Anda di halaman 1dari 15

ISI

1. NAMA DAN TEMA BLOK Elective Infection (FILARIASIS)

2.

FASILITATOR/TUTOR dr.Zairul Arifin, SpA, DAFK

3.

DATA PELAKSANAAN A. Tanggal tutorial B. Pemicu ke C. Pukul D. Ruangan : 1 November 2010 dan 4 November 2010 :1 : 10.30-13.00 WIB : Ruang Diskusi Fisika 1

4.

PEMICU Seorang permpuan, berusia 35 tahun, tinggal didaerah Langkat datang ke Poliklinik Penyakit Dalam RS Adam Malik dengan keluhan bengkak pada kaki sebelah kiri mulai dari pangkal paha sampai mata kaki. Hal ini dialami sejak 2 bulan yang lalu, awalnya berupa pembengkakan pada mata kai kiri, teraba keras dan nyeri. Keluhan lain adalah batuk dan sesak nafas dan sudah mendapat pengobatan tetapi tidak sembuh. Ada beberapa orang di sekitar tempat tinggal pasien yang mempunyai keluhan yang sama. Pada Pemeriksaan fisik diperoleh : kesadaran kompos mentis Tekanan darah 120/70 mmHg, denyut nadi 90x/menit, frekuensi nafas 28x/menit. Pada ekstermitas inferior sinistra diperoleh non pitting oedem (+), nyeri tekan (+), hiperemis (+), dan makula hiperpigmentasi (+). Pada auskultasi terdengar wheezing pada kedua lapangan paru. Apa yang terjadi pada pasien tersebut?

MORE INFO Laboratorium : Hb 10,8g/dL; Leukosit 9530/mm3; Ht 36,80%; Trombosit 423.000/mm3 Hitung jenis : eosinofl 20%, basofil 4%, neutrofil batang 40%, neutrofil segmen 20%, limfosit 15%, monosit 1% Diperoleh parasit mikrofilaria inti tubuh teratur, ujung ekor runcing dan tidak berinti, dan selubung tubuh transparan.

5. TUJUAN PEMBELAJARAN A. Memahami defenisi dan penyebab non pitting edema B. Memahami mekanisme terjadinya non pitting edema C. Menjelaskan tentang penyakit-penyakit yang menyebabkan terjadinya non pitting edema D. Memahami Epidemiologi Filariasis E. Memahami Etiologi Filariasis F. Memahami Morfologi cacing nematoda G. Memahami Siklus Hidup W. Bancrofti H. Memahami Manifestasi Klinis Filariasis I. J. Memahami Diagnosis Filariasis Memahami Penatalaksanaan dan Prognosis Filariasis

K. Memahami Pencegahan Filariasis L. Memahami Tropical Pulmonary Eosninophilia?

6.

PERTANYAAN YANG MUNCUL DALAM CURAH PENDAPAT A. Apa defenisi dan penyebab non pitting edema? B. Bagaimana mekanisme terjadinya non pitting edema? C. Apa saja penyakit-penyakit yang menyebabkan terjadinya non pitting edema? D. Apa definisi, etiologi dan epidemiologi Filariasis? E. Bagaimana patogenesis dan patofisiologi Filariasis? F. Bagaimana manifestasi klinis Filariasis?

G. Bagaimana kriteria diagnosis Filariasisi? H. Bagaimana penatalaksanaan dan prognosis Filariasis? I. J. Bagaimana pencegahan Filariasis? Bagaimana manifestasi klinis dan pengobatan Eosinophila? Tropical Pulmonary

7.

JAWABAN ATAS PERTANYAAN A. Non Pitting Edema

Defenisi Edema adalah adanya cairan yang berlebihan dalam cairan tubuh. Ada 2 jenis edema yaitu: y Pitting edema: adanya akumulasi cairan bebas yang hebat dijaringan sehingga jaringan bersifat lemah dan memungkinkan sejumlah cairan berakumulasi hanya dengan menambahkan sedikit tekanan hidrostatik cairan interstisial. Cairan ekstrasel yang berakumulasi adalah cairan bebas karena cairan ini mendorong brush pile filament proteoglikan hingga terpisah. Karenanya, cairan dapat mengalir bebas melalui ruang jaringan karena cairan tersebut tidak berbentuk gel. Jika kita menekan dengan ibu jari pada jaringan dan mendorong cairan keluar dari area tersebut. Kemudian bila ibu jari diangkat akan terbentuk suatu lekukan dikulit selama beberapa detik sampai cairan kembali lagi dari jaringan disekitarnya. y Nonpitting edema: terjadi bila sel-sel jaringan membengkak menggantikan interstisium atau bila cairan interstisium menggumpal oleh fibrinogen sehingga cairan tidak dapat bergerak bebas dalam ruang jaringan.

