin, seftriakson dan adiktif.2 Dalam referensi lain menyebutkan bahwa obat-obatan peringkat tertinggi yang menimbulkan SSJ adalah obat golongan sulfonamide, antikonvulsan aromatic, NSAID: derivate oxicam & diclofenac, lamotrigine & nevirapine. Obat-obatan peringkat rendah: antibiotic golongan aminopenicillin, quinolon, sefalosporin dan tetrasiklin.1 Penyebab lain di antaranya ialah infeksi (virus Herpes simpleks, Mycoplasma pneumonia), makanan (coklat) dan vaksinasi.1,5 Faktor fisik (suhu dingin, sinar matahari, sinar X) rupanya berperan sebagai faktor pencetus.5 Referensi lain menunjukkan bahwa obat carbamazepin merupakan penyebab SSJ terbanyak.6,7 Penggunaan carbamazepin saat ini banyak digunakan sebagai obat pengontrol rasa sakit (post-herpetic neuralgia, cervicobrachial neuralgia, dan nyeri pada ekstrimitas tanpa diagnosis yang belum pasti) pada beberapa negara sehingga penggunaan yang luas meningkatkan angka kejadian SSJ.7

Patofisiologi Patogenesis SSJ sampai saat ini belum jelas walaupun sering dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe III (reaksi kompleks imun) yang disebabkan oleh kompleks soluble dari antigen atau metabolitnya dengan antibodi IgM dan IgG dan reaksi hipersensitivitas lambat (delayed-type hypersensitivity reactions, tipe IV) yang dimediasi oleh limfosit T yang spesifik.5 Sasaran utama ialah pada kulit berupa destruksi keratinosit. Pada alergi obat akan terjadi aktivitas sel T, termasuk CD4 dan CD8. IL-5 meningkat juga sitokinsitokin yang lain. CD4 terutama terdapat di dermis sedangkan CD8 pada epidermis. Keratinosit epidermal mengekspresikan ICAM-1 (Intercelluler Adhesion Molecule), ICAM-2, dan MHC (Mayor Histocompability Complex) II. Sel langerhans tidak ada atau sedikit. TNF- di epidermis meningkat.2

Gejala Klinis 1. Sindroma prodromal non spesifik yang berlangsung 1-14 hari berupa meningkatnya suhu tubuh, sakit kepala, batuk, sakit tenggorokan, nyeri dada dan mialgia.4

2. Kelainan kulit yang terdiri dari makula eritematus yang menyerupai morbiliform rash, timbul pada muka, leher, dagu, tubuh dan ekstrimitas serta dijumpai vesikel dan bula.4 Vesikel dan bula kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas.2 Lesi target dan bula dengan Nikolsky sign positif sering didapatkan.4 Dikatakan sebagai SSJ bila erosi mukosa dan lepasnya epidermis kurang dari 10% dari luas permukaan tubuh.5 3. Kelainan membran mukosa, di mana pada bibir dan mukosa mulut akan terasa nyeri, disertai mukosa yang eritematus, sembab dan bula yang kemudian akan pecah dan menimbulkan erosi yang tertutup

pseudomembrane (necrotic epithelium dan fibrin). Bibir diliputi krusta hemoragik yang berwarna hitam dan tebal.2,4 Kelainan ini dapat meluas hingga ke faring, laring dan esophagus yang menimbulkan kesukaran makan, bernafas dan hipersalivasi.2,4 Kelainan pada kelamin juga sering didapatkan yaitu berupa bula yang hemoragik dan erosi.4 4. Kelainan pada mata yang tersering adalah konjungtivitis kataralis. Selain itu dapat berupa konjungtivitis purulen, perdarahan, simblefaron, ulkus kornea, iritis dan iridosiklitis.2

Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium : hasilnya tidak khas, jika leukositosis penyebabnya mungkin infeksi bakterial. Kalau terdapat eosinofilia, kemungkinan oleh karena alergi.2 2. Histopatologi : gambaran eritemanya bervariasi dari perubahan dermal yang ringan hingga nekrolisis epidermal yang menyeluruh. Kelainannya berupa: a. Infiltrat sel mononuklear di sekitar pembuluh darah dermis superfisial b. Edema dan ekstravasasi sel darah merah di dermis papilar. c. Degenerasi hidropik lamina basalis sampai terbentuk vesikel subepidermal. d. Nekrosis sel epidermal dan kadang-kadang di adneksa. e. Spongiosis dan edema intrasel di epidermis.2

