Anda di halaman 1dari 19

BAB I PENDAHULUAN 1.

Latar Belakang Masalah Dalam akhir-akhir ini perubahan di bidang ekonomi mengalami kemajuan yang sangat pesat, terutama dalam lingkungan perusahaan baik yang bergerak disektor bisnis maupun non bisnis. Hal tersebut disebabkan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang. Oleh karena itu, sebuah perusahaan harus mampu mengikuti perubahan tersebut agar mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan lain. Tetapi bagaimanapun juga sebuah organisasi harus mengukur kinerjanya agar efisien dan efektivitas organisasi tercapai, sehingga tujuan dan sasaran organisasi dapat tercapai dan kebutuhan orang-orang didalam organisasi juga dapat terpenuhi sehingga akan tercapai goal congruence. Untuk mengukur kinerja pada organisasi yang berorientasi pada profit. Karena untuk mengukur kinerja pada organisasi yang tujuannya tidak untuk mencari laba kita harus memperhatikan faktor sosial. Selain itu juga harus mempertimbangkan ukuran hasil dan ukuran proses. Keberhasilan seorang manajer tidak hanya diukur dari kemampuannya untuk mendapatkan laba yang tinggi atau kemampuannya untuk menghemat biaya seminimal mungkin. Sistem pengukuran kinerja yang hanya berdasarkan pada aspek keuangan saja sering dikenal dengan sistem pengukuran kinerja tradisioanal yang hanya mencerminkan keberhasilan sebuah organisasi dalam jangka pendek tanpa memikirkan keberhasilan jangka panjang. Pengukuran kinerja dari aspek keuangan mudah di manipulasi sesuai dengan kepentingan manajemen sehingga hasil pengukuran kinerja tradisional semacam ini kurang tepat jika diterapkan dalam sebuah rumah sakit, karena tujuan utama rumah sakit adalah memberikan pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat, selain itu dengan pengukuran kinerja yang hanya berdasarkan faktor keuangan saja mengakibatkan banyaknya sumber daya manusia yang potensial yang berada didalam rumah sakit tidak dapat di ukur.

Oleh karena itu, untuk mengukur kinerja diperlukan sistem pengukuran kinerja yang tidak hanya mengukur aspek keuangan saja tetapi juga mempertimbangkan aspek non keuangan seperti kepuasan costumer, proses internal bisnis, dan pembelajaran dan pertumbuhan. Ukuran kinerja ini disebut dengan Balanced Scorecard. Balanced Scorecard memiliki keistimewaan dalam hal pengukuran kinerja yang cukup komprehensif. Karena selain mempertimbangkan faktor kinerja financial, Balanced Scorecard juga mempertimbangkan kinerja non finansial. Disamping itu Balanced Scorecard tidak hanya mengukur hasil akhir tetapi juga aktivitas-aktivitas pembantu hasil akhir. Balanced Scorecard berusaha menterjemahkan misi dan strategi perusahaan ke dalam tujuannya. Dengan ke empat perspektif yang ada pada Balanced Scorecard diharapkan dari kegiatan karyawan dari tingkat atas sampai dengan tingkat bawah mengetahui apa misi dan strategi perusahaannya. Karena Balanced Scorecard bukan sebagai pengendali perilaku tetapi lebih sebagai sarana komunikasi, informasi dan proses belajar. Dengan berdasarkan pada sistem pengukuran kinerja Balanced Scorecard, Kaplan mengungkapkan pentingnya melihat aspek-aspek diluar aspek keuangan dalam rangka mencapai keseimbangan dalam pengukuran kinerja. Usaha ini berkaitan dengan pihak-pihak didalam dan diluar organisasi yang digunakan sebagai tolak ukur guna mengimbangi Balanced Scorecard yang berdimensi profitabilitas, contohnya aspek keuangan, customer, kualitas produk atau jasa, loyalitas karyawan dan sebagainya. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang yang telah diuraikan di atas maka masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini Bagaimana Balanced Scorecard Sebagai Alternatif untuk Mengukur Kinerja?