Patogenesis Edema dapat disebabkan oleh banyak hal yaitu adanya depresi system metabolisme jaringan dan tidak adanya nutrisi sel yang adekuat. Kemudian karena adanya kebocoran abnormal cairan dari plasma ke ruang interstisial dengan melintasi kapiler dan kegagalan system limpatik untuk mengembalikan cairan dari interstisium ke dalam darah.

Semua faktor tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan volume plasma sehingga terjadi pengaktifan system RAA sehingga terjadi retensi natrium dan air yang menyebabkan terjadinya edema. Pada keadaan gagal jantung terjadi peningkatan tekanan vena sentral dan arteri sehingga terjadi peningkatan tekanan kapiler. Hal ini menyebabkan penurunan volume plasma dan peningkatan volume inierstisial sehingga terjadilah edema.

Bila terjadi hambatan limfatik, edema akan semakin berat, karena protein plasma yang bocor ke dalam ruang interstisial tidak mempunyai jalan lain untuk keluar. Peningkatan konsentrasin protein juga akan meningkatkan tekanan osmotic koloid cairan interstisial yang akan menarik cairan dari kapiler lebih banyak lagi.

Diferential Diagnosa 1. Peningkatan tekanan kapiler y Retensi garam dan air yang berlebihan di ginjal: gagal ginjal akut dan kronis, kelebihan mineralokortikoid y Tekanan vena yang meningkat dan kontriksi vena: gagal jantung, obstruksi vena, kegagalan pompa vena (paralisis otot, imobilisasi bagian tubuh, kegagalan katub vena. y Penurunan retensi arteriol: panas tubuh berlebihan, insufisiensi susunan saraf pusat, obat vasodilator 2. Penurunan protein plasma y y y Kehilangan protein dalam urin (proteinuria) Kehilangan protein dari kulit (luka bakar) Kegagalan menghasilkan protein (sirosis, malnutrisi berat)

3. Peningkatan permeabilitas kapiler y y y y y Reaksi imun yang menyebabkan pengeluaran histamine dan mediator lain Toksin Infeksi bakteri Defisiensi vitamin C Iskemia lama

4. Hambatan aliran balik limfe y y y y Kanker Infeksi filariasis Pembedahan Kelainan kongenital

B. Filariasis Definisi Filariasis Bancrofti adalah infeksi yang disebabkan oleh parasit nematoda. Cacing dewasa hidup dalam kelenjar dan saluran limfe, sedangkan mikrofilaria ditemukan didalam darah.

Etiologi dan Morfologi y Wuchereria Bancrofti yang akan mencapai kematangan seksual di kelenjar dan saluran limfe. Cacing dewasa bentuknya halus seperti benang dan bewarna putih susu. Cacing betina berukuran 65-100 mm x 0,25 mm dan yang jantan 40 mm x 0,1 mm. Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria yang bersarung dengan ukuran 250300 miron x 7-8 mikron. Mikrofilaria memiliki inti tubuh teratur dan pada ekor tidak ada inti. y Brugia Malayi cacing dewasa berbentuk halus seperti benang putih dan berwarna putih susu. Cacing betina berukuran 80-100 mm x 0,25 mm dan yang jantan 13,520,5 mm x 0,07 mm. mikrofilaria memiliki sarung dengan inti tubuh tidak teratur (overlapping) dan memiliki inti subteminal dan terminal. y Brugia Timori cacing dewasa betina berukuran 21-39 mm x 0,1 mm dan jantan 1323 mm x 0,08 mm. mikrofilaria memiliki inti tubuh tidak teratur dan tidak memilki sarung. Pada bagian terminal dan subterminal memiliki inti.

Epidemiolgi Filariasis Bancrofti dapat dijumpai di perkotaan atau di pedesaan. Di Indonesia parasit ini lebih sering dijumapi di pedesaan daripada perkotaan dan penyebarannya bersifat lokal. Kurang lebih 20 juta penduduk Indonesia bermukim didaerah endemis filariasis bancrofti, malayi, timori dan mereka sewaktu-waktu dapat ditulari. Kelompok umur

dewasa muda merupakan kelompok penduduk yang paling sering menderita terutama mereka yang tergolong penduduk berpenghasilan rendah.