Diagnosis Diagnosis SSJ 90% ditegakkan berdasarkan : 1. Anamnesis yang cermat untuk mengetahui penyebab SSJ terutama obat yang diduga sebagai penyebab. 2. Pemeriksaan klinis berupa pemeriksaan gejala prodromal, kelainan kulit, mukosa mulut serta mata. 3. Pemeriksaan adanya infeksi yang mungkin sebagai penyebab SSJ.4,5 Diagnosis Banding 4,5 1. Generalized bullous fixed drug eruption Generalized bullous fixed drug eruption (FDE) merupakan bentuk luas FDE yang dicirikan sebagai makula hiperpigmentasi yang banyak, besar, sirkuler dan nyeri dengan bulla kendor. Distribusi lesi sering simetris dengan tempat predileksinya di ekstrimitas, genital dan daerah intertrigious. Lesi terjadi cukup dini (10 jam setelah pemberian obat) dan muncul biasanya pada tempat yang sama seperti lesi di episode sebelumnya. Kelainan di mukosa biasanya jarang terkena dan gejala konstitusional biasanya ringan. Pemulihan cepat dan sempurna sering terjadi tanpa gejala sisa. Pemberian obat yang bisa menimbulkan keadaan ini adalah obat Ab golongan sulfonamides, barbiturates, quinine dan butazon13 Pada hasil pemeriksaan histologis, SSJ dan TEN memperlihatkan gambaran lymphohistiocytic cenderung berada sekitar pleksus

superfisialis. Sedangkan FDE, infiltrat peradangan (neutrofil dan eosinofil) berada di pleksus superfisialis dan profunda.13

2.

TEN (Toxic Epidermal Necrolysis) Gejala SSJ hampir mirip sekali dengan TEN (Toksik Epidermal Nekrolisis) namun pada TEN gejalanya lebih berat ditandai dengan kesadaran menurun (soporo-komatosa), terjadi epidermolisis dan dijumpai tanda Nikolsky sign positif.2 Pada TEN jumlah lesi target yang

disertai bula, dan lepasnya epidermis > 30% dari luas permukaan tubuh (LPT) sedangkan pada SSJ <10 % dari LPT.5

3.

Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS) Disebabkan oleh infeksi bakteri dan lebih sering menyerang anakanak dan bayi. Gambaran ruamnya berupa vesikel dan bula dengan ukuran bervariasi dari numular sampai plakat. Epidermolisis (+) tetapi jarang mengenai selaput lendir. Dalam penatalaksanaannya diberi terapi antibiotik dan kortikosteroid merupakan kontraindikasi.9

4.

Potential irritant exposure to the skin

Penatalaksanaan Umum:2,3,8 a. Mengidentifikasi dan menghilangkan faktor penyebab b. Menjaga kebersihan dan makan makanan yang bergizi c. Diet tinggi kalori, tinggi protein dan rendah garam Khusus: 1. Sistemik y Koreksi balans cairan/elektrolit dan nutrisi dengan cara pemberian infus dekstrose 5% : Ringer laktat : NaCl 0,9 % = 1 : 1 : 12 y Pemberian glukokortikoid secara injeksi (dexametasone) dengan dosis permulaan 4-6 x 5 mg sehari2 atau 0,15-0,2 mg/kgbb/hari4. Dosis diturunkan tiap 5 mg jika masa krisis telah teratasi, lesi lama tampak mengalami involusi dan lesi baru tidak timbul lagi (2-3 hari). Setelah mencapai dosis 5 mg per hari, diganti dengan obat tablet kortikosteroid misalnya prednisone yang diberikan keesokan harinya dengan dosis 20 mg sehari, kemudian diturunkan lagi menjadi 10 mg lalu obat tersebut dihentikan. Jadi lama pengobatan kira-kira 10 hari. 2

y Pemberian antibiotik untuk infeksi dengan catatan menghindari pemberian obat sulfonamide, penisilin, sefalosporin. Dapat digunakan injeksi gentamycin 80 mg iv sehari 2-3 kali (1-1,5 mg/kgbb/kali).4 y Perawatan dan pengobatan kelainan mata dapat berupa tetes mata yang mengandung steroid dan antibiotik, atau lubrikan.4,8 2. Topikal2,8 y Kompres NaCl 0,9% atau beri emolien misalnya krim urea 10% pada daerah bibir/terdapat krusta y Gentamycin cream 2 kali sehari untuk daerah yang erosi y Taburi bedak salicyl 3% y Lesi di mulut : kenalog in orabase atau betadine gargle Prognosis Prognosis cukup memuaskan jika dilakukan tindakan penanganan yang tepat dan cepat.9 Jika terdapat purpura yang luas dan leukopenia prognosisnya lebih buruk.2 Penyulit berupa bronkopneumonia, dapat mendatangkan kematian. Angka kematian 5-15%.9

STATUS PASIEN POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUDZA B. ACEH

Identitas Pribadi Nama Umur Jenis kelamin Bangsa Agama Alamat Pekerjaan Suku No. CM Tanggal masuk Tanggal pemeriksaan : Nn. S : 31 tahun : Perempuan : Indonesia : Islam : Desa Hagu Selatan Kec. Banda Sakti. : Wiraswasta : Aceh : 0 77-87-10 : 17 Juli 2010 : 19 Juli 2010

