Anda di halaman 1dari 9

ASMA BRONKIAL I.

Definisi Gangguan inflamasi kronik jalan nafas yang melibatkan berbagai sel inflamasi terutama sel mast, eosinofil dan sel T yang menyebabkan hipersensitivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang dapat membaik secara spontan atau denga pengobatan. II. Faktor Pencetus Faktor Host Genetic Hipersensitivitas bronkus Psikis (stess, emosi) Obesitas Sedang Hamil Faktor Lingkungan Allergen Polusi Obat obatan Perubahan cuaca Asap rokok

III. Diagnosis Anamnesis Apabila ditemukan keluhan yang bersifat episodic atau berulang, seperti sesak nafas dengan atau tampa mengi, dada terasa berat, batuk batuk, hipersekresi mukus yang memburuk terutama pada malam hari tau dini hari. Yang paling penting serangan asma dicetuskan oleh faktor pencetus antara lain allergen, iritan, infeksi pernafasan, faktor fisik, emosi, stess, obat obata, perubahan cuaca. Riwayat asma dalam keluarga. Serangan asma dapat membaik dengan atau tampa pengobatan. Pemeriksaan fisik Dapat normal. Dalam eksaserbasi tombul kontraksi otot polos jalan nafas, edema mukosa dan hipersekresi yang dapat menyumbat saluran nafas. Kompensasinya penderita akan bernafas dengan volume lebih besar. Ekspirasi memanjang dengan atau tanpa wheezing, ada otot bantuan nafas yang berlebihan. Pemeriksaan penunjang y uji faal paru (spirometri) spirometri adalah pemeriksaan objektif yang dapat menunjukkan beratnya obstruksi nafas yang terjadi. y laboraturium y radiologi y uji provokasi bronkus IV. Kalsifikasi Ada beberapa macam pneumothorakx antara lain: y Pneumothoraks spontan primer: adalah pneumotoraks yang terjadi tampa ada riwayat penyakit paru ataupun trauma dan dapat terjadi pada individu yang normal y Pneumotoraks spontan sekunder : adalah pneumotoraks yang terjadi pada penderita yang memiliki riwayat penyakit paru sebelumnya missal PPOK, TB paru dan lain lain

y y

Pneumotoraks traumatic: adalah pneumotorak yang terjadi karena trauma pada dada kadang disertai dengan hematopneumotoraks. Perdarahan yang timbul dapat berasal dari dinding dada atau paru itu sendiri. Pneumotoraks iatrogenic: adalah pneumotoraks yang terjadi pada saat dilakukan tindakan diagnostic seperti transtorakal biopsy, punksi pleura. Pneumothoraks Katamenial: adalah pneumothoraks yang terjadi sehubungan sengan siklus menstruasi

V. Patogenesis Terjadinya pneumotoraks spontan primer dimulai dari masuknya udara kedalam intersisial paru jkarena terjadi rupture dinding alveolar. Bila udara tersebut menyusup diantara septa lobler sampai kea rah sentral makan akan terjadi pneumomediastinum dan bila udara mengumpul di perifer akan membentuk pecahnya blep yang menyebabkan pneumotoraks VI. Manifestasi klinis Untuk pneumotoraks spontann primer biasanya tanpa didahuli keluahan, dapat timbul saat istirahat dan bertambah berat ketika melakukan aktivitas. Keluhan dipneu atau nyeri dada pada sisi yang sakit adalahh keluahan yang sering dijumpai. VII. Diagnosis y Anamnesis ditemukan keluahan sesak nafas atau nyeri dada pada sisi yang sakit. Penderita dapat atau tidak memiliki riwayat penyakit paru. Keluhan timbul mendadak ketika tidak sedang beraktivitas y Pemeriksaan fisik kita jumpai penderita tampak sesak sekali, atau bias saja tergantung dari keadaan pneumothoraks. Sisi yang sakit lebih menonjol dan tertinggal pada pernapasan. Pada perkusi didapat suara hipersonor dan pergeseran mediastinum kesisi yang sehat. Pada auskultasi didapat suara napas yang melemah/ jauh dan adang kadang didapat suara amforik. y Pemeriksaan penunjang foto toraks merupakan pemeriksaan diagostik. Umumnya didapat garis penguncupan paru yang sangat halus. Bila disertai darah atau cairan lainnya akan tampak garis mendatar yg merupakan batas udara dan cairan (air fluid level) VIII. Penatalaksanaan Ada 2 cara penatalaksanaan yaitu nonbedah dan nonbedah Tindakan Nonbedah terdiri dari: 1. Observasi Dilakukan pada penderita dengan luas pneumothoraks < 20%. Karena udara dapat diabsorbsi 1.25% volume udara dalam rongga pleura/24jam (50-70 ml/hari). Sebaiknya pasien dirawat untuk di observasi selama 24-48 jam. Bila pasien dipulangkan beri penjelasan perihal keadaan emergensi (pneumotoraks tension) supaya kembali ke rumah sakit untuk mendapatka tidakan lebih lanjut.