Patogenesis

Larva yang infektif (larva stadium III) dilepaskan melalui proboscis (labela) nyamuk sewaktu menggigit manusia. Larva kemudian bermigrasi dalam saluran limfe dan kelenjar limfe, dimana akan tumbuh menjadi cacing dewasa betina dan jantan. Cacing betina dewasa dapat menghasilkan 50.000 mikrofilaria setiap hari. Mikrofilaria pertama sekali ditemuka di darah perifer 6 bulan- 1 tahun setelah infeksi, dan jika tidak terjadi reinfeksi mikrofilaremia dapat bertahan 5-10 tahun.

Mikrofilaria Bancrofti bersifat periodesitas nokturna, artinya mikrofilaria hanya terdapat didalam darah tepi pada waktu malam. Pada siang hari, mikrofilaria terdapat dikapiler alat dalam (paru, jantung,ginjal, dan sebagainya). Hospes pertama mendapat infeksi dengan menghisap darah yang mengandung mikrofilaria. Mikrofilaria akan melepas sarungnya didalam lambung nyamuk.

Larva akan bermigrasi ke otot-otot dada. Mula-mula parasit ini memendek, bentuknya menyerupai sosis dan disebut Larva Stadium I. Dalam kurun waktu kurang lebih seminggu, larva ini bertukar kulit, tumbuh menjadi lebih gemuk dan panjang disebut Larva Stadium II. Pada hari kesepuluh dan selanjutnya larva bertukar kulit sekali lagi, tumbuh makin panjang dan lebih kurus disebut Larva Stadium III (larva infektif). Dan didalam tubuh hospes mengalami dua kali pergantian kulit, tumbuh menjadi Larva Stadium IV lalu Larva Stadium V atau cacing dewasa.

Patofisiologi Perubahan patologi utama disebabkan oleh kerusakan pembuluh getah bening akibat inflamasi yang ditimbulkan oleh cacing dewasa, bukan oleh mikrofilaria. Cacing dewasa hidup di pembuluh getah bening aferen atau sinus kelenjar getah bening dan menyebabkan pelebaran pembuluh getah bening dan penebalan dinding pembuluh. Infiltrasi sel plasma, eosinofil, dan makrofag didlam sekitar pembuluh getah bening yang mengalami inflamasi bersama dengan proliferasi sel endotel dan jaringan penunjang, menyebabkan berliku-likunya sistem limfatik dan kerusakan atau inkompetensi katup pembuluh getah bening.

Limfadema dan perubahan kronik akibat statis bersama edema keras terjadi pada kulit yang mendasarinya. Perubahan-perubahan yang terjadi akibat filariasis ini disebabkan oleh efek langsung dari cacing ini dan respon imun pejamu terhadap parasit.respon imun ini menyebabkan proses granulomatosa dan proliferasi yang menyebabkan obstruksi total pembuluh getah bening.

Diduga bahwa pembuluh-pembuluh tersebut tetap paten selam cacing tetap hidup dan bahwa kematian cacing tersebut menyebabkan reaksi granulomatosa dan fibrosis. Dengan demikian terjadilah obstruksi limfatik dan penurunan fungsi limfatik.

Manifestasi Klinis 1. Asimptomamatic y Asimptomatic Amicrofilaremia

Merupakan suatu keadaan yang terjadi apabila seseorang yang terinfeksi mengandung cacing dewasa, tetapi tidak ditemukan mikrofilaria dalam darah, atau karena mikrofilaremia sangat rendah sehingga tidak terdeteksi dengan prosedur laboratorium yang biasa. y Asimptomatic Microfilaremia

Merupakan mikrofilaremia yang tidak menunjukan gejala klinis namun semua penderita menunjukan gejala subklinis. 40% penderita mikrofilaremia mengalami hematuria dan proteinuria yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal.