Anamnesis Keluhan Utama : bercak-bercak kecoklatan di seluruh tubuh

Keluhan Tambahan : luka pada bibir, konjungtiva hiperemis, gangguan kejiwaan

Riwayat Perjalanan Penyakit : Pasien datang dengan keluhan dijumpai bercak-bercak kecoklatan di seluruh tubuh yang disertai luka pada bibir dan konjungtiva yang hiperemis. Keluhan ini terjadi 2 hari sebelum masuk rumah sakit (15 Juli 2010). Sebelumnya pasien telah dirawat di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) selama 10 hari dan mengkonsumsi obat carbamazepin rutin setiap hari. Setelah mengkonsumsi obat tersebut selama 8 hari, pasien kemudian demam tinggi dan nyeri tenggorokan lalu timbul bercak-bercak kecoklatan di seluruh tubuh diikuti luka pada bibir dan mulut serta nyeri di mata.

10

Gambaran ruamnya meliputi: makula hiperpigmentasi berbatas tegas, vesikulae dan bula pada hampir seluruh tubuh dan dijumpai tanda Nikolsky sign. Pada wajah ditemukan makula hiperpigmentasi berbatas tegas, erosi, vesikulae dan krusta. Pada bibir dijumpai krusta hemoragik/kehitaman, mukosa mulut yang erosi, bengkak dan nyeri saat menelan. Pada kedua mata dijumpai palpebra superior dan inferior membengkak sehingga mata sulit dibuka, dijumpai konjungtiva hiperemis, injeksi konjungtiva dan lakrimasi. Pada punggung dijumpai makula hiperpigmentasi disertai kulit yang erosi. Dijumpai bula dengan diameter 6 cm pada plantar pedis dekstra. Pasien telah mendapatkan pengobatan selama 2 hari di RSJ sebelum dirawat alih di RSUDZA.

Riwayat Pemakaian Obat: a. Selama perawatan di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Banda Aceh, os diberi obat carbamazepin. b. Pengobatan sebelum dirawat alih: y Inj. Dexametasone hari I: 6 amp/hari, hari II: 4 amp/hari (telah diberikan 2 ampul). y y y y IVFD dekstrose 5% : NaCl 0,9% 20 tetes per menit. Ciprofloxacin 500 mg 2x1 tablet Kenalog oral base, untuk lesi di bibir Ranitidine 3x1 tablet

Riwayat Penyakit Keluarga: Riwayat alergi (-)

Riwayat Penyakit Dahulu: - Riwayat alergi (-) - Gangguan kejiwaan yang telah dialami os selama 2 tahun. Gangguan tersebut berawal karena stress akibat diputuskan oleh pacarnya. Os merupakan anak bungsu dari 14 bersaudara. Sebelum sakit, os memang

11

orang yang tertutup dan kurang kooperatif. Hubungan dengan saudaranya kurang akrab. Os pernah berencana untuk bunuh diri namun dapat dicegah. Os juga mengalami halusinasi visual, waham tidak ditemukan, flight of ideas dijumpai. Os juga suka marah-marah namun tidak sampai melukai orang lain.

Pemeriksaan Fisik Status Generalis 19 Juli 2010 Status present: Keadaan Umum Kesadaran TD HR RR Temperatur Kepala: y Wajah: dijumpai makula hiperpigmentasi, vesikulae, krusta dan erosi. Erosi terutama pada daerah hidung dan pipi. y Mata: palpebra superior & inferior membengkak, krusta, makula hiperpigmentasi konjungtiva hiperemis, sklera hiperemis, injeksi : Baik : Compos mentis : 110/80 mmHg : 81 kali /menit : 22 kali/menit : 36,7 C

konjungtiva dan lakrimasi. y y y Telinga: dijumpai makula hiperpigmentasi, krusta dan erosi kulit Hidung: dijumpai makula hiperpigmentasi, krusta dan erosi kulit Mulut: pada bibir dijumpai krusta berwarna kehitaman, lidah hiperemis, mukosa mulut erosi dan air liur keluar. y Tenggorokan: Tidak dapat diperiksa karena nyeri saat membuka mulut

Leher: tidak dilakukan Thorak: tidak dilakukan Abdomen:tidak dilakukan Anogenitalia: tidak dilakukan

12

Ekstremitas y y Superior : dijumpai makula hiperpigmentasi, vesikulae dan lesi target. Inferior : dijumpai makula hiperpigmentasi, vesikulae dan lesi target. Dijumpai 1 bulla pada plantar pedis dekstra.

