Anda di halaman 1dari 51

Peraturan Perundang-undangan Perundangdi Bidang Distribusi Obat

Oleh S.MURTJANA

Disampaikan pada Pelatihan CDOB di PALU 4- s/d 8 Juni 2005

Materi
Pedoman CDOB Perizinan Sarana Distribusi Sanksi Peraturan Pedagang Eceran Obat Peraturan Registrasi dan Praktek Bidan Ketentuan yang berhubungan dengan ketenagaan Farmasi Otonomi Daerah dan Pengawasan Obat dan Makanan

Keputusan Kepala Badan POM No. HK. 00.05.3.2522 Tahun 2003 Tentang Penerapan Pedoman Cara Distribusi Obat Yang Baik

ASPEK CDOB
Personalia; Bangunan; Penyimpanan obat; Pengadaan dan penyaluran obat; Dokumentasi; Penarikan kembali dan penerimaan kembali obat.

Perizinan Sarana Distribusi


Apotik PP No. 26 Tahun 1965 sebagaimana telah diubah dengan PP No. 25 tahun 1980 jo. Permenkes No. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik sebagaimana telah diubah dengan Kepmenkes No. 1332/Menkes/SK/X/2002 Pedagang Eceran Obat Permenkes No. 167/Kab/B.VIII/1972 tentang Pedagang Eceran Obat sebagaimana telah diubah dengan Kepmenkes No. 1331/Menkes/SK/X/2002

Perizinan Sarana Distribusi


Industri Farmasi SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi PBF Permenkes No. 918/Menkes/Per/X/1993 tentang Pedagang Besar Farmasi sebagaimana telah diubah dengan Kepmenkes No. 1191/Menkes/SK/IX/2002 PBBBF Permenkes No. 918/Menkes/Per/X/1993 tentang Pedagang Besar Farmasi sebagaimana telah diubah dengan Kepmenkes No. 1191/Menkes/SK/IX/2002 jo. KepDirjenPOM No. PO.01.01.2.02569 tahun 1995 tentang Persyaratan teknis Pedagang Besar Bahan Baku Farmasi

KETENAGAAN (Penanggung Jawab)


Industri Farmasi (Obat Jadi dan BBO)

Wajib mempekerjakan secara tetap sekurang-kurangnya 2 (dua) Apoteker WNI masing-masing sebagai Penjab Produksi dan Penjab Pengawasan Mutu Pasal 10 ayat (2) PBF Wajib memiliki AA atau Apoteker Penjab yg bekerja penuh dan yg mempunyai SIK Pasal 5 huruf c jo Pasal 6 ayat (1) PBBBF Wajib mempunyai Penjab seoarang Apoteker yang mempunyai SIK

KETENAGAAN (Penanggung Jawab)


Apotik Pengelolaan apotik menjadi tugas dan tanggung jawab seorang apoteker Pedagang Eceran Obat Setiap Pedagang Eceran Obat wajib mempekerjakan seorang AA sebagai penanggung jawab teknis farmasi

Asisten Apoteker
(KEPMENKES NO. 679/MENKES/SK/V/2003)

Asisten Apoteker adalah tenaga kesehatan yang berijazah:


Sekolah AsistenApoteker/Sekolah Menengah Farmasi, Akademi Farmasi Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan, Akademi Analis Farmasi dan Makanan Jurusan Analis Farmasi dan Makanan Politeknik Kesehatan

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

PENGERTIAN TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI ( PBF )

PEDAGANG BESAR FARMASI ( PBF )

PEDAGANG BESAR BAHAN BAKU OBAT

PEDAGANG BESAR FARMASI

OBAT JADI

PT KOPERASI

BENTUK BADAN USAHA


pel.insp.dist.obat / 05 - 2004 / tp

PENGERTIAN TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI ( PBF )

PEDAGANG BESAR FARMASI ( PBF )