2. Stadium Akut Manifestasi akut, berupa demam tinggi (demam filarial atau elefantoid), menggigil, dan lesu disertai peradangan pada saluran dan kelenjar limfe berupa limfadenitis, berlangsung 3-15 hari dan dapat terjadi bebrapa kali dlam setahun. Limfangitis akan meluas ke daerah distal dari kelnjar yang terkena tempat cacing ini tinggal. Limfangitis dan Limfadenitis berkembang lebih sering pada ekstremitas bawah, selain pada tungkai dapat mengenai alat kelamin dan payudara. Terdiri dari dua gejala klinis yaitu y Limfangitis Filarial Akut (AFL) merupakan reaksi imunologik dengan matinya cacing dewasa akibat system imun/terapi yang menyebabkan adanya nodus yang disertai limfangitis dan limfadenitis retrograde pada ekstremitas atas atau bawah. y Adenolimfangitis (ADL) dengan infeksi sekunder

3. Stadium Kronik Manifestasi kronik, terjadi dalam beberapa bulan sampai bertahun-tahun dari terjadinya episode, bervariasi mulai dari ringan sampai berat yang diikuti dengan berkembangnya penyakit obstruksi kronik yang disebabkan oleh berkurangnya fungsi saluran limfe. Manifestasi genital dibanyak daerah, gambaran kronis yang terjadi adalah hydrococele.

Selain itu, dapat dijumpai epididimitis kronik, folikulitis, edema karena penebalan kulit skrotum, sedangkan pada wanita dijumpai lymphedema vulva. Tanda klinis utama berupa Hidrocele merupakan pembengkakan skrotum akibat terkumpulnya cairan limfe dalam tunika vaginalis Chyluria merupakan bocornya atau pecahnya saluran limfe oleh cacing dewasa yang menyebabkan masuknya cairan limfe ke dalam saluran kemih. Limphedema merupakan pembengkakan jaringan lunak dimana terdapat pengumpulan cairan limfe biasanya berupa pitting/ non pitting edema yang reversible maupun irreversible. Elephantiasis merupakan edema non pitting yang irreversible dan terjadinya perubahan kulit, hyperkeratosis, fibrosis, ulserasi dan hiperpigmentasi.

4. Atypical Filariasis Adanya infeksi fialriasis yang tidak memperlihatkan gejala klasik filariasis serta tidak ditemukannya microfilaria dalam darah tetapi dalam organ lain.

Progresivitas filarial lymphedema dibagi atas 3 gradasi (WHO) : Derajat 1: Lymphedema umumnya pitting edema, hilang denan spontan bila kaki dinaikkan. Derajat 2: Lymphedema umumnya edema non pitting, tidak secara spontan hilang dengan menaikkan kaki. Derajat 3: Lymphedema (elephantiasis), volume non pitting edema bertambah dengan dermatosclerosis dan lesi papilomatosus.

Diagnosis Diagnosis dipastikan dengan pemeriksaan: 1. Diagnosis parasitologi - Deteksi parasit yaitu menemukan mikrofilaria di dalam darah, cairan hidrokel, atau cairan kiluria pada pemeriksaan sediaan darah tebal dan teknik konsentrasi Knott,membran filtrasi. Pengambilan darah harus dilakuan pada malam hari (spukul 22.00-02.00) mengingat periodesitas nokturnal. Pada pemeriksaan histopatologi,

kadang-kadang potongan cacing dapat dijumpai di saluran dan kelenjar limfe dari jaringan yang dicurigai tumor. - Teknik biologi molekular dapat digunakan untuk mendeteksi parasit DNA parasit dengan menggunakan rantai polimerase (Polymerase Chain Reaction/PCR)

2. Radiologis - Pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) pada skrotum dan kelenjar getah bening inguinal pasien akan memberikan gambaran cacing bergerak-gerak. Ini berguna terutama untuk evaluasi hasil pengobatan. - Pemeriksaan limfosintigrafi dengan menggunakan dekstran atau albumin yang ditandai dengan zat radioaktif menunjukkan adanya abnormalitas sistem limfatik sekalipun pada penderita yang asimptomatik mikrofilaria.

3. Diagnosis Imunologi Deteksi antigen dengan imunocromatografik test (ICT) yang menggunakan antibodi monoklonal telah dikembangkan untuk mendeteksi antigen W. Bancrofti dalam sirkulasi darah. Hasil tes positif menunjukkan adanya infeksi aktif, walaupun mikrofilaria tidak ditemukan dalam darah.