Status Dermatologis 1. Lokasi : Regio fasialis

Effoleresensi : dijumpai makula hiperpigmentasi batas tegas, vesikulae, krusta dan erosi. Pada bibir dijumpai krusta berwarna kehitaman. 2. Lokasi : Regio leher

Effoleresensi : dijumpai makula hiperpigmentasi batas tegas, vesikulae. 3. Lokasi : Regio dada ant et post dan abdomen

Effoleresensi : dijumpai makula hiperpigmentasi batas tegas, vesikulae dan erosi, Nikolsky sign (+) 4. Lokasi : Regio ekstrimitas superior

Effoleresensi : dijumpai makula hiperpigmentasi, vesikulae dan lesi target. 5. Lokasi : Regio ekstrimitas inferior

Effoleresensi : dijumpai makula hiperpigmentasi, vesikulae dan lesi target. Dijumpai 1 bulla pada plantar pedis dekstra.

Rencana Pemeriksaan : Darah lengkap: darah rutin, hitung jenis leukosit, tes biokomia hati, tes fungsi ginjal.

Hasil Pemeriksaan 1. Darah rutin tanggal 16 Juli 2010 Hb : 8 gr/dl

Hitung jenis leukosit : Eosinofil : 4 Basofil :5

N. batang : 10 N.segmen : 62

13

Limfosit Monosit 2. Darah rutin tanggal 20 Juli 2010 Hb : 8,0 gr/dl

: 16 :3

ureum : 16 mg/dl kreatinin : 0,8 mg/dl glukosa adr : 122 mg/dl

Leukosit : 3900/ ul Trombosit : 209.000/ul Hematokrit : 27% Elektrolit : Natrium : 148 meq/L Kalium : 3,9 meq/L Clorida : 107 meq/L

3. Rontgen thorak PA tanggal 21 Juli 2010 Hasil : foto rontgen thorak dalam batas normal

Ringkasan Keluhan Utama : bercak-bercak kecoklatan di seluruh tubuh Keluhan Tambahan : luka pada bibir, konjungtiva hiperemis, gangguan kejiwaan Riwayat Perjalanan Penyakit : Pasien datang dengan keluhan dijumpai bercak-bercak kecoklatan di seluruh tubuh yang disertai luka pada bibir dan konjungtiva yang hiperemis. Keluhan ini terjadi 2 hari sebelum masuk rumah sakit (15 Juli 2010). Sebelumnya pasien telah dirawat di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) selama 10 hari dan mengkonsumsi obat carbamazepin rutin setiap hari. Setelah mengkonsumsi obat tersebut selama 8 hari, pasien kemudian demam tinggi dan nyeri tenggorokan lalu timbul bercak-bercak kecoklatan di seluruh tubuh. Gambaran ruamnya meliputi: makula hiperpigmentasi berbatas tegas, vesikulae dan bula pada hampir seluruh tubuh dan dijumpai tanda Nikolsky sign. Pada wajah ditemukan makula hiperpigmentasi berbatas tegas, erosi, vesikulae dan krusta. Pada bibir dijumpai krusta hemoragik/kehitaman, mukosa mulut yang erosi, bengkak dan nyeri saat menelan. Pada kedua mata dijumpai palpebra superior dan inferior membengkak sehingga mata sulit dibuka, dijumpai

14

konjungtiva hiperemis, injeksi konjungtiva dan lakrimasi. Pada punggung dijumpai makula hiperpigmentasi disertai kulit yang erosi. Dijumpai bula dengan diameter 6 cm pada plantar pedis dekstra. Pasien telah mendapatkan pengobatan selama 2 hari di RSJ sebelum dirawat alih di RSUDZA. Pasien tidak memiliki riwayat alergi begitu juga dengan keluarganya.

Diagnosis Banding 1. Sindrome Steven-Johnson (SSJ) 2. TEN (Toxic Epidermal Necrolysis) 3. Generalized bullous fixed drug eruption 4. Staphylococcal Scalded Skin Syndrome 5. Potential irritant exposure to the skin

Diagnosis Sementara Sindrome Steven-Johnson (SSJ)

Penatalaksanaan Umum: a. Menghindari karbamazepin) b. Menjaga kebersihan dan makan makanan yang bergizi c. Diet tinggi kalori dan protein, rendah garam Khusus a. Sistemik IVFD Ringer laktat : dekstrose 5% = 3:1 Inj. Dexametasone 1 amp/ 8 jam (tapp off tiap 3 hari jika tidak ada lesi baru) Inj. gentamycin 80 mg/12 jam jika fungsi ginjal bagus Inj. Diazepam 2 ampul kalau pasien gelisah atau menghilangkan faktor penyebab (obat

15

Kloramfenikol ed 4x1 tts Cendo lyter ed 4x1 tts

b. Topikal - Kompres NaCl 0,9% pada daerah bibir/ terdapat krusta - Gentamycin cream 2 x sehari untuk daerah yang erosi - Bedak salicyl 3%

