Anda di halaman 1dari 18

Nusirwan Acang Sub Bagian Petri, Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK-Unand/RS Dr. M.

Djamil Padang
Jun 15, '08 12:10 PM oleh dr. Rizky Perdana,untuk semuanya

PENDAHULUAN Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak-anak. Sampai sekarang penyakit DBD ini masih menimbulkan masalah kesehatan di Indonesia, karena jumlah penderitanya semakin meningkat dan wilayah terjangkit semakin luas. (10.14) Pada beberapa dekade terakhir ini, jumlah penderita DBD di Indonesia cenderung meningkat. Pada tahun 1998 terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB), dengan jumlah kasus 71.776 dan 2.441 kasus diantaranya meninggal, Case Fatality Rate (CFR) adalah 3.4 %. (2) Pada awal tahun 2004 kembali terjadi KLB DBD secara nasional, dengan jumlah kasus sampai bulan Maret 2004 mencapai 26.015 orang, kematian terjadi pada 389 orang (CFR = 1.53 %). (3). Di Sumatera Barat, dari bulan Januari sampai dengan April 2004, telah dilaporkan kasus DBD sebanyak 318 kasus. (4). Di SMF Penyakit Dalam R.S Dr. M. Djamil Padang, selama periode bulan Januari sampai dengan April tahun 2004, telah dirawat sebanyak 60 kasus DBD. (8). Manifestasi klinis infeksi virus dengue pada dewasa bervariasi, mulai dari yang paling ringan yaitu demam dengue (DD) yang dapat sembuh sendiri, sampai kepada yang berat yaitu DBD. DBD dapat berkembang menjadi demam berdarah dengue yang disertai syok (dengue shock syndrome = DSS ) yang merupakan keadaan darurat medik, dengan angka kematian cukup tinggi. (13) Penatalaksanaan DD adalah dengan memberikan terapi simptomatis dan suportif, dan memonitor dengan ketat terhadap timbulnya DBD/DSS. Timbulnya DBD/DSS harus dikenal dengan cepat dengan melakukan pemeriksaan hematokrit dan trombosit secara teratur. Apabila terjadi DBD/DSS, penatalaksanaannya diutamakan untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit karena terjadi leakage plasma. Pemberian cairan pada pengobatan DBD/DSS sebagai pengganti kehilangan plasma harus dengan jumlah dan konsentrasi elektrolit yang tepat. Pemberian cairan yang diberikan berlebihan dan tidak terkontrol, artinya tetap diberikan walaupun leakage plasma telah berhenti, akan menimbulkan overload dan penumpukan cairan di rongga serosa, yang mengakibatkan timbulnya efusi pleura, ascites dan edema paru yang bisa menimbulkan kematian. Pada makalah ini akan dibahas mengenai manifestasi klinis dan pemberian cairan pada demam berdarah dengue. MANIFESTASI KLINIK A. Demam Dengue (DD) Demam dengue mempunyai 3 gejala utama yang disebut sebagai trias of symptoms, yaitu : (5.11.12) 1. demam tinggi 2. nyeri otot dan sendi pada anggota badan 3. timbulnya ruam (rash). B. Demam Berdarah Dengue (DBD)

Manifestasi klinis DBD adalah sebagai berikut : (5.11.12.13) 1. Trias of symptoms 2. Adanya perdarahan, terutama perdarahan kulit 3. Hepatomegali 4. Kegagalan sirkulasi dan hemokonsentrasi. Patofisiologi terjadinya gejala klinis yang timbul pada penyakit DBD/ DSS adalah sebagai berikut : (5.6) 1. Adanya proses peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah sebagai respon imun infeksi virus, yang mengakibatkan terjadinya leakage dari plasma, sehingga terjadi penurunan volume plasma. 2. Terjadinya Trombositopenia yang disebabkan oleh infeksi virus secara langsung dan adanya proses Disseminated Intravascular Coagulation. Berdasarkan gejala-gejala klinis yang ditemukan, penyakit DBD dibagi atas 4 derajat, yaitu : (5.6.13) Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji tourniquet. Derajat II : Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan/atau perdarahan lain. Derajat III : Kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan denyut nadi yang cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang), atau hipotensi, ditandai dengan kulit dingin dan lembab serta pasien menjadi gelisah. Derajat IV : Syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur. DIAGNOSIS Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO, terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. Penggunaan kriteria ini dimaksudkan untuk mengurangi diagnosis yang berlebihan. (12) Kriteria Klinis adalah : (12) 1. Demam tinggi mendadak tanpa diketahui penyebab yang jelas dan berlangsung terus menerus selama 2-7 hari. 2. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan: ? Uji tourniquet positif ? Ptekie, ekimosis, purpura ? Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi ? Hematemesis dan/atau melena 3. Pembesaran hati 4. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak gelisah. Kriteria Laboratoris adalah : 1 Trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang) 2. Hemokonsentrasi, peningkatan hematokrit 20% atau lebih Diagnosis DBD ditegakkan : - Apabila terdapat minimal 2 kriteria klinis + 1 kriteria laboratoris Diagnosis definitif penyakit dengue, adalah dengan ditemukannya antibodi spesifik, isolasi virus atau deteksi antigen virus atau RNA dalam serum atau jaringan tubuh pasien. (1.7)