Penatalaksanaan Perawatan umum : Perawatan Limfadema stadium 1 Menjaga kebersihan bagian tubuh yang bengkak Perawatan luka di kulit jika ada dengan krim antibiotik/ antijamur Melakukan latihan pada anggota tubuh yang bengkak Meninggikan (elevasi) anggota tubuh yang bengkak Pemakaian alas kaki yang cocok

Perawatan Limfadema stadium 2 dan 3 Menjaga kebersihan bagian tubuh yang bengkak Perawatan luka di kulit jika ada dengan krim antibiotik/ antijamur Melakukan latihan pada anggota tubuh yang bengkak

10

Meninggikan (elevasi) anggota tubuh yang bengkak Pemakaian alas kaki yang cocok Memakai perban elastic atau pembalutan ketika berolahraga dan beraktivitas

Perawatan Limfadema stadium 4 Menjaga kebersihan bagian tubuh yang bengkak Perawatan luka di kulit jika ada dengan krim antibiotik/ antijamur Melakukan latihan pada anggota tubuh yang bengkak Meninggikan (elevasi) anggota tubuh yang bengkak Pemakaian alas kaki yang cocok Memakai perban elastic atau pembalutan ketika berolahraga dan beraktivitas Antibiotik sistemik bila ada indikasi Melakukan bedah kosmetik (jika ada indikasi medis)

Perawatan Limfadema stadium 5 dan 6 Menjaga kebersihan bagian tubuh yang bengkak minimal 2x sehari Perawatan luka di kulit jika ada dengan krim antibiotik/ antijamur Melakukan latihan pada anggota tubuh yang bengkak Meninggikan (elevasi) anggota tubuh yang bengkak Pemakaian alas kaki yang cocok Memakai perban elastic atau pembalutan ketika berolahraga dan beraktivitas

Perawatan Limfadema stadium 7 Menjaga kebersihan bagian tubuh yang bengkak Perawatan luka di kulit jika ada dengan krim antibiotik/ antijamur Melakukan latihan pada anggota tubuh yang bengkak Jika memungkinkan meninggikan (elevasi) anggota tubuh yang bengkak Pemakaian alas kaki yang cocok Tidak dianjurkan memakai perban elastic atau pembalutan ketika berolahraga dan beraktivitas Melakukan perubahan posisi untuk mencegah dekubitus Semua perawatan pada stadium 7 harus dilakukan dengan hati-hati

11

Pengobatan Sepesifik Dietil Karbamasin sitrat (DEC) Cara Kerja : DEC bersifat membunuh mirofilaria dan juga cacing dewasa W. Bancrofti dan B. Malayi secara in vivo pada jangka panjang. Dosis : 6 mb/kgbb/hari selama 12 hari. Dosis harian obat tersebut dapat diberikan 3 kali pemberian sesudah makan. Efek Samping : Reaksi sistemik dengan atau tanpa demam, sakit kepala, sakit pada berbagi bagian tubuh, sendi-sendi, pusing, anoreksia, lemah dan asma. Reaksi ini terjadi beberapa jam setelah pemberian DECdan berlangsung tidak lebih dari 3 hari. Reaksi ini akan hilang dengan sendirinya.

Ivermectin Cara Kerja : antibiotik semisintetik dari golongan makrolid yang mempunyai aktivitas luas terhadap nematoda dan ektoparasit.. obat ini hanya membunuh mikrofilaria. Dosis : 400ug/kg bb setiap 6 bulan sekali

Efek Samping : lebih ringan dari dibandingkan DEC

Albendazole Dosis : 400mg dosis tunggal

Pencegahan Program eliminasi filariasis melalui pengobatan masal di daerah endemis (prevalensi > 1 %) telah dicanagkan oleh organisasi kesehatan dunia. Obat yang dianjurkan adalah kombinasi DEC 6 mg/kgBB dan albendazole 400mg yang diberikan sekali setiap tahun selama 5-10 tahun pada penduduk diatas usia 2 tahun.

C. Occult filariasis (Tropical Pulmonary Eosinophilia)

Patologi dan Gejala Klinis Occult filariasis adalh penyakit filariasis limfatik yang disebabkan oleh penghancuran mikrofilaria dalam jumlah berlebihan oleh sistem kekebalan penderita. Mikrofilaria

12

dihancurkan oleh zat anti dalam tubuh hospes akibat hipersensitivitas terhadap antigen mikrofilaria.