Follow Up 1. Tanggal 19 Juli 2010 S/ bercak-bercak kecoklatan ditemukan di seluruh tubuh, luka pada bibir, konjungtiva hiperemis
O/ makula hiperpigmentasi berbatas tegas, vesikulae pada hampir

seluruh tubuh, tanda Nikolsky sign (-). Erosi (+) pada wajah, dada dan punggung, Krusta (+) pada wajah dan bibir. Mukosa mulut erosi, bengkak dan nyeri. Bula (+) pada plantar pedis dekstra. Mata: palpebra sup. & inf. (+) bengkak, konjungtiva hiperemis (+), injeksi konjungtiva (+) dan lakrimasi (+). A/ Steven-Johnson Syndrome P/ - IVFD Ringer laktat : dekstrose 5% = 3:1 Inj. Dexametasone 1 amp/ 8 jam (tapp off tiap 3 hari jika tidak ada lesi baru) Inj. gentamycin 80 mg/12 jam Kompres NaCl 0,9% pada daerah bibir/ terdapat krusta Gentamycin cream 2 x sehari untuk daerah yang erosi Bedak salicyl 3%

16

Konsul jiwa, konsul mata, cek darah rutin + ureum kreatinin, foto thorak

17

2. Tanggal 20 Juli 2010 S/ Bercak-bercak kecoklatan di seluruh tubuh, konjungtiva hiperemis, air liur keluar.
O/ Erosi pada wajah, dada dan punggung makin meluas, krusta (+) pada

wajah dan bibir. Mukosa mulut erosi, bengkak dan nyeri. Bula (+) pada plantar pedis dekstra. Mata: palpebra sup. & inf. (+) bengkak, konjungtiva hiperemis (+), injeksi konjungtiva (+) dan lakrimasi (+). A/ Steven-Johnson Syndrome P/ Idem

3. Tanggal 21 Juli 2010 S/ Demam, krusta pada bibir, air liur keluar.

O/ Erosi pada wajah, dada dan punggung makin meluas, krusta pada wajah

dan bibir mulai berkurang. Mukosa mulut erosi, bengkak dan nyeri. Bula (+) pada plantar pedis dekstra.

A/ Steven-Johnson Syndrome P/ Idem Inj. Dexametasone 1 amp/ 12 jam (tapp off ) Kloramfenikol ed 4x1 tts C. lyter ed 4x1 tt Inj diazepam 2 amp

18

4. Tanggal 22 Juli 2010 S/ Luka baru (-), vesikula pecah, kerak hitam pada mulut, air liur keluar.

O/ Erosi dan krusta di bibir, erosi pada dada dan punggung, makula

hiperpigmentasi berbatas tegas tersebar hampir di seluruh tubuh.

A/ Steven-Johnson Syndrome P/ - IVFD Ringer laktat : dekstrose 5% = 2:1

19

Idem

5. Tanggal 23 Juli 2010 S/ Lesi baru (-), vesikula pecah, kerak hitam pada mulut, bulla
O/ Erosi dan krusta di bibir, erosi pada dada dan punggung, makula

hiperpigmentasi berbatas tegas tersebar pada lengan, badan dan tungkai, pada wajah sedikit. Vesikulae pecah, lesi baru (-), Bulla pada plantar pedis dekstra diameter 6 cm. A/ Steven-Johnson Syndrome P/ Inj. Dexametasone 1 amp/ 24 jam (tap off Idem

20

6. Tanggal 24 Juli 2010 S/ Lesi baru (-), vesikula pecah (+), luka pada bibir dan badan
O/ Erosi dan krusta di bibir, erosi pada dada dan punggung, makula

hiperpigmentasi berbatas tegas tersebar pada lengan, badan dan tungkai, pada wajah sedikit. Vesikulae pecah, lesi baru (-). Bulla pada plantar pedis dekstra diameter 6 cm.

A/ Steven-Johnson Syndrome

P/

- idem

7. Tanggal 25 Juli 2010 S/ Lesi baru (-), vesikula pecah (+), luka pada bibir dan badan.

O/ Erosi dan krusta di bibir, erosi pada dada dan punggung, makula

hiperpigmentasi berbatas tegas tersebar pada badan dan tungkai, pada wajah dan lengan (-). Vesikulae pecah, lesi baru (-). Bulla pada plantar pedis dekstra diameter 6 cm.

A/ Steven-Johnson Syndrome

P/

- idem

8. 26 Juli 2010 S/ Lesi baru (-), vesikula pecah (+), luka pada bibir.
O/ Erosi dan krusta di bibir, erosi pada dada dan punggung, makula

hiperpigmentasi berbatas tegas tersebar pada badan dan tungkai, pada wajah dan lengan (-). Vesikulae pecah, lesi baru (-). Bulla pada plantar pedis dekstra diameter 5 cm.

21

A/ Steven-Johnson Syndrome P/ - idem

9. 27 Juli 2010 S/ Luka pada bibir dan tungkai

O/ Erosi dan krusta di bibir, erosi pada punggung, makula hiperpigmentasi

berbatas tegas tersebar pada badan dan tungkai, pada wajah dan lengan (-). Lesi baru (-). Bulla pada plantar pedis dekstra diameter 4 cm.