PEMBERIAN CAIRAN SEBAGAI RESUSITASI DAN MAINTENANCE DENGUE FEVER Penatalaksanaan Dengue fever adalah dengan pemberian terapi simptomatik dan suportif, yaitu : (9.10.12) - Istirahat, selama fase demam - Pemberian antipiretik, analgetik dan sedatif kalau dibutuhkan - Monitor yang ketat terhadap timbulnya DBD/DSS dengan memantau : - Pemeriksaan fisik : tanda vital dan pembesaran hati - Pemeriksaan laboratorium : hematokrit dan jumlah trombosit Indikasi pemberian cairan sesuai dengan keadaan dan kebutuhan penderita, yaitu sebagai berikut : a. Peroral . Cairan peroral diberikan untuk mencegah terjadinya dehidrasi yang disebabkan oleh demam tinggi, banyak keringat, nafsu makan dan minum kurang, dan muntah-muntah. Jumlah cairan yang diberikan adalah sebanyak mungkin sesuai dengan kemampuan penderita, diminum sedikit-sedikit tapi sering. Oleh karena tubuh tidak hanya kehilangan cairan, akan tetapi juga kekurangan elektrolit, maka jenis cairan yang terbaik diberikan adalah oralit atau jus buah-buahan dibandingkan dengan air putih biasa. (13) WHO, menganjurkan cairan yang diberikan adalah seperti pada pengobatan diare, yaitu cairan yang terdiri dari 3,5 gr sodium chloride, 2,9 gr trisodium citrate dihydtrate, 1,5 gr potassium chloride, dan 20,0 gr glucose, dilarutkan didalam 1 liter air. (13) b. Parenteral. (10.13) Cairan secara parenteral diberikan pada keadaan : - Pasien tidak dapat makan dan minum - Muntah-muntah hebat sehingga memperlihatkan tanda-tanda dehidrasi - Terjadi peningkatan hematokrit 10-20%, atau penurunan jumlah trombosit Jenis cairan yang terbaik diberikan adalah : Kristaloid (Cairan pilihan adalah Ringer lactat atau acetat), diberikan 4 jam/kolf sampai keadaan membaik. Apabila pasien muntah-muntah hebat dan memperlihatkan tanda-tanda dehidrasi, koreksi keadaan dehidrasi dengan memberikan cairan sebanyak 10 ml/KgB.B, selama 1-2 jam, dan dipantau tiap 4 jam sampai keadaan dehidrasi membaik. Pemberian cairan ini dapat dilakukan di Instalasi Gawat Darurat (IGD), dan pasien dapat dipulangkan kalau keadaan homeostatik sudah stabil, dengan anjuran berobat ke poliklinik sesudah 2x24 jam kemudian. DEMAM BERDARAH DENGUE Cara pemberian cairan pada DBD adalah sebagai berikut : A. Jenis cairan. (9.13) Jenis cairan yang diberikan pada DBD adalah 2 pilihan, yaitu : 1. Kristaloid : Ringer lactate (R.L) dan Ringer Acetate (R.A), diberikan pada fase permulaan syok. 2. Koloid : Dextran 40 dan plasma, diberikan pada keadaan syok berulang atau syok berkepanjangan). Cairan kolloid pilihan adalah dextran 40 karena : - Dextran-40 (10% dekstran dalam normal saline), cairan ini bersifat hiperonkogenitas (osmolaritas 3x dari plasma), sehingga dapat mengikat cairan lebih baik. Cairan koloid lain, atau plasma

pengganti mempunyai osmolaritas 1-1,4 x dari pada plasma. Cara pemberian adalah : - Tetesan dekstran-40 minimal harus 10 ml/kg/jam sehingga dapat mempertahankan osmolaritas maksimum ketika diberikan kepada pasien. - Dosis maksimum dekstran-40 adalah 30 ml/kg/jam. Jangan memberikan lebih dari sejumlah ini oleh karena dapat menyebabkan gagal ginjal akut. Lama pemberian adalah : - Jangan melebihi 24-48 jam. B. Pemberian cairan : (10.13) 1. DBD tanpa perdarahan dan syok (derajat I). Masa kritis DBD/DSS terjadi pada hari ke 3-5, yaitu pada saat pasien mulai bebas demam. Pada DBD tanpa perdarahan atau syok, cairan yang diberikan adalah R.L sebanyak 500 cc (4 jam/kolf), kemudian dilakukan kontrol tanda-tanda vital setiap 1-2 jam dan hematokrit tiap 4 jam, dan dicatat produksi urine. Apabila nilai hematokrit masih tetap tinggi, dapat diberikan kembali cairan R.L 4 jam/kolf. Pemberian cairan diteruskan sampai keadaan pasien stabil, dan pasien dapat dipulangkan. Pertimbangan lain yang perlu diperhatikan pada pemberian cairan adalah kondisi pasien, seperti penampilan umum, nafsu makan dan kemampuan minum pasien. 2. DBD dengan perdarahan tanpa syok. (derajat II) Pada DBD dengan perdarahan tanpa disertai syok, diberikan R.L 4 jam/kolf, kemudian diperiksa darah perifer lengkap (DPL) dan faal hemostase. Apabila kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 10 gr %, diberikan transfusi packed red cell, dan kalau jumlah trombosit kurang dari 100.000/mm3, diberikan transfusi trombosit. Apabila terjadi DIC dilakukan heparinisasi. Kemudian dilakukan kontrol DPL dan faal hemostase tiap 4 jam, sampai keadaan membaik. Apabila terjadi syok, penatalaksanannya dilakukan seperti dibawah ini. 3. DBD dengan syok (DBD derajat III/IV). (DSS). (Skema) DSS adalah merupakan keadaan emergensi yang memerlukan ruangan dan penanganan khusus. Untuk resusitasi diberikan cairan R L 10-20 ml/kg/BB/jam dengan tetesan lepas secepat mungkin kalau perlu dengan tekanan positif, sampai tekanan darah dan nadi dapat diukur, kemudian turunkan sampai 10 ml/ kg/jam. Pemantauan terhadap syok dilakukan dengan ketat selama 1-2 jam setelah resusitasi. Apabila pemberian cairan tidak dapat dikurangi menjadi 10 ml/kg/jam, oleh karena tanda vital tidak stabil (tekanan nadi sempit, nadi teraba cepat dan lemah), syok belum teratasi, maka segera diberikan cairan koloidal plasma atau plasma ekspander (dextran 40 ), 10-20 ml/ Kg B.B/jam. Sebagian besar kasus hanya membutuhkan 30 ml/ Kg B.B cairan koloidal. Pada kasus-kasus dengan syok persisten, yang tidak bisa diatasi dengan pemberian cairan kristaloid maupun koloidal, maka perlu dicurigai adanya perdarahan internal. Untuk keadaan ini diberikan transfusi darah segar. Pada kasus-kasus DBD derajat IV (DSS) yang pada waktu masuk rumah sakit nilai awal hematokritnya rendah, dipikirkan kemungkinan perdarahan internal, sehingga pemantauan nilai Ht harus lebih sering. Apabila Ht tetap rendah, berikan transfusi darah segar, koreksi gangguan metabolit dan elektrolit, seperti hipoglikemia, hiponatremia, hipokalsemia dan asidosis. Apabila terjadi asidosis, cairan infus sebaiknya diberikan Ringer Acetate. Enam sampai 12 jam pertama setelah syok, tekanan darah dan nadi merupakan parameter penting