1.3 Tujuan Penelitian Penulis meneliti pengukuran kinerja dengan Balanced Scorecard ini bertujuan: 1. Untuk mengetahui sistem pengukuran kinerja yang digunakan didalam suatu perusahaan. 2. Untuk memberikan evaluasi tentang kemungkinan tentang kemungkinan penerapan Balanced Scorecard sebagai sistem pengukuran kinerja suatu perusahaan. 1.4 Manfaat Penelitian Dengan adanya penelitian tentang pengukuran kinerja ini diharapkan ada manfaat yang dapat di ambil bagi semua pihak yang berkepentingan. Manfaat yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah semoga dapat memberikan wawasan bagi penulis untuk memahami bagaimana penggunaan pengukuran kinerja dengan Balanced Scorecard

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Definisi Balanced Scorecard Konsep Balanced Scorecard selanjutnya akan disingkat BSC. BSC adalah pendekatan terhadap strategi manajemen yang dikembangkan oleh Drs.Robert Kaplan (Harvard Business School) and David Norton pada awal tahun 1990. BSC berasal dari dua kata yaitu balanced (berimbang) dan scorecard (kartu skor). Balanced (berimbang) berarti adanya keseimbangan antara performance keuangan dan nonkeuangan, performance jangka pendek dan performance jangka panjang, antara performance yang bersifat internal dan performance yang bersifat eksternal. Sedangkan scorecard (kartu skor) yaitu kartu yang digunakan untuk mencatat skor performance seseorang. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh seseorang di masa depan. Mula-mula BSC digunakan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif. Awal penggunaannya kinerja eksekutif diukur hanya dari segi keuangan. Kemudian berkembang menjadi luas yaitu empat perspektif, yang kemudian digunakan untuk mengukur kinerja organisasi secara utuh. Empat perspektif tersebut yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan. BSC adalah suatu mekanisme sistem manajemen yang mampu menerjemahkan visi dan strategi organisasi ke dalam tindakan nyata di lapangan. BSC adalah salah satu alat manajemen yang telah terbukti telah membantu banyak perusahaan dalam mengimplementasikan strategi bisnisnya. Keunggulan Balanced Scorecard Dalam perkembangannya BSC telah banyak membantu perusahaan untuk sukses mencapai tujuannya. BSC memiliki beberapa keunggulan yang tidak dimiliki sistem strategi manajemen tradisional. Strategi manajemen tradisional hanya

mengukur kinerja organisasi dari sisi keuangan saja dan lebih menitik beratkan pengukuran pada hal-hal yang bersifat tangible, namun perkembangan bisnis menuntut untuk mengubah pandangan bahwa hal-hal intangible juga berperan dalam kemajuan organisasi. BSC menjawab kebutuhan tersebut melalui sistem manajemen strategi kontemporer, yang terdiri dari empat perspektif yaitu: keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan. 2.1.2 Definisi Kinerja Perusahaan Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Para atasan atau manajer sering tidak memperhatikan kecuali sudah amat buruk atau segala sesuatu jadi serba salah. Terlalu sering manajer tidak mengetahui betapa buruknya kinerja telah merosot sehingga perusahaan / instansi menghadapi krisis yang serius. Kesan kesan buruk organisasi yang mendalam berakibat dan mengabaikan tanda tanda peringatan adanya kinerja yang merosot. Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional. Mink (1993 : 76) mengemukakan pendapatnya bahwa individu yang memiliki kinerja yang tinggi memiliki beberapa karakteristik, yaitu diantaranya: (a) berorientasi pada prestasi, (b) memiliki percaya diri, (c) berperngendalian diri, (d) kompetensi. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2001 : 82) faktor-faktor yang memengaruhi kinerja individu tenaga kerja, yaitu: 1.Kemampuan mereka, 2.Motivasi, 3.Dukungan yang diterima, 4.Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, dan 5.Hubungan mereka dengan organisasi. Berdasarkaan pengertian di atas, penulis

menarik kesimpulan bahwa kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok dalam suatu aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta keinginan untuk berprestasi. menurut Mangkunegara (2000) menyatakan bahwa faktor yang memengaruhi kinerja antara lain : a. Faktor kemampuan Secara psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan). Oleh karena itu pegawai perlu dtempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahlihannya. b. Faktor motivasi Motivasi terbentuk dari sikap (attiude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situasion) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai terarah untuk mencapai tujuan kerja. Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai potensi kerja secara maksimal. Penilaian Kinerja Penilaian kinerja ( performance appraisal ) pada dasarnya merupakan faktor kunci guna mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien, karena adanya kebijakan atau program yang lebih baik atas sumber daya manusia yang ada dalam organisasi. Penilaian kinerja individu sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan organisasi secara keseluruhan, melalui penilaian tersebut maka dapat diketahui kondisi sebenarnya tentang bagaimana kinerja karyawan. Menurut Bernardin dan Russel ( 1993 : 379 ) A way of measuring the contribution of individuals to their organization . Penilaian kinerja adalah cara mengukur konstribusi individu ( karyawan) kepada organisasi tempat mereka bekerja. Menurut Cascio ( 1992 : 267 ) penilaian kinerja adalah sebuah gambaran atau deskripsi yang sistematis tentang kekuatan dan kelemahan yang terkait dari seseorang atau suatu kelompok.