A/ Steven-Johnson Syndrome

P/

Metil prednisolon 4 mg 3x1 Kompres NaCl 0,9% pada daerah bibir/ terdapat krusta

22

Gentamycin cream 2 x sehari untuk daerah yang erosi Bedak salicyl 3% Kloramfenikol ed 4x1 tts Cendo lyter ed 4x1 tts

23

DISKUSI

Sindrom Steven-Johnson menyerang laki-laki atau perempuan dengan umur di atas 3 tahun, umumnya pada usia dewasa,2 dan penyebab utama adalah alergi obat golongan sulfonamide, beta-laktam,
3

imidazol,

NSAID,

quinolon,

antikonvulsan aromatic dan alopurinol. Penyebab lain di antaranya ialah infeksi (virus Herpes simpleks, Mycoplasma pneumonia).3 Hal ini sesuai dengan hasil anamnesis yang didapatkan bahwa pasien perempuan berusia 31 tahun, dengan faktor penyebab adalah akibat konsumsi obat antikonvulsan yaitu carbamazepin. Beberapa referensi menunjukkan bahwa obat carbamazepine merupakan penyebab SSJ.6,7 Gejala timbul 9-12 hari setelah memakan carbamazepin.6 Carbamazepin termasuk ke dalam obat golongan antikonvulsan (epilepsy kecuali petit mal), selain itu juga digunakan sebagai profilaksis maniak depresif pada gangguan kejiwaan, neuralgia trigeminus dan pengontrol rasa sakit. Namun penggunaan carbamazepin saat ini banyak digunakan sebagai obat pengontrol rasa sakit (postherpetic neuralgia, cervicobrachial neuralgia, dan nyeri pada ekstrimitas tanpa diagnosis yang belum pasti) pada beberapa negara sehingga penggunaan yang luas meningkatkan angka kejadian SSJ.7 Telah ditemukan adanya hubungan antara orang-orang yang positif memiliki alel HLA*B 1502 dan mengkonsumsi carbamazepin akan meningkatkan kejadian SSJ. Kebanyakan orang-orang Asia menunjukkan positif memiliki alel HLA*B 1502 dan jarang dijumpai pada ras Kaukasian dan Afrika.10 Obat dianggap penyebab paling umum SSJ/TEN (Toxic Epidermal Necrolysis). SSJ/TEN dianggap sebagai reaksi imun sitotoksik menyebabkan kerusakan keratinosit yang kemudian mengekspresikan antigen-obat terkait. TNF(Tumor Necrolysis Factor) berasal dari makrofag dan keratinosit dapat memainkan peranan penting dalam pathogenesis di dalam sel epidermis dengan menginduksi apoptosis atau dengan menarik sel-sel efektor sitotoksik atau keduanya. Metabolit obat seperti hydroxylamines dan oksida aren yang berasal dari golongan sulfonamides dan antikonvulsan aromatik, sel konstituen yang mengikat jika mereka tidak cepat akan didetoksifikasi oleh hydrolase epoksida

24

jika sel konstituen tidak dapt mendetoksifikasi. Metabolit ini bertindak sebagai haptens dan membuat keratinosit antigenik dengan cara mengikatnya. Adanya defek dalam sistem detoksifikasi dapat menjadi penyebab erupsi obat.7 Pada anamnesis juga didapatkan pasien mengalami demam dan nyeri tenggorokan 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Hal ini sesuai dengan sumber kepustakaan yang menyebutkan bahwa sindroma prodromal non spesifik ditemukan berupa meningkatnya suhu tubuh, sakit kepala, batuk, sakit tenggorokan, nyeri dada, mialgia sehingga penderita datang berobat.2,3,4 Pada pemeriksaan dijumpai adanya makula hiperpigmentasi pada wajah, lengan, badan dan tungkai, disertai vesikula, bulla. Pada beberapa tempat ditemukan kulit yang mengalami erosi terutama di daerah punggung, dan dijumpai krusta kehitaman pada wajah dan bibir, hipersalivasi, lidah hiperemis dan dijumpai selaput membran berwarna putih, mukosa mulut erosi. Pada mata dijumpai palpebra sup. & inf. bengkak, konjungtiva hiperemis, sklera hiperemis dan lakrimasi. Hal ini sesuai dengan sumber pustaka yang menunjukkan bahwa pada SSJ terlihat trias kelainan berupa kelainan kulit, kelainan selaput lendir di orifisium dan kelainan mata yang sebelumnya didahului oleh sindroma prodromal non spesifik. Trias kelainan tersebut meliputi: a. Kelainan kulit Berupa gambaran macula eritematous yang menyerupai morbiliform rash, timbul pada muka, leher, dagu, tubuh dan ekstrimitas. Vesikel dan bula dijumpai dan kemudian pecah sehingga terjadi erosi yang luas. Lesi target dan tanda Nikolsky sign positif sering didapatkan. Kelainan di genitalia juga sering didapat berupa bula yang hemoragik dan erosi3,4 b. Kelainan selaput lendir di orifisium Kelainan tersering pada mukosa mulut disusul oleh kelainan dilubang alat genital, lubang hidung dan anus. Kelainannya berupa vesikel dan bula yang cepat pecah hingga menjadi erosi yang tertutup pseudomembrane (necrotic epithelium dan fibrin), ekskoriasi dan krusta kehitaman. Di bibir kelainan yang sering tampak adalah krusta