untuk pemberian cairan selanjutnya. Akan tetapi kemudian, semua parameter sekaligus harus diperhatikan sebelum mengatur jumlah cairan yang akan diberikan. Parameter pemberian cairan yang harus diperhatikan adalah : - Kondisi klinis : penampilan umum, pengisian kapiler, nafsu makan dan kemampuan minum pasien. - Tanda vital : Tekanan darah, suhu tubuh, frekuensi nafas. - Hematokrit. - jumlah urine Indikasi transfusi darah adalah : - Kehilangan darah bermakna, yaitu > 10% volume darah total. (Total volume darah = 80 ml/kg). Berikan darah sesuai kebutuhan. Apabila packed red cell (PRC) tidak tersedia, dapat diberikan sediaan darah segar. - Pasien dengan perdarahan tersembunyi. Penurunan Ht dan tanda vital yang tidak stabil meski telah diberi cairan pengganti dengan volume yang cukup banyak, berikan sediaan darah segar 10 ml/kg/kali atau PRC 10 unit/kali. Setelah masa kritis terlampaui maka pasien akan masuk dalam fase maintenance/penyembuhan, pada saat ini akan ada ancaman timbul keadaan overload cairan. Sehingga pemberian cairan intravena harus diberikan dalam jumlah minimal hanya untuk memenuhi kebutuhan sirkulasi intra vaskuler, sebab apabila jumlah cairan yang diberikan berlebihan, akan menimbulkan kebocoran ke dalam rongga pleura, abdominal, dan paru yang akan menyebabkan distres pernafasan yang berakibat fatal. Pemberian cairan untuk maintenans ini diberikan selama 24-48 jam. Fase penyembuhan Secara umum, sebagian besar pasien DBD akan sembuh tanpa komplikasi dalam waktu 24-48 jam setelah syok. Indikasi pasien masuk ke dalam fase penyembuhan adalah : - Keadaan umum membaik. - Meningkatnya nafsu makan - Tanda vital stabil - Ht stabil dan menurun sampai 35-40%. - Diuresis cukup Cairan intravena harus dihentikan segera apabila memasuki fase ini. Jus buah atau larutan oralit dapat diberikan untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit. Kesimpulan : 1. Infeksi virus dengue mempunyai menifestasi klinik yang bervariasi, mulai dari yang paling ringan yang bisa sembuh sendiri, sampai kepada yang paling berat yang memerlukan penatalaksanaan yang khusus 2. Diagnosis penyakit demam berdarah dengue ditegakkan berdasarkan atas kriteria klinis dan laboratoris 3. Penatalaksanaan demam dengue adalah secara simptomatis dan suportif, serta memantau dengan ketat akan timbulnya DBD dan DSS 4. Peningkatan hematokrit menunjukkan adanya leakage dari plasma yang dapat menimbulkan syok, sehingga memerlukan pemberian cairan dan elektrolit secepat mungkin dengan jumlah dan komposisi ysng tepat 6. Jenis cairan yang diberikan adalah kristaloid seperti R.L dan R.A, atau kolloid seperti dextran 40.

7. Pemberian cairan harus dengan monitor yang ketat sehingga tidak terjadi overload cairan yang memperberat keadaan penderita. Kepustakaan : 1. Aman AK. (2004). Aspek pemeriksaan laboratorium dalam menunjang diagnostik demam berdarah DD/DBD/DSS. Majalah Kedokteran Nusantara 37 (Suplemen): 19 22. 2. DepKes RI. (2001). Tatalaksana demam dengue/ demam berdarah dengue. Jakarta: Depkes. 11 23. 3. DepKes RI. (2004). Laporan awal sero survei KLB demam berdarah dengue pada 10 rumah sakit di DKI Jakarta. 4. DinKes Tk.I. Prop. Sumbar. (2004). Data DBD Propinsi Sumatera Barat Tahun 2000 2004. 5. Gibbons RV, Vaughn DW. (2002). Dengue: an escalating problem. BMJ 2; 324: 1563 1566. 6. Ginting Y. (2004). Patofisiologi, gejala dan tanda demam berdarah dengue/ sindroma syok dengue. Majalah Kedokteran Nusantara. 4; 37 (Suplemen): 23 25. 7. Nisalak A, Endy TP, Nimmannitya S. (2003). Serotypespesific dengue virus circulation and dengue disease in Bangkok, Thailand from 1973 to 1999. Am J Trop Med Hyg. 68: 191 202. 8. R.S Dr.M.Djamil Padang. (2004). Laporan Bulanan Catatan Medik tahun 2004. 9. Soedarmo SP. (1999). Masalah demam berdarah dengue di Indonesia. Dalam: Hadinegoro SRS, Satari HI. eds. Naskah lengkap pelatihan bagi pelatih dokter spesialis anak & dokter spesialis penyakit dalam, dalam tatalaksana kasus DBD. Jakarta: Balai Penerbit FKUI :1 - 13. 10. Sukri NC, Laras K, Wandra T, Didi S. (2003). Transmission of epidemic dengue hemorrhagic fever in eastern most Indonesia. Am J Trop Med Hyg ; 68: 529 535. 11. Wasis Santoso. (2003). Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue Dewasa di Perjan R.S Persahabatan Jakarta. 12. WHO. (1986). Dengue haemorrhagic fever, diagnosis, treatment and control. WHO, Geneve, 1986. WHO. Dengue Haemorrhagic fever, diagnosis, treatment and control. Geneve. 13. WHO. (1997). Dengue haemorrhagic fever : Diagnosis, treatment, prevention and control, 2nd edition. 12-47. Geneva 14. WHO. (1999). Dengue haemorrhagic fever : Regional Guitlines on DHF Prevention and Control. Regional Publication, 29.

Dengue Shock Syndrome


BAGIAN ILMU PENYAKIT ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN 2005 BAB I PENDAHULUAN

Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit paling ringan ( mild undifferentiated febrile illness ), demam dengue, demam berdarah dengue ( DBD ) dan demam berdarah dengue disertai syok ( dengue shock syndrome = DSS ). Gambaran manifestasi klinis yang bervariasi ini memperlihatkan sebuah fenomena gunung es, DBD dan DSS sebagai kasus yang dirawat di rumah sakit merupakan puncak gunung es yang kelihatan diatas permukaan laut, sedangkan kasus dengue ringan ( silent dengue infection dan demam dengue ) merupakan dasarnya. (2) Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman baru, kurangnya prilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang nyamuk, terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta adanya empat sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun. Departemen kesehatan telah mengupayakan berbagai strategi dalam mengatasi kasus ini. pada awalnya strategi yang digunakan adalah memberantas nyamuk dewasa melalui pengasapan, kemudian strategi diperluas dengan menggunakan larvasida yang ditaburkan ke tempat penampungan air yang sulit dibersihkan. Akan tetapi kedua metode tersebut sampai sekarang belum memeperlihatkan hasil yang memuaskan. Titik berat upaya pemberantasan vektor demam berdarah oleh masyarakat dengan melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk ( PSN ). (1,6) Pertolongan yang cepat dan tepat sangat membantu penyelamatan hidup pada kasus kegawatan demam berdarah dengue. Disfungsi sirkulasi atau syok pada DBD, dengue shock syndrome ( DSS ), disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskular yang pada akhirnya mengakibatkan turunnya perfusi organ. Pemberian cairan resusitasi yang tepat dan adekuat pada fase awal syok merupakan dasar utama pengobatan DSS. (10) Prognosis kegawatan DBD tergantung pada pengenalan, pengobatan yang tepat segera dan pemantauan ketat syok. Oleh karena itu peran dokter sangat membantu untuk menurunkan angka kematian. (1) BAB II INFEKSI VIRUS DENGUE 2.1 DEFINISI Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh Virus Dengue yang ditransmisikan oleh nyamuk sebagai vektornya dengan karekteristik penyakit diantaranya seperti demam, sakit kepala, nyeri otot dan sendi, adanya rash atau petechiae. Beberapa infeksi dapat menyebabkan

demam berdarah dengue (DBD) yang secara cepat dapat menyebabkan penderita jatuh ke dalam syok, yang disebut sebagai dengue shock syndrome ( DSS ). (7) 2.2 EPIDEMIOLOGI Istilah haemorrhagic fever di Asia Tenggara pertama kali digunakan di Filipina pada tahun 1953. Pada tahun 1958 meletus penyakit serupa di Bangkok. Setelah tahun 1958 penyakit ini dilaporkan berjangkit dalam bentuk epidemi di beberapa negara lain di Asia Tenggara. Di Indonesia DBD pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virulogis baru diperoleh tahun 1970. Di Jakarta kasus pertama dilaporkan pada tahun 1969. Kemudian DBD dilaporkan berturut-turut dilaporkan di Bandung (1972), Yogyakarta (1972). Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan berbagai negara bervariasi disebabkan beberapa faktor antara lain status umur penduduk, kepadatan vektor, tingkat penyebaran virus dengue, prevalensi serotipe virus dengue dan kondisi meteorologis. Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin, tetapi kematian lebih banyak ditemukan pada anak perempuan daripada anak laki-laki. Pada awal terjadinya wabah di sebuah negara distribusi umur memperlihatkan proporsi kasus terbanyak dari golongan anak berumur <> 2.3 ETIOLOGI Virus Dengue termasuk grup B arthropord borne virus (Arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae yang mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN2, DEN-3, dan DEN-4. Keempat serotipe virus ini mempunyai hubungan yang erat secara antigenik. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe lain. Seseorang yang tinggal di di daerah endemis dapat terinfeksi 3 bahkan 4 serotipe selama hidupnya. Di Indonesia serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat.
(2,7)

Virus Dengue yang matur terdiri dari single stranded RNA genom (ssRNA) yang mempunyai polaritas positif. Genom ini dikelilingi oleh nukleocapsid icosahedral denagn diameter 30 nm. Nucleocapsid ini ditutupi oleh suatu lipid envelope yang tebalnya 10 nm. Genom virus mengandung 3 protein struktural dan 7 protein non struktural. Protein struktural termasuk kapsul protein yang kaya arginine dan lisin serta protein prM nonglycosylated. Sedangkan protein non struktural dikenal sebagai NS1-7 yang mempunyai fungsi yang berbeda diantaranya :

NS1 merupakan suatu glikoprotein dapat dideteksi dari pasien dengan titer tinggi terhadap infeksi dengue sekunder, fungsinya belum diketahui. NS2 terdiri dari 2 protein (NS2A dan NS2B) yang berhubungan dengan proses poliprotein NS3 merupakan proteinase virus NS4 merupakan kode untuk dua protein hidrofobik yang sepertinya terlibat dalam pembentukan kompleks replikasi dari rantai RNA NS5 merupakan kode untuk protein dengan berta molekul 105.000 dan merupakan protein pelindung dari Flavivirus. NS6 dan NS7 belum diketahui fungsinya. (7) Host natural dari Virus Dengue adalah manusia, primata dan nyamuk. Vektor arthropoda

2.4 VEKTOR PENULAR merupakan anggota dari genus Aedes yang hidup baik di daerah perkotaan maupun daerah pedesaan. Spesies predominan yang berperan dalam transmisi penyakit adalah Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Nyamuk betina menggigit sepanjang hari dimana aktivitas puncaknya pada pagi dan siang hari.
(6,7)

Mereka yang berisiko terkena demam berdarah adalah anak-anak berusia di

bawah 15 tahun dan sebagian besar tinggal di lingkungan lembab serta daerah pinggiran yang kumuh. Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis dan muncul pada musim penghujan. Virus ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musim serta prilaku manusia. (6) Di Indonesia nyamuk Aedes aegypti tersebar luas di seluruh pelosok tanah air, baik kota maupun desa kecuali di wilayah yang ketinggiannya lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Perkembangan hidup nyamuk ini memerlukan waktu sekitar 10-12 hari dari telur hingga dewasa. Hanya nyamuk betina yang menggigit dan menghisap darah manusia untuk mematangkan telurnya. Sedangkan nyamuk jantan tidak menghisap darah tapi hidup dari sari tumbuh-tumbuhan. Umur nyamuk betina berkisar antar 2 minggu sampai 3 bulan atau rata-rata 1,5 bulan, tergantung dari suhu kelembaban udara disekelilingnya. Kemampuan terbangnya berkisar antara 40-100 meter dari tempat berkembang biaknya. Tempat yang disukai adalah benda-benda tergantung yang ada di dalam rumah, seperti gordyn, kelambu dan pakaian di kamar yang gelap dan lembab. Di dalam tubuh nyamuk Virus Dengue akan berkembang biak dengan cara membelah diri dan menyebar di seluruh bagian tubuh nyamuk. Sebagian besar virus ini berada di dalam kelenjar liur nyamuk tersebut. Ketika nyamuk ini menggigit manusia maka Virus Dengue dikeluarkan bersama air liur nyamuk. (1)

Gambar 2.1 Nyamuk Aedes aegypty dewasa (9) Gambar 2.2 Telur Nyamuk (9) Gambar 2.3 Larva Nyamuk (9) 2.5 MANIFESTASI KLINIS Manifestasi klinis dari infeksi Virus Dengue bervariasi mulai dari yang asimptomatis, demam ringan flu like syndrome (demam dengue) sampai yang berat seperti dengue shock syndrome. Bervariasinya gejala klinis yang timbul masih belum dipahami dan sepertinya berhubungan dengan umur, jenis kelamin serta status imunologi dan nutrisi dari pasien sendiri. Selain itu faktor risiko yang berpengaruh pada berat-ringannya gejala yang ditimbulkan adalah jenis serotipe dari virus yang menginfeksi. (7,8) DEMAM DENGUE Masa inkubasi dari demam dengue setelah gigitan nyamuk bervariasi antara 3 sampai 14 hari, rata-rata 4 sampai 7 hari. (7,8) Demam biasanya timbul mendadak, disertai gejala-gejala yang tidak spesifik seperti sakit kepala frontal, sakit didaerah retroorbital, myalgia dan atralgia, nausea dan vomiting, serta adanya bercak-bercak pada kulit. Bercak-bercak ini dapat berupa makular atau makulopapular yang diskret.
(7,8)

Bercak atau ruam ini timbul 6-12 jam sebelum suhu naik untuk

pertama kali, yaitu pada hari sakit ke3-5 berlangsung 3-4 hari. Ruam ini terdapat pada dada, abdomen serta menyebar ke anggota gerak dan muka. Pada 67-77% kasus terdapat pembesaran kelenjar limfe servikal, beberapa sarjana menyebutnya sebagai Castelanis sign, sangat patognomonik dan merupakan patokan yang berguna untuk membuat diagnosis banding. (2) Demam pada beberapa kasus dapat mencapai 39 0C atau lebih tinggi. Demam ini bertahan selama 5 sampai 6 hari. (7) Pada beberapa penderita dapat dilihat bentuk kurva suhu yang menyerupai pelana kuda atau bersifat bifasik, tetapi pada beberapa penelitian selanjutnya bentuk kurva ini tidak ditemukan pada semua pasien sehingga dianggap tidak patognomonik. Selanjutnya demam ini akan menghilang secara lisis disertai keluarnya banyak keringat. (2) Manifestasi perdarahan pada demam dengue jarang terjadi, bisa bersifat ringan sampai berat. Perdarahan kulit seperti petechiae dan purpura merupakan manifestasi perdarahan yang

paling sering terjadi. Selain itu dapat terjadi juga epistaksis, menorrhagia dan perdarahan gastrointestinal. (8) Kelainan darah tepi pada demam dengue ialah leukopenia selama periode prademam dan demam, neutrofilia relatif dan limfopenia, disusul oleh neutropenia relatif dan limfositosis pada periode puncak penyakit dan pada masa konvalesen. (2) Trombositopenia dapat terjadi pada demam dengue, 34% pasien yang didiagnosa demam dengue, jumlah trombosit kurang dari 100.000/mm 3.
(8)

Umumnya demam dengue dapat sembuh sendiri (self-limiting) dan jarang berakibat fatal. Fase akut dapat terjadi 3-7 hari tetapi fase konvalesens mungkin dapat lebih lama, beberapa minggu, terutama pasien dewasa. Tidak ada sekuele permanen yang berhubungan dengan infeksi ini. (8)
Infeksi Virus Dengue

Asimtomatik Simtomatik

Demam yang tidak DD DBD diketahui penyebabnya terdapat perembesan (sindrom peny. Virus) plasma

Perdarahan (-) Perdarahan (+) Syok (-) Syok (+) tidak lazim (DSS)

DD DBD

Bagan 1. Spektrum Klinis Infeksi Virus Dengue (2) DEMAM BERDARAH DENGUE Demam berdarah dengue ditandai dengan 4 manifestasi klinis, yaitu : Demam tinggi, perdarahan terutama perdarahan kulit, hepatomegali, kegagalan sirkulasi. Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan membedakan demam berdarah dengue dari demam dengue adalah peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, trombositopenia dan diatesis hemoragik. (1,2,10) Pada DBD terdapat perdarahan kulit, uji torniquet positif, memar dan perdarahan pada tempat pengambilan darah vena. Petechiae halus yang tersebar di anggota gerak, muka, aksila

seringkali ditemukan pada masa dini demam. Perdarahan dapat terjadi di setiap organ. Epistaksis dan perdarahan gusi jarang dijumpai, sedangkan perdarahan saluran cerna yang hebat lebih jarang lagi dan biasanya timbul setelah renjatan yang tidak teratasi. Perdarahan subkonjungtiva kadangkadang ditemukan. (2) WHO (1997) memberikan pedoman untuk menegakkan diagnosis demam berdarah dengue secara dini, yaitu : Klinis :
1. Demam tinggi mendadak dan terus-menerus selama 2 sampai 7 hari 2. Manifestasi perdarahan termasuk sekurangnya uji torniquet positif dan salah satu bentuk

perdarahan lain ( petechiae, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi ) hematemesis dan atau melena
3. Pembesaran hati (hepatomegali) 4. Syok yang ditandai nadi kecil dan cepat, tekanan nadi menurun <>

Laboratorium : Adanya trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang) dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau lebih dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelum sakit atau pada fase konvalesens. Ditemukannya 2 atau 3 dari gejala klinis di atas disertai trombositopenia dan hemokonsentrasi cukup untuk membuat diagnosis klinis demam berdarah dengue.(1,2) Sedangkan untuk menentukan berat-ringannya derajat penyakit demam berdarah dengue, WHO membaginya dalam 4 derajat : Derajat I : demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji torniquet positif. Derajat II : derajat I disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain. Derajat III : ditemukannya kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun (<= 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit dingin, lembab dan pasien gelisah. Derajat IV : syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur. 2.6 PEMERIKSAAN LABORATORIUM 1. Isolasi virus Ada beberapa cara isolasi yang dikembangkan, yaitu : - inokulasi intraserebral pada bayi tikus albino umur 1-3 hari

- inokulasi pada biakn jaringan mamalia dan nyamuk - inokulasi pada nyamuk dewasa secara intraserebral pada larva 2. Pemeriksaan serologis dikenal 5 jenis uji serologik adanya infeksi virus dengue, yaitu : HI test (Tes Hemaglutinasi Inhibisi), merupakan uji serologis yang paling sering dipakai. Uji komplemen fiksasi Uji neutralisasi IgM dan IgG Elisa Pada dasarnya hasil uji serologis dibaca dengan melihat kenaikan titer antibodi fase konvalesens terhadap fase akut (naik 4x lipat atau lebih). (2) BAB III DENGUE SHOCK SYNDROME Dengue shock syndrome (DSS) merupakan demam berdarah dengue yang ditandai dengan kegagalan sirkulasi termasuk tekanan nadi yang rendah (<=20 mmHg) dan tanda-tanda syok lainnya.
(7)

Demam berdarah dengue yang disertai syok ini dapat terjadi tiba-tiba, biasanya
(2)

setelah demam turun, yaitu antara hari ke-3 dan ke-7 sakit. Syok yang terjadi pada saat demam mempunyai prognosis yang buruk. Syok ditandai dengan nadi yang cepat dan lemah sampai
(1)

tidak teraba, tekanan nadi yang menurun, kulit dingin dan lembab. gastrointestinal. (2)