Menurut Bambang Wahyudi ( 2002 : 101 ) penilaian kinerja adalah suatu evaluasi yang dilakukan secara periodik dan sistematis tentang prestasi kerja / jabatan seorang tenaga kerja, termasuk potensi pengembangannya. Menurut Henry Simamora ( 338 : 2004 ) penilaian kinerja adalah proses yang dipakai oleh organisasi untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja individu karyawan. Tujuan Penilaian Kinerja Menurut Syafarudin Alwi ( 2001 : 187 ) secara teoritis tujuan penilaian dikategorikan sebagai suatu yang bersifat evaluation dan development yang bersifat efaluation harus menyelesaikan : 1.Hasil penilaian digunakan sebagai dasar pemberian kompensasi 2.Hasil penilaian digunakan sebagai staffing decision 3.Hasil penilaian digunakan sebagai dasar meengevaluasi sistem seleksi. Sedangkan yang bersifat development penilai harus menyelesaikan : 1.Prestasi riil yang dicapai individu 2.Kelemahan- kelemahan individu yang menghambat kinerja 3.Prestasipestasi yang dikembangkan. Manfaat Penilaian Kinerja Kontribusi hasil-hasil penilaian merupakan suatu yang sangat bermanfaat bagi perencanaan kebijakan organisasi adapun secara terperinci penilaian kinerja bagi organisasi adalah : 1.Penyesuaian-penyesuaian kompensasi 2.Perbaikan kinerja 3.Kebutuhan latihan dan pengembangan 4.Pengambilan keputusan dalam hal penempatan promosi, mutasi, pemecatan, pemberhentian dan perencanaan tenaga kerja. 5.Untuk kepentingan penelitian pegawai 6.Membantu diagnosis terhadap kesalahan desain pegawai. 2.1.3 Balanced Scorecard Sebagai Alternatif untuk Mengukur Kinerja Konsep balanced scorecard berkembang sejalan dengan perkembangan implementasi konsep tersebut. Kapalan dan Norton, 1996 menyatakan bahwa

Balanced scorecard terdiri dari kartu skor (scorecard) dan berimbang (balanced). Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh peronil di masa depan. Melalui kartu skor, skor yang akan diwujudkan personil di masa depan dibandingkan dengan hasil kinerja sesungguhnya. Hasil perbandingan ini digunakan untuk melakukan evaluasi atas kinerja personil yang bersangkutan. Kata berimbang dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa kinerja personil diukur secara berimbang dari dua aspek: keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern. Oleh sebab itu personil harus mempertimbangkan keseimbangan antara pencapaian kinerja keuangan dan non keuangan, antara kinerja jangka pendek dan jangka panjang, serta antara kinerja yang bersifat intern dan yang bersifat ekstern jika kartu skor personil digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan di masa depan. Balanced scorecard memperkenalkan empat proses manajemen yang baru, yang terbagi dan terkombinasi antara tujuan strategik jangka panjang dengan peristiwa-peristiwa jangka pendek. Keempat proses tersebut adalah (Kaplan dan Norton, 1996): Menterjemahkan visi, misi dan strategi perusahaan. Untuk menentukan ukuran kinerja, visi organisasi perlu dijabarkan dalam tujuan dan sasaran. Visi adalah gambaran kondisi yang akan diwujudkan oleh perusahaan di masa mendatang. Untuk mewujudkan kondisi yang digambarkan dalam visi, perusahaan perlu merumuskan strategi. Tujuan ini menjadi salah satu landasan bagi perumusan strategi untuk mewujudkannya. Dalam proses perencanaan strategik, tujuan ini kemudian dijabarkan ke dalam sasaran strategik dengan ukuran pencapaiannya.

Komunikasi dan Hubungan Balanced scorecard memperlihatkan kepada setiap karyawan apa yang dilakukan perusahaan untuk mencapai apa yang menjadi keinginan para pemegang saham dan konsumen karena oleh tujuan tersebut dibutuhkan kinerja karyawan yang baik. Untuk itu, balanced scorecard menunjukkan strategi yang menyeluruh yang terdiri dari tiga kegiatan: Comunicating and educating Setting Goals Linking Reward to Performance Measures

Rencana Bisnis Rencana bisnis memungkinkan organisasi mengintegrasikan antara rencana bisnis dan rencana keuangan mereka. Hampir semua organisasi saat mengimplementasikan berbagai macam program yang mempunyai keunggulannya masing-masing saling bersaing antara satu dengan yang lainnya. Keadaan tersebut membuat manajer mengalami kesulitan untuk mengintegrasikan ide-ide yang muncul dan berbeda di setiap departemen. Akan tetapi dengan menggunakan balanced scorecard sebagai dasar untuk mengalokasikan sumber daya dan mengatur mana yang lebih penting untuk diprioritaskan, akan menggerakkan ke arah tujuan jangka panjang perusahaan secara menyeluruh. Umpan Balik dan Pembelajaran Proses keempat ini akan memberikan strategic learning kepada perusahaan. Dengan balanced scorecard sebagai pusat sistem perusahaan, maka perusahaan dapat melaukan monitoring terhadap apa yang telah dihasilkan perusahaan dalam jangka pendek, dari tiga pespektif yang ada yaitu: konsumen, proses bisnis internal serta

pembelajaran dan pertumbuhan untuk dijadikan sebagai umpan balik dalam mengevaluasi strategi. Keempat proses tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Memperjelas dan Menerjemahkan visi dan strategi o o Memperjelas visi Menghasilkan Konsensus

Merencanakan dan Me-netapkan sasaran o o o o Menetapkan sasaran Memadukan inisiatif strategis Mengalokasikan sumber daya Menetapkan tonggak-tonggak penting

Mengkomunikasikan dan Menghubungkan o o o Mengkominikasikan dan mendidik Menetapkan tujuan Mengkaitkan imba-lan dengan ukuran kinerja

Balanced scorecard Umpan Balik dan Pembelajaran Strategis o o o Mengartikulasikan isi bersama Memberikan umpan balik strategis Memfasilitasi tinjauan ulan dan pembela- jaran strategis

Balanced Scorecard sebagai suatu kerangka kerja tindakan strategis

10

Tolok Ukur dalam Balanced Scorecard. Perspektif Keuangan (finansial) Perspektif keuangan tetap menjadi perhatian dalam balanced scorecard karena ukuran keuangan merupakan ikhtisar dari konsekuensi ekonomi yang terjadi akibat keputusan dan tindakan ekonomi yang diambil. Tujuan pencapaian kinerja keuangan yang baik merupakan fokus dari tujuan-tujuan yang ada dalam tiga perspektif lainnya. Sasaran-sasaran perspektif keuangan dibedakan pada masing-masing tahap dalam siklus bisnis yang oleh Kaplan dan Norton dibedakan menjadi tiga tahap:
-

Growth (Berkembang) Berkembang merupakan tahap pertama dan tahap awal dari siklus kehidupan

bisnis. Pada tahap ini suatu perusahaan memiliki tingkat pertumbuhan yang sama sekali atau peling tidak memiliki potensi untuk berkembang. Untuk menciptakan potensi ini, kemungkinan seorang manajer harus terikat komitmen untuk mengembangkan suatu produk atau jasa baru, membangun dan mengembangkan fasilitas produksi, menambah kemampuan operasi, mengembangkan sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung hubungan global, serta mengasuh dan mengembangkan hubungan dengan pelanggan. Perusahaan dalam tahap pertumbuhan mungkin secara aktual beroperasi dengan cash flow negatif dan tingkat pengembalian atas modal yang rendah. Investasi yang ditanam untuk kepentingan masa depan sangat memungkinkan memakai biaya yang lebih besar dibandingkan dengan jumlah dana yang mampu dihasilkan dari basis operasi yang ada sekarang, dengan produk dan jasa dan konsumen yang masih terbatas. Sasaran keuangan untuk growth stage menekankan pada pertumbuhan penjualan di dalam pasar baru dari konsumen baru dan atau dari produk dan jasa baru.