Gejala penyakit ini ditandai dengan hipereosinofilia, peningkatan kadar antibodi IgE dan antifilaria IgG4, kelainan klinis yang menahun berupa pembengkakan kelenjar limfe dan gejala asma bronkial. Bila paru terkena maka gejala klinis dapat berupa batuk, sesak nafas, terutama pada malam hari, dengan dahak kental dan mukopurulen. Gejala lain berupa demam subfebril, pembesaran limfa dan hati.

Diagnosis Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis, hipereosinofilia, peningkatan kadar IgE yang tinggi, peningkatan zat anti terhadap mikrofilaria, dan gambaran rontgen paru. Konfirmasi diagnosis tersebut adalah menemukan benda Meyers Kouwenaar pada sediaan biopsi, atau dengan melihat perbaikan gejala dengan pengobatan dengan DEC.

Pengobatan Obat pilihan adalah DEC dengan dosis 6 mg/kg BB/ hari selama 21-28 hari. Pada stadium didni penderita dapat disembuhkan dengan paramete darah dapat pulih kembali sampai kadar yang hampir normal. Pada stadium klinik lanjut, seringkali terdapat fibrosis dalam paru dan dalam keadaan tersebut, fungsi paru mungkin tidak dapat pulih sepenuhnya. Penderita TPE memberikan respon yang rendah dengan pengobatan bronkodilator dan steroid.

8.

ULASAN

Dari kasus ini ditemukan bahwa seorang perempuan berusia 35 tahun datang dengan keluhan bengkak pada kaki kiri, disertai batuk dan sesak napas yang sudah mendapat pengobatan namun tidak sembuh. Gejala ini dapat terjadi pada pasien dengan gagal jantung maupun gangguan ginjal. Namun dari diskusi kelompok, kami dapat menyingkirkannya karena pembengkakan pada kaki tidak simetris (terjadi pda satu kaki saja) dan didukung dari pemicu yang menyatakan bahwa disekitar tempat tinggal pasien ditemukan orang dengan gejala yang sama berarti kemungkinan adanya penyakit infeksi yang menular.

13

Kemudian diagnosa kami diperkuat oleh adanya pemeriksaan fisik dijumpainya non pitting oedema pada ekstremitas dan terdapat macula hiperpigmentasi di kulit, hiperemis dan adanya nyeri tekan. Dari pemeriksaan ini didapat bahwa adanya perubahan pada stuktur kulit yang mengalami edema. Dari hasil diskusi kelompok kami menyimpulkan bahwa terjadinya penyumbatan pembuluh limfe akibat adanya cacing filariasis.

Dan dari hasil laboratorium ditemukan parasit microfilaria inti tubuh teratur, ujung ekor runcing dan tidak berinti dan selubung tubuh transparan. Dari pemeriksaan mikroskopis ini dapat dipastikan bahwa parasit yang menginfeksi perempuan ini adalah wucheria brancofti.

Kemudian dari hasil laboratorium ditemukan adanya hipereosinofilia, hal ini disebabkan adanya reaksi hipersensitivitas imun penderita terhadap antigen microfilaria parasit. maka kami menyimpulkan bahwa pasien tersebut mengalami tropical pulmonary eosinopilia. Dan didukung juga dengan adanya gejala sesak nafas dan batuk dialami penderita.

9.

KESIMPULAN

Perempuan, menderita filariasis bancrofti stadium III dengan manifestasi kronis TPE (Tropical Pulmonary Eosinophilia).

14

DAFTAR PUSTAKA
Djuandi Yenny, Felix Partono, 2008. Occult Filariasis. Dalam: Sutanto, Ismid, dkk. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Parasitologi FKUI, 42-43.

Guyton, Arthur, John E Hall. 2008. Kompartemen Cairan Tubuh, Cairan Intrasel dan Ekstrasel, Cairan Interstisial dan Edema. Dalam: Luqman Yanuar, dkk. Buku ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC, 307-323.

Pohan, Herdiaman T, 2006. Filariasis. Dalam: Sudoyo, Aru.W, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 1758.

Supali Taniawati, Agnes Kurniawan, Felix Partono, 2008. Wuchereria Bancrofti. Dalam: Sutanto, Ismid, dkk. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Parasitologi FKUI, 32-38.

Supali Taniawati, Agnes Kurniawan, Sri Oemijati, 2008. Epidemiologi Filariasis. Dalam: Sutanto, Ismid, dkk. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Parasitologi FKUI, 40-42.

Widoyono. 2005. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga, 71-74.

15

Anda mungkin juga menyukai