Pasien seringkali mengeluh

nyeri di daerah perut sesaat sebelum syok. Nyeri perut hebat seringkali mendahului perdarahan Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi. Jumlah trombosit <>3 ditemukan diantara hari sakit ke-3 sampai ke-7. Peningkatan kadar hematokrit merupakan bukti adanya kebocoran plasma, terjadi juga pada kasus derajat ringan walaupun tidak sehebat dalam keadaan syok. Hasil laboratorium yang lain biasanya ditemukan hipoproteinemia, hiponatremi, kadar transminase serum dan urea nitrogen darah meningkat (2). Pada perjalanan penyakit DBD, sejak demam hari ke-3 terlihat peningkatan limfosit atopik yang berlangsung sampai hari ke-8. Limfosit ini disebut sebagai limfosit plasma biru (LPB). Pemeriksaan LPB secara seri dari preparat hapus tepi memperlihatkan bahwa LPB pada infeksi dengue mencapai puncaknya pada hari ke-6 demam. LPB merupakan campuran antara limfosit-B dan limfosit-T (1) .

3.1 PATOGENESIS Virus Dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama kali mungkin memberi gejala sebagai demam dengue. Reaksi tubuh memberikan reaksi yang berbeda ketika seseorang mendapat infeksi yang berulang dengan serotipe Virus Dengue yang berbeda. Hal ini merupakan dasar teori yang disebut the secondary heterologous infection atau the sequential infection hypothesis. Infeksi virus yang berulang atau re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan kompleks antigen-antibodi (kompleks virus-antibodi) dengan konsentrasi tinggi (4). Gambar 3.1 Kompleks Antigen Antibodi (9) Terdapatnya kompleks virus-antibodi di dalam sirkulasi darah mengakibatkan hal sebagai berikut :
1. Kompleks virus-antibodi mengaktivasi sistem komplemen, yang berakibat dilepaskannya

anafilatoksin C3a dan C5a. C5a menyebabkan meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan meyebabkan plasma keluar melalui dinding tersebut (plasma leakege), suatu keadaan yang berperan pada terjadinya syok. Telah terbukti bahwa pada DSS, kadar C3a dan C5a menurun masing-masing sebanyak 33% dan 89%
(4).

Meningginya nilai

hematokrit pada kasus syok diduga akibat kebocoran plasma melaui kapiler yang rusak ke daerah ekstravaskular seperti rongga pleura, peritonium atau perikardium (2).
2. Timbulnya agregasi trombosit yang melepaskan ADP akan mengalami metamorfosis.

Trombosit yang mengalami kerusakan metamorfosis ini akan dimusnahkan oleh sistem retikuloendotelial dengan akibat trombositopenia hebat dan perdarahan. Pada keadaan terjadinya agregasi, trombosit akan melepaskan amin vasoaktif yang bersifat meninggikan permeabilitas kapiler dan melepaskan trombosit faktor 3 yang merangsang koagulasi intravaskular (4)
3. Terjadinya aktivasi faktor Hageman (faktor XII) dengan akibat terjadinya pembekuan

intravaskular yang luas (DIC). Dalam proses aktivasi ini, plasminogen akan menjadi plasmin yang berperan dalam pembentukan anafilatoksin dan pengahancuran fibrin menjadi fibrin degradation product. Di samping itu aktivasi ini juga merangsang sistem kinin yang berperan dalam proses meningginya permeabilitas dinding kapiler (4).
Secondary Heterologous Dengue Infectum

Replikasi Virus Respon Anamnestik Antibody Kompleks Antibody-Virus

Agregasi Platelet Aktivasi Pembekuan Aktivasi Komplemen Ggn Fungsi Plaletet RES menghancurkan Faktor III platelet dilepaskan Faktor Hagemen diaktifkan Anafilatoksin

Trobositopenia Consumptive Cougulopathy Sistem Kinin Permeabilitus Vaskulor

Faktor Pembekuan Kinin

FDP Pendarahan Eksesif Shock

Bagan 2. Potogenesis Perdarahan Renjatan pada DHF 3.2 PENATALAKSANAAN Syok merupakan keadaan kegawatan. Cairan pengganti adalah pengobatan utama, yang berguna untuk memperbaiki kekurangan volume plasma. Pasien anak cepat sekali mengalami syok dan sembuh segera dalam 48 jam setelah diobati. (3) Penggantian Volume Plasma Segera Seperti diketahui cairan tubuh dibagi menjadi 3 kompartemen utama yaitu, 2/3 bagian cairan intraselular, 1/3 bagian cairan ekstraselular. Cairan ekstraselular ini dibagi lagi menjadi cairan intrtravaskular (25%) dan interstitial (75%). (10) Cairan resusitasi yang diberikan adalah cairan kristaloid dan koloid. Cairan kristaloid isotonik efektif mengisi ruang interstitial, mudah disediakan, tidak mahal dan tidak meninbulkan