11

Sustain Stage (Bertahan) Bertahan merupakan tahap kedua yaitu suatu tahap dimana perusahaan masih

melakukan investasi dan reinbestasi dengan mempersyaratkan tingkat pengembalian yang terbaik, Dalam tahap ini perusahaan berusaha mempertahankan pangsa pasar yang ada dan mengembankannya apabila mungkin. Investasi yang dilakukan umumnya diarahkan untuk menghilangkan kemacetan, mengembangkan kapasitas dan meningkatkan perbaikan operasional secara konsisten. Pada tahap ini perusahaan tidak lagi bertumpu pada strategi-stratei jangka panjang. Sasaran keuangan tahap ini lebih diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan.
-

Harvest (Panen) Tahap ini merupakan tahap kematangan (mature), suatu tahap dimana

perusahaan melakukan panen (harvest) terhadap investasi mereka. Perusahaan tidak lagi melakukan investasi lebih jauh kecuali hanya untuk memelihara dan perbaikan fasilitas, tidak untuk melakukan eksppansi atau membangun suatu kemampuan baru. Tujuan utama dalam tahap ini adalah memaksimumkan arus kas yang masuk ke perusahaan. Sasaran keuangan untuk harvest adalah cash flow maksimum yang mampu dikembalikan dari investasi dimasa lalu. Perspektif Pelanggan Pada masa lalu seringkali perusahaan mengkonsentrasikan diri pada kemampuan internal dan kurang memperhatikan kebutuhan konsumen. Sekarang strategi perusahaan telah bergeser fokusnya dari internal ke eksternal. Jika suatu unit bisnis inin mencapai kinerja keuangan yang superior dalam jangka panjang, mereka harus menciptakan dan menyajikan suatu produk atau jasa yang bernilai dari biaya perolehannya. Dan suatu produk akan semakin bernilai apabila kinerjanya semakin mendekati atau bahkan melebihi dari apa yang diharapkan dan persepsikan konsumen

12

(Heppy Julianto, 2000). Tolok ukur kinerja pelanggan dibagi menjadi dua kelompok (Budi W. Soejtipto, 1997): Kelompok Inti 1). Pangsa pasar: mengukur seberapa besar pororsi segmen pasar tertentu yang dikuasai oleh perusahaan. 2). Tingkat perolehan para pelanggan baru: mengukur seberapa banyak perusahaan berhasil menarik pelanggan-pelanggan baru. 3). Kemampuan mempertahankan para pelanggan lama: mengukur seberapa banyak perusahaan berhasil mempertahankan pelangan-pelanggan lama. 4). Tingkat kepuasan pelanggan: mengukur seberapa jauh ppelanggan merasa puas terhadap layanan perusahaan. 5). Tingkat profitabilitas pelanggan: mengukur seberapa besar keuntungan yang berhasil diraih oleh perusahaan dari penjualan produk kepada para pelanggan. Kelompok Penunjang 1). Atribut-atribut produk (fungsi, harga dan mutu) Tolok ukur atribut produk adalah tingkat harga eceran relatif, tingkat daya guna produk, tingkat pengembalian produk oleh pelanggan sebagai akibat ketidak sempurnaan proses produksi, mutu peralatan dan fasilitas produksi yang digunakan, kemampuan sumber daya manusia serta tingkat efisiensi produksi. 2). Hubungan dengan pelanggan Tolok ukur yang termasuk sub kelompok ini, tingkat fleksibilitas perusahaan dalam memenuhi keinginan dan kebutuhan para pelanggannya, penampilan fisik dan mutu layanan yang diberikan oleh pramunaga serta penampilan fisik fasilitas penjualan.