PEDAGANG BESAR BAHAN BAKU OBAT

PEDAGANG BESAR FARMASI

OBAT JADI

BAHAN BAKU OBAT

OBAT JAD I PERBEKALAN FARMASI

BAHAN BERKHASIAT

BAHAN PENOLONG

PRODUK BIOLOGI * OBAT NARKOTIKA ** KOMODITI

pel.insp.dist.obat / 05 - 2004 / tp

PEDAGANG BESAR FARMASI ( PBF )

1. PENANGGUNGJAWAB - APOTEKER BEKERJA PENUH 2. BANGUNAN - R. ADMINISTRASI - LABORATORIUM & KELENGKAPANNYA - GUDANG & KELENGKAPANNYA > GUDANG DINGIN (TERMOMETER DIKALIBRASI ) > PALET > PEMADAM API (MASIH VALID) 3. KOMODITI - BAHAN BERKHASIAT ( ACTIVE PHARMACEUTICAL INGREDIENTS API ) > INDUSTRI : FARMASI, MAKMIN, KOSMETIKA , OBAT HEWAN ( VETERINARY ). - BAHAN PENOLONG > S.D.A TERMASUK PABRIK OBAT TRADISIONAL

PEDAGANG BESAR BAHAN BAKU OBAT

PARTAI

ECERAN **

TENDER

REGULER

pel.insp.dist.obat / 05 - 2004 / tp

1. PENANGGUNGJAWAB - SETIDAKNYA AA YG BEKERJA PENUH 2. BANGUNAN - R. ADMINISTRASI - GUDANG & KELENGKAPANNYA > GUDANG DINGIN ( BILA PERLU ) > PALET > PEMADAM API (MASIH VALID) 3. KOMODITI - OBAT, PERBEKALAN FARMASI KECUALI JAMU YANG BERASAL DARI SIMPLISIA. - PENYALURAN OBAT PSIKOTROPIKA HARUS DILAPORKAN KE BADAN POM. - PENYALURAN OBAT NARKOTIKA HANYA OLEH PT. KIMIA FARMA.

PEDAGANG BESAR FARMASI ( PBF )

PEDAGANG BESAR FARMASI

OBAT JADI

PARTAI

TENDER

REGULER

pel.insp.dist.obat / 05 - 2004 / tp

- PENYALURAN OBAT KERAS HANYA KPD PIHAK YANG BERWENANG MENERIMANYA. - PENYIMPANAN VAKSIN HRS MEMENUHI KETENTUAN COLD CHAIN. 4. LAIN-LAIN - OBAT JADI DIJUAL DALAM KEMASAN ASLI ( BUKAN ECERAN ). - TETAP MEMPERTAHANKAN PRINSIP QUALITY ASSURANCE. - PBF TIDAK DILARANG MENJUAL OBAT KELUAR PROVINSI, KECUALI UNTUK OBAT NARKOTIKA. - PENDISTRIBUSIAN OBAT PSIKOTROPIKA DAN NARKOTIKA HARUS DILAPORKAN.

PEDAGANG BESAR FARMASI ( PBF )

PEDAGANG BESAR FARMASI

OBAT JADI

PARTAI

TENDER

REGULER

pel.insp.dist.obat / 05 - 2004 / tp

SANKSI
SANKSI ADMINISTRATIF SANKSI PIDANA

SANKSI ADMINISTRATIF
Pemerintah berwenang mengambil tindakan administratif terhadap tenaga kesehatan dan atau sarana kesehatan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini Pasal 77
 Dapat berupa pencabutan izin usaha, atau izin lain yang diberikan (Penjelasan Pasal 77)

Tindakan Administratif dapat berupa:


 Peringatan secara tertulis;  Larangan mengedarkan untuk sementara waktu; dan atau  Perintah untuk menarik produk yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan;  Perintah pemusnahan, jika terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan;  Pencabutan sementara atau pencabutan tetap izin usaha industri, izin edar, atau izin lain yang diberikan. Pasal 72 PP 72/1998

SANKSI ADMINISTRATIF
Industri Farmasi
Peringatan Secara Tertulis Pembekuan Izin Usaha Industri Farmasi Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi

PBF
Peringatan Secara Tertulis Pembekuan Izin Usaha PBF Pencabutan Izin Usaha PBF