25

berwarna hitam yang tebal. Kelainan tersebut menimbulkan kesukaran makan, bernafas, dan terjadi hipersalivasi.2,3,4 c. Kelainan Mata Yang tersering adalah konjungtivitis kataralis. Selain itu juga dapat berupa konjungtivitis purulen, perdarahan, simblefaron, ulkus kornea, iritis dan iridosiklitis.2 Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit tanggal 16 Mei 2010 terjadi peningkatan jumlah eosinofil, basofil dan neutrofil batang masing-masing 4, 5, 10. Hasil pemeriksaan laboratorium untuk SSJ tidak khas, jika terdapat eosinofilia kemungkinan karena alergi.2 Dalam pengobatan SSJ, obat yang dicurigai sebagai penyebab segera diidentifikasi dan dihentikan (carbamazepin). Semakin cepat mengidentifikasi obat penyebab dan segera menghentikan obat tersebut dapat mengurangi resiko kematian sekitar 30% per hari. Pada kasus ini, obat-obat yang sebelumnya digunakan (dari bagian Jiwa) telah dihentikan. Pilihan terapi untuk sindrom Stevens-Johnson diuraikan sebagai berikut. Glukokortikoid merupakan obat sistemik yang telah lama dipakai. Akan tetapi jika diberikan terlalu lama daripada fase progresi penyakit, hal ini akan meningkatkan resiko infeksi dan resiko kematian. Dosis yang dibutuhkan pada terapi inisial relatif tinggi, Metil prednisolone 1-2 mg/KgBB per hari. Penggunaan obat kortikosteroid merupakan tindakan life-saving. Dapat juga digunakan Deksametason intravena dengan dosis inisial 4-6 x 5 mg sehari atau jika kondisi pasien baik dan lesi tidak menyeluruh, dapat diberikan prednisone 30-40 mg sehari. Biasanya setelah beberapa hari (sekitar 2-3 hari) masa kritis telah teratasi, keadaan telah membaik, dan tidak timbul lesi baru, serta lesi lama telah mengalami involusi, dosis obat setiap hari dapat diturunkan (tapering off).2,7 Immunoglobulin intravena (IVIG) dapat memblok progresi dari sindrom StevensJohnson berdasarkan penelitian secara invitro bahwa komponen antibodi immunoglobulin terhadap Fase ligand mampu mencegah apoptosis sel. Plasmapheresis dan Hemodialisis dengan cara membuang obat penyebab, metabolitnya atau molekul toksik yang lain dari sirkulasi sehingga dapat

26

menghentikan progresi sindrom Stevens-Johnson. Cyclophosphamide merupakan inhibitor reaksi cell mediated cytotoxicity. Akan tetapi terapi ini juga bisa menyebabkan sindrom Stevens-Johnson, dengan keadaan klinis yang lebih buruk. Cyclosporine kemungkinan dapat menjadi pilihan terapi karena obat ini dapat berinteraksi dengan metabolisme TNF-a yang penting dalam reaksi imun. Nasetilcystein memiliki kemampuan antioksidan dan menghambat cytokine (TNFa) mediated immune reaction.7 Pada kasus ini dipilih deksametason dengan dosis 10 mg/hr (2 ampul/hari) intravena dan di tappering off tiap 3 hari. Antibiotik/terapi antimikroba perlu dipertimbangkan karena resiko infeksi sekunder. Kultur bakteri dan jamur harus diambil setiap 2-3 kali seminggu dari kulit, mukosa yang erosi, darah atau sputum. Antibiotik yang diberi hendaknya yang jarang menyebabkan alergi, berspektrum luas, bersifat bakterisidal, dan tidak nefrotoksik. Obat yang layak misalnya siprofloksasin 2x400 mg iv, klindamisin 2x600 mg iv sehari, seftriakson 2 gr iv sehari 1x1.2,8 Pada kasus ini diberikan injeksi gentamisin sulfat 2 x 80 mg/hari intravena, dan gentamisin cream 2 dd ue pada daerah yang erosi. Mempertahankan keseimbangan hemodinamik, protein, dan homeostatis elektrolit merupakan hal yang penting karena pada kasus sindrom StevensJohnson terjadi kehilangan cairan ke jaringan interstisial dan terjadi evaporasi cairan dari jaringan yang mengalami erosi. Bisa juga terjadi asidosis metabolik. Tekanan darah, hematokrit, kadar gas darah, elektrolit, protein serum, harus dimonitor dan dipertahankan setiap saat.8 Untuk mengurangi efek samping kortikosteroid diberi diet rendah garam, tinggi protein tinggi kalori karena kortikosteroid bersifat katabolik. Pasien sindrom Stevens-Johnson mengalami kesakitan saat makan atau minum karena terdapat erosi di mulut, maka pemberian nutrisi intravena perlu dipertimbangkan. Bisa diberikan infuse dekstrosa 5%, NaCl 0,9% dan Ringer Laktat berbanding 1:1:1 dalam 1 labu yang diberikan 8 jam sekali.2,8 Pasien ini telah diberi diet tinggi kalori tinggi protein rendah garam dan infus RL : dextrose 5% = 3:1 20 tpm.