13

3). Citra dan reputasi perusahaan beserta produk-produknya dimata para pelanggannya dan masyarakat konsumen. Perspektif Proses Bisnis Internal Menurut Kaplan dan Norton 1996, dalam proses bisnis internal, manajer harus bisa mengidentifikasi proses internal yang penting dimana perusahaan diharuskan melakukan dengan baik karena proses internal tersebut mempunyai nilai-nilai yang diinginkan konsumen dan dapat memberikan pengembalian yang diharapkan oleh para pemegang saham. Tahapan dalam proses bisnis internal meliputi: Inovasi Inovasi yang dilakukan dalam perusahaan biasanya dilakukan oleh bagian riset dan pengembangan. Dalam tahap inovasi ini tolok ukur yang digunakan adalah besarnya produk-produk baru, lama waktu yang dibutuhkan untuk mengembangan suatu produk secara relatif jika dibandingkan perusahaan pesaing, besarnya biaya, banyaknya produk baru yang berhasil dikembangkan. Proses Operasi Tahapan ini merupakan tahapan dimana perusahaan berupaya untuk memberikan solusi kepada para pelanggan dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Tolok ukur yang digunakan antara lain Manufacturing Cycle Effectiveness (MCE), tingkat kerusakan produk pra penjualan, banyaknya bahan baku terbuang percuma, frekuensi pengerjaan ulang produk sebagai akibat terjadinya kerusakan, banyaknya permintaan para pelanggan yang tidak dapat dipenuhi, penyimpangan biaya produksi aktual terhadap biaya anggaran produksi serta tingkat efisiensi per kegiatan produksi.

14

Proses Penyampaian Produk atau Jasa pada Pelanggan Aktivitas penyampaian produk atau jasa pada pelanggan meliputi

pengumpulan, penuimpanan dan pendistribusian produk atau jasa serta layanan purna jual dimana perusahaan berupaya memberikan manfaat tambahan kepada pelanggan yang telalh membeli produknya seperti layanan pemeliharaan produk, layanan perbakan kerusakan, layanan penggantian suku cadang, dan perbaikan pembayaran. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Perspektif keempat dalam balanced scorecard mengembangkan pengukuran dan tujuan untuk mendorong organisasi agar berjalan dan tumbuh. Tujuan dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah menyediakan infrastruktur untuk mendukung pencapaian tiga perspektif sebelumnya. Perspektif keuangan, pelanggan dan sasaran dari proses bisnis internal dapat mengungkapkan kesenjangan antara kemampuan yang ada dari orang, sistem dan prosedur dengan apa yang dibutuhkan untuk mencapai suatu kinerja yang handal. Untuk memperkecil kesenjangan tersebut perusahaan harus melakukan investasi dalam bentuk reskilling employes. Adapun faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah (Kaplan dan Norton, 1996): Karyawan Hal yang perlu ditinjau adalah kepuasan karyawan dan produktivitas kerja karyawan. Untuk mengetahui tingkat kepuasan karyawan perusahaan perlu melakukan survei secara reguler. Beberapa elemen kepuasan karyawan adalah keterlibatan dalam pengambilan keputusan, pengakuan, akses untuk memperoleh informasi, dorongan untuk melakukan kreativitas dan inisiatif serta dukungan dari atasan. Produktivitas kerja merupakan hasil dari pengaruh agregat peningkatan keahlian moral, inovasi, perbaikan proses internal dan tingkat kepuasan konsumen. Di

15

dalam menilai produktivitas kerja setiap karyawan dibutuhkan pemantauan secara terus menerus. Keunggulan Balanced Scorecard Dibandingkan dengan pengukuran kinerja tradisional yang hanya mengukur kinerja berdasarkan perspektif keuangan, maka balanced scorecard memiliki beberapa keunggulan (Barbara Gunawan, 2000): Komprehensif Balanced scorecard menekankan pengukuran kinerja tidak hanya aspek kuantitatif saja, tetapi juga aspek kealitatif. Aspek finansial dilengkapi dengan aspek customer, inovasi dan market development merupakan fokus pengukuran integral. Keempat perspektif menyediakan keseimbangan antara pengukuran eksternal seperti laba pada ukuran internal seperti pengembangan produk baru. Keseimbangan ini menunjukkan trade off yang dilakukan oleh manajer terhadap ukuran-ukuran tersebut untuk mendorong manajer untuk mencapai tujuan tanpa membuat trade off di antara kunci-kunci sukses tersebut melalui empat perspektif. Balanced scorecard mampu memandang berbagai faktor lingkungan secara menyeluruh. 2.2 Anggapan Dasar Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Konsep Balenced Scorecard dapat diterapkan pada proses penentuan dan pelaksanaan strategi perusahaan. 2. Perusahaan telah melmbuat dan melaksanakan strategi perusahaan.