Apotik
Peringatan Secara Tertulis Pembekuan Izin Apotik Pencabutan Izin Apotik

Toko Obat

SANKSI PIDANA
Ordonansi Obat Keras (St. 1949 No. 419) UU No. 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (KUHP) UU No. 23/1992 tentang Kesehatan UU No. 5/1997 tentang Psikotropika UU No. 22/1997 tentang Narkotika UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen PP No. 72/1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan

ORDONANSI OBAT KERAS


Hukuman penjara setinggi-tingginya 6 bulan atau denda setinggi-tingginya 5000 gulden dikenakan kepada:
a. b. c. d. e. f. Mereka yg melanggar peraturan-peraturan larangan yg dimaksudkan dalam Pasal 3, 4, dan 5; Pedagang Kecil yg diakui yg berdagang berlawanan dg ayat-ayat khusus yg ditentukan pada surat izinnya atau bertentangan dg peraturan umum yg dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5); Pedagang Besar yg diakui yg berdagang bertentangan dg syaratsyarat yg dimaksudkan dalam Pasal 7 ayat (4); Mereka yg berdagang bertentangan dg ketentuan-ketentuan pada Pasal 8 ayat (1); Mereka yg berdagang bertentangan dg peraturan-peraturan yg dikeluarkan oleh Sec. V. St. sesuai dg Pasal 8 ayat (2); Mereka yg tidak mentaati ketentuan-ketentuan dalam Pasal 6 ayat (7); Pasal 7 ayat (6) atau Pasal 9 ayat (1) dan (3).

KUHP
Pasal 386
(1) Barang siapa menjual, menawarkan atau menyerahkan barang makanan, minuman atau obatobatan yang diketahui bahwa itu dipalsu, dan menyembunyikan hal itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun. (2) Bahan makanan, minuman atau obat-obatan itu dipalsu, jika nilainya atau faedahnya menjadi kurang karena sudah dicampur dengan sesuatu bahan lain.

UU No. 23 Tahun 1992


 Barang siapa dengan sengaja memproduksi dan atau mengedarkan sediaan farmasi berupa obat atau bahan obat yang tidak memenuhi syarat Farmakope Indonesia dan atau buku standar lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1); dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) Pasal 80 ayat (4) huruf b;  Sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan obat harus memenuhi syarat Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya Pasal 40 ayat (1);

UU No. 23 Tahun 1992


 Barang siapa dengan sengaja mengedarkan sediaan farmasi dan atau alat kesehatan tanpa izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1); dipidana dengan penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 140.000.000,00 (seratus empat puluh juta rupiah) Pasal 81 ayat (2) huruf c;  Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar Pasal 41 ayat (1);

UU No. 23 Tahun 1992


Barang siapa yang tanpa keahlian dan kewenangan dengan sengaja melakukan pekerjaan kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) Pasal 82 huruf d Pekerjaan kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi, dan pelayanan sediaan farmasi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu Pasal 63

UU No. 23 Tahun 1992


Barang siapa menyelenggarakan sarana kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) atau tidak memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) Pasal 84 angka 5 Sarana kesehatan tertentu yang diselenggarakan masyarakat harus berbentuk badan hukum Pasal 58 ayat (1) Semua penyelenggaraan sarana kesehatan harus memiliki izin Pasal 59 ayat (1)

UU Perlindungan Konsumen
Pasal 8 ayat (3)
Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi yang benar.

Pasal 13 ayat (2)


Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan obat, obat tradisonal, suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa pelayanan kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain.

UU Perlindungan Konsumen
Sanksi Pidana Pelaku usaha yg melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, , Pasal 13 ayat (2), dipidana dg pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)

Peraturan Per-UU-an Per-UUPedagang Eceran Obat


Pasal 6 Ordonansi Obat Keras (St. 1949 No. 419) Permenkes No. 167/Kab/B.VII/72 tentang Pedagang Eceran Obat Kepmenkes No. 1331/Menkes/SK/X2002 tentang Perubahan Atas Permenkes RI No. 167/Kab/B.VII/72 tentang Pedagang Eceran Obat

Perizinan Pedagang Eceran Obat


Pemberian izin Pedagang Eceran Obat dilaksanakan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Permohonan izin disertai :
Alamat dan denah tempat usaha Nama dan alamat pemohon Nama dan alamat AA Foto-copy Ijazah, Surat Penugasan, dan SIK AA Surat Pernyataan kesediaan bekerja AA sebagai penanggung jawab teknis.