27

Pada daerah erosi dan ekskoriasi kulit diberikan krim sulfodiazin-perak. Untuk lesi di mulut dapat diberikan kenalog in orabase dan betadine gargle. Untuk bibir dengan krusta tebal kehitaman diberikan emolien misalnya krim urea 10%.2,8 Untuk masalah pada mata, pada kasus konjungtivitis akut diberikan tetes mata steroid, antibiotik, atau lubrikan.8 Untuk perawatan mulut dan bibir, pasien ini diberi dikompres NaCl 0.9% 2x15, untuk perawatan mata diberi Cendo Lyter 4x1 tetes dan kloramfenikol 4x1 tetes. Kompres NaCl 0,9% atau Betadine 1% perlu dilakukan. Kompres normal saline diberikan untuk menutup area kulit yang mengalami krustasi. Sedangkan Betadine diberikan sebagai antiseptik. Fungsi kompres adalah untuk membantu mengeringkan lesi, melunakkan krusta, sehingga dapat terangkat dan meringankan keluhan pasien. Kompres dilakukan 2x sehari selama 15 menit karena jika terlalu cepat akan mengakibatkan krusta menjadi kering sehingga ketika diangkat dapat mengalami perdarahan.8

28

DAFTAR PUSTAKA

1. Wolff, Klaus, et al. 2008. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine 7th Edition. Page: 349-354. McGraw Hill: USA. 2. Djuanda, Adi, Mochtar Hamzah, Siti Aisah. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 5 dengan Perbaikan. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. 3. Murniastutik, Dwi, et al. 2009. Atlas of Skin and Venereal Diseases. Airlangga University Press: Surabaya. 4. Suyoso S. et al., 2005. Steven Johnson-Syndrome dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin Edisi 3. Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo: Surabaya. 5. Harsono Ariyanto. 2006. Sindroma Steven-Johnson Syndrome:

Diagnosis dan Penatalaksanaan dalam Continuing Education XXXVI. Hotel JW Marriot: Surabaya. Available Diakses at: pada

www.pediatrik.com/pkb/061022023053-dkjm139.pdf. tanggal 20 Juli 2010.

6. Setiabudiawan, Budi, et al. 2008. Karbamazepin Sebagai Penyebab Tersering Sindrome Steven Johnson. Available at: http://www.mkbonline.org/index.php?option=com_content&view=article&id=60:karbama zepin-sebagai-penyebab-tersering-sindrome-stevensjohnsons&catid=1:kumpulan-artikel&Itemid=55. Diakses tanggal 24 Juli 2010. 7. K. Devi, et al. 2005 Carbamazepine - The Commonest Cause of Toxic Epidermal Necrolysis and Stevens-Johnson Syndrome: A study of 7 Years. Indian Journal of Dermatology, Venerology and Leprosy vol. 71 p: 325-328.

29

8. Deyakapato.

2008.

Sindroma

Steven

Johnson.

Available

at

http://deyakapato.blogspot.com/2008/10/sindrom-stevens-johnson.html. Diakses tanggal 24 Juli 2010. 9. Siregar, R.S. 2002. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. Penerbit EGC: Jakarta. 10. P Brent Ferrell, Jr dan Howard L McLeod. 2008. Carbamazepine, HLAB*1502 and Risk of StevensJohnson Syndrome and Toxic Epidermal Necrolysis: US FDA Recommendations. Pharmacogenomics 9 (10) : 1543 1546. 11. Baratawidjaja, Karnen Garna. 2006. Imunologi Dasar Edisi 7. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. 12. Norma. 2008. Steven Johnson Syndrome (SJS). Available at : http://norma1087.wordpress.com/2008/10/21/steven-johnson-syndromesjs/. Diakses tanggal 24 Juli 2010. 13. Rai R, Jain R, Kaur I, Kumar B. 2002. Multifocal Bullous Fxed Drug Eruption Mimicking Stevens-Johnson Syndrome. Indian J Dermatol Venereol Leprol [serial online] (68) page :175-6. Available at: http://www.ijdvl.com/text.asp?2002/68/3/175/12561. Diakses tanggal 30 Juli 2010.

30

Anda mungkin juga menyukai