Kontrol foto toraks ulang setelah beberapa hari untuk mengevaluasi. Apabila setelah & hari pengamatan masih terdapat pneumotoraks maka perlu dilakukan tindakan aspirasi atau pemasangan WSD. Untuk mengukur luasnya penumotoraks dapat menggunakan perhitungan sebagai berikut: Metode Light (1990)

2. Aspirasi Dapat dilakukan menggunakan abbocath nomor 14 yang dihubungkan dengan three way, dengan menggunakan spuid 50cc dilakukan aspirasi 3. Pemasangan WSD Penderita harus dirawat. Semakin besar selang WSD yang dipasang maka semakin baik . umunya untuk pneumotoraks digunakan selang nomor 20. Bila alat alat untuk pemasangan WSD tidak tersedia maka dapat digunakan perlengkapan untuk infuse biasa, jarum infuse ditusukkan kedalam ongga pleura dan ujung selang lainnya dimasukka kedalam botol yg sudah diisi ari yg di beri betadin hingga menjadi sebuah mini WSD. Pada pneumotorak yang sangan luas sebaiknya dipasang WSD untuk mempercepat pengembangan paru. Bila setelah pemasangan WSD paru tidak juga mengembang dapat dimabtu dengan pengisapan terus menerus (continuous suction). WSD dapat dicopot jika pada foto toraks paru telah terlihat mengembang, tidak terdapat lagi undulasipada WSD, setelah 1-3 hari diklem, dibuat foto ulang jika paru tetap mengembang maka WSD dapat dicabut. Pencabutan WSD dilakukan pada keadaan ekspirasi maksimal. Inikasi dan kontaindikasi pemasangan WSD: y Pneumotoraks minimal tanpa keluhan y Penderita dengan ventilator mekanik y Belum berpengalam memasang WSD

Gangguan faktor pembekuan darah

Komplikasi pemasangan WSD: y Nyeri y Perdarahan y Infeksi y Malposisi WSD kedalam fisura interlobaris atau mengenai organ y Berdekatan (adjacent organs) seperti esophagus, pembuluh darah besar , jar. Subkutis y Pneumotorak kontralateral y Penumpukan cairan terutama juka pemasangan WSD terlalu lama y Syok kardiogenik karena terjadi kompresi ventrikel kanan y Kerusakan syaraf misalnya pada nervus interkostalis dan frenikus y Fistel bronkopleura y Beberapa hal yang menyebabkan paru tidak mengembang setelah pemasangan WSD: Tindakan Bedah terdiri dari: y Terjadi fistel; pada keadaan ini memerlukan tindakan bedah untuk mengatasinya y Sumbatan bronkus: dapat terjadi karena penumpukan bronkus atau sumbatan karena tumor endobronkial/ masa di lumen bronkus. Untuk mengatasi keadaan ini dapat dilakukan drainase sputum dengan tindakan bronkoskopi atau melakukan tindakan laser pada masa yang menyumbat lumen bronkus bila memungkinkan. y Selang WSD tertekuk: dapat dilakukan reposisi selang WSD y Sumbatan pada selang WSD karena gumpalan darah, fibrin atau secret yang mengental: untuk mengatasi keadaan ini dilakukan penggantian selang WSD dengan yang baru atau menghilangkan sumbatan dengan suction sampai bersih. y Pleura viseralis yang menebal: perlu tindakan bedah (dekortikasi) Tindakan Bedah terdir dari: 1. Torakotomi Indikasi oprasi jika pada serangan pertama pneumotoraks spontan bila terjadi kebocoran lebih dari 3 hari, hemotoraks, kegagalan paru untuk mengembang, pneumotoraks bilateral, pneumotorak ventil atau jika pekerjaan memiliki risiko tinggi untuk terjadinya pneumotoraks. Pneumotoraks berulang menrupakan indikasi operasi utama pada penderita pneumotoraks spontan primer. 2. Torakoskopi Penggunaan torakoskopi untuk diagnosis dan terapi pneumotoraks spontan. Selain untu menilai dan menetukan perlunya dilakukan pleudesis atau oprasi. Torakoskopi merupakan terapi alternative untuk pneumotoraks berulang atau lebih dari 5 hari. Kelainan yang

didapat dari torakosopi dapat berupa normal, pelekan pleura, blebs kecil (,2cm) atau bula besar (>2cm)

PNEUMOTORAKS IX. Definisi Pneumotoraks adalah keadaan dimana terdapat udara bebas di dalam rongga pleura X. Klasifikasi

Ada beberapa macam pneumothorakx antara lain: y Pneumothoraks spontan primer: adalah pneumotoraks yang terjadi tampa ada riwayat penyakit paru ataupun trauma dan dapat terjadi pada individu yang normal y Pneumotoraks spontan sekunder : adalah pneumotoraks yang terjadi pada penderita yang memiliki riwayat penyakit paru sebelumnya missal PPOK, TB paru dan lain lain y Pneumotoraks traumatic: adalah pneumotorak yang terjadi karena trauma pada dada kadang disertai dengan hematopneumotoraks. Perdarahan yang timbul dapat berasal dari dinding dada atau paru itu sendiri. y Pneumotoraks iatrogenic: adalah pneumotoraks yang terjadi pada saat dilakukan tindakan diagnostic seperti transtorakal biopsy, punksi pleura. y Pneumothoraks Katamenial: adalah pneumothoraks yang terjadi sehubungan sengan siklus menstruasi XI. Patogenesis Terjadinya pneumotoraks spontan primer dimulai dari masuknya udara kedalam intersisial paru jkarena terjadi rupture dinding alveolar. Bila udara tersebut menyusup diantara septa lobler sampai kea rah sentral makan akan terjadi pneumomediastinum dan bila udara mengumpul di perifer akan membentuk pecahnya blep yang menyebabkan pneumotoraks XII. Manifestasi klinis Untuk pneumotoraks spontann primer biasanya tanpa didahuli keluahan, dapat timbul saat istirahat dan bertambah berat ketika melakukan aktivitas. Keluhan dipneu atau nyeri dada pada sisi yang sakit adalahh keluahan yang sering dijumpai. XIII. Diagnosis y Anamnesis ditemukan keluahan sesak nafas atau nyeri dada pada sisi yang sakit. Penderita dapat atau tidak memiliki riwayat penyakit paru. Keluhan timbul mendadak ketika tidak sedang beraktivitas y Pemeriksaan fisik kita jumpai penderita tampak sesak sekali, atau bias saja tergantung dari keadaan pneumothoraks. Sisi yang sakit lebih menonjol dan tertinggal pada pernapasan. Pada perkusi didapat suara hipersonor dan pergeseran mediastinum kesisi yang sehat. Pada auskultasi didapat suara napas yang melemah/ jauh dan adang kadang didapat suara amforik. y Pemeriksaan penunjang foto toraks merupakan pemeriksaan diagostik. Umumnya didapat garis penguncupan paru yang sangat halus. Bila disertai darah atau cairan lainnya akan tampak garis mendatar yg merupakan batas udara dan cairan (air fluid level) XIV. Penatalaksanaan Ada 2 cara penatalaksanaan yaitu nonbedah dan nonbedah Tindakan Nonbedah terdiri dari: 4. Observasi

Dilakukan pada penderita dengan luas pneumothoraks < 20%. Karena udara dapat diabsorbsi 1.25% volume udara dalam rongga pleura/24jam (50-70 ml/hari). Sebaiknya pasien dirawat untuk di observasi selama 24-48 jam. Bila pasien dipulangkan beri penjelasan perihal keadaan emergensi (pneumotoraks tension) supaya kembali ke rumah sakit untuk mendapatka tidakan lebih lanjut. Kontrol foto toraks ulang setelah beberapa hari untuk mengevaluasi. Apabila setelah & hari pengamatan masih terdapat pneumotoraks maka perlu dilakukan tindakan aspirasi atau pemasangan WSD. Untuk mengukur luasnya penumotoraks dapat menggunakan perhitungan sebagai berikut: Metode Light (1990)

5. Aspirasi Dapat dilakukan menggunakan abbocath nomor 14 yang dihubungkan dengan three way, dengan menggunakan spuid 50cc dilakukan aspirasi 6. Pemasangan WSD Penderita harus dirawat. Semakin besar selang WSD yang dipasang maka semakin baik . umunya untuk pneumotoraks digunakan selang nomor 20. Bila alat alat untuk pemasangan WSD tidak tersedia maka dapat digunakan perlengkapan untuk infuse biasa, jarum infuse ditusukkan kedalam ongga pleura dan ujung selang lainnya dimasukka kedalam botol yg sudah diisi ari yg di beri betadin hingga menjadi sebuah mini WSD. Pada pneumotorak yang sangan luas sebaiknya dipasang WSD untuk mempercepat pengembangan paru. Bila setelah pemasangan WSD paru tidak juga mengembang dapat dimabtu dengan pengisapan terus menerus (continuous suction). WSD dapat dicopot jika pada foto toraks paru telah terlihat mengembang, tidak terdapat lagi undulasipada WSD, setelah 1-3 hari diklem, dibuat foto ulang jika paru tetap mengembang maka WSD dapat dicabut. Pencabutan WSD dilakukan pada keadaan ekspirasi maksimal.

Inikasi dan kontaindikasi pemasangan WSD: y Pneumotoraks minimal tanpa keluhan y Penderita dengan ventilator mekanik y Belum berpengalam memasang WSD y Gangguan faktor pembekuan darah Komplikasi pemasangan WSD: y Nyeri y Perdarahan y Infeksi y Malposisi WSD kedalam fisura interlobaris atau mengenai organ y Berdekatan (adjacent organs) seperti esophagus, pembuluh darah besar , jar. Subkutis y Pneumotorak kontralateral y Penumpukan cairan terutama juka pemasangan WSD terlalu lama y Syok kardiogenik karena terjadi kompresi ventrikel kanan y Kerusakan syaraf misalnya pada nervus interkostalis dan frenikus y Fistel bronkopleura y Beberapa hal yang menyebabkan paru tidak mengembang setelah pemasangan WSD: Tindakan Bedah terdiri dari: y Terjadi fistel; pada keadaan ini memerlukan tindakan bedah untuk mengatasinya y Sumbatan bronkus: dapat terjadi karena penumpukan bronkus atau sumbatan karena tumor endobronkial/ masa di lumen bronkus. Untuk mengatasi keadaan ini dapat dilakukan drainase sputum dengan tindakan bronkoskopi atau melakukan tindakan laser pada masa yang menyumbat lumen bronkus bila memungkinkan. y Selang WSD tertekuk: dapat dilakukan reposisi selang WSD y Sumbatan pada selang WSD karena gumpalan darah, fibrin atau secret yang mengental: untuk mengatasi keadaan ini dilakukan penggantian selang WSD dengan yang baru atau menghilangkan sumbatan dengan suction sampai bersih. y Pleura viseralis yang menebal: perlu tindakan bedah (dekortikasi) Tindakan Bedah terdir dari: 3. Torakotomi Indikasi oprasi jika pada serangan pertama pneumotoraks spontan bila terjadi kebocoran lebih dari 3 hari, hemotoraks, kegagalan paru untuk mengembang, pneumotoraks bilateral, pneumotorak ventil atau jika pekerjaan memiliki risiko tinggi untuk terjadinya pneumotoraks. Pneumotoraks berulang menrupakan indikasi operasi utama pada penderita pneumotoraks spontan primer. 4. Torakoskopi

Penggunaan torakoskopi untuk diagnosis dan terapi pneumotoraks spontan. Selain untu menilai dan menetukan perlunya dilakukan pleudesis atau oprasi. Torakoskopi merupakan terapi alternative untuk pneumotoraks berulang atau lebih dari 5 hari. Kelainan yang didapat dari torakosopi dapat berupa normal, pelekan pleura, blebs kecil (,2cm) atau bula besar (>2cm)

Anda mungkin juga menyukai