reaksi alergi. Namun hanya seperempat bagian bolus yang tetap berada di dalam intravaskular, sehingga diperlukan lebih banyak volume dan berisiko terjadi oedem jaringan terutama paru. Contoh larutan ini adalah ringer laktat, ringer asetat dan NaCl 0,9%. Cairan koloid berada lebih lama di ruang intravaskular, mampu mempertahankan tekanan onkotik, namun lebih mahal, dapat menyebabkan reaksi sensitivitas dan komplikasi lain. Contoh cairan koloid adalah albumin, dextran dan gelatin. (1) Pengobatan awal cairan intravena larutan ringer laktat 10-20 ml/kgbb, tetesan secepatnya. Apabila syok belum teratasi dalam 30 menit, tetesan dinaikkan lagi menjadi 20 ml/kgbb disamping pemberian koloid 10-20 ml/kgbb/jam, tidak melebihi 30 ml/kgbb/jam. Apabila setelah pemberian kedua cairan tresebut syok belum teratasi sedangkan kadar Ht menurun didiga terjadi perdarahan maka dianjurkan pemberian transfusi darah segar. Setelah keadaan klinis membaik, tetesan infus dikurangi bertahap sesuai keadaan klinis dan kadar Ht. (3) Pemeriksaan Hematokrit untuk Memantau Penggantian Volume Pemberian cairan tetap diberikan walaupun tanda vital telah membaik dan kadar Ht turun. Tetesan cairan segera diturunkan menjadi 10 ml/kgbb/jam dan kemudian disesuaikan tergantung dari kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 jam. Cairan intravena dapat dihentikan apabila Ht telah turun, jumlah urin 1 ml/kgbb/jam atau lebih merupakan keadaan sirkulasi membaik. Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit Hiponatremi dan asidosis metabolik sering menyertai pasien DSS, maka pemeriksaan analisis gas darah dan kadar elektrolit harus selalu diperiksa. Pemberian Oksigen Terapi oksigen harus selalu diberika pada semua pasien syok. Dianjurkan pemberian oksigen dengan menggunakan masker, tetapi harus diingat bahwa anak sering menjadi gelisah apabila dipasang masker oksigen. Transfusi Darah Pemeriksaan golongan darah dan cross-matching harus dilakukan pada setiap pasien syok, terutama pad asyok yang berkepanjangan (prolonged shock). Transfusi darah diberikan pada keadaan manifestasi perdarahan yang nyata. Penurunan ematokrit tanpa parbaikan klinis walaupun telah diberikan cairan yang mencukupi merupakan tanda perdarahan. Pemberian darah segar adalah untuk meningkat konsentrasi sel darah merah. Plasma segar atau suspensi trombosit

berguna untuk pasien dengan DIC yang menimbulkan perdarahan masif. Pemeriksaan hematologi seperti PT, PTT dan FDP berguna untuk mementukan berat-ringannya DIC. Pemantauan Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada pemantauan adalah :

Nadi, tekanan darah, respirasi dan temperatur harus dicatat setiap 15-30 menit atau lebih sering sampai syok teratasi. Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sampai klinis pasien stabil. Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan mengenai jenis cairan, jumlah dan tetesan, untuk mementukan apakah cairan sudah mencukupi. Jumlah dan frekuensi diuresis (normal diuresis 2-3 ml/kgbb/jam). Anak dengan DSS sebaiknya dirawat di PICU untuk memantau dan mengantisipasi

Rawat di PICU perubahan sirkulasi dan metabolik serta memberiakn tindakan suportif. (3) 3.3 KRITERIA MEMULANGKAN PASIEN Pasien dapat pulang apabila : Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik Nafsu makan membaik Tampak perbaikan klinis Hematokrit stabil Tiga hari setelah syok teratasi Jumlah trombosit >50.000/mm3 Tidak dijumpai distress pernafasan (3) BAB IV KESIMPULAN Demam berdarah dengue adalah demam berdarah yang disebabkan oleh Virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk betina Aedes aegypti. Manifestasi klinis dari penyakit ini mulai dari asipmtomatis sampai demam berdarah dengue yang disertai syok atau yang disebut sebagai dengue shock syndrome (DSS). Infeksi primer oleh Virus Dengue mungkin memberi gejala demam dengue, apabila terjadi re-infeksi oleh Virus Dengue dengan serotipe yang berbeda maka reaksi yang terjadi sangat berbeda. Teori patogenesis demam berdarah dengue yang banyak dianut saat ini

adalah secondary heterologous infection. Menurut teori ini re-infeksi akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi. Patofisiologi utama yang membedakan demam dengue dengan DBD adalah peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah, penurunan volume plasma, serta diatesis hemoragik. Dasar penatalaksanaan DSS yang utama adalah penggantian volume plasma secepat mungkin untuk memperbaiki kehilangan volume plasma. Dengan memahami patogenesis DBD yang baik dan adanya keterampilan yang baik untuk menegakkan diagnosis secara dini dan pengambilan keputusan yang tepat, akan menentukan keberhasilan pengobatan DBD. DAFTAR PUSTAKA
1. Sri Rezeki H.H., Hindra Irawan. 2000. Demam Berdarah Dengue. Jakarta : Balai Penerbit

FKUI. Halaman 16-17, 30-31, 55-62, 73-79, 136-140.


2. Sumarno S., Herry G., Sri Rezeki H.H. 2002. Buku Ajar Kesehatan Anak Infeksi dan

Penyakit Tropik. Edisi I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Halaman 176-208.


3. Panitia Lulusan Dokter 2002-2003 FKUI. 2002. Updates in Pediatrics Emergences. Jakarta

: Balai Penerbit FKUI. Halaman 95-108.


4. Sarwono W., A.Muin R., LA Lesmana. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi

III. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Halaman 417-420.


5. Behrman R., Kliegman R., Jenson HB. 2000. Nelson Text Book of Pediatrics Jilid 1. 16th

Edition. USA : Saunders Company. Page 1005-1007.


6. http://www.litbang.depkes.go.id/maskes/052004/demamberdarah1.htm 7. http://www.bhj.org/journal/2001_4303_july01/review_380.htm 8. http://www.emr.asm.org/cgi/content/full/11/3/480 9. http://health.allrefer.com/health/dengue-hemorrhagic-fever-info.html 10. http://w3.whosea.org/linkfiles/dengue-bulletin-volume-25-chg.pdf

Anda mungkin juga menyukai