16

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian Penelitian ini diarahkan untuk memperoleh gambaran yang sebenarnya tentang keefektifan penggunaan konsep balenced scorecard yang bisa dimanfaatkan dalam penentuan kinerja suatu perusahaan. Metode penelitian kualitatif dipilih peneliti untuk digunakan dalam mengetahui keefektifan penggunaan konsep balenced scorecard yang bisa dimanfaatkan dalam penentuan kinerja suatu perusahaan. Menurut Arief Furchan (1999: 22) menerangkan sebagai berikut: Metode kualitatif ialah proses penelitian yang menghasilkan data deskriftif, ucapan atau tulisan atau perilaku yang dapat diamati dari orang-orang itu sendiri, menurut pendapat kami pendekatan ini langsung menunjukan setting dan individu-individu dalam setting itu secara keseluruhan. Subyek penyelidikan baik berupa organisasi atau individu tidak mempersempit menjadi variable yang terpisah atau menjadi hipotesa melainkan dipandang sebagai sebagian dari suatu keseluruhan. Metode penelitian kualitatif yang digunakan peneliti adalah metode observasi (pengamatan), interview (wawancara) dan dokumentasi. 3.2 Variabel Penelitian Variabel penelitian ini ada dua, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas yaitu konsep balenced scorecard yang bisa dimanfaatkan dalam penentuan kinerja suatu perusahaan Sedangkan variabel terikatnya adalah hasil dari pelaksanaan kinerja perusahaan.

17

3.3 Definisi Operasional Variabel Konsep balanced scorecard di dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang menuntut para pegawai perusahaan untuk menjalankan kinerjanya dengan sempurna berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah mereka miliki. Hasil penerapan konsep balanced scorecard yang diperoleh setelah mengikuti proses pembelajaran pelaksanaan kinerja perusahaannya. 3.4 Contoh Kasus Rumah sakit merupakan sebuah orga nisasi yang bergerak di bidang jasa yang memberikan pelayanan medis kepada masyarakat dalam upaya menaikkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Rumah sakit juga harus mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi karena rumah sakit adalah fasilitas kesehatan yang padat dengan modal, ilmu pengetahuan tentang kesehatan dan peralatan yang mendukung kegiatan medis yang serba canggih. Rumah sakit merupakan salah satu organisasi yang tujuan utamanya bukan semata-mata untuk mendapatkan laba tetapi lebih memberikan pelayanan sebaikbaiknya kepada masyarakat. Sedangkan tujuan dari organisasi seperti ini sangatlah komplek, sehingga tingkat outputnya sulit di ukur. Tetapi bagaimanapun juga sebuah organisasi harus mengukur kinerjanya agar efisien dan efektivitas organisasi tercapai, sehingga tujuan dan sasaran organisasi dapat tercapai dan kebutuhan orang-orang didalam organisasi juga dapat terpenuhi sehingga akan tercapai goal congruence. Untuk mengukur kinerja pada rumah sakit tidak semudah mengukur kinerja pada organisasi yang berorientasi pada profit. Karena untuk mengukur kinerja pada organisasi yang tujuannya tidak untuk mencari laba kita harus memperhatikan faktor sosial. Selain itu juga harus mempertimbangkan ukuran hasil dan ukuran proses. Keberhasilan seorang manajer sebuah rumah sakit tidak hanya diukur dari kemampuannya untuk mendapatkan laba yang tinggi atau kemampuannya untuk menghemat biaya seminimal mungkin.

18

Sistem pengukuran kinerja yang hanya berdasarkan pada aspek keuangan saja sering dikenal dengan sistem pengukuran kinerja tradisioanal yang hanya mencerminkan keberhasilan sebuah organisasi dalam jangka pendek tanpa memikirkan keberhasilan jangka panjang. Pengukuran kinerja dari aspek keuangan mudah di manipulasi sesuai dengan kepentingan manajemen sehingga hasil pengukuran kinerja tradisional semacam ini kurang tepat jika diterapkan dalam sebuah rumah sakit, karena tujuan utama rumah sakit adalah memberikan pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat, selain itu dengan pengukuran kinerja yang hanya berdasarkan faktor keuangan saja mengakibatkan banyaknya sumber daya manusia yang potensial yang berada didalam rumah sakit tidak dapat di ukur. Oleh karena itu, untuk mengukur kinerja didalam rumah sakit diperlukan sistem pengukuran kinerja yang tidak hanya mengukur aspek keuangan saja tetapi juga mempertimbangkan aspek non keuangan seperti kepuasan costumer, proses internal bisnis, dan pembelajaran dan pertumbuhan.

19

Anda mungkin juga menyukai