Pedagang Eceran Obat


Harus memasang papan nama Toko Obat Berijin tidak menerima resep dokter; Dilarang menerima dan melayani resep dokter; Dilarang membuat obat, membungkus atau membungkus kembali obat; Tidak boleh memasang nama yang sama atau menyamai nama apotik, pabrik obat, atau PBF.

Permenkes No. 572/Menkes/Per/VI/1996 tentang Registrasi dan Praktek Bidan Bidan yg menjalankan praktek perorangan harus memiliki Surat Izin Praktek Bidan (SIPB). (Pasal 13) Obat-obatan yg dapat digunakan dalam praktek sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI. (Pasal 17 ayat 2) Bidan berwenang untuk pemberian obat-obatan terbatas, melalui lembaran permintaan obat sesuai dg Lampiran VII. (Pasal 26 huruf q)

Permenkes No. 572/Menkes/Per/VI/1996 tentang Registrasi dan Praktek Bidan Bidan yg menjalankan praktek perorangan harus memiliki Surat Izin Praktek Bidan (SIPB). (Pasal 13) Obat-obatan yg dapat digunakan dalam praktek sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI. (Pasal 17 ayat 2) Bidan berwenang untuk pemberian obat-obatan terbatas, melalui lembaran permintaan obat sesuai dg Lampiran VII. (Pasal 26 huruf q)

Lampiran VI
Jenis Obat 1. Roborantia 2. Immunisasi 3. Anafilaktik syock 4. Sedativa 5. Antibiotika 6. Utero tonika 7. Antipiretika 8. Koagulantia 9. Anti kejang 10.Glyserin 11. Cairan infus 12.Obat luka

Lampiran VII
LEMBARAN PERMINTAAN OBAT Bidan ..............................(Nama) ........................................(Alamat) ........................................(Nama Kota) SIP No. ........................... .... ................................. 19

Yang bertanda tangan dibawah ini Bidan ......... dalam rangka pemberian pelayanan kebidanan mohon kepada Apoteker dapat memberikan kepada ............ (Nama Pasien). Umur: ................... Berat Badan: ................... Obat-obatan sebagai berikut: Demikian atas perhatian dan kerjasamanya diucapkan terima

kasih.

(.........................................) Tanda-tangan

Ketentuan yang berhubungan dengan ketenagaan Farmasi KepMenkes Nomor 1322/Menkes/SK/X/1993 Tentanag Perubahan atas Permenkes Nomor: 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan Tata Cara Pemberian Izin Apotik

Pasal 5
APA harus memenuhi persyaratan sbb. :
Ijasahnya telah terdaftar pada Depkes. Memiliki Surat Izin dari Menteri. Memenuhi persyaratan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya sebagai Apoteker. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi dan tidak menjadi APA di Apotik lain.

Pasal 12
Apoteker berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan Sediaan Farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin. Sediaan Farmasi yang karena sesuatu hal tidak dapat digunakan lagi atau dilarang digunakan, harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan Menteri.

Pasal 15 ayat (2)


Apoteker tidak diizinkan untuk mengganti obat generik yang ditulis didalam resep dengan obat paten

Pasal 19 ayat (5)


Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya > 2 tahun secara terus menerus, SIA atas nama Apoteker bersangkutan dicabut.

OTONOMI DAERAH DAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN

OTONOMI DAERAH dan PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN

UU No. 22 Tahum 1999 tentang Pemerintahan Daerah


UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom

Keppres 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah, terkahir dengan Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2005 Keppres 110 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah, terkahir dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2005

UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 7

Kewenangan Daerah meliputi kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan,


kecuali: Kewenangan dalam bidang politik luar negeri Kewenangan dalam bidang pertahanan keamanan Kewenangan dalam bidang peradilan Kewenangan dalam bidang moneter dan fiskal Kewenangan dalam bidang agama Kewenangan dalam bidang lain.

UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah

Pasal 10 ayat (3) Urusan pemerintahan yg menjadi urusan Pemerintah Pusat meliputi: a. politik luar negeri; b. pertahanan; c. keamanan; d. yustisi; e. moneter dan fiskal nasional; dan f. agama

UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 10 ayat (5) Dalam urusan pemerintahan yg menjadi kewenangan Pemerintah di luar urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah dapat: a. menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan; b. melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah; atau c. Menugaskan sebagian urusan kepada Pemerintahan Daerah dan/atau pemerintahan desa berdasarkan asas tugas pembantuan.

KEWENANGAN PEMERINTAH DALAM BIDANG LAIN (PP 25 Tahun 2000)


1. Bidang Pertanian 2. Bidang Kelautan 3. Bidang Pertambangan dan Energi 4. Bidang Kehutanan dan Perkebunan 5. Bidang Perindustrian dan Perdagangan 6. Bidang Perkoperasian 7. Bidang Penanaman Modal 8. Bidang Kepariwisataan 9. Bidang Ketenagakerjaan 10. Bidang Kesehatan 11. Bidang Pendidikan dan Kebudayaan 12. Bidang Sosial 13. Bidang Penataan Ruang

KEWENANGAN PEMERINTAH DALAM BIDANG LAIN (PP 25 Tahun 2000)


14. Bidang Pertanahan 15. Bidang Permukiman 16. Bidang Pekerjaan Umum 17. Bidang Perhubungan 18. Bidang Lingkungan Hidup 19. Bidang Politik Dalam Negeri dan Administrasi Publik 20.Bidang Pengembangan Otonomi Daerah 21. Bidang Perimbangan Keuangan 22.Bidang Kependudukan 23.Bidang Olah Raga 24.Bidang Hukum dan Perundang-undangan 25.Bidang Penerangan

KEWENANGAN PEMERINTAH DALAM BIDANG KESEHATAN


Penetapan standar nilai gizi dan pedoman sertifikasi teknologi kesehatan dan gizi Penetapan pedoman pembiayaan pelayanan kesehatan Penetapan standar akreditasi sarana dan prasarana kesehatan Penetapan pedoman standar pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan Penetapan pedoman penggunaan, konservasi, pengembangan dan pengawasan tanaman obat Penetapan pedoman penapisan, pengembangan dan penerapan teknologi kesehatan, dan standar etika penelitian kesehatan

KEWENANGAN PEMERINTAH DALAM BIDANG KESEHATAN


Pemberian izin dan pengawasan peredaran obat serta pengawasan industri farma Penerapan persyaratan penggunaan bahan tambahan (zat aditif) tertentu untuk makanan dan penetapan pedoman pengawasan peredaran makanan Penetapan kebijakan sistem perijinan pemeliharaan kesehatan masyarakat Survailans epidemiologi serta pengaturan pemberantasan dan penanggulangan wabah, penyakit menular dan kejadian luar biasa Penyediaan obat esensial tertentu dan obat untuk pelayanan kesehatan dasar sangat esensial (buffer stock nasional)

Keppres 103 Tahun 2001


tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen

Badan POM Melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan PUU yang berlaku. Mempunyai kewenangan: Penyusunan rencana nasional secara makro di bidangnya; Perumusan kebijakan di bidangnya untuk mendukung pembangunan secara makro;

Keppres 103 Tahun 2001


tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen

Penetapan sistem informasi di bidangnya; Pemberian izin dan pengawasan peredaran obat serta pengawasan industri farmasi; Penetapan pedoman penggunaan konservasi, pengembangan, dan pengawasan tanaman obat. Penetapan persyaratan penggunaan bahan tambahan (zat aditif) tertentu untuk makanan dan penetapan pedoman pengawasan peredaran obat dan makanan;

Keppres 110 Tahun 2001


tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non Departemen

Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Napza Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya

Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai